Undang-undang (UU) tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Electronic Commerce (Persetujuan ASEAN tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik)
ABSTRAK:
Untuk memfasilitasi dan meningkatkan kerja sama transaksi perdagangan melalui sistem elektronik di kawasan ASEAN dengan mengimplementasikan salah satu elemen yang disepakati dalam Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025 dalam integrasi ekonomi ASEAN melalui penyusunan ASEAN Agreement on Electronic Commerce (Persetujuan ASEAN tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) yang telah ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara-negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara pada tanggal 22 Januari 2019 di Ha Noi, Viet Nam.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU Nomor 24 Tahun 2000; dan UU Nomor 7 Tahun 2014.
UU ini mengatur mengenai pengesahan ASEAN Agreement on Electronic Commerce (Persetujuan ASEAN tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) yang telah ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara-negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara pada tanggal 22 Januari 2019 di Ha Noi, Viet Nam.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 06 Oktober 2021.
Penjelasan 3 hlm.
Undang-undang (UU) Pemerintah Pusat Nomor 11 Tahun 2020
Informasi, Pers, Pos, dan PeriklananKeagamaan, Ibadah, dan Penyelenggaraan HajiKehutanan dan PerkebunanKesehatanKetenagakerjaanKonstruksi, Sipil, Arsitek, Bangunan, dan InfrastrukturPariwisata dan KebudayaanPenanaman Modal dan InvestasiPendidikanPerikanan dan KelautanPerlindungan Usaha, Perusahaan, Badan Usaha, PerdaganganPertambangan Migas, Mineral dan EnergiPangan, Pertanian dan PeternakanTelekomunikasi, Informatika, dan InternetTransportasi Darat/Laut/UdaraPertahanan dan Keamanan, MiliterPerizinan, Pelayanan PublikPerindustrianPerumahan, PermukimanCipta Kerja
Status Peraturan
Mengubah
UU No. 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan Pasal 103 UU Nomor 11 Tahun 2020 menambah satu pasal diantara Pasal 53 dan Pasal 54 UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 114 dan Pasal 176 angka 4 ayat (4) dalam Pasal
252 dan angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2O2O tettang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2O2O Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573)
UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
UU No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang
UU No. 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang
UU No. 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang
Untuk mendukung cipta kerja diperlukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Upaya penyesuaian berbagai aspek pengaturan tersebut, dilakukan melalui perubahan Undang-Undang sektor yang belum mendukung terwujudnya sinkronisasi dalam menjamin percepatan cipta kerja, sehingga diperlukan terobosan hukum yang dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dalam beberapa Undang-Undang ke dalam satu Undang-Undang secara komprehensif
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 22D ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 33 UUD 1945; Tap MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi; dan Tap MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
UU ini mengatur mengenai upaya cipta kerja yang diharapkan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi. Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional. Sepuluh ruang lingkup UU ini adalah: 1) peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha; 2) ketenagakerjaan; 3) kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan Koperasi dan UMK-M; 4) kemudahan berusaha; 5) dukungan riset dan inovasi; 6) pengadaan tanah; 7) kawasan ekonomi; 8) investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional; 9) pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan 10) pengenaan sanksi.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 02 November 2020.
Pada saat UU ini mulai berlaku, Peraturan pelaksanaan dari UU ini wajib ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan, dan semua peraturan pelaksanaan dari UU yang telah diubah oleh UU ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU ini dan wajib disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.
bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu;
bahwa untuk menjamin setiap pemeluk agama untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, negara berkewajiban memberikan pelindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat;
bahwa produk yang beredar di masyarakat belum semua terjamin kehalalannya;
bahwa pengaturan mengenai kehalalan suatu produk pada saat ini belum menjamin kepastian hukum dan perlu diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal;
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), Pasal 28J, dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Pokok-pokok pengaturan dalam Undang-Undang ini antara lain adalah sebagai berikut.
Untuk menjamin ketersediaan Produk Halal, ditetapkan bahan produk yang dinyatakan halal, baik bahan yang berasal dari bahan baku hewan, tumbuhan, mikroba, maupun bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawai, proses biologi, atau proses rekayasa genetik. Di samping itu, ditentukan pula PPH yang merupakan rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan Produk yang mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk.
Undang-Undang ini mengatur hak dan kewajiban Pelaku Usaha dengan memberikan pengecualian terhadap Pelaku Usaha yang memproduksi Produk dari Bahan yang berasal dari Bahan yang diharamkan dengan kewajiban mencantumkan secara tegas keterangan tidak halal pada kemasan Produk atau pada bagian tertentu dari Produk yang mudah dilihat, dibaca, tidak mudah terhapus, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Produk.
Dalam rangka memberikan pelayanan publik, Pemerintah bertanggung jawab dalam menyelenggarakan JPH yang pelaksanaannya dilakukan oleh BPJPH. Dalam menjalankan wewenangnya, BPJH bekerja sama dengan kementerian dan/atau lembaga terkait, MUI, dan LPH.
Tata cara memperoleh Sertifikat Halal diawali dengan pengajuan permohonan Sertifikat Halal oleh Pelaku Usaha kepada BPJPH. Selanjutnya, BPJPH melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen. Pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk dilakukan oleh LPH. LPH tersebut harus memperoleh akreditasi dari BPJH yang bekerjasama dengan MUI. Penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh MUI melalui sidang fatwa halal MUI dalam bentuk keputusan Penetapan Halal Produk yang ditandatangani oleh MUI. BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal berdasarkan keputusan Penetapan Halal Produk dari MUI tersebut.
Biaya sertifikasi halal dibebankan kepada Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal. Dalam rangka memperlancar pelaksanaan penyelenggaraan JPH, Undang- Undang ini memberikan peran bagi pihak lain seperti Pemerintah melalui anggaran pendapatan dan belanja negara, pemerintah daerah melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah, perusahaan, lembaga sosial, lembaga keagamaan, asosiasi, dan komunitas untuk memfasilitasi biaya sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil.
Dalam rangka menjamin pelaksanaan penyelenggaraan JPH, BPJPH melakukan pengawasan terhadap LPH; masa berlaku Sertifikat Halal; kehalalan Produk; pencantuman Label Halal; pencantuman keterangan tidak halal; pemisahan lokasi, tempat dan alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, serta penyajian antara Produk Halal dan tidak halal; keberadaan Penyelia Halal; dan/atau kegiatan lain yang berkaitan dengan JPH.
Untuk menjamin penegakan hukum terhadap pelanggaran Undang-Undang ini, ditetapkan sanksi administratif dan sanksi pidana.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2014.
-
Ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi BPJPH diatur dalam Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai LPH diatur dalam Peraturan Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai lokasi, tempat, dan alat PPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Menteri
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Menteri
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelia Halal diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan LPH diatur dalam Peraturan Menteri
Ketentuan lebih lanjut mengenai Label Halal diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembaruan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya sertifikasi halal diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan BPJPH diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama JPH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai tata cara registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan diatur dalam Peraturan Menteri.
UU No. 11 Tahun 1965 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 5 tahun 1962 tentang Perubahan Undang-Undang No. 2 Prp Tahun 1960 tentang Pergudangan (Lembaran-Negara Tahun 1962 No. 31) menjadi Undang-Undang
UU No. 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 Tentang Barang Menjadi Undang-Undang
bahwa pembangunan di bidang ekonomi diarahkan dan dilaksanakan untuk memajukan kesejahteraan umum melalui pelaksanaan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa pelaksanaan demokrasi ekonomi yang dilakukan melalui kegiatan Perdagangan merupakan penggerak utama dalam pembangunan perekonomian nasional yang dapat memberikan daya dukung dalam meningkatkan produksi dan memeratakan pendapatan serta memperkuat daya saing Produk Dalam Negeri;
bahwa peranan Perdagangan sangat penting dalam meningkatkan pembangunan ekonomi, tetapi dalam perkembangannya belum memenuhi kebutuhan untuk menghadapi tantangan pembangunan nasional sehingga diperlukan keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional;
bahwa peraturan perundang-undangan di bidang Perdagangan mengharuskan adanya harmonisasi ketentuan di bidang Perdagangan dalam kerangka kesatuan ekonomi nasional guna menyikapi perkembangan situasi Perdagangan era globalisasi pada masa kini dan masa depan.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi;
Undang-Undang tentang Perdagangan memuat materi pokok sesuai dengan lingkup pengaturan yang meliputi Perdagangan Dalam Negeri, Perdagangan Luar Negeri, Perdagangan Perbatasan, Standardisasi, Perdagangan melalui Sistem Elektronik, pelindungan dan pengamanan Perdagangan, pemberdayaan koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah, pengembangan Ekspor, Kerja Sama Perdagangan Internasional, Sistem Informasi Perdagangan, tugas dan wewenang pemerintah di bidang Perdagangan, Komite Perdagangan Nasional, pengawasan, serta penyidikan.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 11 Maret 2014.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan yang mengatur mengenai Perdagangan dalam drijfsreglementerings Ordonnantie 1934, Staatsblad 1938 Nomor 86 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Undang-Undang Nomor 2 Prp Tahun 1960 tentang Pergudangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 14) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1965 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 2 Prp Tahun 1960 tentang Pergudangan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2759);
b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2210); dan
c. Undang-Undang Nomor 8 Prp Tahun 1962 tentang Perdagangan Barang-Barang dalam Pengawasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2469), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan atau kelengkapan label berbahasa Indonesia diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Distribusi Barang diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas pengelolaan Pasar rakyat diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan perizinan, tata ruang, dan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Ketentuan mengenai pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan administrasi Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai penataan, pembinaan, dan pengembangan Pasar lelang komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perdagangan antarpulau diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan di bidang Perdagangan sebagaimana pada ayat (1) dan pengecualiannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Barang kebutuhan pokok dan Barang penting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) serta penghentian kegiatan Perdagangan