Peraturan Daerah (PERDA) tentang Penyelenggaraan Usaha Perkebunan
ABSTRAK:
bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara berkeadilan, maka perkebunan yang berorientasi komoditi unggulan daerah perlu dijamin keberlanjutannya serta ditingkatkan fungsi dan peranannya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960; Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1990; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992; Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992; Undang–Undang Nomor 9 Tahun 1995; Undang–Undang Nomor 18 Tahun 1997; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997; Undang–Undang Nomor 41 Tahun 1999; Undang–Undang Nomor 55 Tahun 1999; Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2004; Undang–Undang Nomor 18 Tahun 2004; Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004; Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004; Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007; Undang–Undang Nomor 26 Tahun 2007; Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1986; Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988; Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996; Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997; Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999; Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001; Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001; Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001; Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002; Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004; Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007; Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007; Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007; Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007; Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990; Keputusan Presiden Nomor 99 Tahun 1998; Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003; Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993; Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999; Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999; Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999; Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006; Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007; Peraturan Daerah Provinsi Tingkat I Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 1994; Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 584 Tahun 2006; Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 34 Tahun 2007; Peraturan Daerah Kabupaten Landak Nomor 1 Tahun 2005; Peraturan Daerah Kabupaten Landak Nomor 8 Tahun 2007
Peraturan ini mengatur Ketentuan Umum; Azas, Tujuan dan Fungsi; Ruang Lingkup; Usaha Perkebunan; Luas dan Pembebasan Lahan Usaha Perekbunan; Perizinan Usaha Perkebunan; Pelaku Kemitraan Usaha Perkebunan; Hak, Kewajiban dan Larangan Perusahaan Perkebunan; Hak, Kewajiban dan Larangan Masyarakat Pekebun; Pembinaan, Pengawasan dan Pengamanan Usaha Perkebunan; Penyidikan; Ketentuan Sanksi Administratif; Ketentuan Pidana; Ketentuan Peralihan; Ketentuan Penutup
CATATAN:
Peraturan Daerah (PERDA) ini mulai berlaku pada tanggal 22 Juli 2008.
22 Halaman Peraturan dan 10 Halaman Penjelasan
Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2011
Peraturan Daerah (PERDA) NO. 10, LD 2011/NO.10 SERI E
Peraturan Daerah (PERDA) tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan
ABSTRAK:
bahwa keberadaan hutan di Jawa Barat harus memberikan manfaat bagi masyarakat desa hutan dan kelestarian ekosistemnya; dan bahwa kemiskinan masyarakat desa hutan perlu mendapat perhatian serius dalam pembangunan kehutanan berkelanjutan melalui peningkatan ekonomi sebagai upaya perlindungan dan pemberdayaan; Sehingga berdasarkan pertimbangan perlu ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999,Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 19 Tahun 2001, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2005, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2005, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2010, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010,
Ketentuan Umum, Asas, Maksud,Tujuan, dan Sasaran,Ruang Lingkup, Arah Kebijakan, Strategi, Kriteria, Pemangku Kepentingan, Hak dan Kewajiban, Areal Kegiatan, Perlindungan, Pemberdayaan, Insentif,Pembiayaan, Larangan, Penyelesaian Sengketa, Sanksi Pidana, Penyidikan, Penegakan Hukum, Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan, Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian, Ketentuan Lain-lain, dan ketentuan Penutup.
CATATAN:
Peraturan Daerah (PERDA) ini mulai berlaku pada tanggal 21 September 2011.
51 halaman
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Tasikmalaya Nomor 10 Tahun 2004
Peraturan Daerah (PERDA) NO. 10, LD Kab. Tasikmalaya Tahun 2004 No 16 seri D
Peraturan Daerah (PERDA) tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 6 Tahun 2002 tentang Iuran Wajib atas Usaha Komoditas Perkebunan
ABSTRAK:
CATATAN:
Peraturan Daerah (PERDA) ini mulai berlaku pada tanggal 01 September 2004.
Qanun tentang Kawasan Kota Terpadu Mandiri Seumanah Jaya
ABSTRAK:
Bahwa dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (Memorandum of Understanding Between The Government of Republic of Indonesia And The Free Aceh Movement Helsinki 15 Agustus 2005), Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka menegaskan komitmen mereka untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua, dan para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga Pemerintahan Rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. bahwa dalam rangka mempercepat pembangunan terutama di kawasan yang masih tertinggal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Aceh Timur dan pemberdayaan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu Kawasan Kota Terpadu Mandiri dalam Kabupaten Aceh Timur; c. bahwa KTM Seumanah Jaya Kabupaten Aceh Timur telah mendapat persetujuan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor B-243/MEN/P2KT-PTPKT/XII/2013 tanggal 21 Desember 2013 tentang Izin Prinsip Lokasi Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi.
Dasar hukum peraturan ini adalah: Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956 ; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956; Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015; Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005; Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2007; Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2011; Qanun Kabupaten Aceh Timur Nomor 10 Tahun 2013.
Peraturan ini mengatur tentang: Ketentuan Umum; Pembentukan dan Batas Wilayah; Tujuan dan Sasaran; Pelaksanaan Pembangunan KTM Seumanah Jaya; Penyediaan Tanah; Pengelolaan; Pengembangan Usaha Masyarakat; Pembiayaan; dan Ketentuan Penutup.
CATATAN:
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal 16 Desember 2015.
9 halaman
Peraturan Gubernur (PERGUB) Provinsi Papua Barat Nomor 10 Tahun 2014
PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA BARAT
2014
Peraturan Gubernur (PERGUB) NO. 10, BERITA DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2014 NOMOR 10
Peraturan Gubernur (PERGUB) tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Balai Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Provinsi Papua Barat
ABSTRAK:
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 45A ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 14 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4 Tahun 2009 tentang organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Provinsi Papua Barat mencantumkan adanya Unit Pelaksana Teknis Dinas. Dengan meningkatnya beban tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di bidang Perkebunan Provinsi Papua Barat, maka perlu membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas berupa Balai Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan guna memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui Dinas Perkebunan Provinsi Papua Barat.
Dasar Hukum: Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 sebagaimanaa telah diubah dengan Undang- undang Nomor 5 Tahun 2000; Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimanaa telah diubah dengan Undang- undang Nomor 35 Tahun 2008; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimanaa telah diubah dengan Undang- undang Nomor 8 Tahun 2005; Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004; Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994; Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007; Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007; Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014; Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 56/KEP/MK.WASPAN/9/1999; Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 14 Tahun 2012.
Peraturan Gubernur Papua Barat ini mengatur mengenai pembentukan, susunan organisasi dan tata kerja balai perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan provinsi papua barat.
CATATAN:
Peraturan Gubernur (PERGUB) ini mulai berlaku pada tanggal 23 Juni 2014.
1 Halaman
Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2014
Peraturan Daerah (PERDA) tentang PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN PROVINSI LAMPUNG
ABSTRAK:
a. Provinsi Lampung memiliki keunggulan sumberdaya pertanian, perikanan dan kehutanan yang kompetitif dan prospektif, untuk didayagunakan dalam pembangunan daerah;
b. perlu meningkatkan peran dan fungsi kelembagaan penyuluhan di provinsi, kabupaten dan kecamatan melalui penyelenggaraan penyuluhan;
c. masih terdapat di dalam berbagai peraturan perundang-undangan sehingga belurn dapat memberikan dasar hukum yang kuat dan lengkap bagi penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan;
d. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk peraturan daerah tentang penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan;
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974;
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004;
5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006;
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009;
9. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/02/Menpan/2/2008;
10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33/Pennentan/OT.160/6/2009;
11. Peraturan Daerah Provinsi Larnpung Nomor 13 Tahun 2009;
12. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 14 Tahun 2009;
13. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 6 Tahun 2014;
Penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan pelaksanaan penyuluhan yang efektif dan efesien.
CATATAN:
Peraturan Daerah (PERDA) ini mulai berlaku pada tanggal 12 September 2014.
13 Halaman, dan 3 Halaman Penjelasan
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Batang Hari Nomor 10 Tahun 2013
PSDA - ATAS KAYU RAKYAT - PRODUKSI HUTAN RAKYAT/TANAH MILIK - pencabutan
2013
Peraturan Daerah (PERDA) NO. 10, LD.2013/NO.10
Peraturan Daerah (PERDA) tentang PENCABUTAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG PSDA ATAS KAYU RAKYAT PRODUKSI HUTAN RAKYAT/TANAH MILIK
ABSTRAK:
bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Batang Hari Nomor 4 Tahun 2000 PSDA atas Kayu Rakyat Produksi Hutan Rakyat/Tanah Milik bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi;
bahwa dengan telah ditetapkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 675 Tahun 2009 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Batang Hari Nomor 4 Tahun 2000 tentang PSDA atas Kayu Rakyat Produksi Hutan Rakyat/Tanah Milik, maka Peraturan Daerah Kabupaten Batang Hari Nomor 4 Tahun 2000 perlu dicabut;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pencabutan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Batang Hari Nomor 4 Tahun 2000 tentang PSDA Atas Kayu Rakyat Produksi Hutan Rakyat/Tanah Milik
Pasal 18 ayat (6) UUD 1945; UU Nomor 12 Tahun 1956 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1965; UU Nomor 17 Tahun 2003; UU Nomor 33 Tahun 2004; UU Nomor 12 Tahun 2011
PERDA ini Mengatur Mengenai Pencabutan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Batang Hari Nomor 4 Tahun 2000 tentang PSDA Atas Kayu Rakyat Produksi Hutan Rakyat/Tanah Milik
CATATAN:
Peraturan Daerah (PERDA) ini mulai berlaku pada tanggal 04 Maret 2013.
Perda Kab. Batang Hari No. 4 Tahun 2000 tentang PSDA ATAS KAYU RAKYAT PRODUKSI HUTAN RAKYAT/TANAH MILIK (Lembaran Daerah Kab. Batang Hari Tahun 2000 No. 4) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
3 hlmn; 1 pnjelasan
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Luwu Timur No. 10 Tahun 2007
Peraturan Daerah (PERDA) tentang Izin Pemanfaatan Hutan HAK
ABSTRAK:
a. bahwa guna meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, perorangan maupun badan usaha dibidang kehutanan sebagaimana yang terkandung dalam jiwa otonomi daerah maka perlu adanya pengaturan Izin Pemanfaatan Hutan Hak di wilayah Kabupaten Luwu Timur;
b. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a diatas maka dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Pemanfaatan Hutan Hak.
1. Undang–undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
2. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);
3. Undang–undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara Propinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4270);
4. Undang–undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perpu Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4401);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3696);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan Hutan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4452);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 147, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4453);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Repuplik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4696);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.26/Menhut–II/2006 tentang
Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak;
13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.51/Menhut–II/2006 tentang
Pengunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) untuk Pengangkutan Hasil
Hutan Yang Berasal Dari Hutan Hak;
14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.55/Menhut-II/2006 tentang
Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Hutan Negara;
15. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.62/Menhut–II/2006 tentang
Perubahan Peraturan Menrti Kehutanan Nomor : P.51/Menhut-II/ 2006
tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) untuk Pengangkutan
Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak;
16. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.63/Menhut–II/2006 tentang
Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.55/Menhut–II/2006 tentanng Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal Dari Hutan Negara;
17. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.33/Menhut-II/2007 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51/Menhut- II/2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal-Usul (SKAU) untuk
Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak.
PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN HAK.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud ialah :
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Timur.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Luwu Timur.
3. Bupati adalah Bupati Luwu Timur.
4. Dinas Kehutanan adalah Dinas Kehutanan Kabupaten Luwu Timur.
5. Kepala Dinas Kehutanan adalah Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Luwu Timur.
6. Badan Pengelola Keuangan daerah adalah Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten
Luwu Timur.
7. Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah
Kabupaten Luwu Timur.
8. Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah, yang lazim disebut hutan rakyat yang diatasnya didominasi oleh pepohonan dalam suatu ekosistem yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota.
Tujuan Izin Pemanfaatan Hutan Hak :
1. Untuk Pengaturan, Pembinaan, Pengendalian, Pemanfaatan Hutan Hak dalam rangka mewujudkan usaha dalam bidang Kehutanan.
2. Untuk pemberian Petunjuk dan Cara Izin Pemanfaatan Hutan Hak dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat serta Daerah.
Pasal 3
Ruang Lingkup Hutan Hak adalah Hutan tanaman yang berada di Luar Kawasan Hutan Negara yang telah dibebani hak milik sah atau titel hak sesuai ketentuan yang berlaku dan berada di wilayah Kabupaten Luwu Timur.
BAB II
P E R I Z I N A N Pasal 4
(1) Setiap pemanfaatan kayu dari Hutan Hak harus mendapat izin dari Bupati.
(2) Untuk mendapatkan izin pemanfaatan kayu dari Hutan Hak harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati Luwu Timur dengan tembusan Dinas Kehutanan Kabupaten Luwu Timur, Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan rekomendasi dari
Kepala Desa dan Camat setempat serta bukti kepemilikan.
(4) Bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
a. Sertifikat Hak Milik, atau Leter C, atau Girik atau surat keterangan lain yang diakui oleh
Badan Pertanahan Nasional sebagai dasar kepemilikan lahan. b. Sertifikat Hak Pakai.
c. Surat atau dokumen lainnya yang diakui sebagai bukti penguasaan tanah atau bukti kepemilikan lainnya.
Pasal 5
Pihak pemohon dan Instansi Terkait bersama–sama Pemerintah setempat melakukan inventarisasi tegakan dan volume dengan memperhatikan kondisi topografi pada areal yang dimohon dan memberi batas yang jelas tentang areal yang dapat dieksploitasi.
Pasal 6
(1) Intensitas inventarisasi dan cruising untuk hutan milik dilakukan seratus persen.
(2) Biaya pelaksanaan inventarisasi dan pembuatan batas tersebut di atas dibebankan pada pemohon.
(3) Standar biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 7
Hasil Inventarisasi dibuat dalam bentuk laporan dan berita acara pemeriksaan (BAP).
Pasal 8
Berdasarkan laporan hasil inventarisasi dimaksud Pasal 6 dan pasal 7 untuk volume kayu diatas
50 meter kubik , Kepala Dinas Kehutanan memberikan Pertimbangan Teknis kepada Bupati untuk menerbitkan izin pemanfaatan kayu tanah milik atau menolak permohonan.
Pasal 9
Izin Pemanfaatan kayu Yang dikeluarkan sebagaimana dimaksud Pasal 8 diberikan untuk melaksanakan penebangan, pengumpulan kayu bulat, pengangkutan dan pemanfaatannya serta penanaman kembali areal bekas penebangan.
(1) Setiap pengangkutan kayu hasil tebangan dari hutan hak harus diberi tanda tok KR pada bontos kayu oleh Petugas Dinas Kehutanan.
(2) Pengangkutan kayu bulat dan kayu olahan dengan menggunakan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) yang diterbitkan oleh Kepala Desa setelah dilakukan pemeriksaan oleh Dinas Kehutanan.
Pasal 11
Izin yang diberikan tidak dapat digunakan sebagai jaminan bank dan tidak dapat dipindah tangankan dalam bentuk apapun.
Pasal 12
(1) Izin pemanfaatan yang diberikan pada masing – masing pemohon berdasarkan luasan kepemilikan dan disesuaikan dengan rencana lokasi penebangan dan target produksi tiap kecamatan.
(2) Jangka waktu pemberian izin dapat diperpanjang apabila kewajiban – kewajiban yang ditetapkan telah dipenuhi dengan ketentuan potensi tegakan masih memungkinkan untuk
dieksploitasi.
Pasal 13
(1) Izin diterbitkan oleh Bupati dan diberikan kepada pemilik hutan hak.
(2) Bupati menerbitkan izin dengan volume perizinan di atas 50 meter kubik kayu bulat atau diatas meter kubik kayu olahan.
(3) Kepala Dinas Kehutanan atas nama Bupati dapat menerbitkan izin dengan volume di
bawah 50 meter kubik kayu bulat atau di bawah 25 meter kubik kayu olahan.
Pasal 14
Pemanfaatan kayu pada areal hutan hak harus memperhatikan aspek lingkungan berupa bahaya erosi, longsor dan banjir.
BAB III
KEWAJIBAN DAN LARANGAN PEMBERIAN IZIN Pasal 15
Kepada pemegang izin diwajibkan :
a. Sebelum melakukan eksploitasi pemegang izin diwajibkan membuat persemaian atau penyiapan sejumlah bibit sesuai dengan luas areal hutan hak yang akan dieksploitasi atau ditebang.
b. Pemegang izin diwajibkan menanami kembali areal yang telah dieksploitasi atau ditebang dengan jarak tanam sesuai dengan ketentuan hutan hak.
c. Jenis tanaman yang akan ditanam pada bekas tebangan disesuaikan dengan kondisi lahan
dan tempat tumbuh.
Pasal 16
(1) Semua kayu hasil tebangan dari areal yang diberikan izin harus dibuatkan Laporan Hasil
Produksi oleh pemegang izin yang diteliti dan disahkan oleh petugas Kehutanan.
(2) Kayu hasil tebangan yang dimaksud ayat (1) pasal ini harus dilengkapi dengan surat keterangan yang sah sesuai ketentuan yang berlaku untuk dapat digunakan atau diangkut
ke tempat lain (industri hulu dan hilir).
Pasal 17
Terhadap semua kayu hasil tebangan dari areal diberikan izin dikenakan Sumbangan Pihak
Ketiga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
PASAL 18
Kepada pemegang izin dilarang :
a. Menebang atau memungut kayu melebihi target dan waktu yang telah ditentukan. b. Memungut atau menerima kayu dari luar areal yang telah ditentukan.
c. Menebang pohon pada areal yang dilindungi yaitu tepi jurang dan kiri kanan sungai selebar
25 meter dari tepi sungai dan sekitar tepi atau air dan wilayah yang telah ditetapkan untuk tidak boleh ditebang sesuai hasil inventarisasi.
d. Penebangan dilakukan secara selektif dengan ketentuan pohon yang diameternya dibawah
15 cm dilarang ditebang.
Pasal 19
(1) Pemegang izin setiap bulan wajib membuat Laporan Hasil Produksi (LHP) dan Laporan
Mutasi Kayu Bulat (LMKB).
(2) Pemegang izin setiap bulan wajib melunasi pembayaran Retribusi Perizinan sesuai ketentuan yang berlaku.
(3) Pemegang izin wajib mempekerjakan tenaga kerja setempat dengan upah yang wajar dan disepakati kedua belah pihak.
Pasal 20
(1) Retribusi Perizinan hasil produksi sebesar Rp. 5.500 (lima ribu lima ratus rupiah) per m3 untuk kayu bulat dan 11.000 (sebelas ribu rupiah) Per m3 untuk kayu olahan.
(2) Bagi pemegang izin diwajibkan untuk membayar lunas Retribusi Perizinan sesuai dengan hasil produksi.
(3) Besarnya Retribusi Perizinan didasarkan pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kayu yang dilaksanakan oleh petugas kehutanan beserta pemegang izin.
(4) Bukti pembayaran Sumbangan Pihak Ketiga dan BAP menjadi dasar untuk terbitnya surat
angkutan kayu (SKAU).
BAB IV
SANKSI ADMINISTRASI Pasal 21
Terhadap pemegang izin yang tidak memenuhi ketentuan – ketentuan di bawah ini dikenakan sanksi sebagai berikut :
a. Bagi yang melanggar Pasal 18 huruf b, c dan d serta Pasal 19 Peraturan ini dikenakan
pencabutan surat izin.
b. Bagi yang melanggar Pasal 16 Peraturan ini dikenakan sanksi penangguhan proses pelayanan administrasi.
c. Bagi yang terlambat dalam pembayaran Sumbangan Pihak Ketiga dikenakan sanksi penghentian pelayanan surat angkutan kayu.
BAB V KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 22
(1) Selain Penyidik POLRI, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Kehutanan.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima,mencari, mengumpulkan dan menerima keterangan dan laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang kehutanan .
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang kehutanan.
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang kehutanan.
d. Memeriksa Buku-buku, catatan-catatan atau dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang kehutanan.
e. Melakukan penggeledahan, untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka tugas penyidikan tindak pidana di bidang kehutanan.
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkaan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang
atau dokumen yang dibawah sebagaimana dimaksud pada huruf e.
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang kehutanan.
i. Memanggil seseorang untuk didengar keteragannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
j. Menghentikan penyidikan.
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang kehutanan menurut hukum yang dapat di pertanggung jawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB VI KETENTUAN PIDANA Pasal 23
(1) Pelanggaran terhadap Pasal 4 ayat (1) Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 24
Kepala Dinas Kehutanan, Camat dan Kepala Desa bertanggung jawab melakukan pengendalian dan pengawasan operasional lapangan pelaksanaan kegiatan secara rutin dengan berpedoman pada ketentuan teknis yang berlaku.
Pasal 25
Kepala Dinas Kehutanan wajib melakukan pemantauan secara berkala terhadap dampak yang ditimbulkan akibat penebangan hutan hak serta melaporkan hasilnya kepada Bupati.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 26
Hal – hal yang belum diatur dalam Peraturan ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur dan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan atau Keputusan Bupati.
Pasal 27
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur.
CATATAN:
Peraturan Daerah (PERDA) ini mulai berlaku pada tanggal 10 September 2007.
7
Undang-undang (UU) Pemerintah Pusat Nomor 11 Tahun 2020
Informasi, Pers, Pos, dan PeriklananKeagamaan, Ibadah, dan Penyelenggaraan HajiKehutanan dan PerkebunanKesehatanKetenagakerjaanKonstruksi, Sipil, Arsitek, Bangunan, dan InfrastrukturPariwisata dan KebudayaanPenanaman Modal dan InvestasiPendidikanPerikanan dan KelautanPerlindungan Usaha, Perusahaan, Badan Usaha, PerdaganganPertambangan Migas, Mineral dan EnergiPangan, Pertanian dan PeternakanTelekomunikasi, Informatika, dan InternetTransportasi Darat/Laut/UdaraPertahanan dan Keamanan, MiliterPerizinan, Pelayanan PublikPerindustrianPerumahan, PermukimanCipta Kerja
Status Peraturan
Mengubah :
UU No. 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan Pasal 103 UU Nomor 11 Tahun 2020 menambah satu pasal diantara Pasal 53 dan Pasal 54 UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 114 dan Pasal 176 angka 4 ayat (4) dalam Pasal
252 dan angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2O2O tettang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2O2O Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573)
UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
UU No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang
UU No. 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang
UU No. 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang
Untuk mendukung cipta kerja diperlukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Upaya penyesuaian berbagai aspek pengaturan tersebut, dilakukan melalui perubahan Undang-Undang sektor yang belum mendukung terwujudnya sinkronisasi dalam menjamin percepatan cipta kerja, sehingga diperlukan terobosan hukum yang dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dalam beberapa Undang-Undang ke dalam satu Undang-Undang secara komprehensif
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 22D ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 33 UUD 1945; Tap MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi; dan Tap MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
UU ini mengatur mengenai upaya cipta kerja yang diharapkan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi. Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional. Sepuluh ruang lingkup UU ini adalah: 1) peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha; 2) ketenagakerjaan; 3) kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan Koperasi dan UMK-M; 4) kemudahan berusaha; 5) dukungan riset dan inovasi; 6) pengadaan tanah; 7) kawasan ekonomi; 8) investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional; 9) pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan 10) pengenaan sanksi.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 02 November 2020.
Pada saat UU ini mulai berlaku, Peraturan pelaksanaan dari UU ini wajib ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan, dan semua peraturan pelaksanaan dari UU yang telah diubah oleh UU ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU ini dan wajib disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.
Peraturan Presiden (PERPRES) ini mulai berlaku pada tanggal 22 Mei 1963.
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat