ABSTRAK: |
- a. bahwa sebagai tindak lanjut pelaksanaan ketentuan
Pasal 13 ayat (4) Peraturan Daerah Kabupaten Luwu
Nomor 2 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 6
Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan perkotaan, perlu menetapkan tata
cara pembayaran, penyetoran, angsuran dan
penundaan pembayaran, serta tempat pembayaran
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan
Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pembayaran,
Penyetoran, Penetapan Tempat Pembayaran dan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
perkotaan;
- 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5049);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 82);
Menetapkan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4578);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4593);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kabupaten
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010
tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut
Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau
Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5179);
9. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan
Peraturan Perundang-undangan;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daersih sebagaimana telah diubah kedua
kalinya dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011;
11. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 3 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi
Kcwenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu;
12. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 2
Tahun 2011 tentang Paj^ Bumi dan Bangunan
Perdesaan Dan Perkotaan sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor
6 Tahun 2013;
- MEMUTUSKAN :
PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA
PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN PENETAPAN
TEMPAT PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Luwu.
3. Bupati adalah Bupati Luwu.
4. Dinas pengelolaan keuangan daerah adalah Dinas pengelolaan
keuangan daerah Kabupaten Luwu.
5. Kepala Dinas pengelolaan keuangan daerah adalah Kepala Dinas
pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Luwu.
6. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besamya kemakmuran rakyat.
7. Pajgik Bumi dan Bangunan Perdesaan dan perkotaan yang
selanjutnya disebut PBB Perdesaan dan perkotaan adalah pajak atas
bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau
dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan untuk perdesaan dan
perkotaan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
8. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
9. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah
harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang teijadi
secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang
sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
10. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan perkotaan yang selanjutnya disebut SPPT PBB
Perdesaan dan perkotaan adalah surat yang digunakan untuk
memberitahukan besamya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.
11. Surat Tanda Terima Setoran yang selanjutnya disingkat STTS adalah
bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara
lain ke kas umum daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk
oleh Bupati.
12. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu
saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian
tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah.
13. Tempat Pembayaran adalah tempat yang ditetapkan Bupati sebagai
tempat pembayaran untuk menerima pembayaran PBB Perdesaan
dan perkotaan.
14. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang
ditentukan oleh Bupati untuk menampung seluruh penerimaein
daerah dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran
daerah.
15. Bank Persepsi adalah bsink umum yang ditunjuk oleh Bupati untuk
menerima dan menatausahakan setoran penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan perkotaan.
16. Petugas Pemungut adalah petugas yang ditunjuk untuk memungut
dan menyetorkan PBB Perdesaan dan perkotaan.
17. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besamya jumlah
pokok pajak yang terutang,
18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya
disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
beseimya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif,
dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
19. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah
surat untuk melalcukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif
berupa bunga dan/atau denda.
20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang
selanjutnya disingkat SKPDKBT adalsih surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
21.Tanda Terima Sementara yang selanjutnya disingkat TTS adalah
bukti pembayaran atau penyetoran sementara atas pajak bumi dan
bangunan perdesaan dan perkotaan yang telah dilakukan, untuk
ditukarkan dengan surat tanda terima setoran sebagai bukti
pembayaran resmi.
BAB II
DASAR PENGENAAN, TARIP DAN CARA MENGHITUNG
PBB PERDESAAN DAN PERKOTAAN
Bagian Kesatu
Dasar Pengenaan
Pasal 2
(1) Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
perkotaan adalah NJOP.
(2) NJOP Bumi dihitung dari harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, atau melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai
perolehan baru, atau menggunakan NJOP pengganti.
(3) NJOP Bangunan dihitung dari nilai perolehan baru yang
disesuaikan dengan penjnasutan.
(4) NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan hasil
penjumlahan antara NJOP Bumi dan NJOP Bangunan.
(5) NJOP Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupaikan hasil
perkalian antara luas areal yang dikenakan dengan NJOP Bumi per
meter persegi.
(6) NJOP Bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
merupakan hasil konversi nilai Bumi per meter persegi ke dalam
klasifikasi NJOP Bumi sebagaimana dimaksud dalam klasifikasi
NJOP Bumi.
(7) NJOP Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan hasil perkalian antara luas bangunan dengan NJOP Bangunan per
meter persegi.
(8) NJOP Bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud pada
ayat (7), merupakan hasil konversi nilai bangunan per meter persegi
ke dalam klasifikasi NJOPBangunan sebagaimana dimaksud dalam
klasinkasi NJOP Bangunan.
(9) NJOP digunakan untuk menghitung ketetapan PBB Perdesaan dan
perkotaan.
(10) Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
setiap tahun.
(11) Klasifikasi NJOP Bumi dan NJOP Bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) dan ayat (8), tercantum dalam lampiran I
Peraturan Bupati ini.
Bagian Kedua
Tarif
Pasal 3
(1) Tarif PBB Perdesaan dan perkotaan ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk NJOP sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah) ditetapkan sebesar 0,13% (nol koma satu persen) per
tahun; dan
b. untuk NJOP diatas Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
ditetapkan sebesar 0,2% (nol koma dua persen) per tahun.
(2) Besarnya NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.
(3) Untuk setiap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
apabila seorang WP memiliki lebih dari satu objek Pajak maka
pemberlakuan NJOPTKP hanya pada salah satu dari objek Pajak
yang dimiliki oleh WP.
Bagian Ketiga
Cara Menghitung PBB Perdesaan dan perkotaan
Pasal 4
Besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan perkotaan
yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), setelah dikurangi NJOP Tidak Kena
Pajsik sebagaimana dimaksud d^am Pasal 3 ayat (3).
BAB III
TEMPAT PEMBAYARAN, TATA CARA PEMBAYARAN
DAN PENYETORAN PBB PERDESAAN DAN PERKOTAAN
Bagian Kesatu
Tempat Pembayaran
Pasal 5
(1) Pembayaran PBB Perdesaan dan perkotaan terutang dibayarkan pada loket pembayaran pada Dinas pengelolaan keuangan daerah,
Tempat Pembayaran atau Bank Persepsi yang ditunjuk.
(2) Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai
waktu yang ditentukan dalam SPPT, SKPD, SKPDKB, STPD,
Keputusan Pembetulan, Keputusan Keberatan dan Putusan
Banding.
Pasal 6
Penunjukan Bank Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
didasarkan pada perjanjian keija sama antara Bupati dengan Pimpinan
Bank Persepsi.
Pasal 7
Dalam hal pembayaran PBB Perdesaan dan perkotaan terutang pada
Tempat Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Tempat Pembayaran menandatangani bukti pembayaran PBB yang
dilakukan dan diberikan kepada Wajib Pajak.
Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran
Pasal 8
Pajak yang terutang berdasarkan SPPT PBB Perdesaan dan perkotaan
hams dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya
SPPT PBB Perdesaan dan perkotaan tahun berkenaan.
Pasal 9
(1) Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran PBB
Perdesaan dan perkotaan bertepatan dengan hari libur termasuk
hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran
pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
(2) Hari libur nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk
hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang
ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 10
(1) Petugas pemungut menerima pembayaran PBB Perdesaan dan
perkotaan atas dasar SPPT PBB Perdesaan dan perkotaan dengan
men^unakan TTS.
(2) TTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditandatangani oleh
Petugas pemungut.
(3) TTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan bukti untuk
mendapatkan STTS.
Pasal 11
Penyetoran PBB Perdesaan dan perkotaan oleh Petugas pemungut dilakukan ke Kas Umum Daerah tidak lebih dari 1 kali 24 jam dengan
menggunakan Daftar Penerimaan Harian (DPH).
BAB IV
TATA CARA PENUNDAAN
PEMBAYARAN PBB PERDESAAN DAN PERKOTAAN
Pasal 12
(1) Tata cara penundaan pembayaran atas ketetapan PBB Perdesaan
dan perkotaan, sebagai berikut:
a. Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis untuk
menunda pembayaran pajak yang masih harus dibayar dalam
SPPT kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk;
b. Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis untuk
menunda pembayaran pajak yang masih dibayar dalam STPD,
SKPDKB, SKPDKBT dsin Keputusan Pembetulan, Keputusan
Keberatan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan Kembali
yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah,
kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk;
0. membuat surat pemyataan penundaan pembayaran yang
ditandatangani oleh Wajib Pajak;
d. apabila Wajib Pajak yang bersangkutan tidak melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan apa yang ditentukan dalam surat
pernyataan penundaan, maka akan dikenakan tindakan hukum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai penagihan pajak dengan Surat Paksa.
(2) Syarat-syarat penundaan pembayaran :
a. permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b, harus diajukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
sebelum saat jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir
disertai alasan dan jumlah pembayaran pajak yang dimohon
ditunda;
b. apabila ternyata batas waktu 10 (sepuluh) hari keija
sebagaimana dimaksud pada huruf a, tidak dapat dipenuhi oleh
Wajib Pajak karena keadaan di luar kekuasaannya, permohonan
Wajib Pajak masih dapat dipertimbangkan oleh Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk sepanjang Wajib Pajak dapat
membuktikan kebenaran keadaan di luar ke^asaannya
tersebut.
Pasal 13
(1) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk menerbitkan keputusan atas
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)
huruf a dan huruf b, berupa menerima seluruhnya, menerima
sebagian, atau menolak, paling lama 14 (empat belas) hari keija
setelah tanggal diterimanya permohonan.
(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), telah
lewat, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberi suatu
keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
(3) Terhadap utang pajak yang telah diterbitkan keputusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), tidak dapat lagi
diajukan permohonan untuk menunda pembayaran
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah
Kabupaten Luwu.
|