Barang dan penarikan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Barang dan/atau Jasa yang dilarang atau dibatasi Perdagangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai cara pembayaran dan cara penyerahan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai penetapan sebagai Eksportir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai pengenal sebagai Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perdagangan Perbatasan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pemberlakuan Standardisasi Barang dan/atau Standardisasi Jasa diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan pengamanan Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, tindakan antidumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, dan tindakan imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan koperasi sertausaha mikro, kecil, dan menengah di sektor Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kampanye pencitraan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan, kemudahan, dan keikutsertaan dalam Promosi Dagang dalam rangka kegiatan pencitraan Indonesia diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peninjauan kembali dan pembatalan perjanjian Perdagangan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai pembentukan tim perunding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden
Ketentuan mengenai tata cara pemberian preferensi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden
Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Informasi Perdagangan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite Perdagangan Nasional diatur dengan Peraturan Presiden
Barang dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Presiden
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan kegiatan Perdagangan dan pengawasan terhadap Barang yang ditetapkan sebagai Barang dalam pengawasan diatur dengan Peraturan Menteri.
bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merdeka, bersatu, dan berdaulat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilaksanakan pembangunan nasional berdasar atas demokrasi ekonomi;
bahwa pembangunan nasional di bidang ekonomi dilaksanakan dalam rangka menciptakan struktur ekonomi yang kukuh melalui pembangunan industri yang maju sebagai motor penggerak ekonomi yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan sumber daya yang tangguh;
bahwa pembangunan industri yang maju diwujudkan melalui penguatan struktur Industri yang mandiri, sehat, dan berdaya saing, dengan mendayagunakan sumber daya secara optimal dan efisien, serta mendorong perkembangan industri ke seluruh wilayah Indonesia dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional yang berlandaskan pada kerakyatan, keadilan, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dengan mengutamakan kepentingan nasional;
bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian sudah tidak sesuai dengan perubahan paradigma pembangunan industri sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian adalah:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi;
Pokok- pokok pengaturan dalam undang-undang yang baru meliputi penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Perindustrian, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional, Kebijakan Industri Nasional, perwilayahan Industri, pembangunan sumber daya Industri, pembangunan sarana dan prasarana Industri, pemberdayaan Industri, tindakan pengamanan dan penyelamatan Industri, perizinan, penanaman modal bidang Industri dan fasilitas, Komite Industri Nasional, peran serta masyarakat, serta pengawasan dan pengendalian.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 15 September 2014.
Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian mencabut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274).
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan pengaturan yang bersifat teknis untuk bidang Industri tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Perindustrian diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perwilayahan Industri diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan kegiatan diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan kegiatan diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan konsultan Industri diatur dengan Peraturan
Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan besaran denda administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tenaga kerja Industri dan konsultan Industri diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Dst.
Perlindungan Usaha, Perusahaan, Badan Usaha, Perdagangan
Status Peraturan
Mencabut
UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Berdasarkan Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 28/PUU-XI/2013, UU Nomor 17 Tahun 2012 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dan untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya Undang-Undang yang baru, berlaku kembali UU Nomor 25 Tahun 1992
bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia melalui pengelolaan sumber daya ekonomi dalam suatu iklim pengembangan dan pemberdayaan Koperasi yang memiliki peran strategis dalam tata ekonomi nasional berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka menciptakan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa pengembangan dan pemberdayaan Koperasi dalam suatu kebijakan Perkoperasian harus mencerminkan nilai dan prinsip Koperasi sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi Anggota sehingga tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri, dan tangguh dalam menghadapi perkembangan ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan;
bahwa kebijakan Perkoperasian selayaknya selalu berdasarkan ekonomi kerakyatan yang melibatkan, menguatkan, dan mengembangkan Koperasi sebagaimana amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi;
bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian perlu diganti karena sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dan perkembangan Perkoperasian.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Undang-Undang ini disusun untuk mempertegas jati diri Koperasi, asas dan tujuan, keanggotaan, perangkat organisasi, modal, pengawasan, peranan Gerakan Koperasi dan Pemerintah, pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan penjaminan Simpanan Anggota Koperasi Simpan Pinjam, serta sanksi yang dapat turut mencapai tujuan pembangunan Koperasi. Implementasi Undang-Undang ini secara konsekuen dan konsisten akan menjadikan Koperasi Indonesia semakin dipercaya, sehat, kuat, mandiri, dan tangguh serta bermanfaat bagi Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 30 Oktober 2012.
