perbankan-syariah
2008
Undang-undang (UU) NO. 21, LN.2008/NO.94, TLN NO.4867, LL SETNEG : 36 HLM
Undang-undang (UU) tentang Perbankan Syariah
ABSTRAK: |
- bahwa sejalan dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia untuk mencapai terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan demokrasi ekonomi, dikembangkan sistem ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip syariah;
bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia akan jasa-jasa perbankan syariah semakin meningkat;
bahwa perbankan syariah memiliki kekhususan dibandingkan dengan perbankan konvensional;
bahwa pengaturan mengenai perbankan syariah di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik sehingga perlu diatur secara khusus dalam suatu undang-undang tersendiri.
- Pasal 20 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420);
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756).
- 1. KETENTUAN UMUM
2. ASAS, TUJUAN, DAN FUNGSI
3. PERIZINAN, BENTUK BADAN HUKUM, ANGGARAN DASAR, DAN KEPEMILIKAN
4. JENIS DAN KEGIATAN USAHA, KELAYAKAN PENYALURAN DANA, DAN
LARANGAN BAGI BANK SYARIAH DAN UUS
5. PEMEGANG SAHAM PENGENDALI, DEWAN KOMISARIS,
DEWAN PENGAWAS SYARIAH, DIREKSI,
DAN TENAGA KERJA ASING
6. TATA KELOLA, PRINSIP KEHATI-HATIAN,
DAN PENGELOLAAN RISIKO PERBANKAN SYARIAH
7. RAHASIA BANK
8. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
9. PENYELESAIAN SENGKETA
10. SANKSI ADMINISTRATIF
11. KETENTUAN PIDANA
12. KETENTUAN PERALIHAN
13. KETENTUAN PENUTUP
|
CATATAN: |
- Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 16 Juli 2008.
- -
-
Persyaratan untuk memperoleh izin usaha UUS diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bank Indonesia.
Rapat Umum Pemegang Saham Bank Syariah harus menetapkan tugas manajemen, remunerasi komisaris dan direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukkan dan biaya jasa akuntan publik, penggunaan laba, dan hal-hal lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
Maksimum kepemilikan Bank Umum Syariah oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, bentuk badan hukum, anggaran dasar, serta pendirian dan kepemilikan Bank Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 9 diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Besarnya modal disetor minimum untuk mendirikan Bank Syariah ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
Izin perubahan UUS menjadi Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan, dan tugas komite perbankan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kemampuan dan kepatutan diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas untuk memastikan kepatuhan Bank Syariah terhadap pelaksanaan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan pejabat eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembelian Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan mengenai tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.
Kriteria tingkat kesehatan dan ketentuan yang wajib dipenuhi oleh Bank Syariah dan UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencabutan izin usaha Bank Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.
- 64
|