PEDOMAN PENGEMBANGAN, PENERAPAN DAN PEMETAAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN SUMBER DAYA LOKAL DESA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Bupati adalah Bupati Bone. 2. Daerah adalah Kabupaten Bone. 3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6. Pemerintah Desa adalah kepala desa dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan desa. 7. Badan Permusyawaratan Desa, selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. 8. Kecamatan adalah wilayah kerja Ca.mat sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Bone dan atau sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh Ca.mat. 9. Sumber daya alam adalah semua benda, daya, keadaan, fungsi alam, dan makhluk hidup, yang merupakan hasil proses alamiah, baik hayati maupun nonhayati, terbarukan maupun tidak terbarukan. 10. Teknologi Tepat Guna yang selanjutnya disebut TTG adalah teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak lingkungan, dapat dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat secara mudah, serta menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan. 11. lnovasi TTG adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi. 12. Pengembangan TIG adalah suatu cara, proses, perbuatan atau upaya untuk pemanfaatan TTG secara berkelanjutan. 13. Penerapan TTG adalah pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan, dan/atau ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam kegiatan perekayasaan, inovasi, serta difusi teknologi. 14. Pemetaan TIG adalah suatu proses terpadu yang mencakup pengumpulan, pengolahan dan visualisasi data spasial (keruangan) serta data pendukung lainnya guna menggambarkan suatu kondisi/keadaan TTG. 15. Pemanfaatan adalah pendayagunaan fungsi-fungsi alat TTG dalam pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Desa dalam meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Desa. 16. Penelusuran TIG adalah proses, cara, perbuatan menelaah untuk mencari, menyeleksi, dan memilih TTG yang diperlukan. 1 7. Pengkajian TTG adalah proses, cara, perbuatan mengkaji, penyelidikan, pelajaran yang mendalam dan penelaahan terhadap TIG. 18. Pendokumentasian adalah kegiatan atau proses pekerjaan mencatat atau merekam suatu peristiwa dan objek atau aktifitas yang dianggap berharga dan penting atau menyediakan keterangan dalam bentuk dokumen baru tentang pengetahuan dalam arti yang luas sebagai hasil kegiatan manusia dan untuk keperluan itu mengumpulkan dan menyusun keterangan-keterangan. 19. Pemasaran adalah proses, cara, perbuatan memasarkan suatu barang dagangan atau perihal menyebarluaskan ke rnasyarakat. 20. Pelindungan TIG adalah proses, cara, perbuatan melindungi invensi TIG yang diciptakan oleh rnasyarakat. 21. Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut HKI adalah hak memperoleh pelindungan secara hukum atas kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang• undangan. 22. Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna selanjutnya disebut Posyantek adalah lembaga pelayanan TTG antardesa yang berkedudukan di kecamatan yang memberikan pelayanan teknis, informasi dan orientasi berbagai jenis TTG. 23. Warung Teknologi Tepat Guna (Wartek) selanjutnya diganti penyebutanya menjadi Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna Desa. 24. Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna Desa selanjutnya disebut Posyantek desa adalah lembaga pelayanan TTG di desa yang memberikan pelayanan teknis, informasi dan orientasi berbagai jenis TTG. 25. Sadan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUMDesa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. 26. Badan Usaha Milik Antar Desa selanjutnya disebut BUMDesa bersama merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh 2 (dua) Desa atau lebih untuk kerja sama antar-Desa dan pelayanan usaha antar-Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. 27. Gelar TTG adalah ajang promosi dan atau uji terap basil inovasi atau pengembangan TTG dari masyarakat dan atau instansi/lembaga pemerintah dan swasta dengan maksud untuk mempercepat penyampaian atau difusi teknologi spesifik lokasi kepada pengguna. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Pengernbangan, Penerapan dan Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Desa dan Sumber Daya Lokal dimaksudkan sebagai upaya optimalisasi sumber daya alam desa, memajukan ekonomi desa, penguatan kapabilitas masyarakat, dan peningkatan partisipasi masyarakat dengan mendorong pembentukan, pengembangan dan penguatan posyantek. Pasal 3 Pengembangan, penerapan dan pemanfaatan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa bertujuan: a. mendayagunakan sumber daya alam yang menjamin terpeliharanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. mewujudkan pemanfaatan sumber daya alam yang menjamin keadilan antargenerasi dan intragenerasi; c. mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang merata berdasarkan pnnsip kebersamaan untuk mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi, konflik sosial dan budaya; d. mewujudkan perlindungan fungsi sumber daya alam; dan e. mewujudkan perlindungan hukum bagi masyarakat Desa dalam pengelolaan sumber daya alam desa. Pasal 4 Sasaran pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa meliputi: a. masyarakat miskin, pengangguran, putus sekolah, dan penyandang disabilitas; b. masyarakat yang memiliki usaha mikro kecil dan menengah; c. pengelola posyantek desa dan posyantek antardesa; d. inventor TIG; dan e. kelompok masyarakat lainnya. Pasal 5 Ruang lingkup pengaturan Peraturan Bupati ini meliputi: a. hak dan kewajiban; b. pengelolaan sumber daya alam desa; c. kewenangan pengelolaan; d. pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna desa; e. pemasayarakatan teknologi tepat guna; f. lembaga pelayanan teknologi tepat guna; g. mekanisme; h. pembinaan dan pengendalian; 1. pendanaan; dan J. pelaporan. BAB III HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 6 Pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa setiap orang/ masyarakat berhak: a. mengelola sumber daya alam desa yang ramah lingkungan; b. memperoleh akses yang seimbang; dan c. memperoleh perlakuan yang adil dalam pengelolaan dan atau pemanfaatannya. Pasal 7 (1) Masyarakat yang tinggal di wilayah kegiatan dan atau sekitar wilayah pengelolaan sumber daya alam dan berpotensi terkena dampak berhak menyampaikan pendapat berdasarkan informasi yang diperolehnya (2) Pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan secara bebas dan sukarela disampaikan dalam proses perumusan kebijakan dan perizinan. Pasal 8 Dalam pengelolaan sumber daya alam setiap orang berkewajiban: a. memelihara dan melestarikan sumber daya alam; b. memberikan informasi yang menyangkut kepentingan umum; c. mencegah terjadinya penurunan kualitas sumber daya alam; d. menanggulangi dan memulihkan kerusakan sumber daya e. alam/lingkungan; meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; dan f. menggunakan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan. BAB IV PENGEWLMN SOMBER DAYA ALAM DESA Pasal 9 Pengelolaan sumber daya alam desa dipergunakan untuk dimanfaatkan dan didayagunakan sebagai komoditas ekonomi dengan memperhatikan keberlanjutan. Pasal 10 Pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa dilakukan berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya alam yang telah ditetapkan oleh Pemerintah maupun Pemerintah Daerah. Pasal 11 Pengelolaan sumber daya alam desa melalui penerapan teknologi tepat guna untuk: a. meningkatkan pendapatan masyarakat; b. membuka lapangan kerja; c. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat; d. meningkatkan pendapatan pemerintah desa; dan e. meningkatkan nilai tambah produk. BABV KEWENANGAN PENGELOLAAN Pasal 12 (1) Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. (2) Untuk menjamin pemanfaatan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah berwenang: a. mengatur penataan, peruntukan, penggunaan, penyediaan, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam; b. menetapkan hubungan hukum antara seorang, kelompok orang, masyarakat adat atau pemerintah desa dengan sumber daya alam; dan c. melakukan tindakan nyata dalam upaya pelestarian dan pencadangan sumber daya alam. (1) Selain kewenangan pengelolaan sumber daya alam yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan sebagai kewenangan pemerintah daerah, pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh masing-masing Kementerian/Lembaga/Instansi sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya. (2) Wewenang Kementerian/Lembaga/instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kriteria: a. besaran wilayah pengelolaan; b. jenis dan kuantitas sumber daya alam yang dimanfaatkan; c. besarnya modal dan teknologi yang digunakan; d. penggunaan sumber daya manusia; e. besaran dan persebaran dampak; f. nilai ekstemalitas; dan g. aksesibilitas. BAB VI PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DESA Bagian Kesatu Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pasal 14 Pengembangan TTG dilakukan melalui kegiatan antara lain: a. penelusuran; b. pemetaan; c. pengkajian; d. pendokumentasian; e. pelindungan; dan f. pemasaran. Pasal 15 (1) Penelusuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a meliputi identifikasi, verifikasi, dan validasi secara langsung atau tidak langsung dapat dilakukan melalui penyelenggaraan lomba inovasi TTG. (2) Pemetaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, meliputi: a. pemetaan TIG eksisting dilakukan melalui observasi, wawancara, survei, pengumpulan data dan informasi terkait TIG yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat; b. pemetaan potensi sumber daya lokal dilakukan melalui identifikasi, verifikasi, dan validasi sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan memprioritaskan lima aspek pemanfaatan ITG (penyediaan/pengolahan pangan, pemanfaatan energi baru dan terbarukan, penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur, pengelolaan lingkungan, dan pemampuan ekonomi) yang dilakukan secara partisipatif melalui observasi, wawancara, survei, pengumpulan data dan informasi terkait lainnya; dan c. pemetaan kebutuhan TIG dilakukan melalui analisis ITG eksisting dan ketersediaan potensi sumber daya alam. (3) Pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c dilakukan terhadap hasil penelusuran inovasi teknologi dan sumber daya lokal untuk pengembangan dan penyempurnaan hasil temuan/invensi TIG serta pengembangan produk unggulan. (4) Pendokumentasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d dilakukan melalui pengumpulan, pemilahan dan pemilihan, pengolahan, penetapan identitas dan penyimpanan data/ informasi yang terkait TIG dan atau sumber daya lokal. (5) Pelindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e dilakukan: a. memfasilitasi pengajuan sampai dengan diterbitkannya sertifikat Hak Kekayaan Intelektual, Hak Paten Sederhana dan atau sertifikat Standar Nasional Indonesia terhadap temuan/invensi akar rumput; dan b. Kementerian, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten memfasilitasi perlindungan hokum terhadap hasil temuan/inovasi akar rumput. (6) Pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf f dilakukan melalui fasilitasi jaringan pasar/pemasaran dan akses modal/permodalan. Bagian Kedua Penerapan Teknologi Tepat Guna Penerapan TTG dilakukan melalui kegiatan: a. perekayasaan TTG; dan b. pendayagunaan TTG. Pasal 17 (1) Perekayasaan TTG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a dilakukan melalui kegiatan dalam bentuk desain dan rancang bangun untuk menghasilkan nilai, produk, dan/atau proses produksi dengan mempertimbangkan keterpaduan sudut pandang dan/ atau konteks teknikal, fungsional, bisnis, sosial budaya, dan estetika; (2) Pendayagunaan ITG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b dilakukan melalui pemasyarakatan TTG. BAB VII PEMASYARAKATAN TEKNOWGI TEPAT GUNA Pasal 18 (1) Pemasyarakatan TTG dimaksudkan untuk menyebarluaskan kepada masyarakat agar dapat dipahami, diterapkan ITG dan dikembangkan. (2) Pemasyarakatan TTG dilakukan melalui kegiatan: a. gelar TTG; b. proyek percontohan (pilot project); c. fasilitasi proses inkubasi; d. komunikasi, informasi, publikasi TTG; e. edukasi TTG; dan/atau f. pembentukan lembaga/pos pelayanan TTG. Pasal 19 (1) Gelar ITG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a dilakukan melalui kegiatan: a. pameran TTG; b. lokakarya ITG; c. temu inventor/inovator TTG dan/atau investor; d. forum komunikasi Posyantek; e. widyawisata teknologi; f. publikasi; dan g. festival/parneran potensi desa. (2) Gelar TIG sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten, provinsi sampai tingkat nasional. Pasal 20 Proyek percontohan (Pilot Project) sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 18 ayat (2) huruf b, dirancang sebagai pengujian atau uji coba untuk menunjukkan keefektifan suatu pelaksanaan program dan mengetahui dampak pelaksanaan program. Pasal 21 Fasilitasi Proses Inkubasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf c, dilakukan melalui penyediaan fasilitas dan pengembangan usaha, baik manajemen maupun teknologi bagi Inovator, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan usahanya dan atau pengembangan produk baru agar dapat berkembang menjadi wirausaha yang tangguh dan atau produk baru yang berdaya saing dalarn jangka waktu tertentu. Pasal 22 Komunikasi informasi dan publikasi ITG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf d, bertujuan untuk menstimulir, meluaskan dan mendorong pengembangan dan pemanfaatan 'ITG. Pasal 23 Edukasi TIG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf e, bertujuan untuk mempengaruhi menumbuhkan kesadaran dan membantu meningkatkan pengetahuan, keterarnpilan dalam hal pengembangan dan