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian mencabut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan permohonan pengesahan Koperasi sebagai badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai tata cara pengembangan jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 sampai dengan Pasal 84 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 sampai dengan Pasal 93 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan pemeriksaan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 sampai dengan Pasal 98 diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan Koperasi diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pembubaran, penyelesaian, dan hapusnya status badan hukum Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 sampai dengan Pasal 110 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Tata cara perubahan Unit Simpan Pinjam Koperasi menjadi Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Undang-undang (UU) tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
ABSTRAK:
bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus diwujudkan melalui pembangunan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi;
bahwa sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan berkeadilan;
bahwa pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan;
bahwa sehubungan dengan perkembangan lingkungan perekonomian yang semakin dinamis dan global, Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang hanya mengatur Usaha Kecil perlu diganti, agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia dapat memperoleh jaminan kepastian dan keadilan usaha.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ketentuan Umum,
Asas, Prinsip Dan Tujuan Pemberdayaan,
Kriteria,
Penumbuhan Iklim Usaha,
Pengembangan Usaha,
Pembiayaan Dan Penjaminan,
Kemitraan, dan Koordinasi Pemberdayaan,
Sanksi Administratif dan Ketentuan Pidana.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 04 Juli 2008.
mencabut dan tidak memberlakukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3611).
Kriteria sebagaimana dimaksud nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin usaha diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu pengembangan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pola kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Undang-undang (UU) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi
Undang-Undang Menjadi Undang-Undang
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 01 November 2007.
bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif;
bahwa perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. KETENTUAN UMUM
2. PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR DAN
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR,
DAFTAR PERSEROAN DAN PENGUMUMAN
3. MODAL DAN SAHAM
4. RENCANA KERJA, LAPORAN TAHUNAN,
DAN PENGGUNAAN LABA
5. TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN
6. RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
7. DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS
8. PENGGABUNGAN, PELEBURAN,
PENGAMBILALIHAN, DAN PEMISAHAN
9. PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN
10. PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN
BERAKHIRNYA STATUS BADAN HUKUM
11. BIAYA
12. KETENTUAN LAIN-LAIN
13. KETENTUAN PERALIHAN
14. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 16 Agustus 2007.
Mencabut
UU 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mencabut UU 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama Perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengajuan permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) bagi daerah tertentu yang belum mempunyai atau tidak dapat digunakan jaringan elektronik diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai daftar Perseroan diatur dengan Peraturan Menteri.
Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pengurangan besarnya jumlah nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemisahan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai biaya untuk:
memperoleh persetujuan pemakaian nama Perseroan;
memperoleh keputusan pengesahan badan hukum Perseroan;
memperoleh keputusan persetujuan perubahan anggaran dasar;
memperoleh informasi tentang data Perseroan dalam daftar Perseroan;
pengumuman yang diwajibkan dalam Undang-Undang ini dalam Berita Negara Republik Indonesia dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; dan
memperoleh salinan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan atau persetujuan perubahan anggaran dasar Perseroan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja tim ahli diatur dengan Peraturan Menteri.
Perlindungan Usaha, Perusahaan, Badan Usaha, Perdagangan
Status Peraturan
Dicabut sebagian dengan
UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan Ketentuan mengenai:
a. permohonan kepailitan bagi Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, dan Dana Pensiun sebagaimana diatur dalam Pasal 2; dan
b. penundaan kewajiban pembayaran utang bagi Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, dan Dana Pensiun sebagaimana diatur dalam Pasal 223,
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Mencabut
UU No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang
Undang-undang (UU) tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
ABSTRAK:
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional sehingga menimbulkan kesulitan besar terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan utang piutang untuk meneruskan kegiatannya. Sebagai salah satu sarana hukum untuk penyelesaian utang piutang, Undang-undang tentang Kepailitan (Faillissements-verordening, Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak
sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat, namun perubahan tersebut belum juga memenuhi perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu ditetapkan UU baru.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 1 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 24, dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Het Herziene Indonesisch Reglement, Staatsblad 1926:559 juncto Staatsblad 1941:44); Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengewesten, Staatsblad 1927:227); UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung; UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum; UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Dalam UU ini diatur mengenai kepailitan; penundaan kewajiban pembayaran utang; dan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 18 Oktober 2004.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang tentang Kepailitan (Faillissements-verordening Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) dan UU Nomor 4 Tahun 1998 tentang Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU tentang Kepailitan menjadi Undang- Undang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang tentang Kepailitan (Faillissements-verordening Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) yang diubah dengan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang ditetapkan menjadi Undang-Undang berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1998 pada saat Undang-Undang ini diundangkan, masih tetap berlaku sejauh tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Penjelasan : 54 hlm.
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat