ABSTRAK: |
- a. bahwa berdasarkan pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi,
Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi merupakan kewenangan
Pemerintah Kabupaten / Kota;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam rangka
pemberian dasar hukum, pengawasan, pengendalian dan pembinaan
agar tercipta iklim usaha yang sehat dibidang Usaha Jasa Konstruksi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b diatas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah
tentang Izin Usaha Jasa Konstruksi.
- 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4048);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3833);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan
Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi
Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4270);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3952);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan
Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3955);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Usaha dan
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3956);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4139);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara
Tahun 2000 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3957);
14. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik
Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan dan Bentuk Rancangan
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan
Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 77;
15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nopmor 175 Tahun 1997 tentang
Pedoman Tatacara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah;
16. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 21
Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan Materi Muatan ProdukProduk Hukum Daerah.
- M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA
KONSTRUKSI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Timur;
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang
lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;
3. Kepala Daerah adalah Bupati Luwu Timur;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislatif
Daerah Kabupaten Luwu Timur.
5. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas,
Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah,
Koperasi, Yayasan dan/atau bentuk badan usaha lainnya.
6. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa pengawasan pekerjaan
konstruksi.
7. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan
arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
8. Usaha Jasa Konstruksi adalah usaha yang mencakup jenis usaha, bentuk usaha dan
bidang usaha jasa konstruksi.
9. Izin Usaha Jasa Konstruksi yang selanjutnya disebut IUJK adalah izin usaha jasa
konstruksi yang diberikan kepada perorangan atau badan yang melakukan kegiatan
usahanya dibidang usaha jasa konstruksi.
10. Jenis Usaha Jasa Konstruksi adalah meliputi jasa perencanaan, jasa pelaksanaan dan
jasa pengawasan konstruksi.
11. Perencanaan Konstruksi adalah penyediaan jasa orang perseorangan atau badan
usaha yang dinyatakan ahli dan profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi
yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencana bangunan
atau bentuk fisik lain.
12. Pelaksanaan Konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha
yang dinyatakan ahli yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk
mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bangunan atau bentuk fisik lain.
13. Pengawasan Konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha
yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang
mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan
konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
14. Registrasi adalah bagian kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan usaha
di bidang dan sub bidang pekerjaan atau penggolongan profesi keterampilan dan
keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut disiplin
keilmuan dan atau keterampilan tertentu dan atau kefungsian dan atau keahlian
masing-masing.
15. Kualifikasi adalah bagian kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan usaha
di bidang jasa konstruksi menurut tingkat / kedalaman kompetensi dan kemampuan
usaha, atau penggolongan profesi keterampilan dan keahlian kerja orang
perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut tingkat/kedalaman kompetensi dan
kemampuan profesi serta keahlian.
16. Retribusi Izin Usaha Jasa Konstruksi yang selanjutnya disebut retribusi adalah
Pungutan Daerah diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan.
17. Retribusi Perizinan Tertentu Usaha Jasa Konstruksi yang selanjutnya disebut IUJK
adalah retribusi atas pemberian izin usaha jasa konstruksi yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah di tempat domisilinya bagi orang perorangan atau badan usaha
yang menyelenggarakan usaha-usaha di bidang jasa konstruksi.
18. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Luwu Timur.
19. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan
Perundang-Undangan wajib membayar retribusi atas pemberian izin usaha jasa
konstruksi.
20. Pungutan adalah suatu rangkaian mulai dari menghimpun obyek dan subyek
retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terhutang sampai kegiatan penagihan
retribusi kepada Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya.
21. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat
ketetapan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang.
22. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB
adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi
karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang dan tidak
seharusnya terutang.
23. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk
melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau
denda.
BAB II
AZAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pelaksanaan Jasa Konstruksi berlandaskan pada azas kejujuran dan keadilan, manfaat,
keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan, ketertiban
dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
Pasal 3
Pengaturan Jasa Konstruksi bertujuan untuk :
a. Menjamin keterpaduan pengaturan dan pembinaan usaha jasa konstruksi;
b. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk
mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi dan hasil
pekerjaan ko nstruksi yang berkualitas.
c. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin
kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan
kewajiban serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
d. Mewujudkan peningkatan peran serta masyarakat di bidang jasa konstruksi.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 4
(1) Jenis usaha jasa konstruksi terdiri atas usaha perencanaan konstruksi, usaha
pelaksanaan konstruksi dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing
dilaksanakan oleh perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi.
(2) Usaha perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan dalam
pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari
kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen
kontrak kerja.
(3) Usaha pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan dalam
pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari
kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir
pekerjaan konstruksi.
(4) Usaha pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik
keseluruhan maupun sebagai pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari
penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi.
Pasal 5
(1) Usaha jasa konstruksi dapat berbentuk orang perseorangan atau badan usaha.
(2) Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud ayat
(1) selaku pelaksana konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi
yang berisiko kecil, yang berteknologi sederhana yang berbiaya kecil.
(3) Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) selaku perencana konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan
yang sesuai dengan bidang keahliannya.
(4) Pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan atau yang berteknologi tinggi dan
atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk
perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan.
Pasal 6
(1) Bidang Usaha Jasa Konstruksi terdiri dari :
a. Bidang Pekerjaan Pelaksanaan Konstruksi terdiri dari :
1. Bidang Arsitektur.
2. Bidang Sipil.
3. Bidang Elektrikal.
4. Bidang Mekanikal.
5. Bidang Tata Lingkungan
b. Bidang Pekerjaan Perencanaan/Pengawasan Konstruksi terdiri dari :
1. Bidang Arsitektur.
2. Bidang Sipil.
3. Bidang Elektrikal.
4. Bidang Mekanikal.
5. Bidang Tata Lingkungan
(2) Jenis-jenis bidang sebagaimana dimaksud ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
BAB IV
PERSYARATAN USAHA, TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL, PENGEMBANGAN USAHA
DAN KUALIFIKASI USAHA
Bagian Pertama
Persyaratan Usaha
Pasal 7
Persyaratan Perencanaan Konstruksi, pelaksanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi
yang berbentuk Badan Usaha adalah sebagai berikut :
a. Memenuhi ketentuan tentang perizinan usaha di bidang jasa konstruksi.
b. Memiliki sertifikat, klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi.
Pasal 8
Persyaratan Perencanaan Konstruksi, Pelaksanaan Konstruksi dan Pengawasan
Konstruksi orang perorangan adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi orang perorangan harus
memiliki sertifikat keahlian.
b. Pelaksanaan konstruksi orang perorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja
dan sertifikat keahlian kerja.
c. Orang perorangan yang dipekerjakan oleh Badan Usaha sebagai perencanaan
konstruksi atau pengawas konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian.
d. Tenaga kerja melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana
konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan sertifikat keahlian kerja.
Bagian Kedua
Tanggung Jawab Profesional
Pasal 9
(1) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada pasal 5 dan orang perseorangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 harus bertanggung jawab terhadap hasil
pekerjaannya.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilandasi prinsip-prinsip
keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan dan kejujuran intelektual dalam
menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum.
(3) Untuk mewujudkan terpenuhinya tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ayat (2) dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Pengembangan Usaha dan Kualifikasi Usaha
Pasal 10
(1) Usaha Jasa Konstruksi dikembangkan untuk mewujudkan struktur usaha yang
kokoh dan efisien melalui kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar,
menengah dan kecil serta usaha yang bersifat umum, spesialis dan keterampilan
tertentu.
(2) Usaha perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi dikembangkan ke arah
usaha yang bersifat umum dan spesialis.
(3) Usaha pelaksanaan konstruksi dikembangkan ke arah :
a. Kualifikasi Usaha Besar.
b. Kualifikasi Usaha Menengah.
c. Kualifikasi Usaha Kecil.
BAB V
PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI
Pasal 11
(1) Setiap orang perorangan atau badan yang menyelenggarakan usaha jasa konstruksi
wajib memiliki Izin Usaha Jasa Konstruksi dari Bupati.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dipindahkan kecuali dengan
izin Bupati karena alasan pemegang izin.
Bagian Kedua
Tata Cara Mendapatkan Izin
Pasal 12
(1) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) pemohon
harus datang sendiri atau kuasanya dan mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Bupati dengan cara mengisi formulir permohonan yang telah melalui
instansi yang ditunjuk.
(2) Tata cara dan persyaratan untuk mendapatkan izin diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Masa Berlakunya Izin
Pasal 13
(1) Izin usaha sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) berlaku selama 3 (tiga) tahun
dan dapat diperpanjang serta melakukan registrasi ulang setiap tahun.
(2) Perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dalam waktu
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tanggal jatuh tempo berakhir.
Bagian Keempat
Pemindahtanganan Izin
Pasal 14
(1) Dalam hal Pemegang Izin meninggal dunia atau karena sesuatu sebab tidak lagi
menjadi Pemegang Izin, maka ahli waris atau orang-orang yang mendapat hak dari
padanya selambat-lambatnya 4 (empat) bulan terhitung sejak meninggalnya
Pemegang izin atau saat terjadinya tindakan penagihan hak, wajib mengajukan
permohonan balik nama kepada Bupati.
(2) Tata cara persyaratan balik nama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Pencabutan Izin
Pasap 15
Izin Usaha Jasa Konstruksi dicabut apabila :
a. Izin diperoleh secara tidak sah.
b. Pemegang izin melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah
dan atau kewajiban-kewajiban yang ditetapkan dalam izin.
c. Pemegang izin usaha jasa konstruksi tidak melaksanakan perpanjangan izin.
d. Terbukti bahwa perorangan pemegang IUJK meminjamkan namanya kepada
perorangan lain untuk mendapatkan pekerjaan.
e. Terbukti bahwa perusahaan lain tanpa persetujuan.
BAB VI
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 16
(1) Dengan nama Retribusi Izin Usaha Jasa Konstruksi dipungut Retribusi sebagai
pembayaran atas pemberian izin Usaha Jasa Konstruksi kepada orang perseorangan
atau Badan.
(2) Objek Retribusi adalah pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi dari usahanya di
bidang Usaha Jasa Konstruksi.
Pasal 17
Subjek Izin Usaha Jasa Konstruksi adalah orang perseorangan atau badan yang akan
menyelenggarakan usaha jasa konstruksi.
BAB VII
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 18
Retribusi Izin Usaha Jasa Konstruksi digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.
BAB VIII
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 19
(1) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan kualifikasi usaha di bidang jasa
konstruksi.
(2) Batasan kualifikasi Usaha Jasa Konstruksi dikelompokkan dalam :
a. Penyediaan Jasa Pelaksana Konstruksi terdiri dari :
1. Golongan Kecil (K), yaitu penyedia jasa yang dapat melaksanakan pekerjaan
sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (Satu Milyar Rupiah).
2. Golongan Menengah (M) yaitu penyedia jasa yang dapat melaksanakan
pekerjaan diatas Rp 1.000.000.000,00 (Satu Milyar Rupiah) sampai dengan
Rp. 3.000.000.000,00 (Tiga Milyar Rupiah).
3. Golongan Besar (B) yaitu Penyedia jasa yang dapat melaksanakan pekerjaan
diatas Rp 3.000.000.000,00 (Tiga Milyar Rupiah).
b. Penyedia Jasa Perencanaan Konstruksi terdiri dari :
1. Golongan Kecil (K), yaitu penyedia jasa yang dapat melaksanakan pekerjaan
sampai dengan Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah).
2. Golongan Non Kecil yaitu penyedia jasa yang dapat melaksanakan pekerjaan
diatas Rp. 200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah).
c. Penyedia Jasa Pengawasan Konstruksi terdiri dari :
1. Golongan Kecil (K), yaitu penyedia jasa yang dapat melaksanakan pekerjaan
sampai dengan Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah).
2. Golongan Non Kecil yaitu penyedia jasa yang dapat melaksanakan pekerjaan
diatas Rp. 200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah).
BAB IX
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal 20
Prinsip dan sasaran penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada
tujuan untuk menutup biaya penyelenggaraan pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi,
meliputi biaya administrasi, biaya pemeriksaan dan/atau penilaian dan biaya dalam
rangka pengawasan pengendalian.
BAB X
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal 21
(1) Besarnya Retribusi Izin Usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut :
a. Golongan Usaha untuk jasa pelaksanaan konstruksi :
1. IUJK Kecil ( K ) = Rp. 175.000,-
(Seratus Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah)
2. IUJK Menengah (M) = Rp. 225.000,-
(Dua Ratus Dua Puluh Lima Ribu Rupiah)
3. IUJK Besar (B) = Rp. 275.000,-
(Dua Ratus Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah)
b. Golongan Usaha untuk jasa perencanaan konstruksi :
1. IUJK Kecil ( K ) = Rp. 175.000,-
(Seratus Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah)
2. IUJK Non Kecil = Rp. 250.000,-
(Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah)
c. Golongan Usaha untuk jasa pengawasan konstruksi :
1. IUJK Kecil ( K ) = Rp. 175.000,-
(Seratus Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah)
2. IUJK Non Kecil = Rp. 250.000,-
(Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah)
(2) Kriteria golongan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
Pasal 22
Hasil pungutan Izin Usaha Jasa Konstruksi disetor secara bruto ke Kas Daerah.
BAB XI
WILAYAH DAN TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 23
Retribusi yang terhitung dipungut Daerah.
Pasal 24
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD)
atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB XII
TATA CARA PENAGIHAN
Pasal 25
Penagihan retribusi dilakukan pada saat orang atau badan akan melakukan kegiatan
dibidang Usaha Jasa Konstruksi yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XIII
SAAT RETRIBUSI TERHUTANG DAN TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 26
Retribusi terhutang terjadi pada saat diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
Pasal 27
(1) Pembayaran retribusi yang terhutang harus dibayar sekaligus.
(2) Retribusi yang terhutang dilunasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
terbitnya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB XIV
KEBERATAN
Pasal 28
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan kepada Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak
SKRD diterbitkan.
Pasal 29
(1) Bupati dalam jangka waktu lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan
diterima harus memberikan jawaban atas keberatan yang diajukan.
(2) Peraturan Bupati atas keberatan dapat menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati
tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap
dikabulkan.
BAB XV
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 30
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan
permohonan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya
permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) harus
memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan
Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran
retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya
SKRDLB.
BAB XVI
KADALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 31
(1) Penagihan retribusi kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun
terhitung sejak saat terhutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi
melakukan tindak pidana di bidang retribusi.
(2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
tertangguh apabila :
a. Diterbitkan surat teguran atau
b. Ada pengakuan hutang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun
tidak langsung.
BAB XVII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 32
Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar,
dikenakan sanksi administrasi dengan denda sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari
retribusi yang terhutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan
menggunakan SKRD.
BAB XVIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 33
(1) Selain Penyidik Polri, Pejabat Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah
Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana dibidang retribusi Daerah.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas.
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana Retribusi Daerah tersebut.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah.
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenan
dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah.
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap
bahan bukti tersebut.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana dibidang Retribusi Daerah.
g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan
atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf a.
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah.
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi.
j. Menghentikan penyidikan.
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana
dibidang Retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana.
BAB XIX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
(1) Pelanggaran terhadap Pasal 11 dan 21 Peraturan Daerah ini diancam dengan
Pidana kurangan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.
50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah).
(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.
BAB XX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya akan ditetapkan dengan Peraturan atau Keputusan Bupati.
Pasal 36
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur
|