Peraturan Daerah (PERDA) NO. 02, Lembaran Daerah Kota Ternate Tahun 2008 Nomor 11
Peraturan Daerah (PERDA) tentang Pengawasan dan Pengendalian Kayu Olahan Dalam Daerah Kota Ternate
ABSTRAK:
Bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan daerah dan masyarakat akan kayu olahan, perlu adanya pengawasan dan pengendalian yang optimal untuk menjamin azas pemanfaatan sumber daya hutan secara lestari dan berkesinambungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 pasal 18 ayat
(1) untuk membuktikan sahnya hasil hutan dan lebih dipenuhinya kewajibankewajiban pungutan negara yang didukung kepadanya sehingga dapat digunakan atau diangkut maka hasil hutan tersebut harus disertai dengan dokumen yang sah. untuk tertibnya peredaran dan pemanfaatan kayu olahan yang masuk dan keluar daerah kota ternate serta menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibidang kehutanan maka dipandang perlu diatur dengan sistem penataan yang baku berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b
dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengawasan dan Pengendalian Kayu Olahan dalam Daerah Kota Ternate.
Dasar Hukum Peraturan Daerah ini Terdiri Dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2007.
Peraturan Daerah ini Terdiri Dari 15 Pasal.
CATATAN:
Peraturan Daerah (PERDA) ini mulai berlaku pada tanggal 01 Maret 2008.
7 Halaman.
Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Kalimantan Selatan No. 1 Tahun 2008
Peraturan Daerah (PERDA) tentang Pengendalian Kebakaran Lahan Atau Hutan
ABSTRAK:
sumber daya alam lahan dan atau hutan, merupakan kekayaan alam yang bermanfaat sebagai penyangga ekosistem yang kondisinya terus menurun akibat eksploitasi serta kebakaran lahan dan atau hutan sehingga perlu dijaga kelestariannya dengan dikelola secara baik guna menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan,kebakaran lahan dan atau hutan merupakan suatu ancaman terhadap kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian ekologi, ekonomi, sosial dan budaya ,berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengendalian Kebakaran Lahan dan atau Hutan .
Dasar Hukum;Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo;Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 ;Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 ;Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 ;Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997;Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 ;Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 ;Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004;Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ;Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 ;Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 ;Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 ;Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 ;Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004;Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007;Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 ;Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2007 ;Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8
Tahun 2000 .
Peraturan Daerah Ini Mengatur Tentang;
Pengendalian Kebakaran Lahan dan atau Hutan, Dengan Sistematika Sebagai Berikut;
1,Ketentuan Umum
2.Ruang Lingkup
3.Pencegahan Kebakaran Lahan Dan Atau Hutan
4.Penanggulangan Kebakaran Lahan Dan Atau Hutan
5.Penanganan Pascakebakaran Lahan Dan Atau Hutan
6.Peningkatan Kesadaran Masyarakat
7.Pembinaan Dan Pengawasan
8.Penyidikan
9.Ketentuan Pidana
CATATAN:
Peraturan Daerah (PERDA) ini mulai berlaku pada tanggal 23 Januari 2008.
17
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Kolaka Nomor 17 Tahun 2007
Peraturan Daerah (PERDA) tentang Izin Pemanfaatan Kayu Pada Hutan Hak
ABSTRAK:
a. bahwa dengan ditetapkannya Undang –
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang
Retribusi Daerah yang memberikan
kewenangan Daerah untuk menggali potensi
daerah yang ada;
b. bahwa upaya pelaksanaan ketentuan lebih
lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan
Kawasan Hutan, maka perlu penyesuaian
dan pengaturan Izin Pemanfaatan Kayu Pada
Hutan Hak;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana di maksud sehubungan dengan
huruf a dan b tersebut, diatas maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Izin
Pemanfaatan Kayu pada Hutan Hak.
1. Undang - Undang Nomor 29 Tahun 1959,
tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II
di Sulawesi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1959 No. 74 Tambahan
Lembaga Negara No. 1822).
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, tentang
Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3699);
4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor167, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3888);
5. Undang-undang Npmor 18 tahun 1997 tentang
pajak Daerah dan Retribusi Daerah(Lembaran
Negara RI Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3685) sebagaimana
telah diubah dengan Undang – undang Nomor 34
Tahun 2000 (lembaran Negara RI Tahun 2000
Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 4048;
6. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4389);
7. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004,
tentang Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara RI.
Nomor 4437 )sebagaimana telah diubah
dengan Undang – undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang – undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan
Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang – undang Lembaran Negara RI
Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Lembaran Negara RI Nomor
4458);
8. Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004,
tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126 Tambahan
Lembaran Negara RI. Nomor 4438 );
9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3952 );
10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001,
tentang Retribusi daerah (lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4128);
11. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002,
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan
Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaga Negara
Republik Indonesia Indonesia Tahun 2002 No.
66, Tambahan Lembaga Negara RI Nomor.4206
);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2004,
tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4593);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007
tentang Tata Hukum dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hukum serta Pemanfaatan Hutan
(Lembaran Negara Ri Tahun 2007 nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4696);
15. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.26/Menhut-II/2005 tentang Pedoman
Pemanfaatan Hutan Hak;
16. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.51/Menhut-II/2006 sebagaimana telah di
rubah dengan Permenhut P.62/MenhutII/2006 tentang Penggunan Surat
Keterangan asal usul (SKAU) untuk
pengangkutan Hasil Hutan Kayu yang
berasal dari Hutan Hak;
17. Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 1990
Tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil
daerah di Lingkup Pemerintah kabupaten
Kolaka;
18. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor
4 Tahun 2000 tentang Kewenangan Daerah
Kabupaten Kolaka;
19. Peraturan Daerah Kabupaten kolaka Nomor
1 tahun 2004 tentang Pembentukan
Organisasi Perangkat Daerah dan Sekretariat
D{RD kabupaten Kolaka;
Dalam peraturan ini diatur tentang izin pemanfaatan kayu pada hutan hak dengan menetapkan batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Diatur mengenai kewenangan perizinan; persyaratan dan tatacara perizinan; tatacara penilaian permohonan dan pemberian izin; masa berlakunya izin; ketentuan pemungutan retribusi; pembinaan dan pengawasan; ketentuan pidana serta penyidikan
CATATAN:
Peraturan Daerah (PERDA) ini mulai berlaku pada tanggal 14 April 2007.
25
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Luwu Timur No. 10 Tahun 2007
Peraturan Daerah (PERDA) tentang Izin Pemanfaatan Hutan HAK
ABSTRAK:
a. bahwa guna meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, perorangan maupun badan usaha dibidang kehutanan sebagaimana yang terkandung dalam jiwa otonomi daerah maka perlu adanya pengaturan Izin Pemanfaatan Hutan Hak di wilayah Kabupaten Luwu Timur;
b. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a diatas maka dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Pemanfaatan Hutan Hak.
1. Undang–undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
2. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);
3. Undang–undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara Propinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4270);
4. Undang–undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perpu Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4401);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3696);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan Hutan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4452);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 147, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4453);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Repuplik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4696);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.26/Menhut–II/2006 tentang
Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak;
13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.51/Menhut–II/2006 tentang
Pengunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) untuk Pengangkutan Hasil
Hutan Yang Berasal Dari Hutan Hak;
14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.55/Menhut-II/2006 tentang
Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Hutan Negara;
15. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.62/Menhut–II/2006 tentang
Perubahan Peraturan Menrti Kehutanan Nomor : P.51/Menhut-II/ 2006
tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) untuk Pengangkutan
Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak;
16. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.63/Menhut–II/2006 tentang
Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.55/Menhut–II/2006 tentanng Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal Dari Hutan Negara;
17. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.33/Menhut-II/2007 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51/Menhut- II/2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal-Usul (SKAU) untuk
Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak.
PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN HAK.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud ialah :
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Timur.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Luwu Timur.
3. Bupati adalah Bupati Luwu Timur.
4. Dinas Kehutanan adalah Dinas Kehutanan Kabupaten Luwu Timur.
5. Kepala Dinas Kehutanan adalah Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Luwu Timur.
6. Badan Pengelola Keuangan daerah adalah Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten
Luwu Timur.
7. Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah
Kabupaten Luwu Timur.
8. Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah, yang lazim disebut hutan rakyat yang diatasnya didominasi oleh pepohonan dalam suatu ekosistem yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota.
Tujuan Izin Pemanfaatan Hutan Hak :
1. Untuk Pengaturan, Pembinaan, Pengendalian, Pemanfaatan Hutan Hak dalam rangka mewujudkan usaha dalam bidang Kehutanan.
2. Untuk pemberian Petunjuk dan Cara Izin Pemanfaatan Hutan Hak dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat serta Daerah.
Pasal 3
Ruang Lingkup Hutan Hak adalah Hutan tanaman yang berada di Luar Kawasan Hutan Negara yang telah dibebani hak milik sah atau titel hak sesuai ketentuan yang berlaku dan berada di wilayah Kabupaten Luwu Timur.
BAB II
P E R I Z I N A N Pasal 4
(1) Setiap pemanfaatan kayu dari Hutan Hak harus mendapat izin dari Bupati.
(2) Untuk mendapatkan izin pemanfaatan kayu dari Hutan Hak harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati Luwu Timur dengan tembusan Dinas Kehutanan Kabupaten Luwu Timur, Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan rekomendasi dari
Kepala Desa dan Camat setempat serta bukti kepemilikan.
(4) Bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
a. Sertifikat Hak Milik, atau Leter C, atau Girik atau surat keterangan lain yang diakui oleh
Badan Pertanahan Nasional sebagai dasar kepemilikan lahan. b. Sertifikat Hak Pakai.
c. Surat atau dokumen lainnya yang diakui sebagai bukti penguasaan tanah atau bukti kepemilikan lainnya.
Pasal 5
Pihak pemohon dan Instansi Terkait bersama–sama Pemerintah setempat melakukan inventarisasi tegakan dan volume dengan memperhatikan kondisi topografi pada areal yang dimohon dan memberi batas yang jelas tentang areal yang dapat dieksploitasi.
Pasal 6
(1) Intensitas inventarisasi dan cruising untuk hutan milik dilakukan seratus persen.
(2) Biaya pelaksanaan inventarisasi dan pembuatan batas tersebut di atas dibebankan pada pemohon.
(3) Standar biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 7
Hasil Inventarisasi dibuat dalam bentuk laporan dan berita acara pemeriksaan (BAP).
Pasal 8
Berdasarkan laporan hasil inventarisasi dimaksud Pasal 6 dan pasal 7 untuk volume kayu diatas
50 meter kubik , Kepala Dinas Kehutanan memberikan Pertimbangan Teknis kepada Bupati untuk menerbitkan izin pemanfaatan kayu tanah milik atau menolak permohonan.
Pasal 9
Izin Pemanfaatan kayu Yang dikeluarkan sebagaimana dimaksud Pasal 8 diberikan untuk melaksanakan penebangan, pengumpulan kayu bulat, pengangkutan dan pemanfaatannya serta penanaman kembali areal bekas penebangan.
(1) Setiap pengangkutan kayu hasil tebangan dari hutan hak harus diberi tanda tok KR pada bontos kayu oleh Petugas Dinas Kehutanan.
(2) Pengangkutan kayu bulat dan kayu olahan dengan menggunakan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) yang diterbitkan oleh Kepala Desa setelah dilakukan pemeriksaan oleh Dinas Kehutanan.
Pasal 11
Izin yang diberikan tidak dapat digunakan sebagai jaminan bank dan tidak dapat dipindah tangankan dalam bentuk apapun.
Pasal 12
(1) Izin pemanfaatan yang diberikan pada masing – masing pemohon berdasarkan luasan kepemilikan dan disesuaikan dengan rencana lokasi penebangan dan target produksi tiap kecamatan.
(2) Jangka waktu pemberian izin dapat diperpanjang apabila kewajiban – kewajiban yang ditetapkan telah dipenuhi dengan ketentuan potensi tegakan masih memungkinkan untuk
dieksploitasi.
Pasal 13
(1) Izin diterbitkan oleh Bupati dan diberikan kepada pemilik hutan hak.
(2) Bupati menerbitkan izin dengan volume perizinan di atas 50 meter kubik kayu bulat atau diatas meter kubik kayu olahan.
(3) Kepala Dinas Kehutanan atas nama Bupati dapat menerbitkan izin dengan volume di
bawah 50 meter kubik kayu bulat atau di bawah 25 meter kubik kayu olahan.
Pasal 14
Pemanfaatan kayu pada areal hutan hak harus memperhatikan aspek lingkungan berupa bahaya erosi, longsor dan banjir.
BAB III
KEWAJIBAN DAN LARANGAN PEMBERIAN IZIN Pasal 15
Kepada pemegang izin diwajibkan :
a. Sebelum melakukan eksploitasi pemegang izin diwajibkan membuat persemaian atau penyiapan sejumlah bibit sesuai dengan luas areal hutan hak yang akan dieksploitasi atau ditebang.
b. Pemegang izin diwajibkan menanami kembali areal yang telah dieksploitasi atau ditebang dengan jarak tanam sesuai dengan ketentuan hutan hak.
c. Jenis tanaman yang akan ditanam pada bekas tebangan disesuaikan dengan kondisi lahan
dan tempat tumbuh.
Pasal 16
(1) Semua kayu hasil tebangan dari areal yang diberikan izin harus dibuatkan Laporan Hasil
Produksi oleh pemegang izin yang diteliti dan disahkan oleh petugas Kehutanan.
(2) Kayu hasil tebangan yang dimaksud ayat (1) pasal ini harus dilengkapi dengan surat keterangan yang sah sesuai ketentuan yang berlaku untuk dapat digunakan atau diangkut
ke tempat lain (industri hulu dan hilir).
Pasal 17
Terhadap semua kayu hasil tebangan dari areal diberikan izin dikenakan Sumbangan Pihak
Ketiga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
PASAL 18
Kepada pemegang izin dilarang :
a. Menebang atau memungut kayu melebihi target dan waktu yang telah ditentukan. b. Memungut atau menerima kayu dari luar areal yang telah ditentukan.
c. Menebang pohon pada areal yang dilindungi yaitu tepi jurang dan kiri kanan sungai selebar
25 meter dari tepi sungai dan sekitar tepi atau air dan wilayah yang telah ditetapkan untuk tidak boleh ditebang sesuai hasil inventarisasi.
d. Penebangan dilakukan secara selektif dengan ketentuan pohon yang diameternya dibawah
15 cm dilarang ditebang.
Pasal 19
(1) Pemegang izin setiap bulan wajib membuat Laporan Hasil Produksi (LHP) dan Laporan
Mutasi Kayu Bulat (LMKB).
(2) Pemegang izin setiap bulan wajib melunasi pembayaran Retribusi Perizinan sesuai ketentuan yang berlaku.
(3) Pemegang izin wajib mempekerjakan tenaga kerja setempat dengan upah yang wajar dan disepakati kedua belah pihak.
Pasal 20
(1) Retribusi Perizinan hasil produksi sebesar Rp. 5.500 (lima ribu lima ratus rupiah) per m3 untuk kayu bulat dan 11.000 (sebelas ribu rupiah) Per m3 untuk kayu olahan.
(2) Bagi pemegang izin diwajibkan untuk membayar lunas Retribusi Perizinan sesuai dengan hasil produksi.
(3) Besarnya Retribusi Perizinan didasarkan pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kayu yang dilaksanakan oleh petugas kehutanan beserta pemegang izin.
(4) Bukti pembayaran Sumbangan Pihak Ketiga dan BAP menjadi dasar untuk terbitnya surat
angkutan kayu (SKAU).
BAB IV
SANKSI ADMINISTRASI Pasal 21
Terhadap pemegang izin yang tidak memenuhi ketentuan – ketentuan di bawah ini dikenakan sanksi sebagai berikut :
a. Bagi yang melanggar Pasal 18 huruf b, c dan d serta Pasal 19 Peraturan ini dikenakan
pencabutan surat izin.
b. Bagi yang melanggar Pasal 16 Peraturan ini dikenakan sanksi penangguhan proses pelayanan administrasi.
c. Bagi yang terlambat dalam pembayaran Sumbangan Pihak Ketiga dikenakan sanksi penghentian pelayanan surat angkutan kayu.
BAB V KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 22
(1) Selain Penyidik POLRI, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Kehutanan.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima,mencari, mengumpulkan dan menerima keterangan dan laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang kehutanan .
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang kehutanan.
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang kehutanan.
d. Memeriksa Buku-buku, catatan-catatan atau dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang kehutanan.
e. Melakukan penggeledahan, untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka tugas penyidikan tindak pidana di bidang kehutanan.
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkaan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang
atau dokumen yang dibawah sebagaimana dimaksud pada huruf e.
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang kehutanan.
i. Memanggil seseorang untuk didengar keteragannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
j. Menghentikan penyidikan.
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang kehutanan menurut hukum yang dapat di pertanggung jawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB VI KETENTUAN PIDANA Pasal 23
(1) Pelanggaran terhadap Pasal 4 ayat (1) Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 24
Kepala Dinas Kehutanan, Camat dan Kepala Desa bertanggung jawab melakukan pengendalian dan pengawasan operasional lapangan pelaksanaan kegiatan secara rutin dengan berpedoman pada ketentuan teknis yang berlaku.
Pasal 25
Kepala Dinas Kehutanan wajib melakukan pemantauan secara berkala terhadap dampak yang ditimbulkan akibat penebangan hutan hak serta melaporkan hasilnya kepada Bupati.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 26
Hal – hal yang belum diatur dalam Peraturan ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur dan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan atau Keputusan Bupati.
Pasal 27
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur.
CATATAN:
Peraturan Daerah (PERDA) ini mulai berlaku pada tanggal 10 September 2007.
7
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Tasikmalaya Nomor 8 Tahun 2007
Peraturan Daerah (PERDA) tentang Izin Pemanfaatan Kayu
ABSTRAK:
Sebagaimana dalam pasal 17 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemamfaatan Hutan disebutkan bahwa Pemamfaatan Hutan dapat dilakukan melalui Kegiatan Pemamfaatan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu. Dan berdasarkan Penjelasan Umum pada alinea ketiga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemamfaatan Hutan disebutkan bahwa dalam kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dan penggunaan kawasan hutan dengan status pinjam pakai dapat diterbitkan Izin Pemamfaatan Kayu / Izin Pemamfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dengan menggunakan ketentuan-ketentuan izin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu atau bukan kayu pada hutan alam sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan melaksanakan kewenangan atas prakarsa sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakat dan potensi daerah. Sehingga, dipandang perlu menetapkan Izin Pemanfaatan Kayu yang diatur dalam Peraturan Daerah.
UU No.27 Tahun 1959; UU No.5 Tahun 1960; UU No.8 Tahun 1981; UU No.5 Tahun 1990; UU No.24 Tahun 1992; UU No.20 Tahun 1997; UU No.23 Tahun 1997; UU No.41 Tahun 1999; UU No.32 Tahun 2004; UU No.33 Tahun 2004; PP No.61 Tahun 1996; PP No.25 Tahun 2000; PP No.20 Tahun 2001; PP No.39 Tahun 2001; PP No.52 Tahun 2001; PP No.34 Tahun 2002; PP No.35 Tahun 2002; PP No.8 Tahun 2003; PP No.44 Tahun 2004; PP No.45 Tahun 2004; PP No.6 Tahun 2007; Perda Kab.Kutai Kartanegara No.8 Tahun 1999; Perda Kab.Kutai Kartanegara No.27 Tahun 2000; Perda Kab.Kutai Kartanegara No.39 Tahun 2000.
Dalam peraturan daerah ini diatur tentang Izin Pemanfaatan Kayu dengan menetapkan bahasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Diatur tentang ketentuan umum, asas dan tujuan, areal izin pemungutan kayu, izin pemungutan kayu, pemanfaatn hasil hutan kayu, peredaran hasil hutan kayu, kewajiban pemegang izin, pembinaan, pengawasan dan pengendalian, hapusnya izin, ketentuan penyidikan, ketentuan pidana, ketentuan lain-lain, ketentuan penutup.
CATATAN:
Peraturan Daerah (PERDA) ini mulai berlaku pada tanggal 24 Januari 2007.
15 hlm
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Hulu Sungai Utara No. 6 Tahun 2007
Kehutanan dan Perkebunan;Perizinan, Pelayanan Publik
2007
Peraturan Daerah (PERDA) NO. 6, LD.2007/NO.6
Peraturan Daerah (PERDA) tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 36, 47, 48, 49 Dan 50 Tahun 2001 Yang Mengatur Perizinan Pemanfaatan / Pemungutan Hasil Hutan Kayu Dan Bukan Kayu Pada Hutan Produksi Alam Dan Hutan Milik
ABSTRAK:
bahwa sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan Pemerintah Pusat dalam bidang kehutanan, dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2001 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, dan kemudian dipertegas dengan Surat Edaran Menteri Kehutanan Nomor 2038/ MenhutVI/2001, maka untuk adanya kepastian hukum terhadap pengaturan perizinan sektor kehutanan perlu mencabut Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara yang mengatur Perizinan
Pemanfaatan/Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Bukan Kayu;bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang PencabutanPeraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 36, 47, 48, 49 dan 50 tahun 2001 yang mengatur tentang Perizinan Pemanfaatan/ Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Bukan Kayu pada Hutan Produksi Alam dan Hutan Milik.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959;Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997;Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997;Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999;Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004;Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004;Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004;Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988;Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002;Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/MenhutII/2005;Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Utara Nomor 5 Tahun 1992;Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 19 Tahun 2000.
Peraturan Daerah ini Mengatur Tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 36, 47, 48, 49 Dan 50 Tahun 2001 Yang mengatur Perizinan Pemanfaatan / Pemungutan Hasil Hutan Kayu Dan Bukan Kayu Pada Hutan Produksi Alam Dan Hutan Milik.
CATATAN:
Peraturan Daerah (PERDA) ini mulai berlaku pada tanggal .
6 Halaman
Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 5 Tahun 2007
Peraturan Daerah (PERDA) tentang Pengelolaan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa
ABSTRAK:
Bahwa Taman Hutan Raya Nipa-Nipa yang terletak pada wilayah administrasi Kota Kendari dan Kabupaten Konawe yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 289 Tahun 1995, berdasarkan Pasal 3 Ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi, merupakan Kewenangan
Provinsi. Bahwa untuk melaksanakan kewenangan di atas serta dalam rangka optimalisasi pembangunan pengembangan, pemeliharaan dan pemanfaatan taman hutan raya dimaksud perlu diatur dalam Peraturan Daerah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu membentuk Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara tentang Pengelolaan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa.
UU No. 13 Tahun 1964; UU No. 5 Tahun 1990; UU No. 41 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah tentang UU No. 19 Tahun 2004; UU No. 10 Tahun 2004; UU No. 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005; PP No. 18 Tahun 1994; PP No. 62 Tahun 1998; PP No. 68 Tahun 1998; PP No. 7 Tahun 1999; PP No. 8 Tahun 1999; PP No. 25 Tahun 2000; PP No. 45 Tahun 2004; PP No. 6 Tahun 2007; Keppres No. 32 Tahun 1990; Perda No. 5 Tahun 2000; Perda No. 5 Tahun 2005.
perda ini mengatur tentang KETENTUAN UMUM, FUNGSI POKOK KEHIDUPAN, PENGELOLAAN, KELEMBAGAAN, PERIZINAAN, KOLABORASI, PENYELESAIAN SENGKETA PENGELOLAAN TAHURA NIPA-NIPA, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN, PEMBIAYAAN, KETENTUAN PERALIHAN, KETENTUAN PENUTUP.
CATATAN:
Peraturan Daerah (PERDA) ini mulai berlaku pada tanggal .
28
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Tapanuli Tengah No. 3 Tahun 2007
Peraturan Daerah (PERDA) NO. 03, LD.2007/NO.03 TLD NO.01
Peraturan Daerah (PERDA) tentang PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI
ABSTRAK:
a. bahwa untuk melindungi hutan dari kerusakan yang
disebabkan adanya penebangan pohon secara tidak
terkendali dengan menggunakan gergaji rantai, maka
perlu dilakukan pengendalian terhadap gergaji rantai
baik penjualan, pemilikan dan penggunaannya;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a
di atas perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Penjualan, Pemilikan dan Penggunaan Gergaji Rantai ;
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Di Sulawesi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1822) ;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 184,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2043 ) ;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3419 ) ;
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 658, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3888);
7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4548);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang
Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah di Bidang
Kehutanan kepada Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 106, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3769) ;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999 tentang
Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3862) ;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi
sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3952) ;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengolahan Hutan,
Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4206) ;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4453);
14. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung ;
15. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1995 tentang
Penjualan, Pemilikan dan Penggunaan Gergaji Rantai ;
16. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 531/KptsII/1995 tentang Pelaksanaan Penjualan, Pemilikan dan
Penggunaan Gergaji Rantai ;
17. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
05.1/Kpts/II/2000 tentang Kriteria Standar Perizinan
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dan Perizinan
Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi Alam ;
18. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 31 Tahun 2001
tentang Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan;
19. Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 7 Tahun
2002 tentang Pengelolaan Hutan Rakyat Dalam Wilayah
Kabupaten Selayar (Lembaran Daerah Kabupaten Selayar
Tahun 2002 Nomor 14);
20. Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 4 Tahun
2003 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah
Kabupaten Selayar sebagai Daerah Otonom ( Lembaran
Daerah Kabupaten Selayar Tahun 2003 Nomor 9);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 2 Tahun
2006 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Dinas-dinas Daerah Kabupaten Selayar
(Lembaran Daerah Kabupaten Selayar Tahun 2006
Nomor 2);
Penjual gergaji rantai hanya dapat menjual gergaji rantainya kepada :
a. Badan yang telah memperoleh hak atau izin menebang kayu dari pejabat
yang berwenang yaitu :
1. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
2. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI)
3. Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK).
b. Pemegang izin usaha industri/kerajinan kayu yang menggunakan gergaji
rantai untuk memotong kayu di industrinya.
c. Instansi Pemerintah yang karena tugas dan fungsinya sewaktu-waktu
menebang kayu yaitu :
1. Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Lingkungan Hidup
2. BUMN Departemen Pertanian
3. BUMN Departemen Kehutanan
4. Instansi Pemerintah lainnya yang bergerak di bidang Kehutanan.
d. Perorangan yang memiliki hutan milik dan atau kelompok pada wilayah
hutan kemasyarakatan.
CATATAN:
Peraturan Daerah (PERDA) ini mulai berlaku pada tanggal 30 Maret 2017.
18 halaman
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat