ABSTRAK: |
- a. bahwa dengan semakin meningkatnya pertambahan
penduduk serta pertumbuhan ekonomi dan
industri mengakibatkan teq'adinSra alih fungsi, dan
fragmentasi lahan pertaniaa pargan yarlg dapat
menurunkan daya dukung lahan dalam menjaga
kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;
b. bahwa pemerintah daerah sebagai daerah agraris perlu
menjamin penyediaan lahan pertanian pangan secara
berkelanjutan sebagai sumber pekeq'aan dan
penghidupan yang layak bagr kemanusiaan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, maka
perlu membentuk Peraturan Daera-h tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Palgan Berkelanjutan.
- 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republil; Indonesia Nomor 2043);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5068);
6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280);
7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
9. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308, Tambahan Lembaran Negara Rcpublik Indonesia Nomor 5613);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang
Indikasi Geografis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4763);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2009 tentang Perlindungan Wilayah Geografis Penghasil Produk Perkebunan Spesifik Lokasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4997);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Penetapan dan Alih Fungsi Laban Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5185);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012 tentang
Sistem Informasi Laban Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5283);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 tentang
Pembiayaan Perlindungan Laban Pertarsian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5288);
16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 80 Tahun 2013
tentang Kriteria dan Tata Cara Penilaian Petani Berprestasi Tinggi Pada Laban Pertanian Pangan Berkelanjutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1043);
17. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Nomor 249);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 4
Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun Anggaran 2010-2030 (Lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara Tah.un 2010 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 1);
· 19. Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 3
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Toraja Utara Tahun 2012-2032 (Lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara Tahun 2012 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara
Nomor 23);
,
'
20. Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 4
Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara Tahun 2016 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 61).
-
PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN.
BABI KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Perturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Toraja Utara.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas• luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
4. Bupati adalah Bupati Toraja Utara.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Derah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
6. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan
DPRD dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
7. Dinas adalah perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan di bidang pertanian.
..
8. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai
Perangkat Daerah.
9. Desa adalah Desa dan desa adat atau yang disebut dengan Lembang, selanjutnya disebut Lembang adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan hak asal-usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihonnati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
10. Angaran Pendapatan Dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui hersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
11. Lahan adalah bagian daratan dari pennukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.
12. Lahan Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian.
13. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan rakyat.
14. Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah lahan potensial yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan pada masa yang akan datang.
15. Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan.
16. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
s
17. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan/atau hamparan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
18. Pertanian Pangan adalah usaha manusia untuk mengelola lahan dan agroekosistem dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan serta kesejahteraan rakyat.
19. Kemandirian Pangan adalah kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup ditingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang didukung oleh sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal.
20. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
21. Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat menentukan kebijakan pangannya, yang menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem pertanian pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
22. Petani Pangan, yang selanjutnya disebut Petani,
adalah setiap warga negara Indonesia beserta keluarganya yang mengusahakan lahan untuk komoditas pangan pokok di lab.an pertanian pangan berkelanjutan.
23. Pangan Pokok adalah segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati, baik nabati maupun hewani, yang diperuntukkan sebagai makanan utama bagi konsumsi manusia.
24. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak badan hukum.
25. Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah perubahan fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan menjadi bukan lahan pertanian pangan berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara.
6
,.•
26. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata
ruang.
27. Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air
untuk menunjang pert.anian.
28. Pusat Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah pusat yang menyelenggarakan sistem informasi serta administrasi lahan pert.anianpangan berkelanjutan dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan pada lembaga pemerintah yang berwenang di bidang pertanahan.
29. Lahan Telantar adalah lahan yang sudah diberikan hak oleh negara berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuau pemberian hak atau dasar penguasaannya.
30. Bank Bagi Petani adalah badan usaha yang paling
rendah berbentuk lembaga keuangan mikro dengan sumber pembiayaan yang diprioritaskan berupa dana pemerintah dan pemerintah daerah sebagai stimulan, dana tanggung jawab sosial dan lingkungan badan usaha, serta dana masyarakat dalam rangka meningkatkan permodalan bank untuk kesejahteraan petani.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANO LINGKUP
Bagi.an Kesatu
Asas
Pasal 2
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diselenggarakan berdasarkan asas:
a. manfaat;
b. keberlanjutan dan konsistensi;
c. keterpaduan;
d. keterbukaan dan akuntabilitas;
e. kebersa.maan dan gotong-royong;
f. partisipasif;
g. keadilan;
h. keserasian,keselarasan, dan keseimbangan;
1. kelestarian lingkungan dan kearifan lokal;
j. desentralisasi;
k. tanggung jawab;
1. keragaman; dan
rn. sosial dan budaya.
7
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan diselenggarakan dengan tujuan:
a. melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
b. menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
c. mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;
d. melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani;
e. meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat;
f. meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani;
g. meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak;
h. mempertahankan keseimbangan ekologis; dan
i. mewujudkan revitalisasi pertanian.
Bagian Keempat
Ruang Lingkup
Pasal 4
Ruang lingkup perlindungan lab.an pertanian pangan berkelanjutan meliputi:
a. perencanaan dan penetapan;
b. pengembangan;
c. penelitian;
d. pemanfaatan;
e. pembinaan;
f. pengendalian;
g. pengawasan;
h. sistem informasi;
i. perlindungan dan pemberdayaan petani;
j. pembiayaan; dan
k. peran serta masyarakat.
Bagian Kelima
Jenis Lahan Pertanian
Pasal 5
Laban pertanian pangan yang ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat berupa:
8
a. lahan beririgasi;
b. lahan reklamasi; dan/atau c. lahan tidak beririgasi.
BAB III
PERENCANAAN DAN PENETAPAN
Bagi.an Kesa.tu
Umum
Pasal 6
Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan terhadap lahan pertanian pangan dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan yang berada di dalam atau di luar kawasan pertania.n pangan.
Pasal 7
(1) Laban pertanian pangan berkelanjutan pada kawasan pertanian pangan berkelanjutan atau di luar kawasan pertanian pangan berkelanjutan berada pada kawasan pedesaan dan/atau pada kawasan perkotaan di wilayah daerah.
(2) Wilayah kegiatan selain kegiatan pertanian pangan berkelanjutan di dalam kawasan pe:rtanian pangan ditetapkan dengan memperhitungkan luas kawasan dan jumlah penduduk.
Pasal 8
Apabila dalam wilayah daerah terdapat lahan pertanian pangan, lahan tersebut dapat ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk dilindungi.
Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal 9
(1) Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan berdasarkan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
(2) Perencanaan Iahan pertanian pangan berkelanjutan
dilakukan pada:
a. kawasan pertanian pangan berkelanjutan;
b. lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan
c. lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan.
(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
didasarkan pada:
g
a. pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan penduduk;
b. produktivitas lahan;
c. kebutuhan pangan lokal dan regional;
d. kcbutuhan dan ketersediaan lahan pertanian pangan; dan
e. pembentukan kelompok tani.
(4) Perencanaan kebutuhan dan ketersediaan lahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d,
dilakukan terhadap lahan pertanian pangan yang
sudah ada dan lab.an cadangan pangan.
(5) Lahan pertanian pangan yang sudah ada dan lahan cadangan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) didasarkan atas kriteria:
a. kesesuaian lahan;
b. infrastruktur;
c. penggunaan lab.an;
d. produktifitas lab.an; dan/ atau
e. luasan lahan tersedia.
Pasal 10
(1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dijadikan dasar untuk menyusun prediksi jumlah produksi, luas baku lahan, dan sebaran lokasi lab.an pertanian pangan berkelanjutan serta kegiatan yang menunjang.
(2) Perencanaan jumlah produksi merupakan perencanaan besarnya produksi berbagai jenis pangan pokok pada periode waktu tertentu di daerah.
(3) Perencanaan luas dan sebaran lokasi lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan perencanaan mengenai luas lahan cadangan, luas lahan yang ada, dan intensitas pertanaman pertanian pangan di daerah.
Pasal 11
(1) Perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan disusun berdasarkan hasil pemetaan lokasi yang memiliki potensi sebagai lahan pengembangan tanaman pangan.
(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. peren.canaan jangka panjang;
b. perencanaan jangka menengah; dan
c. perencanaan tahunan.
Pasal 12
(1) Perencanaan lab.an pertanian pangan berkelanjutan daerah, menjadi acuan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan kecamatan dan lembang/ kelurahan.
(2) Perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan daerah menjadi acuan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan lembang/kelurahan.
Pasal 13
(1) Perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan jangka panjang dan jangka menengah memuat analisis dan prediksi, sasaran, serta penyiapan luas lahan cadangan dan luas lahan baku.
(2) Perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan tahunan memuat sasaran produksi, luas tanam dan sebaran, serta kebijakan dan pembiayaan.
Pasal 14
(1) Perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan diawali dengan penyusunan usulan perencanaan oleh pemerintah daerah.
(2) Usulan perencanaan lahan pertanian pangan
berkelanjutan dilakukan berdasarkan: a. pemetaan dan penataan kawasan; b. inventarisasi potensi;
c. aksesibilitas; dan
d. sarana produksi pertanian.
Pasal 15
(1) Usulan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat ( 1) disebarkan kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan dan saran perbaikan.
(2) Tanggapan dan saran perbaikan dari masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) menjadi pertimbangan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
(3) Usulan perencanaan lahan pertanian pangan
berkelanjutan dapat diajukan oleh masyarakat untuk dimusyawarahkan dan dipertimbangkan bersama pemerintah lembang dan pemerintah daerah.
Pasal 16
(1) Inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a merupakan pendataan penguasaan, pemilik:an, penggunaan, pemanfaatan, atau pengelolaan hak atas tanah pertanian pangan.
(2) Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan dengan mengedepankan prinsip partisipatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bagian Ketiga
Penetapan
Pasal 17
Penetapan re1:1,cana perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah, dan Rencana Tahunan melalui Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
Pasal 18
Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan dengan penetapan:
a. kawasan pertanian pangan berkelanjutan;
b. lahan pertanian pangan berkelanjutan di dalam dan di luar kawasan pertanian pangan berkelanjutan; dan
c. lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan di
dalam dan di luar kawasan pertanian pangan berkelanjutan.
Pasal 19
(1) Penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a merupakan bagian dari penetapan reucana tata ruang kawasan perdesaan di wilayah kabupaten dalam rencana tata ruang daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar peraturan zonasi.
Pasal 20
(1) Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b
merupakan bagian dari penetapan dalam bentuk rencana detail tata ruang wilayah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.
Pasal 21
Penetapan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c merupakan bagian dari penetapan dalam bentuk rencana rinci tata ruang wilayah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
(1) Rencana perlindungan lahan pertanian pangan
berkelanjutan nasional yang sudah ditetapkan
menjadi acuan penyusunan perencanaan
perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan daerah,
(2) Rencana perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan provinsi yang sudah ditetapkan menjadi acuan penyusunan perencanaan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan daerah.
Pasal 23
(1) Penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan kabupaten diatur dalam peraturan daerah mengenai rencana tata ruang wilayah daerah.
(2) Penetapan kawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 24
( 1) Dalam hal suatu kawasan pertanian pangan berkelanjutan tertentu memerlukan perlindungan khusus, kawasan tersebut dapat ditet.apkan sebagai kawasan strategis nasional.
(2) Perlindungan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. luas kawasan pertanian pangan;
.,..
b. produktivitas kawasan pertanian pangan;
c. potensi teknis lahan;
d. keandalan infrastruktur; dan
e. ketersediaan sarana dan prasarana pertanian.
Pasal 25
(1) Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(2) Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan pada daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar peraturan zonasi untuk pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.
BAB IV
PENGEMBANGAN
Pasal 26
( 1) Pengembangan terhadap kawasan pertanian pangan berkelanjutan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan meliputi intensifikasi dan ekstensifikasi lahan.
(2) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), dilakukan oleh pemerintah daerah, masyarakat dan/a.tau korporasi yang kegiatan pokoknya di bidang agribisnis tanaman pangan.
(3) Korporasi yang dimaksud pada ayat (2) dapat berbentuk koperasi dan/atau perusahaan inti plasma dengan mayoritas sahamnya dikuasai oleh warga negara Indonesia..
(4) Dalam hal pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah daerah melakukan inventarisasi dan identifikasi.
Pasal 27
Intensifikasi kawasan pertanian pangan berkelanjutan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat ( 1) dilakukan dengan:
a. peningkatan kesuburan tanah;
b. peningkatan kualitas benih/bibit;
c. pendiversifikasian. tanaman pangan;
d. pencegahan dan penanggulangan ha.ma tanaman;
e. pengembangan irigasi;
f. pemanfaatan teknologi pertanian;
g. pengembangan inovasi pertanian;
h. penyuluhan pertanian; dan/ atau i. jaminan akses pennodalan.
Pasal 28
( 1) Ekstensifikasi kawasan pertanian pangan
berkelanjutan dan lahan pertanian pangan
berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) dilakukan dengan:
a. pencetakan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
b. penetapan lahan pertanian pangan menja.di lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan/ a.tau
c. pengalihan fungsi lahan non pertanian pangan
menjadi lahan pertanian pangan berkelanjutan.
(2) Ekstensifikasi kawasan pertanian pangan berkelanjutan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengembangan usaha agribisnis tanaman pangan.
(3) Pengalihan fungsi lahan non pertanian pangan menjadi lahan. pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf c terutama dilakukan terhadap tanah telantar dan tanah bekas kawasan hutan yang belum diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang• undangan.
(4) Tanah telantar dapat dialihfungsikan menjadi lahan
pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana
diinaksud pada ayat (2) apabila:
a. tanah tersebut telah diberikan hak atas tanahnya, tetapi sebagian atau seluruhnya tidak diusahakan, tidak dipergunakan, dan tidak dimanfaatkan sesuai dengan sifat dan tujuan pemherian hak; atau
b. tanah tersebut selama 3 (tiga) tahun atau lebih
tidak dimanfaatkan sejak tanggal pemberian hak diterbitkan.
(5) Tanah bekas kawasan hutan dapat dialihfungsikan
menjadi lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila:
a. tanah tersebut telah diberikan dasar penguasaan atas tanah, tetapi sebagian atau seluruhnya tidak dimanfaatkan sesuai dengan izin/keputusan/ surat dari yang berwenang dan tidak ditindaklanjuti dengan permohonan hak atas tanah; atau
b. tanah tersebut selama 1 (satu) tahun atau
lebih tidak dimanfaatkan sesuai dengan izin/
keputusan/surat dari yang berwenang.
15
(6) Tanah telantar dan tanah bekas kawasan hutan sebagaimana dimaksud oada ayat (3) dan ayat (4) diadministrasikan oleh pusat informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan pada lembaga yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang pertanahan.
(7) Kriteria penetapan, tata cara, dan mekanisme
pengambilalihan serta pendistribusian tan.ah telantar untuk pengembangan lahan pertanian pangan berkelanjutan diatur dengan Peraturan Bupati.
BABV
PENELITIAN Pasal 29
(1) Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan rlengan dukungan penelitian.
(2) Penelitia •1 sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
dilakukan oleh pemerintah daerah.
(3) Penelitian lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengembangan penganekaragaman pangan;
b. identifikasi dan pemetaan kesesuaian lahan;
c. pemetaan zonasi lahan pertanian pangan berkelanjutan;
d. inovasi pertanian;
e. fungsi agroklimatologi dan hidrologi;
f. fungsi ekosistem; dan
g. sosial budaya dan kearifan lokal.
(4) Lembaga penelitian dan/atau perguruan tinggi berperan serta dalam penelitian.
Pasal 30
Penelitian lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan terhadap lahan yang sudah ada maupun terhadap lahan cadangan untuk ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan.
Pasal 31
Hasil penelitian lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan informasi publik yang dapat diakses oleh petani dan pengguna lainnya melalui pusat informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
16
.�
BAB VI
PEMANFAATAN
Pasal 32
(1) Pemanfaatan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan dengan menjamin konservasi tanah dan air.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggungjawab terhadap pelaksanaan konservasi tanah dan air, yang meliputi:
a. perlindungan sumber daya tanah dan air;
b. pelestarian sumber daya tanah dan air.. c. pengelolaan kualitas tanah dan air; dan', d. pengendalian pencemaran.
(3) Pelaksanaan konservasi tanah dan air sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dan (2) dilakukan sesuai den.gan ketentuan peraturan perundang• undangan.
Pasal 33
( 1) Setiap orang yang memiliki hak atas tanah yang ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan berkewajiban:
a. memanfaatkan tanah sesuai peruntukan; dan
b. mencegah kerusakan irigasi.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berperan serta dalam:
a. menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah;
b. mencegah kerusakan lahan; dan
c. memelihara kelestarian lingkungan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
(5) Setiap orang yang memiliki hak atas tanah yang ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan, yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), dan menimbulkan akibat rusaknya lahan pertanian, wajib untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
17
BAB VII PEMBINAAN
Pasal 34
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan:
a. pembinaan setiap orang yang terikat dengan pemanfaatan lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan
b. perlindungan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi:
a. koordinasi perlindungan;
b. sosialisasi peraturan perundang-undangan;
c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi;
d. pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat;
e. penyebarluasan informasi kawasan. pertanian pangan berkelanjutan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan/ atau
f. peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB VIII
PENGENDALlAN
Bagian Kesa.tu
Umum
Pasal 35
(1) Pengendalian lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan secara terkoordinasi.
(2) Koordinasi pengendalian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Bupati.
Pasal 36
Pengendalian lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan oleh pemerintah daerah melalui pemberian:
a. insentif;
b. disinsentif;
c. mekanisme perizinan;
d. proteksi; dan
e. penyuluhan.
Bagian Kedua
Insentif dan Disinsentif
Pasal 37
Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a diberikan kepada petani berupa:
a. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan;
b. pengembangan infrastruktur pertanian;
c. pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul;
d. kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi;
e. penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian;
f. jaminan penerbitan sertifikat bidang tanah pertanian pangan melalui pendaftaran tanah secara sporadik dan sistematik; dan/ atau
g. penghargaan bagi petani berprestasi tinggi.
Pasal 38
Pemberian insentif diberikan kepada petani dengan mempertimbangkan:
a. jenis lahan pertanian pangan berkelanjutan;
b. kesuburan tanah;
c. luas tanam;
d. irigasi;
e. tingkat fragmentasi lahan;
f. produktivitas usaha tani;
g. lokasi;
h. kolektivitas usaha pertanian; dan/atau i. praktik usaha tani ramah lingkungan.
Pasal 39
Selain insentif pemerintah daerah dapat memberikan insentif lainnya sesuai dengan kewenangan masing• masing.
Pasal 40
Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b berupa pencabutan insentif dikenakan kepada petani yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40 diatur dalam Peraturan Bupati
Bagian Ketiga
Alih Fungsi
Pasal 42
( 1) Lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan.
(2) Dalam hal untuk kepentingan umum, lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dapat dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang• undangan.
(3) Pengalihfungsian lahan yang sudah ditetapkan sebagai
lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan syarat:
a. dilakukan kajian kelayakan strategis;
b. disusun rencana alih fungsi lahan;
c. dibebaskan kepemilikan halmya dari pemilik; dan
d. disediakan lahan pengganti terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dialihfungsikan.
(4) Dalam hal terjadi bencana sehingga pengalihan fungsi lahan untuk infrastruktur tidak dapat ditunda, persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b tidak diberlakukan.
(5) Penyediaan lahan pengganti terhadap lahan pertanian
pangan berkelanjutan yang dialihfungsik.an untuk infrastruktur akibat bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lama 12 (dua belas) bulan setelah alih fungsi dilakukan.
(6) Pembebasan kepemilikan hak atas tanah yang
dialihfungsikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan dengan pemberian ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 43
Selain ganti rugi kepada pemilik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (6), pihak yang mengalihfungsikan wajib mengganti nilai investasi infrastruktur.
( 1) Penyediaan lahan pengganti terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dialihfungsikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) huruf d dilakukan atas dasar kesesuaian lahan, dengan keteutuan sebagai berikut:
a. paling sedikit tiga kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan lahan beririgasi; dan
b. paling sedikit satu kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan lahan tidak beririgasi.
(2) Penyediaan lahan pertanian pangan sebagai pengganti lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) sudah harus dimasukkan dalam penyusunan Rencana Program Tahunan, Rencana Program Jangka Menengah maupun Rencana Program Jangka Panjang instansi terkait pada saat alih fungsi direncanakan.
(3) Penyediaan lahan pertanian pangan sebagai lahan
pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan:
a. pernbukaan lahan baru pada lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan;
b. pengalihfungsian lahan dari non pertanian ke pertanian sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan, terutama dari tanah telantar dan tanah bekas kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2); atau
c. penetapan lahan pertanian sebagai lahan
pertanian pangan berkelanjutan.
(4) Penyediaan lahan pengganti terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dialihfungsikan dilakukan dengan jaminan bahwa lahan pengganti akan dimanfaatkan oleh petani transmigrasi maupun non transmigrasi dengan prioritas bagi petani yang lahannya dialihfungsikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Untuk keperlua.n penyediaan lahan pengganti
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah melakukan inventarisasi lahan yang sesuai dan memelihara daftar lahan tersebut dalam suatu pusat informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Pasal 45
Segala kewajiban yang harus dilakukan dalam proses penggantian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44 menjadi tanggung jawab pihak
yang melakukan pengalihfungsian lahan . pertanian pangan berkelanjutan.
Pasal 46
Dalam hal terjadi keadaan memaksa yang mengakibatkan musnahnya dan/atau rusaknya lahan pertanian pangan berkelanjutan secara permanen, pemerintah daerah melakukan penggantian lahan pertanian pangan berkelanjutan sesuai kebutuhan.
Pasal 47
Lahan pengganti lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ditetapkan dengan Peraturan Daerah dalam hal lahan pengganti terletak di dalam satu kabupaten.
Pasal 48
(1) Segala bentuk perizinan yang mengakibatkan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan batal demi hukum, kecuali untuk kepentingan umum se.bagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2).
(2) Setiap orang yang melakukan alih fungsi tanah lahan pertanian pangan berkelanjutan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengembalikan keadaan tanah lahan pertanian pangan berkelanjutan ke keadaan semula.
(3) Setiap orang yang memiliki lahan pertanian pangan
berkelanjutan dapat mengalihkan kepemilikan lahannya kepada pihak lain dengan tidak mengubah fungsi lahan tersebut sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Pasal 49
( 1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat merusak irigasi dan infrastruktur lainnya serta mengurangi kesuburan tanah lahan pertanian pangan berkelanjutan.
(2) Setiap orang yang melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) wajib melakukan rehabilitasi.
Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihfungsian, nilai investasi infrastruktur, kriteria, luas lab.an yang
dialihfungsikan, ganti rugi pembebasan lahan dan penggantian lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 49 diatur dalarn Peraturan Bupati.
BAB IX
PENGAWASAN
Pasal 51
(1) Untuk menjamin tercapainya perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan pengawasan terhadap kinerja:
a. perencanaan dan penetapan;
b. pengern bangan;
c. pemanfaatan;
d. pembinaan; dan e. pengendalian.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
dilaksanakan secara berjenjang.
Pasal 52
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 meliputi:
a. pelaporan;
b. pemantauan; dan c. evaluasi
Pasal 53
(1) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
huruf a dilakukan secara berjenjang oleh:
a. pemerintahan desa/kelurahan kepada pemerintah daerah; dan
b. pemerintah daerah kepada pemerintah provinsi.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kinerja perencanaan dan penetapan, pengembangan, pembinaan dan pemanfaatan, serta pengendalian.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan informasi publik yang diumumkan dan dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang• undangan.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a disampaikan kepada DPRD dalam laporan tahunan.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1} huruf b disampaikan kepada DPRD provinsi dalam laporan tahunan.
Pasal 54
(1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b dan huruf c dilakukan dengan mengamati dan memeriksa laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) dengan pelaksanaan di lapangan.
(2) Apabila hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti terjadi penyimpangan, Bupati wajib mengambil Iangkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BABX SISTEM INFORMASI
Pasal 55
( 1) Pemerintah daerah menyelenggarakan sistem informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dapat diakses oleh masyarakat.
(2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi.
(3) Sistem informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan paling rendah memuat data lahan tentang:
a. kawasan pertanian pangan berkelanjutan;
b. lahan pertanian pangan berkelanjutan;
c. lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan;
dan
d. tanah telantar dan subyek haknya.
(4) Data lahan dalam sistem informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat informasi tentang:
a. fisik alamiah;
b. fisik buatan;
c. kondisi sumber daya manusia dan sosial ekonomi;
d. status kepemilikan dan/atau penguasaan;
e. luas dan lokasi lahan; dan
f. jenis komoditas tertentu yang bersifat pangan pokok.
(5) Informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan
sebagaimana diznaksud pada ayat (1) wajib disampaikan setiap tahun kepada DPRD oleh Bupati.
Pasal 56
(1) Penyebaran informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dilakukan sampai kecamatan dan lembang/kelurahan.
(2) Sistem informasi dan administrasi pertanahan lahan pertanian pangan berkelanjutan dikelola oleh pusat informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dikoordinasikan antar lembaga pemerintah di bidang pertanahan, lembaga pemerintah di bidang statistik, dan instansi pemerintah terkait lainnya.
Pasal 57
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56 diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB XI
PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI
Pasal 58
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melindungi dan memberdayakan petani, kelompok petani, koperasi petani, serta asosiasi petani.
Pasal 59
(1) Perlindungan petani sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 berupa pemberian jaminan:
a. harga komoditas pangan pokok yang menguntungkan;
b. rnemperoleh sarana produksi dan prasarana
pertanian;
c. pemasaran hasil pertanian pangan pokok;
d. pengutamaan basil pertanian pangan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat; dan/atau
e. ganti rugi akibat gagal panen.
(2) Perlindungan sosial bagi petani kecil merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem jaminan sosial nasional.
Pasal 60
Pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 meliputi:
a. penguatan kelembagaan petani;
b. penyuluhan dan pelatihan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia;
c. pemberian fasilitas sumber pembiayaan/permodalan;
d. pemberian bantuan kredit kepemilikan lahan pertanian;
e. pembentukan bank bagi petani;
f. pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan rumah tangga petani; dan/atau
g. pemberian fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi.
Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan dan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 sampai dengan Pasal 60 diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 62
( 1) Sejalan dengan pendirian bank bagi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf e dibentuk lembaga pembiayaan m.ikro di bidang pertanian di tingkat daerah;
(2) Sumber pembiayaan untuk pembentukan lembaga
pembiayaan mikro memanfaatkan:
a. dana dari pemerintah dan pemerintah daerah sebagai stimulan;
b. dana tanggung jawab sosial dan lingkungan dari
badan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/ atau
c. dana masyarakat.
BAB XII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 63
(1) Masyarakat berperan serta dalam perlindungan kawasan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara perorangan dan/atau berkelompok.
(3) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam tahapan:
a. perencanaan;
b. pengembangan;
c. penelitian;
d. pengawasan;
e. pemberdayaan petani; dan/atau
f. pembiayaan.
Pasal 64
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64 ayat (3) dilakukan melalui:
a. pemberian usulan perencanaan, tanggapan, dan saran perbaikan atas usulan perencanaan pemerintah dan pemerintah daerah provinsi clan pernerintah daerah dalam perencanaar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
b. pelaksanaan kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan dalam pengembangan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28;
c. penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3);
d. penyampaian laporan dan pemantauan terhadap kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53;
e. pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60;
f. pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dapat dilakukan dalam pengembangan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
g. pengajuan keberatan kepada pejabat berwenang
terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana lahan pertanian pangan berkelanjutan di wilayahnya; dan
h. pengajuan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Pasal 65
Dalam hal perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, masyarakat berhak:
a. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang
terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana lahan pertanian pangan berkelanjutan di wilayahnya; dan
b. mengajukan tuntutan pern.batalan izin dan
penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana lahan pertanian pangan berkelanjutan.
BAB XIII
SANKS! ADMINISTRATIF
Pasal 66
( 1) Setiap orang yang melanggar kewajiban atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, Pasal 42, Pasal 44 ayat (2), Pasal 53 ayat (3) dan ayat (4) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi lahan;
i. pencabutan insentif; dan/atau j. denda administratif.
(3) Setiap pejabat pemerintah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi dan besarnya denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIV PEMBIAYAAN
Pasal 67
( 1) Pembiayaan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dibebankan APBD.
(2) Pembiayaan perlindungan lahan pertanian pangan
berkelanjutan selain bersumber sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dapat diperoleh dari dana tanggung jawab sosial dan lingkungan dari badan usaha serta dana dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
(3) Ketentuan lebih Ian.jut mengenai pembiayaan
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Bupati.
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Toraja Utara.
|