pemanfaatan TIG. Pasal 24 Lembaga/pos pelayanan TTG sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 18 ayat (2) huruf f, bertujuan untuk percepatan/akselerasi proses alih teknologi kepada masyarakat Desa sehingga harus dibentuk disetiap desa dan/atau kecamatan untuk optimalisasi dan pendayagunaan sumber daya alarn. BAB VIII LEMBAGA PELAYANAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA Pasal 25 Lembaga Pelayanan TTG terdiri atas : a. Posyantek antardesa yang berkedudukan di kecamatan; dan b. Posyantek desa yang berkedudukan di desa. Pasal 26 (1) Pembentukan Posyantek antardesa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a yang berkedudukan di kecamatan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (2) Pembentukan Posyantek desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. (3) Pembentukan Posyantek antardesa dan Posyantek desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a dan huruf b selanjutnya didaftarkan pada Organisasi Perangkat Daerah yang menangani bidang politik dalam negeri Kabupaten guna memperoleh Surat Keterangan Terdaftar yang diterbitkan oleh Bupati. Pasal 27 Posyantek antardesa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a mempunyai fungsi: a. koordinasi dan perkumpulan Posyantek desa; dan b. pendampingan dan fasilitasi pengelolaan Posyantek desa. Pasal 28 (1) Posyantek antardesa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a mempunyai tugas: a. menyusun program dan rencana kerja pengelolaan Posyantek antardesa; b. memberikan pelayanan teknis, informasi dan promosi jenis/spesifikasi TTG; c. memfasilitasi posyantek desa dalam menganalisis dan mendesain pengembangan dan kebutuhan TTG; d. menjembatani masyarakat sebagai pengguna 'ITG dengan sumberTTG; e. memotivasi penerapan TTG di masyarakat; f. memberikan layanan konsultasi dan pendampingan kepada masyarakat dalam penerapan TTG; g. mengkoodinir dan memfasilitasi pemasaran produk pengembangan dan pemanfaatan TIG hasil dari posyantek desa; dan h. menyusun laporan pengelolaan posyantek. (2) Posyantek desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b mempunyai tugas: a. menyusun program dan rencana kerja pengelolaan Posyantek desa; b. memberikan pelayanan teknis, informasi dan promosi jenis/ spesifikasi TTG; c. memfasilitasi pemetaan kebutuhan dan pengkajian TTG; d. menjembatani masyarakat sebagai pengguna TIG dengan sumberTTG; e. memotivasi penerapan TTG di masyarakat; f. memberikan layanan konsultasi dan pendampingan kepada masyarakat dalam penerapan TTG; g. memfasilitasi penerapan TTG; dan h. menyusun laporan pengelolaan Posyantek desa. Pasal 29 Posyantek Antardesa dan Posyantek Desa dalam menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dapat mengacu pada lampiran yang ada pada Peraturan Bupati ini. Pasal 30 (1) Pengurus Posyantek antardesa dibentuk berdasarkan hasil musyawarah para utusan inovator TIG dan Posyantek desa yang berasal dari desa yang berada dalam satu wilayah kecamatan. (2) Pengurus Posyantek desa dibentuk berdasarkan hasil musyawarah perwakilan pelaku/pemanfaat TTG dan kelembagaan masyarakat di desa. (3) Pengurus Posyantek antardesa dan Posyantek desa tidak boleh berasal dari unsur Pegawai Negeri Sipil. (4) Pengurus Posyantek antardesa dan Posyantek desa tidak boleh berasal dari unsur partisipan atau pengurus organisasi politik/partai politik. (5) Jumlah dan susunan pengurus Posyantek antardesa dan Posyantek desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berjumlah 5 (lima) orang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, seksi pengembangan dan seksi pelayanan atau disesuaikan dengan kebutuhan. (6) Masa bakti kepengurusan dalam satu periode paling lama 3 (tiga) tahun yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Posyantek antardesa dan/atau Posyantek desa. Pasal 31 Unit usaha yang selama ini dikelola oleh Wartek atau Posyantek dapat menjadi bagian unit BUMDesa atau BUMDesa Bersama. BAB IX MEKANISME Pasal 32 ( 1) Pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa secara nasional dilaksanakan oleh Kementerian. (2) Pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumher daya alam desa di provinsi dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi. (3) Pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa di kabupaten dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten. Pasal 33 (1) Kementerian, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten di dalam melaksanakan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa dapat dilakukan melalui mekanisme rapat koordinasi antar pengambil kebijakan yang membidangi sumber daya alam dan TIG. (2) Rapat koordinasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit 1 (satu kali) dalam setahun. Pasal 34 (1) Kementerian, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dalam melaksanakan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. (2) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Kementerian Teknis atau Badan/Lembaga NonKementerian, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Perguruan Tinggi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Sekolah Menengah Kejuruan, Pihak Swasta, Pengusaha dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Pasal 35 (1) Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), dilaksanakan berdasarkan prinsip : a. efisiensi; b. efektivitas; c. sinergi; d. saling menguntungkan; e. kesepakatan bersama; f. itikad baik; g. mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; h. persamaan kedudukan; 1. transparansi; j. keadilan;dan k. kepastian hukum. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam perjanjian kerja sama yang paling sedikit memuat: a. subjek kerja sama; b. objek kerja sama; c. ruang lingkup kerja sama; d. hak dan kewajiban para pihak; e. jangka waktu kerja sama; f. pengakhiran kerja sama; g. keadaan memaksa; dan h. penyelesaian perselisihan. (3) Dalam perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat pengalihan TTG dari sumber teknologi kepada masyarakat. BABX PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN Pasal 36 (1) Menteri melakukan pembinaan dan pengendalian dalam penyelenggaraan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, penghargaan, dan/atau supervisi. (3) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi monitoring dan/atau evaluasi. Pasal 37 (1) Pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan Bupati. (2) Pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh: a. Menteri melakukan pembinaan dan pengendalian kebijakan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa yang dilaksanakan Gubernur, dan/atau Bupati; b. Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa melakukan pembinaan dan pengendalian teknis; c. Gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian kebijakan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa yang dilaksanakan oleh Bupati; d. Bupati melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa; dan e. Camat atau sebutan lain melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa di tingkat kecamatan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyelenggaraan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Pasal 38 Hasil pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 digunakan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan penyelenggaraan dan kebijakan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa. BAB XI PENDANAAN Pasal 39 (1) Segala pendanaan yang terkait dengan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa/Dana Desa serta sumber-sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat. (2) Selain pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendanaan yang diperlukan untuk penyelenggaraan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa dapat diperoleh dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang• undangan. BAB XII PELAPORAN Pasal 40 (1) Kepala Desa melaporkan pelaksanaan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam Desa di desa kepada Bupati melalui Camat. (2) Kepala Perangkat Daerah Kabupaten yang menangani bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa melaporkan pelaksanaan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa kepada Gubemur. (3) Kepala Perangkat Daerah Provinsi yang menangani bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa melaporkan pelaksanaan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya alam desa kepada Menteri u. p. Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 41 (1) Posyantek dan warung teknologi atau sebutan lain yang telah ada sebelum Peraturan Menteri ini berlaku tetap dapat menjalankan kegiatannya. (2) Posyantek dan warung teknologi atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan penyesuaian dengan ketentuan Peraturan Bupati ini paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Bupati ini berlaku. BABXIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 42 Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, peraturan yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan teknologi tepat guna dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 43 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Bone.
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat