ABSTRAK: |
- a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang
luas, nyata dan bertanggung jawab, dan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, maka Pemerintah Daerah perlu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian daerah serta memperkuat struktur permodalan guna mendorong pertumbuhan perekonomian serta meningkatkan sumber-sumber pendapatan asli daerah;
b. bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian daerah dan pemupukan sumber-sumber pendapatan daerah, diperlukan usaha nyata Pemerintah Daerah untuk mendorong peningkatan pergerakan perekonomian dan produktivitas sektor riil/perusahaan dengan melakukan penyertaan modal Pemerintah Daerah pada pihak ketiga;
c. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 75 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada huruf b dibentuk dengan peraturan daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Barru tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Pada Pihak Ketiga;
- 1. Pasal 8 ayat 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tk. II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1822);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan
Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1962
Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2387);
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4250);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4286);
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara .Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
9. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4724);
10. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4756);
11. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
12. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
13. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang
Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3718);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4855);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4614);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112);
22. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 9 Tahun 1991 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Daerah Tingkat II Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Tingkat II Barru Tahun 1992 Nomor 4 Seri D);
23. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 4 Tahun 1997 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Setia Karya Kabupaten Dati II Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 1997 Nomor 12 seri D);
24. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008 Nomor 24, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barru Nomor 1);
25. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008 Nomor 29, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barru Nomor 6);
26. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Perlindungan Investasi (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2009 Nomor 1);
27. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2009 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barru Nomor 11);
- PERATURAN DAERAH TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH PADA PIHAK KETIGA
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Barru.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Bupati adalah Bupati Barru
6. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah.
7. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disebut BUMD adalah
Perusahaan Daerah dan bentuk badan hukum lainnya dari Badan Usaha
Milik Daerah.
8. Perseroan Terbatas Bank Sulawesi Selatan dan Barat disingkat PT. Bank
Sulselbar.
9. Perusahaan Daerah adalah perusahaaan yang modalnya untuk
seluruhnya atau sebagian berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan.
10. Perusahaan Daerah Air Minum adalah Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Kabupaten Barru.
11. Badan Pengawas adalah Badan Pengawas Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Kabupaten Barru.
12. Modal Daerah adalah kekayaan Daerah yang belum dipisahkan baik berwujud uang maupun barang yang dapat dinilai dengan uang seperti tanah, bangunan, mesin-mesin, inventaris, surat-surat berharga, fasilitas dan hak-hak lainnya.
13. Modal dasar adalah modal yang ditetapkan sebagai penyertaan modal
Pemerintah Daerah kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pada saat
Peraturan Daerah ini ditetapkan.
14. Penyertaan Modal Daerah adalah pengalihan kepemilikan kekayaan Daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal daerah pada Pihak Ketiga.
15. Pihak Ketiga adalah kementerian/Lembaga Pemerintah Non-Departemen
atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan hukum, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Yayasan, dan lembaga di dalam negeri lainnya yang berbadan hukum.
16. Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham-saham.
17. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD, adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Barru yang merupakan suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD.
BAB II MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud penyertaan modal daerah adalah sebagai upaya Pemerintah Daerah
untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian daerah serta menambah dan memupuk sumber-sumber pendapatan asli daerah dengan menyertakan kekayaan daerah pada pihak ketiga.
Pasal 3
(1) Penyertaan modal daerah pada pihak ketiga bertujuan untuk:
a. peningkatan kesejahteraan masyarakat;
b. penambahan dan pemupukan sumber-sumber pendapatan asli daerah;
c. pertumbuhan dan perkembangan ekonomi;
d. penyerapan tenaga kerja;
e. pendapatan masyarakat; dan f. pemenuhan modal dasar.
(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam
penyertaan modal daerah pada pihak ketiga dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi efektif, efisien, transparan, akuntabilitas, dan saling menguntungkan.
BAB III
PRINSIP PENYERTAAN MODAL
Pasal 4
(1) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, maka APBD dapat digunakan untuk penyertaan modal (investasi) daerah pada pihak ketiga.
(2) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, maka penyertaan modal dapat dialokasikan melalui Anggaran Pembiayaan Daerah.
(3) Penyertaan modal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam rangka:
a. pendirian, pengembangan, dan peningkatan kinerja badan usaha
milik provinsi/daerah atau swasta atau badan hukum lainnya yang dimiliki provinsi/daerah atau swasta; dan/atau
b. menghasilkan pendapatan daerah, meningkatkan kesejahteraan, dan pelayanan kepada masyarakat.
(4) Penyertaan modal daerah pada pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa uang dan/atau barang milik daerah yang dapat dinilai dengan uang yang belum dipisahkan dari kekayaan Pemerintah Daerah.
(5) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa
barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
BAB IV PENYERTAAN MODAL
Pasal 5
Dalam rangka mewujudkan pertumbuhan perekonomian daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pemerintah Daerah menyertakan modalnya dalam bentuk uang dan/atau barang pada PDAM, Perusahaan Daerah Setia Karya, dan PT. Bank Sulselbar.
Pasal 6
(1) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah yang telah disetor kepada PDAM dari Tahun Anggaran 2002 sampai dengan Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 46.057.171.000,00 (Empat Puluh Enam Milyar Lima Puluh Tujuh Juta Seratus Tujuh Puluh Satu Ribu Rupiah)
(2) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah yang telah disetor kepada
Perusahaan Daerah Setya Karya dari Tahun Anggaran 2002 sampai
dengan Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 700.000.000,00 (Tujuh Ratus
Juta Rupiah)
(3) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah yang telah disetor kepada PT Bank Sulselbar dari Tahun Anggaran 2005 sampai dengan Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 14.610.000.000,00 (Empat Belas Milyar Enam Ratus Sepuluh Juta Rupiah)
Pasal 7
(1) Setiap melakukan Penyertaan Modal Daerah pada Badan Usaha Milik
Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(2) Penyertaan Modal Daerah dananya dianggarkan dalam APBD.
BAB V
AKUNTANSI, PELAPORAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 8
(1) Perusahaan Daerah yang menerima penyertaan modal daerah
diwajibkan untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Bupati setiap tahun berupa laporan kinerja dan ikhtisar laporan keuangan Perusahaan Daerah.
(2) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan oleh Bupati kepada DPRD.
Pasal 9
Akuntansi pengelolaan dengan penyertaan modal daerah dilaksanakan oleh
lembaga akuntan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 10
(1) Pelaporan dan pertanggungjawaban dana penyertaan modal daerah
pada pihak ketiga, harus disampaikan oleh pihak ketiga kepada Bupati secara periodik.
(2) Pelaporan dan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak terpisah dengan dana-dana yang dikelola pihak ketiga selain dana penyertaan modal daerah.
(3) Pelaporan dan pertanggungjawaban secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VI
PENGAWASAN, PEMBINAAN, DAN PENGENDALIAN
Pasal 11
(1) Bupati melakukan pembinaan teknis dan pengendalian terhadap pelaksanaan penyertaan modal daerah pada pihak ketiga.
(2) Dalam hal melakukan pembinaan teknis dan pengendalian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Bupati dibantu oleh Tim Pembina dan
Pengendali.
(3) Tim Pembina dan Pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 12
(1) Dalam hal penyertaan modal daerah dalam bentuk pendirian dan/atau penanaman modal pada perseroan/badan usaha, Bupati dapat
menunjuk pejabat yang duduk dalam Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Bupati dapat menunjuk pejabat yang duduk dalam Dewan Pengawas
BUMD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Bupati dapat menunjuk Pejabat secara berkelanjutan untuk mengikuti
pelaksanaan kontrak manajemen, kontrak produksi, kontrak bagi keuntungan, kontrak bagi hasil usaha, dan kontrak bagi tempat usaha.
(4) Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), wajib menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada Bupati paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan.
(5) Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh Bupati.
BAB VII
BAGI HASIL USAHA
Pasal 13
(1) Seluruh keuntungan/pendapatan dari laba atas pelaksanaan penyertaan modal daerah pada pihak ketiga yang menjadi hak Pemerintah Daerah, disetorkan ke kas Daerah.
(2) Keuntungan/laba sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimasukkan pada pendapatan/penerimaan daerah pada tahun anggaran berikutnya.
(3) Ketentuan mengenai tata cara penyetoran keuntungan/laba sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 14
Penyertaan modal daerah yang sudah disetor sebelum ditetapkannya
Peraturan Daerah ini dinyatakan sah sebagai penyertaan modal daerah.
Pasal 15
Dalam hal terjadi perubahan bentuk Perusahaan Daerah/Perseroan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini, penyertaan modal tetap berlaku dan
dianggap sah.
Pasal 16
(1) Penyertaan modal daerah pada pihak ketiga yang dilaksanakan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap berlaku.
(2) Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, maka penyertaan modal daerah yang sudah dianggarkan dalam APBD dan belum direalisasikan, maka ketentuan, tata cara, dan aturan pelaksanaannya disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.
BAB IX KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan diatur dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 18
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Barru.
|