ABSTRAK: |
- Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah,
untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan
Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, sehingga
dapat mendorong peranan Koperasi, Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah menjadi tangguh, mampu dan
mandiri terutama dalam memperkuat struktur
ekonomi lokal;
b. bahwa Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
dapat diberdayakan dengan memberikan peluang
berusaha yang kondusif agar mampu mewujudkan
peran secara optimal dalam pembangunan ekonomi
daerah Kabupaten Selayar;
c. bahwa untuk mendorong prakarsa masyarakat dalam
melakukan usaha baik dalam skala Mikro, Kecil dan
Menengah yang merupakan bagian integral dari
ekonomi rakyat, maka kedudukan dan peran yang
strategisnya akan mewujudkan struktur ekonomi yang
kuat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud huruf a,b dan c, perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Pembinaan dan
2
Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Usaha Kecil
dan Usaha Menengah.
- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II Di Sulawesi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1822);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3502);
4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha
Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3611);
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
3
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4548);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian
dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3540);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh
Koperasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
4
1995 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3591);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi
sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 77, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 4 Tahun
2003 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah
Kabupaten Selayar sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Daerah Kabupaten Selayar Tahun 2003 Nomor 9);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 2 Tahun
2006 tentang Susunan Organisasi Dinas-Dinas
Daerah Dalam Kabupaten Selayar (lembaran Daerah
Tahun 2006 Nomor 2)
- Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR
TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
KOPERASI, USAHA MIKRO, USAHA KECIL DAN USAHA
MENENGAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Selayar;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati Kabupaten Selayar yang terdiri dari
Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan;
3. Bupati adalah Bupati Selayar;
4. DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Selayar;
5. Dinas adalah Dinas Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten
Selayar;
6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Koperasi dan Penanaman Modal
Kabupaten Selayar;
7. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau
badan hukum koperasi dengan berlandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan;
8. Perkoperasian adalah sesuatu yang menyangkut kehidupan koperasi;
9. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi koperasi dan
kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya citacita bersama;
6
10. Pemberdayaan koperasi, adalah upaya yang dilakukan oleh
pemerintah daerah, organisasi usaha, dan masyarakat dalam bentuk
menumbuhkan iklim usaha, membina dan mengembangkan usaha,
sehingga mampu memperkuat usaha, mandiri dan bekerjasama
dengan pelaku usaha lainnya.
11. Pembinaan dan pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh
pemerintah daerah, organisasi usaha, dan masyarakat melalui
pemberian bimbingan, perlindungan dan bantuan perkuatan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan Koperasi, Usaha
Mikro, Usaha Kecil dan Menengah menjadi tangguh dan mandiri;
12. Pengawasan adalah segala bentuk kegiatan yang bersifat pencegahan
atau perbaikan yang dilakukan oleh aparat pemerintah daerah dalam
rangka mengarahkan agar tujuan pembinaan dan pengembangan
Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dapat berjalan
sebagaimana mestinya;
13. Usaha Mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan
memenuhi kriteria atau hasil penjualan tahunan atau kepemilikan di
bawah usaha kecil;
14. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan
memenuhi kriteria atau hasil penjualan tahunan atau kepemilikan
sebagaimaa diatur dalam peraturan perundang-undangan;
15. Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi
kriteria atau hasil penjualan tahunan atau kepemilikan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan;
16. Koperasi Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan orang seorang;
7
17. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan Badan Hukum Koperasi;
18. Rapat Anggota Tahunan adalah rapat yang dilaksanakan sekurangkurangnya 1 (satu) kali dalam setiap tahun dalam rangka
pertanggungjawaban pengurus;
19. Pengurus adalah personifikasi Badan Hukum Koperasi, dimana
pengurus melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama
koperasi serta mewakili koperasi di hadapan dan di luar pengadilan;
20. Pengawas adalah mewakili anggota untuk mengawasi kehidupan
koperasi dan pelaksanaan kebijaksanaan;
21. Anggaran Dasar Koperasi adalah memuat ketentuan-ketentuan pokok
yang merupakan dasar tata kehidupan koperasi sehingga di dalamnya
dimuat hal-hal yang harus disusun secara ringkas, singkat, jelas dan
mudah dimengerti oleh siapapun.
22. Unit Usaha Otonom adalah unit usaha yang merupakan bagian dari
usaha koperasi yang dikelola secara otonom;
23. Sisa Hasil Usaha Koperasi adalah pendapatan atau keuntungan
koperasi yang diperoleh dalam 1 (satu) tahun buku setelah dikurangi
biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam
tahun buku yang bersangkutan;
24. Unit Usaha Simpan Pinjam adalah Unit Usaha Koperasi yang bergerak
di bidang usaha Simpan Pinjam;
25. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) adalah koperasi yang kegiatannya
hanya usaha simpan pinjam;
26. Usaha Simpan Pinjam (USP) adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha
simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan,
calon anggota koperasi yang bersangkutan koperasi lain dan atau
anggotanya;
8
27. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota dan calon
anggota, koperasi-koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi
yang bersangkutan;
28. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara koperasi dengan usaha kecil dan menengah
atau pihak lainnya, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pembayaran yang
disertai dengan sejumlah imbalan;
29. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara Bank dan KUMKM, yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya dalam jangka waktu tertentu
disertai dengan pemberian bunga;
30. Pembiayaan dengan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dan KUMKM, yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau
tagihan tersebut dalam jangka waktu tertentu disertai dengan imbalan
atau bagi hasil;
31. Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang
dapat dinilai dengan uang yang diinvestasikan oleh pemilik modal atau
meningkatkan kegiatan usaha;
32. Pelaku Usaha adalah setiap orang perorang atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam daerah,
baik secara sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
perekonomian rakyat;
9
33. Penilaian Kesehatan KSP dan USP adalah penilaian yang dilakukan
dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif melalui penilaian
berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan
usaha KSP dan USP dimaksud;
34. Kesehatan Usaha adalah kondisi atau keadaaan yang dinyatakan
sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat dari suatu kegiatan
usaha;
35. Kemitraan adalah kerjasama antara usaha mikro, usaha kecil, dengan
usaha menengah dan atau usaha besar disertai pembinaan dan
pengembangan oleh usaha menengah dan atau usaha besar dengan
memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan
saling menguntungkan;
36. Klasifikasi adalah kegiatan untuk menilai kondisi dan atau kinerja
suatu koperasi, usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah dalam
suatu periode tertentu, dengan menggunakan kriteria dan atau
standar penilaian yang ditetapkan oleh Kementrian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah;
37. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD
adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Selayar.
BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN PRINSIP
Pasal 2
(1) Pembinaan dan Pengembangan Koperasi Usaha Mikro Kecil dan
Menengah berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
10
(2) Pembinaan dan pengembangan koperasi Usaha Mikro Kecil dan
Menengah berasaskan kekeluargaan dan kebersamaan.
(3) Prinsip Koperasi berdasarkan :
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. Pengelolaan usaha dilakukan secara demokratis;
c. Pembagian SHU dilakukan secara adil, sebanding dengan besarnya
jasa usaha masing-masing;
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e. Kemandirian;
f. Pendidikan koperasi;
g. Kerjasama antar koperasi;
(4) Prinsip Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah adalah saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 3
(1) Pembinaan KUMKM dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan
anggota dan masyarakat;
(2) Pengembangan KUMKM adalah dimaksudkan untuk melakukan
pembinaan dengan cara mendorong, memperkokoh dan memantapkan
organisasi, tatalaksana, manajemen serta usaha koperasi, usaha
mikro, usaha kecil dan usaha menengah;
(3) Pembinaan dan pengembangan KUMKM sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan (2) Pasal ini, bertujuan untuk:
a. membangun perekonomian rakyat;
b. meningkatkan kualitas dan peran KUMKM;
11
c. memajukan kesejahteraan ekonomi dan sosial para anggota dan
masyarakat pada umumnya;
d. mendorong tumbuh kembangnya KUMKM;
e. meningkatkan kemampuan KUMKM menjadi usaha yang mandiri
dan tangguh agar mempunyai daya saing dalam dunia usaha; dan
f. meningkatkan kesempatan perluasan kerja dan berusaha bagi
KUMKM sehingga dapat berperan dalam pembangunan ekonomi
daerah dan perekonomian global.
g. membangun prakarsa masyarakat untuk memperoleh dan
memperkuat ketahanan ekonomi.
BAB IV
RUANG LINGKUP PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 4
(1) Kegiatan pembinaan dan pengembangan KUMKM meliputi:
a. meningkatkan dan memantapkan fungsi organisasi, tatalaksana,
manajemen dan usaha KUMKM;
b. memberikan advokasi, konsultasi, bantuan di bidang hukum,
ekonomi, dan lain sebagainya untuk kelancaran jalannya
organisasi dan usaha KUMKM dengan memperhatikan anggaran
dasar, anggaran rumah tangga serta prinsip KUMKM;
c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi pengelola
KUMKM;
d. menyeleksi dan melakukan penilaian kinerja KUMKM yang
berprestasi;
e. melakukan klasifikasi KUMKM;
12
f. Melakukan penilaian kesehatan KSP dan USP
(2) Pembinaan dan pengembangan KUMKM sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Surat
Keputusan Bupati.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 5
(1) Pembinaan KUMKM didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Kemandirian;
b. Transparansi;
c. Demokrasi;
d. Profesionalisme;
e. Efisien, efektif, dan ekonomis;
f. Kompetitif; dan
g. Koordinatif.
(2) Pengembangan KUMKM didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a. Kelembagaan;
b. Finansial; dan
c. Teknis Operasional.
Pasal 6
(1) Dalam melaksanakan pembinaan, Pemerintah Daerah menjalankan
tugas dan fungsinya memberikan pembinaan dan bimbingan teknis,
baik diminta maupun tidak oleh KUMKM guna mendorong
pertumbuhan dan pengembangan iklim usaha yang kondusif.
13
(2) Dalam menciptakan dan mengembangkan iklim usaha yang kondusif
Pemerintah Daerah memberi kesempatan berusaha seluas-luasnya
kepada Koperasi, Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah.
(3) Kesempatan berusaha dapat berupa peningkatan jaringan dan
kemitraan usaha yang saling menguntungkan baik antar koperasi,
Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah maupun antar
Koperasi, Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah dengan
Badan Usaha lainnya.
Pasal 7
(1) Pemerintah Daerah dalam memberikan pembinaan dan bimbingan
teknis, harus berorientasi kepada pemberian kemudahan dan
perlindungan bagi KUMKM.
(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan pembinaan, fasilitasi, dan
kemudahan untuk memperoleh permodalan, kesempatan berusaha,
juga kemudahan dalam memperoleh pendidikan, pelatihan dan
bimbingan manajemen serta alih teknologi.
(3) Setiap fasilitas permodalan dari Pemerintah, BUMN, BUMD dan
Swasta di bawah koordinasi Bupati melalui Dinas.
Pasal 8
Dalam upaya pemberian dukungan perkuatan, Pemerintah mendorong
Koperasi, Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah untuk
mengembangkan kewirausahaan dan daya saing dalam mekanisme pasar
yang berkeadilan.
Pasal 9
Dalam rangka pemberian perlindungan kepada KUMKM, Pemerintah
Daerah menetapkan kebijakan dengan berpedoman pada ketentuan
14
peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap upaya
pengembangan KUMKM yang memiliki usaha yang sama, guna
menciptakan iklim usaha yang sehat, dinamis, tangguh dan mandiri.
Pasal 10
(1) Menumbuhkan iklim usaha dan perlindungan usaha kepada KUMKM,
meliputi:
a. Lokasi Usaha baik pasar tradisional atau lokasi pasar tertentu;
b. Ruang pertokoan, pusat perbelanjaan;
c. Lokasi sentra bagi Usaha Mikro Kecil;
d. Sertifikasi lahan usaha;
(2) Pemerintah Daerah memfasilitasi pemasaran hasil produk KUMKM.
Pasal 11
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengembangan Usaha Mikro, dilakukan
pembinaan kelembagaan dan pengembangan usaha melalui :
a. Pendaftaran calon mitra binaan oleh Pejabat Instansi Teknis;
b. Fasilitasi pembentukan kelompok Usaha Mikro, Paguyuban,
Asosiasi/Himpunan dan Forum komunikasi lainnya;
c. Pembinaan dan pengembangan usaha melalui dukungan
perkuatan pada :
1. Lokasi usaha yang digunakan;
2. Sarana dan prasarana.
(2) Pembinaan dan pengembangan usaha mikro menjadi tanggung jawab
Dinas di bawah koordinasi Bupati yang dilaksanakan oleh Dinas dan
Instansi teknis terkait.
15
BAB VI
KOORDINASI PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 12
(1) Pembinaan dan Pengembangan KUMKM dilaksanakan oleh Instansi
teknis di bawah koordinasi Bupati melalui Dinas.
(2) Koordinasi pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi keterpaduan penyusunan kebijakan,
pelaksanaan program kegiatan, pembinaan, pemberdayaan
pengembangan, pemantauan dan evaluasi.
(3) Keterpaduan, penyusunan rencana, program dan kegiatan di bidang
pembinaan KUMKM dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas
Instansi teknis terkait dan lembaga teknis lainnya.
BAB VII
KRITERIA KUMKM
Pasal 13
(1) Koperasi mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Badan usaha berbentuk badan hukum;
b. Memiliki modal sendiri dan atau modal luar;
c. Memiliki domisili hukum yang tetap;
d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun
tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar;
e. Kegiatan usahanya mengutamakan yang berhubungan langsung
dengan kepentingan dan peningkatan kesejahteraan anggota.
(2) Usaha Mikro mempunyai kriteria sebagai berikut :
16
a. Usaha produktif milik keluarga atau perorangan warga negara
Indonesia;
b. Memiliki kekayaan bersih sebanyak-banyaknya Rp. 10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah) tidak termasuk nilai tanah dan bangunan
tempat usaha;
c. Memiliki hasil penjualan tahunan sebanyak-banyaknya Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah);
(3) Usaha Kecil mempunyai kritertia sebagai berikut :
a. Milik warga negara Indonesia yang berusaha di daerah
b. Memiliki kekayaan bersih sebanyak-banyaknya Rp. 200.000.000,-
(dua ratus juta rupiah) tidak termasuk nilai tanah dan bangunan
tempat usaha;
c. Memiliki hasil penjualan tahunan sebanyak-banyaknya
Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah);
d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun
tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar;
e. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan
hukum atau badan usaha yang berbadan hukum.
(4) Usaha menengah mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Milik warga negara Indonesia yang berusaha di daerah;
b. Memiliki kekayaan bersih sebanyak-banyaknya Rp.
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) tidak termasuk nilai tanah
dan bangunan tempat usaha;
c. Memiliki hasil penjualan tahunan sebanyak-banyaknya
Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah)
17
d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun
tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar;
e. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan
hukum atau badan usaha yang berbadan hukum.
(5) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) Pasal ini, dapat diubah sesuai dengan perkembangan dan
pertumbuhan perekonomian di daerah, yang akan diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Bupati.
BAB VIII
KEGIATAN KUMKM
Pasal 14
(1) Kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh KUMKM diarahkan pada
bidang usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota
dan masyarakat.
(2) KUMKM dapat melakukan kegiatan usaha lain yang bersifat produktif
tetapi harus efisien, efektif, dan ekonomis.
(3) Koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam,
ketentuan pelaksanaan jasa/bunga mengacu pada suku bunga yang
berlaku di pasar dan ditetapkan melalui keputusan Rapat Anggota
Tahunan.
Pasal 15
(1) Koperasi yang melaksanakan usaha dan setiap tahun buku berjalan
memperoleh sisa hasil usaha yang pembagiannya diarahkan pada :
a. Dana cadangan;
b. Pembagian keuntungan menurut jasa simpanan dan jasa usaha;
18
c. Dana pendidikan;
d. Dana pembangunan daerah kerja;
e. Dana Pengurus;
f. Pengawas dan karyawan;
g. Dana Sosial.
(2) Persentase pembagian sisa hasil usaha di tetapkan dalam Anggaran
Dasar dan atau melalui Keputusan Rapat Anggota.
Pasal 16
(1) Kegiatan usaha yang dilakukan oleh KUMKM adalah kegiatan sektor
pertanian, perikanan, non pertanian, perdagangan, distribusi dan
aneka jasa.
(2) Pengembangan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pasal ini dapat dilakukan melalui jaringan usaha dan atau kemitraan.
BAB IX
KEMITRAAN
Pasal 17
(1) Kemitraan dalam rangka keterkaitan usaha oleh KUMKM,
dilaksanakan melalui pola yang sesuai dengan sifat dan tujuan usaha
yang dimitrakan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini,
dilaksanakan dengan pola:
a. Inti Plasma;
b. Sub kontrak
c. Perdagangan Umum
d. Waralaba
19
e. Keagenan
Pasal 18
(1) Pengusaha Menengah dan Pengusaha Besar dalam melaksanakan
kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan usaha di sektor
koperasi, usaha mikro, dan usaha kecil dalam wilayah kabupaten,
wajib bermitra dengan KUMKM setempat.
(2) Koperasi, usaha mikro, dan usaha kecil yang bermitra dengan
pengusaha menengah dan pengusaha besar harus melaporkan hasil
kegiatan usaha kemitraannya kepada Bupati melalui Dinas.
BAB X
KEWAJIBAN KUMKM
Pasal 19
(1) Setiap KUMKM wajib memiliki perlengkapan administrasi, didukung
oleh kantor dan perlengkapannya.
(2) Koperasi yang sudah berbadan hukum wajib melaksanakan RAT
setiap tahun sebagai pertanggungjawaban pengurus, yang
dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tutup tahun
buku berdasarkan undang-undang perkoperasian.
(3) Ketentuan ayat (2) tersebut di atas berlaku pula terhadap koperasi
cabang menyelenggarakan RAT pada tingkat cabang sebelum
pelaksanaan RAT pada kantor pusatnya.
(4) Untuk meningkatkan akuntabilitas Koperasi, Usaha Mikro, Usaha
Kecil dan Usaha Menengah dapat di audit oleh Akuntan Publik atau
Koperasi Jasa Audit.
(5) Koperasi yang memperoleh omzet paling banyak
Rp.1.000.000.000,- (1 milyar) dapat diaudit oleh Akuntan Publik
20
atau Koperasi Jasa Audit atau pejabat atau Tim yang melakukan
internal audit, dalam pemeriksaan laporan keuangan.
(6) Koperasi yang memperoleh hasil penjualan tahunan Rp.
1.000.000.000,-(satu milyar) ke atas dapat dilakukan audit oleh
Koperasi Jasa Audit atau Akuntan Publik atas dasar permintaan Rapat
Anggota.
(7) Koperasi wajib memelihara dan mematuhi petunjuk administrasi
organisasi, tatalaksana, administrasi perkantoran, administrasi usaha,
administrasi keuangan dengan tertib sesuai petunjuk dan pedoman
yang telah ditetapkan.
(8) Koperasi yang sudah berbadan hukum minimal 1 (satu) tahun dan
telah melaksanakan RAT wajib untuk diklasifikasi yang berlaku untuk
satu periode tertentu dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
(9) Koperasi, Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah wajib
memberikan laporan keuangan setiap 3 bulan utamanya yang
memperoleh fasilitas dari pemerintah, BUMN, Lembaga Keuangan,
Bank dan bukan Bank kepada Bupati melalui Dinas.
(10) Koperasi Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah yang akan
mengajukan pinjaman modal kerja maupun investasi harus
memperoleh rekomendasi kelayakan dari Bupati melalui Dinas.
BAB XI
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 20
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pengelolaan KUMKM
dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas dan Instansi teknis
terkait.
21
(2) Hasil pelaksanaan pengawasan dilaporkan kepada Bupati sebagai
bahan monitoring dan evaluasi.
(3) Tata cara dan persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini
diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB XII
KELEMBAGAAN KOPERASI
Bagian Pertama
Pembentukan
Pasal 21
(1) Koperasi dibentuk dalam rapat pembentukan koperasi dengan cara;
a. Koperasi primer dihadiri dan menyetujui pembentukannya
sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang anggota.
b. Koperasi sekunder yang dihadiri dan menyetujui pembentukannya
sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi yang berbadan hukum.
(2) Dalam hal yang diperlukan dalam pembentukan koperasi, atas
permohonan para pendiri koperasi dapat dihadiri oleh pejabat Dinas.
(3) Dalam rapat pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal
ini harus dipersiapkan anggaran dasar koperasi untuk dibahas dan
selanjutnya diperhadapkan kepada Pejabat Pembuat Akta Koperasi
(PPAK) untuk ditandatangani pertama kali oleh kuasa pendiri dan juga
sebagai pengurus.
Pasal 22
22
(1) Pembukaan kantor cabang koperasi atau yang melaksanakan usaha
simpan pinjam pada lintas Kabupaten/Kota didaftar pada Kantor
Dinas Propinsi setelah mendapat persetujuan dari Bupati melalui
Dinas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Koperasi yang melaksanakan usaha simpan pinjam tidak
diperkenankan menghimpun dana dari masyarakat kecuali simpanan
pokok, simpanan wajib, tabungan, dan simpanan berjangka dari
anggota, koperasi lain dan anggota koperasi lain.
(3) Koperasi yang melaksanakan usaha simpan pinjam dalam
menyalurkan pinjaman hanya diperkenankan kepada anggota,
koperasi lain dan anggota koperasi lain.
(4) Kelompok usaha mikro dan usaha kecil yang melakukan kegiatan
usaha simpan pinjam yang dibina oleh Instansi maupun Lembaga
Swadaya Masyarakat diharuskan mendaftar atau mencatatkan
kelompoknya kepada Bupati melalui Dinas.
(5) Kelompok usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) di atas bila telah memenuhi persyaratan mendirikan koperasi,
difasilitasi agar mengkoordinir kelompoknya membentuk koperasi atau
bergabung dalam koperasi yang sudah ada.
Pasal 23
Anggaran dasar yang telah dibahas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (3) dituangkan dalam Akta Pendirian Koperasi, yang memuat
sekurang-kurangnya :
a. Daftar nama para pendiri
b. Nama dan domisili
c. Landasan, asas dan prinsip
d. Maksud, tujuan dan bidang usaha
23
e. Keanggotaan
f. Rapat anggota
g. Pengurus
h. Pengawas
i. Penasehat
j. Pengelola usaha
k. Pembukuan
l. Permodalan
m. Jangka waktu berdirinya
n. Pembagian sisa hasil usaha
o. Sanksi
p. Pemekaran, penggabungan dan peleburan
q. Pembubaran dan penyelesaian
r. Perubahan anggaran dasar
s. Perubahan anggaran rumah tangga dan peraturan khusus.
Pasal 24
(1) Koperasi tidak boleh menggunakan nama yang telah dipakai secara
sah oleh koperasi atau mirip dengan nama koperasi lain atau
bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
(2) Nama koperasi harus didahului dengan kata “ Koperasi”.
(3) Ketentuan dengan pemakaian nama koperasi akan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedua
Pengurus Koperasi
Pasal 25
24
(1) Pengurus koperasi dipilih dari dan oleh anggota sedikit-dikitnya 3
(tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang dalam rapat
anggota.
(2) Pengurus koperasi dipilih untuk masa jabatan sedikit-dikitnya 3 (tiga)
tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun.
(3) Pengurus dilarang merangkap jabatan legislatif, jabatan struktural
maupun kepala Desa kecuali bagi koperasi yang dibentuk oleh
lingkungan khusus mereka sendiri atau koperasi yang tidak mendapat
fasilitas dana dari APBN/APBD.
(4) Pengurus dipilih dari mereka yang cakap dan professional, serta tidak
mempunyai hubungan keluarga dekat dengan pengurus lainnya dan
pengawas.
(5) Banyaknya jumlah pengurus dan lamanya masa kerja dituangkan
dalam Anggaran Dasar Koperasi.
(6) Hak, kewajiban dan kedudukan keuangan pengurus diatur dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi.
(7) Tata cara dan persyaratan pemilihan pengurus diatur dengan tata
tertib berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Koperasi.
Pasal 26
(1) Pengurus bertugas :
a. Mengelola koperasi dan usahanya;
b. Mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana
anggaran pendapatan dan belanja koperasi;
c. Menyelenggarakan rapat anggota;
d. Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas;
e. Memelihara buku daftar anggota, daftar Pengurus dan pengawas.
25
(2) Pengurus berwewenang :
a. Mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan;
b. Memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta
pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam anggaran
dasar;
c. Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan
koperasi sesuai dengan pertanggungjawaban dan Keputusan Rapat
Anggota.
Bagian Ketiga
Pengesahan Badan Hukum Koperasi
Pasal 27
(1) Para pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan pengesahan
Badan Hukum Koperasi secara tertulis kepada Bupati melalui Dinas.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini harus
dilengkapi dengan akta pendirian koperasi, berita acara rapat
pembentukan, rencana awal kegiatan usaha, bukti setoran modal dan
copy identitas pendiri.
(3) Khusus bagi koperasi simpan pinjam atau koperasi yang mempunyai
unit usaha simpan pinjam harus menyetor sejumlah uang ke rekening
koperasinya atau pengiriman sejumlah uang tertentu sebagai modal
usaha simpan pinjam yang besarnya sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 28
(1) Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian
disahkan oleh Bupati.
26
(2) Akta pendirian yang disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pasal ini, harus didaftarkan pada Dinas dengan menggunakan
nomor urut.
(3) Dalam hal koperasi belum mendapat pengesahan, para pendiri tidak
diperkenankan melakukan tindakan hukum dengan pihak ketiga.
Pasal 29
(1) Pengesahan akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (1), ditetapkan dalam waktu paling lama 40 (empat puluh) hari
sejak tanggal diterimanya secara lengkap permintaan pengesahan
tersebut.
(2) Dalam hal permintaan pengesahan ditolak, maka Kepala Dinas
harus memberitahukan alasan penolakan tersebut secara tertulis
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal
diterimanya permintaan pengesahan tersebut secara lengkap.
(3) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini, para pendiri
dapat mengajukan permintaan ulang kepada Bupati melalui Dinas
selambat-lambatnya 30 (tiga Puluh) hari kerja sejak tanggal
diterimanya penolakan.
(4) Bupati harus memberikan keputusan terhadap pengajuan permintaan
ulang selambat-lambatnya 40 (empat puluh) hari kerja sejak
diterimanya permintaan ulang pengesahan.
Bagian Keempat
Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 30
27
(1) Perubahan Anggaran Dasar koperasi menyangkut perubahan
bidang usaha, penggabungan atau pembagian koperasi harus
dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Anggota.
(2) Perubahan Anggaran Dasar diluar ketentuan pada ayat (1) Pasal
ini, dapat dilakukan oleh pengurus dan selanjutnya dilaporkan kepada
rapat anggota yang akan datang.
(3) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pasal ini, wajib dimintakan pengesahan kepada Bupati melalui Dinas.
(4) Perubahan Anggaran Dasar yang menyangkut nama koperasi,
tujuan dan permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini,
harus didaftarkan dan diumumkan.
(5) Dalam hal perubahan selain dimaksud pada ayat (3) dan (4) Pasal
ini,maka pelaksanaan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dapat
dilakukan dengan tidak harus mengubah atau mengganti isi Anggaran
Dasar secara keseluruhannya, tetapi cukup menyebutkan Pasal yang
perlu diubah dan dilaporkan perubahan tersebut kepada Bupati
melalui Dinas.
Bagian Kelima
Penggabungan, Pemekaran dan Peleburan
Pasal 31
(1) Satu koperasi atau lebih dapat menggabungkan diri dengan koperasi
lainnya menjadi satu koperasi atau meleburkan diri dengan koperasi
lain dan membentuk koperasi baru.
(2) Rencana penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Pasal ini, harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dalam
rapat anggota khusus dan sekaligus pembubaran koperasi.
28
(3) Tata cara penggabungan dan peleburan serta pembubaran
koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini, dilakukan
sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 32
(1) Pemekaran adalah pemisahan satu koperasi menjadi dua koperasi
dengan ketentuan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dalam
Rapat Anggota Khusus dan sekaligus pembubaran koperasi.
(2) Tata cara pemekaran dan pembubaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pasal ini, dilakukan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 33
(1) Peleburan Koperasi adalah penyatuan dari dua koperasi atau lebih
menjadi satu koperasi baru dengan ketentuan mendapat persetujuan
dalam Rapat Anggota Khusus dan sekaligus pembubaran koperasi.
(2) Tata cara peleburan dan pembubaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pasal ini, dilakukan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keenam
Pembubaran dan Penyelesaian
Pasal 34
(1) Pembubaran koperasi dapat dilakukan melalui Keputusan Rapat
Anggota atau Keputusan Bupati.
(2) Pembubaran koperasi melalui Keputusan Rapat Anggota, diatur lebih
lanjut dalam anggaran dasar koperasi yang bersangkutan.
29
(3) Pembubaran koperasi melalui Keputusan Bupati dapat dilakukan
apabila :
a. Koperasi tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan;
b. Koperasi melaksanakan kegiatannya bertentangan dengan
ketertiban umum dan kesusilaan;
c. Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
d. Koperasi tidak melakukan kegiatan usahanya secara konkrit
dan tidak menyelenggarakan rapat anggota tahunan 2 (dua) tahun
berturut-turut.
Pasal 35
(1) Penyelesaian terhadap pembubaran koperasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1 s/d 3), dilakukan oleh Tim Penyelesaian yang
anggotanya ditunjuk oleh Bupati atas usul Kepala Dinas.
(2) Selama proses penyelesaian berlangsung, koperasi yang dibubarkan
masih tetap ada dengan nama “Koperasi dalam Penyelesaian”.
(3) Tata cara dan Tim penyelesaian akan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Bupati.
Pasal 36
(1) Koperasi yang dinyatakan bubar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (1 s/d 3) dan masih memiliki kekayaan (Asset) dapat
diserahkan untuk dimanfaatkan kepada koperasi sejenis dan atau
koperasi lainnya.
(2) Tata cara penyerahan dan pemanfaatan asset koperasi yang bubar
akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Bupati.
30
BAB XIII
BENTUK BADAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
Pasal 37
(1) Badan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah didirikan dalam bentuk
usaha perorangan atau badan usaha.
(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, meliputi
badan usaha yang berbadan hukum dan badan usaha yang bukan
berbadan hukum.
(3) Pembentukan dan tata cara pendirian badan hukum usaha mikro,
usaha kecil dan menengah dilakukan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(4) Dalam hal usaha kecil dan menengah berbentuk badan usaha yang
bukan badan hukum, maka pembentukan dan tata cara pendiriannya
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(5) Ketentuan usaha kecil dan menengah sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) Pasal ini, tidak berlaku bagi usaha kecil informal dan
tradisional.
BAB XIV
DOKUMEN KOPERASI, USAHA MIKRO,
KECIL DAN MENENGAH
Pasal 38
(1) Setiap koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah yang berbentuk
badan usaha wajib memiliki dokumen usaha.
31
(2) Dokumen usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini,
meliputi dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
(3) Khusus dokumen kegiatan simpan pinjam bagi KSP dan USP Koperasi,
pengesahan Akte Pendirian dan Badan Hukum Koperasi berlaku
sebagai izin usaha, setelah memenuhi semua kewajiban atau
persyaratan berdasarkan ketentuan perundangan-undangan yang
berlaku.
Pasal 39
(1) Dokumen koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah, dapat
dialihkan ke dalam media informatika atau media lainnya sejak
dokumen itu dibuat atau diterima.
(2) Setiap pengalihan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pasal ini,
wajib dilegalisasi.
(3) Dokumen yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan (2) Pasal ini, dapat dimusnahkan kecuali ditentukan lain oleh
pengurus koperasi atau pimpinan usaha mikro, kecil dan menengah.
BAB XV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 40
(1) Selain Pejabat penyidik Umum, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
dikalangan pemerintah kabupaten diberi wewenang khusus sebagai
Penyidik untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Daerah ini berdasarkan Undang-Undang
Hukum Acara Pidana yang berlaku.
32
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam pasal
ini, adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan
atau laporan berkenaan dengan tindak pidana;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai
orang pribadi atau badan tenatang kebenaran perbuatan yang
dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumendokumen lain berkenaan dengan tindak pidana;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan-bahan
bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana;
g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
i. Menghentikan penyidikan;
j. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam pasal ini,
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikan kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang
33
diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 41
(1) Setiap orang atau Badan Hukum yang menyelenggarakan usaha
simpan pinjam tanpa izin usaha dari Pemerintah atau Pemerintah
Daerah sebagai mana dimaksud pada Pasal 38 ayat (3) diancam
dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan serta denda
paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah);
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pasal ini, Pemerintah Daerah dapat menetapkan sanksi
administratif kepada Koperasi, Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha
Menengah yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana
ditentukan dalam Peraturan Daerah ini atau dapat mencabut Badan
Hukum Koperasi yang bersangkutan dan Izin Operasional Usaha
Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah;
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain
adalah:
a. Teguran lisan
b. Teguran Tertulis;
c. Ganti Rugi / Denda;
d. Penurunan tingkat kesehatan koperasi simpan pinjam atau unit
simpan pinjam;
e. Penurunan klasifikasi koperasi;
f. Pencabutan izin operasional;
34
g. Pemberhentian sementara atau mencabut izin kegiatan usaha
kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor kas koperasi
simpan pinjam atau unit simpan pinjam.
(4) Pelaksanaan sanksi administratif lebih lanjut ditetapkan dalam
Peraturan Bupati.
BAB XVII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pasal 42
(1) Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara periodik oleh
Dinas dan dilaporkan kepada Bupati setiap 6 (enam) bulan.
(2) Dinas melaporkan perkembangan kelembagaan, keuangan dan usaha
KUMKM kepada Bupati.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati.
(2) Selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan
Daerah ini koperasi yang belum dan sudah berbadan hukum dan
Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah wajib menyesuaikan
berdasarkan Peraturan Daerah ini.
35
Pasal 44
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Selayar.
|