ABSTRAK: |
- a. bahwa dalam rangka pengembangan, penerapan dan pemetaan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lokal di masyarakat perdesaaan perlu dilaksanakan pembinaan yang berkelanjutan dan berkesinambungan;
b. bahwa pelaksanaan kegiatan tersebut
dilaksanakan secara terpadu antara Pemerintah Kabupaten Bone, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa bersama dengan masyarakat Desa sehingga dapat mencapai sasaran sesuai tuntutan reforrnasi dan komitmen global;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Pengembangan, Penerapan dan Pemetaan Teknologi Tepat Guna dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Desa dan Sumber Daya Lokal Desa.
- 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5922);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
123, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa (lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5717);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5558) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5864);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);
11. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 13);
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2093);
13. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 159);
14. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 296);
15. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 23 Tahun
2017 tentang Pengembangan dan Penerapan Teknologi Tepat Guna dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1810);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Bone Nomor 13
Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Bone Tahun 2014 Nomor 11);
17. Peraturan Bupati Bone Nomor 95 Tahun 2018
tentang Daftar Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa di Kabupaten Bone (Lembaran Kabupaten
Bone Tahun 2018 Nomor 95).
- PEDOMAN PENGEMBANGAN, PENERAPAN DAN PEMETAAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN SUMBER DAYA LOKAL DESA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:
1. Bupati adalah Bupati Bone.
2. Daerah adalah Kabupaten Bone.
3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah otonom.
4. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6. Pemerintah Desa adalah kepala desa dibantu perangkat desa sebagai
unsur penyelenggaraan pemerintahan desa.
7. Badan Permusyawaratan Desa, selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
8. Kecamatan adalah wilayah kerja Ca.mat sebagai Perangkat Daerah
Kabupaten Bone dan atau sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh Ca.mat.
9. Sumber daya alam adalah semua benda, daya, keadaan, fungsi alam, dan makhluk hidup, yang merupakan hasil proses alamiah, baik hayati maupun nonhayati, terbarukan maupun tidak terbarukan.
10. Teknologi Tepat Guna yang selanjutnya disebut TTG adalah teknologi
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak lingkungan, dapat dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat secara mudah, serta
menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan.
11. lnovasi TTG adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi.
12. Pengembangan TIG adalah suatu cara, proses, perbuatan atau upaya untuk pemanfaatan TTG secara berkelanjutan.
13. Penerapan TTG adalah pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan, dan/atau ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam kegiatan perekayasaan, inovasi, serta difusi teknologi.
14. Pemetaan TIG adalah suatu proses terpadu yang mencakup pengumpulan, pengolahan dan visualisasi data spasial (keruangan) serta data pendukung lainnya guna menggambarkan suatu kondisi/keadaan TTG.
15. Pemanfaatan adalah pendayagunaan fungsi-fungsi alat TTG dalam pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Desa dalam meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Desa.
16. Penelusuran TIG adalah proses, cara, perbuatan menelaah untuk mencari, menyeleksi, dan memilih TTG yang diperlukan.
1 7. Pengkajian TTG adalah proses, cara, perbuatan mengkaji, penyelidikan, pelajaran yang mendalam dan penelaahan terhadap TIG.
18. Pendokumentasian adalah kegiatan atau proses pekerjaan mencatat atau merekam suatu peristiwa dan objek atau aktifitas yang dianggap berharga dan penting atau menyediakan keterangan dalam bentuk dokumen baru tentang pengetahuan dalam arti yang luas sebagai hasil kegiatan manusia dan untuk keperluan itu mengumpulkan dan menyusun keterangan-keterangan.
19. Pemasaran adalah proses, cara, perbuatan memasarkan suatu barang dagangan atau perihal menyebarluaskan ke rnasyarakat.
20. Pelindungan TIG adalah proses, cara, perbuatan melindungi invensi TIG yang diciptakan oleh rnasyarakat.
21. Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut HKI adalah
hak memperoleh pelindungan secara hukum atas kekayaan
intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang•
undangan.
22. Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna selanjutnya disebut Posyantek adalah lembaga pelayanan TTG antardesa yang berkedudukan di kecamatan yang memberikan pelayanan teknis, informasi dan orientasi berbagai jenis TTG.
23. Warung Teknologi Tepat Guna (Wartek) selanjutnya diganti penyebutanya menjadi Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna Desa.
24. Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna Desa selanjutnya disebut
Posyantek desa adalah lembaga pelayanan TTG di desa yang memberikan pelayanan teknis, informasi dan orientasi berbagai jenis TTG.
25. Sadan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUMDesa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
26. Badan Usaha Milik Antar Desa selanjutnya disebut BUMDesa bersama merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh 2 (dua) Desa atau lebih untuk kerja sama antar-Desa dan pelayanan usaha antar-Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
27. Gelar TTG adalah ajang promosi dan atau uji terap basil inovasi atau pengembangan TTG dari masyarakat dan atau instansi/lembaga pemerintah dan swasta dengan maksud untuk mempercepat penyampaian atau difusi teknologi spesifik lokasi kepada pengguna.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Pengernbangan, Penerapan dan Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Desa dan Sumber Daya Lokal dimaksudkan sebagai upaya optimalisasi sumber daya alam desa,
memajukan ekonomi desa, penguatan kapabilitas masyarakat, dan peningkatan partisipasi masyarakat dengan mendorong pembentukan, pengembangan dan penguatan posyantek.
Pasal 3
Pengembangan, penerapan dan pemanfaatan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa bertujuan:
a. mendayagunakan sumber daya alam yang menjamin terpeliharanya
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mewujudkan pemanfaatan sumber daya alam yang menjamin keadilan antargenerasi dan intragenerasi;
c. mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang merata berdasarkan pnnsip kebersamaan untuk mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi, konflik sosial dan budaya;
d. mewujudkan perlindungan fungsi sumber daya alam; dan
e. mewujudkan perlindungan hukum bagi masyarakat Desa dalam pengelolaan sumber daya alam desa.
Pasal 4
Sasaran pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa meliputi:
a. masyarakat miskin, pengangguran, putus sekolah, dan penyandang
disabilitas;
b. masyarakat yang memiliki usaha mikro kecil dan menengah;
c. pengelola posyantek desa dan posyantek antardesa;
d. inventor TIG; dan
e. kelompok masyarakat lainnya.
Pasal 5
Ruang lingkup pengaturan Peraturan Bupati ini meliputi:
a. hak dan kewajiban;
b. pengelolaan sumber daya alam desa;
c. kewenangan pengelolaan;
d. pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna desa;
e. pemasayarakatan teknologi tepat guna;
f. lembaga pelayanan teknologi tepat guna;
g. mekanisme;
h. pembinaan dan pengendalian;
1. pendanaan; dan
J. pelaporan.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 6
Pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa setiap orang/ masyarakat berhak:
a. mengelola sumber daya alam desa yang ramah lingkungan;
b. memperoleh akses yang seimbang; dan
c. memperoleh perlakuan yang adil dalam pengelolaan dan atau pemanfaatannya.
Pasal 7
(1) Masyarakat yang tinggal di wilayah kegiatan dan atau sekitar wilayah pengelolaan sumber daya alam dan berpotensi terkena dampak berhak menyampaikan pendapat berdasarkan informasi yang diperolehnya
(2) Pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan secara bebas dan sukarela disampaikan dalam proses perumusan kebijakan dan perizinan.
Pasal 8
Dalam pengelolaan sumber daya alam setiap orang berkewajiban:
a. memelihara dan melestarikan sumber daya alam;
b. memberikan informasi yang menyangkut kepentingan umum;
c. mencegah terjadinya penurunan kualitas sumber daya alam;
d. menanggulangi dan memulihkan kerusakan sumber daya
e. alam/lingkungan;
meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; dan
f. menggunakan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan.
BAB IV
PENGEWLMN SOMBER DAYA ALAM DESA
Pasal 9
Pengelolaan sumber daya alam desa dipergunakan untuk dimanfaatkan dan didayagunakan sebagai komoditas ekonomi dengan memperhatikan
keberlanjutan.
Pasal 10
Pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa dilakukan berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya alam yang telah ditetapkan oleh Pemerintah maupun
Pemerintah Daerah.
Pasal 11
Pengelolaan sumber daya alam desa melalui penerapan teknologi tepat guna untuk:
a. meningkatkan pendapatan masyarakat;
b. membuka lapangan kerja;
c. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat;
d. meningkatkan pendapatan pemerintah desa; dan e. meningkatkan nilai tambah produk.
BABV KEWENANGAN PENGELOLAAN Pasal 12
(1) Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.
(2) Untuk menjamin pemanfaatan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah berwenang:
a. mengatur penataan, peruntukan, penggunaan, penyediaan, dan
pemanfaatan kembali sumber daya alam;
b. menetapkan hubungan hukum antara seorang, kelompok orang, masyarakat adat atau pemerintah desa dengan sumber daya alam; dan
c. melakukan tindakan nyata dalam upaya pelestarian dan pencadangan sumber daya alam.
(1) Selain kewenangan pengelolaan sumber daya alam yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan sebagai kewenangan pemerintah daerah, pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh masing-masing Kementerian/Lembaga/Instansi sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.
(2) Wewenang Kementerian/Lembaga/instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kriteria:
a. besaran wilayah pengelolaan;
b. jenis dan kuantitas sumber daya alam yang dimanfaatkan;
c. besarnya modal dan teknologi yang digunakan;
d. penggunaan sumber daya manusia;
e. besaran dan persebaran dampak;
f. nilai ekstemalitas; dan g. aksesibilitas.
BAB VI
PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DESA Bagian Kesatu
Pengembangan Teknologi Tepat Guna
Pasal 14
Pengembangan TTG dilakukan melalui kegiatan antara lain:
a. penelusuran;
b. pemetaan;
c. pengkajian;
d. pendokumentasian;
e. pelindungan; dan f. pemasaran.
Pasal 15
(1) Penelusuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a meliputi identifikasi, verifikasi, dan validasi secara langsung atau tidak langsung dapat dilakukan melalui penyelenggaraan lomba inovasi TTG.
(2) Pemetaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, meliputi:
a. pemetaan TIG eksisting dilakukan melalui observasi, wawancara, survei, pengumpulan data dan informasi terkait TIG yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat;
b. pemetaan potensi sumber daya lokal dilakukan melalui identifikasi, verifikasi, dan validasi sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan memprioritaskan lima aspek pemanfaatan ITG (penyediaan/pengolahan pangan, pemanfaatan energi baru dan terbarukan, penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur, pengelolaan lingkungan, dan pemampuan ekonomi) yang dilakukan secara partisipatif melalui observasi, wawancara, survei, pengumpulan data dan informasi terkait lainnya; dan
c. pemetaan kebutuhan TIG dilakukan melalui analisis ITG
eksisting dan ketersediaan potensi sumber daya alam.
(3) Pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c dilakukan terhadap hasil penelusuran inovasi teknologi dan sumber daya lokal untuk pengembangan dan penyempurnaan hasil temuan/invensi TIG serta pengembangan produk unggulan.
(4) Pendokumentasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d
dilakukan melalui pengumpulan, pemilahan dan pemilihan, pengolahan, penetapan identitas dan penyimpanan data/ informasi yang terkait TIG dan atau sumber daya lokal.
(5) Pelindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e dilakukan:
a. memfasilitasi pengajuan sampai dengan diterbitkannya sertifikat
Hak Kekayaan Intelektual, Hak Paten Sederhana dan atau sertifikat Standar Nasional Indonesia terhadap temuan/invensi akar rumput; dan
b. Kementerian, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten
memfasilitasi perlindungan hokum terhadap hasil temuan/inovasi akar rumput.
(6) Pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf f
dilakukan melalui fasilitasi jaringan pasar/pemasaran dan akses modal/permodalan.
Bagian Kedua
Penerapan Teknologi Tepat Guna
Penerapan TTG dilakukan melalui kegiatan:
a. perekayasaan TTG; dan b. pendayagunaan TTG.
Pasal 17
(1) Perekayasaan TTG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a dilakukan melalui kegiatan dalam bentuk desain dan rancang bangun untuk menghasilkan nilai, produk, dan/atau proses produksi dengan mempertimbangkan keterpaduan sudut pandang dan/ atau konteks teknikal, fungsional, bisnis, sosial
budaya, dan estetika;
(2) Pendayagunaan ITG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b dilakukan melalui pemasyarakatan TTG.
BAB VII
PEMASYARAKATAN TEKNOWGI TEPAT GUNA
Pasal 18
(1) Pemasyarakatan TTG dimaksudkan untuk menyebarluaskan
kepada masyarakat agar dapat dipahami, diterapkan ITG
dan
dikembangkan.
(2) Pemasyarakatan TTG dilakukan melalui kegiatan:
a. gelar TTG;
b. proyek percontohan (pilot project);
c. fasilitasi proses inkubasi;
d. komunikasi, informasi, publikasi TTG;
e. edukasi TTG; dan/atau
f. pembentukan lembaga/pos pelayanan TTG.
Pasal 19
(1) Gelar ITG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a
dilakukan melalui kegiatan:
a. pameran TTG;
b. lokakarya ITG;
c. temu inventor/inovator TTG dan/atau investor;
d. forum komunikasi Posyantek;
e. widyawisata teknologi;
f. publikasi; dan
g. festival/parneran potensi desa.
(2) Gelar TIG sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten, provinsi sampai tingkat
nasional.
Pasal 20
Proyek percontohan (Pilot Project) sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 18 ayat (2) huruf b, dirancang sebagai pengujian atau uji coba untuk menunjukkan keefektifan suatu pelaksanaan program dan mengetahui
dampak pelaksanaan program.
Pasal 21
Fasilitasi Proses Inkubasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf c, dilakukan melalui penyediaan fasilitas dan pengembangan usaha, baik manajemen maupun teknologi bagi Inovator, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan usahanya dan atau pengembangan produk baru agar dapat berkembang menjadi wirausaha yang tangguh dan atau produk baru yang berdaya saing dalarn
jangka waktu tertentu.
Pasal 22
Komunikasi informasi dan publikasi ITG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf d, bertujuan untuk menstimulir, meluaskan dan mendorong pengembangan dan pemanfaatan 'ITG.
Pasal 23
Edukasi TIG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf e, bertujuan untuk mempengaruhi menumbuhkan kesadaran dan membantu meningkatkan pengetahuan, keterarnpilan dalam hal pengembangan dan pemanfaatan TIG.
Pasal 24
Lembaga/pos pelayanan TTG sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 18
ayat (2) huruf f, bertujuan untuk percepatan/akselerasi proses alih teknologi kepada masyarakat Desa sehingga harus dibentuk disetiap desa dan/atau kecamatan untuk optimalisasi dan pendayagunaan sumber daya alarn.
BAB VIII
LEMBAGA PELAYANAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA Pasal 25
Lembaga Pelayanan TTG terdiri atas :
a. Posyantek antardesa yang berkedudukan di kecamatan; dan b. Posyantek desa yang berkedudukan di desa.
Pasal 26
(1) Pembentukan Posyantek antardesa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a yang berkedudukan di kecamatan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Pembentukan Posyantek desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
(3) Pembentukan Posyantek antardesa dan Posyantek desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a dan huruf b selanjutnya didaftarkan pada Organisasi Perangkat Daerah yang menangani bidang politik dalam negeri Kabupaten guna memperoleh Surat Keterangan Terdaftar yang diterbitkan oleh Bupati.
Pasal 27
Posyantek antardesa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a mempunyai fungsi:
a. koordinasi dan perkumpulan Posyantek desa; dan
b. pendampingan dan fasilitasi pengelolaan Posyantek desa.
Pasal 28
(1) Posyantek antardesa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a mempunyai tugas:
a. menyusun program dan rencana kerja pengelolaan Posyantek
antardesa;
b. memberikan pelayanan teknis, informasi dan promosi jenis/spesifikasi TTG;
c. memfasilitasi posyantek desa dalam menganalisis dan mendesain pengembangan dan kebutuhan TTG;
d. menjembatani masyarakat sebagai pengguna 'ITG dengan sumberTTG;
e. memotivasi penerapan TTG di masyarakat;
f. memberikan layanan konsultasi dan pendampingan kepada masyarakat dalam penerapan TTG;
g. mengkoodinir dan memfasilitasi pemasaran produk pengembangan dan pemanfaatan TIG hasil dari posyantek desa; dan
h. menyusun laporan pengelolaan posyantek.
(2) Posyantek desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b mempunyai tugas:
a. menyusun program dan rencana kerja pengelolaan Posyantek desa;
b. memberikan pelayanan teknis, informasi dan promosi jenis/ spesifikasi TTG;
c. memfasilitasi pemetaan kebutuhan dan pengkajian TTG;
d. menjembatani masyarakat sebagai pengguna TIG dengan sumberTTG;
e. memotivasi penerapan TTG di masyarakat;
f. memberikan layanan konsultasi dan pendampingan kepada masyarakat dalam penerapan TTG;
g. memfasilitasi penerapan TTG; dan
h. menyusun laporan pengelolaan Posyantek desa.
Pasal 29
Posyantek Antardesa dan Posyantek Desa dalam menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dapat mengacu pada lampiran yang ada pada Peraturan Bupati ini.
Pasal 30
(1) Pengurus Posyantek antardesa dibentuk berdasarkan hasil musyawarah para utusan inovator TIG dan Posyantek desa yang berasal dari desa yang berada dalam satu wilayah kecamatan.
(2) Pengurus Posyantek desa dibentuk berdasarkan hasil musyawarah perwakilan pelaku/pemanfaat TTG dan kelembagaan masyarakat di desa.
(3) Pengurus Posyantek antardesa dan Posyantek desa tidak boleh berasal dari unsur Pegawai Negeri Sipil.
(4) Pengurus Posyantek antardesa dan Posyantek desa tidak boleh berasal dari unsur partisipan atau pengurus organisasi politik/partai politik.
(5) Jumlah dan susunan pengurus Posyantek antardesa dan Posyantek desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berjumlah
5 (lima) orang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, seksi pengembangan dan seksi pelayanan atau disesuaikan dengan kebutuhan.
(6) Masa bakti kepengurusan dalam satu periode paling lama 3 (tiga) tahun yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Posyantek antardesa dan/atau Posyantek desa.
Pasal 31
Unit usaha yang selama ini dikelola oleh Wartek atau Posyantek dapat menjadi bagian unit BUMDesa atau BUMDesa Bersama.
BAB IX MEKANISME Pasal 32
( 1) Pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan
sumber daya alam desa secara nasional dilaksanakan oleh
Kementerian.
(2) Pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumher daya alam desa di provinsi dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi.
(3) Pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa di kabupaten dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten.
Pasal 33
(1) Kementerian, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten di dalam melaksanakan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa dapat dilakukan melalui mekanisme rapat koordinasi antar pengambil kebijakan yang membidangi sumber daya alam dan TIG.
(2) Rapat koordinasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan paling sedikit 1 (satu kali) dalam setahun.
Pasal 34
(1) Kementerian, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dalam melaksanakan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dapat bekerja sama dengan pihak ketiga.
(2) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Kementerian Teknis atau Badan/Lembaga NonKementerian, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Perguruan Tinggi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Sekolah Menengah Kejuruan, Pihak Swasta, Pengusaha dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
Pasal 35
(1) Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), dilaksanakan berdasarkan prinsip :
a. efisiensi;
b. efektivitas;
c. sinergi;
d. saling menguntungkan;
e. kesepakatan bersama;
f. itikad baik;
g. mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
h. persamaan kedudukan;
1. transparansi;
j. keadilan;dan
k. kepastian hukum.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam perjanjian kerja sama yang paling sedikit memuat:
a. subjek kerja sama;
b. objek kerja sama;
c. ruang lingkup kerja sama;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. jangka waktu kerja sama;
f. pengakhiran kerja sama;
g. keadaan memaksa; dan
h. penyelesaian perselisihan.
(3) Dalam perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memuat pengalihan TTG dari sumber teknologi kepada masyarakat.
BABX
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN Pasal 36
(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengendalian dalam penyelenggaraan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, penghargaan, dan/atau supervisi.
(3) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi monitoring dan/atau evaluasi.
Pasal 37
(1) Pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan Bupati.
(2) Pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh:
a. Menteri melakukan pembinaan dan pengendalian kebijakan
pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa yang dilaksanakan Gubernur, dan/atau Bupati;
b. Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa melakukan pembinaan dan pengendalian teknis;
c. Gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian kebijakan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa yang dilaksanakan oleh Bupati;
d. Bupati melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa; dan
e. Camat atau sebutan lain melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa di tingkat kecamatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyelenggaraan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
Pasal 38
Hasil pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 digunakan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan penyelenggaraan dan kebijakan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa.
BAB XI PENDANAAN Pasal 39
(1) Segala pendanaan yang terkait dengan pengembangan dan
penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa/Dana Desa serta sumber-sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat.
(2) Selain pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendanaan
yang diperlukan untuk penyelenggaraan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa dapat diperoleh dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang• undangan.
BAB XII PELAPORAN Pasal 40
(1) Kepala Desa melaporkan pelaksanaan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa di
desa kepada Bupati melalui Camat.
(2) Kepala Perangkat Daerah Kabupaten yang menangani bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa melaporkan pelaksanaan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa kepada Gubemur.
(3) Kepala Perangkat Daerah Provinsi yang menangani bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa melaporkan pelaksanaan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa kepada Menteri u. p. Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 41
(1) Posyantek dan warung teknologi atau sebutan lain yang telah ada
sebelum Peraturan Menteri ini berlaku tetap dapat menjalankan kegiatannya.
(2) Posyantek dan warung teknologi atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan penyesuaian dengan ketentuan Peraturan Bupati ini paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Bupati ini berlaku.
BABXIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 42
Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, peraturan yang
berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan teknologi tepat guna dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 43
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Bone.
|