perfilman
2009
Undang-undang (UU) NO. 33, LN. 2009/ No. 45 , TLN NO. 5060, LL SETNEG : 141 HLM
Undang-undang (UU) tentang Perfilman
ABSTRAK: |
- bahwa film sebagai karya seni budaya memiliki peran strategis dalam peningkatan ketahanan budaya bangsa dan kesejahteraan masyarakat lahir batin untuk memperkuat ketahanan nasional dan karena itu negara bertanggung jawab memajukan perfilman;
bahwa film sebagai media komunikasi massa merupakan sarana pencerdasan kehidupan bangsa, pengembangan potensi diri, pembinaan akhlak mulia, pemajuan kesejahteraan masyarakat, serta wahana promosi Indonesia di dunia internasional, sehingga film dan perfilman Indonesia perlu dikembangkan dan dilindungi;
bahwa film dalam era globalisasi dapat menjadi alat penetrasi kebudayaan sehingga perlu dijaga dari pengaruh negatif yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila dan jati diri bangsa Indonesia;
bahwa upaya memajukan perfilman Indonesia harus sejalan dengan dinamika masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi;
bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman tidak sesuai lagi dengan perkembangan perfilman dan semangat zamannya sehingga perlu dicabut.
- Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28, Pasal 28F, Pasal 28J, Pasal 31 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- 1. KETENTUAN UMUM
2. ASAS, TUJUAN, DAN FUNGSI
3. KEGIATAN PERFILMAN DAN USAHA PERFILMAN
4. HAK DAN KEWAJIBAN
5. KEWAJIBAN, TUGAS, DAN WEWENANG
PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
6. SENSOR FILM
7. PERAN SERTA MASYARAKAT
8. PENGHARGAAN
9. PENDIDIKAN, KOMPETENSI, DAN SERTIFIKASI
10. PENDANAAN
11. SANKSI ADMINISTRATIF
12. KETENTUAN PIDANA
13. KETENTUAN PERALIHAN
14. KETENTUAN PENUTUP
|
CATATAN: |
- Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 08 Oktober 2009.
- Mencabut
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2009 tentang Perfilman mencabut UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3473)
- Kegiatan perfilman dan usaha perfilman selain yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib mengutamakan film Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan wajib mengutamakan penggunaan sumber daya dalam negeri secara optimal sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pendaftaran usaha dan permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (8) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata edar film sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pertunjukan film sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan Pasal 33 diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengarsipan film sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai ekspor film dan impor film sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, dan Pasal 43 diatur dalam Peraturan Menteri.
Pengangkatan dan pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, kedudukan, keanggotaan, pedoman dan kriteria, serta tenaga sensor dan sekretariat lembaga sensor film sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan besaran denda administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
- 45
|