PERATURAN DAERAH TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH PADA PIHAK KETIGA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Barru. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 5. Bupati adalah Bupati Barru 6. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah. 7. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disebut BUMD adalah Perusahaan Daerah dan bentuk badan hukum lainnya dari Badan Usaha Milik Daerah. 8. Perseroan Terbatas Bank Sulawesi Selatan dan Barat disingkat PT. Bank Sulselbar. 9. Perusahaan Daerah adalah perusahaaan yang modalnya untuk seluruhnya atau sebagian berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan. 10. Perusahaan Daerah Air Minum adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Barru. 11. Badan Pengawas adalah Badan Pengawas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Barru. 12. Modal Daerah adalah kekayaan Daerah yang belum dipisahkan baik berwujud uang maupun barang yang dapat dinilai dengan uang seperti tanah, bangunan, mesin-mesin, inventaris, surat-surat berharga, fasilitas dan hak-hak lainnya. 13. Modal dasar adalah modal yang ditetapkan sebagai penyertaan modal Pemerintah Daerah kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pada saat Peraturan Daerah ini ditetapkan. 14. Penyertaan Modal Daerah adalah pengalihan kepemilikan kekayaan Daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal daerah pada Pihak Ketiga. 15. Pihak Ketiga adalah kementerian/Lembaga Pemerintah Non-Departemen atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan hukum, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Yayasan, dan lembaga di dalam negeri lainnya yang berbadan hukum. 16. Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham-saham. 17. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD, adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Barru yang merupakan suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud penyertaan modal daerah adalah sebagai upaya Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian daerah serta menambah dan memupuk sumber-sumber pendapatan asli daerah dengan menyertakan kekayaan daerah pada pihak ketiga. Pasal 3 (1) Penyertaan modal daerah pada pihak ketiga bertujuan untuk: a. peningkatan kesejahteraan masyarakat; b. penambahan dan pemupukan sumber-sumber pendapatan asli daerah; c. pertumbuhan dan perkembangan ekonomi; d. penyerapan tenaga kerja; e. pendapatan masyarakat; dan f. pemenuhan modal dasar. (2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam penyertaan modal daerah pada pihak ketiga dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi efektif, efisien, transparan, akuntabilitas, dan saling menguntungkan. BAB III PRINSIP PENYERTAAN MODAL Pasal 4 (1) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, maka APBD dapat digunakan untuk penyertaan modal (investasi) daerah pada pihak ketiga. (2) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, maka penyertaan modal dapat dialokasikan melalui Anggaran Pembiayaan Daerah. (3) Penyertaan modal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam rangka: a. pendirian, pengembangan, dan peningkatan kinerja badan usaha milik provinsi/daerah atau swasta atau badan hukum lainnya yang dimiliki provinsi/daerah atau swasta; dan/atau b. menghasilkan pendapatan daerah, meningkatkan kesejahteraan, dan pelayanan kepada masyarakat. (4) Penyertaan modal daerah pada pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa uang dan/atau barang milik daerah yang dapat dinilai dengan uang yang belum dipisahkan dari kekayaan Pemerintah Daerah. (5) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan. BAB IV PENYERTAAN MODAL Pasal 5 Dalam rangka mewujudkan pertumbuhan perekonomian daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pemerintah Daerah menyertakan modalnya dalam bentuk uang dan/atau barang pada PDAM, Perusahaan Daerah Setia Karya, dan PT. Bank Sulselbar. Pasal 6 (1) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah yang telah disetor kepada PDAM dari Tahun Anggaran 2002 sampai dengan Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 46.057.171.000,00 (Empat Puluh Enam Milyar Lima Puluh Tujuh Juta Seratus Tujuh Puluh Satu Ribu Rupiah) (2) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah yang telah disetor kepada Perusahaan Daerah Setya Karya dari Tahun Anggaran 2002 sampai dengan Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 700.000.000,00 (Tujuh Ratus Juta Rupiah) (3) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah yang telah disetor kepada PT Bank Sulselbar dari Tahun Anggaran 2005 sampai dengan Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 14.610.000.000,00 (Empat Belas Milyar Enam Ratus Sepuluh Juta Rupiah) Pasal 7 (1) Setiap melakukan Penyertaan Modal Daerah pada Badan Usaha Milik Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (2) Penyertaan Modal Daerah dananya dianggarkan dalam APBD. BAB V AKUNTANSI, PELAPORAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN Pasal 8 (1) Perusahaan Daerah yang menerima penyertaan modal daerah diwajibkan untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Bupati setiap tahun berupa laporan kinerja dan ikhtisar laporan keuangan Perusahaan Daerah. (2) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Bupati kepada DPRD. Pasal 9 Akuntansi pengelolaan dengan penyertaan modal daerah dilaksanakan oleh lembaga akuntan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 (1) Pelaporan dan pertanggungjawaban dana penyertaan modal daerah pada pihak ketiga, harus disampaikan oleh pihak ketiga kepada Bupati secara periodik. (2) Pelaporan dan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpisah dengan dana-dana yang dikelola pihak ketiga selain dana penyertaan modal daerah. (3) Pelaporan dan pertanggungjawaban secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB VI PENGAWASAN, PEMBINAAN, DAN PENGENDALIAN Pasal 11 (1) Bupati melakukan pembinaan teknis dan pengendalian terhadap pelaksanaan penyertaan modal daerah pada pihak ketiga. (2) Dalam hal melakukan pembinaan teknis dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati dibantu oleh Tim Pembina dan Pengendali. (3) Tim Pembina dan Pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Bupati. Pasal 12 (1) Dalam hal penyertaan modal daerah dalam bentuk pendirian dan/atau penanaman modal pada perseroan/badan usaha, Bupati dapat menunjuk pejabat yang duduk dalam Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Bupati dapat menunjuk pejabat yang duduk dalam Dewan Pengawas BUMD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Bupati dapat menunjuk Pejabat secara berkelanjutan untuk mengikuti pelaksanaan kontrak manajemen, kontrak produksi, kontrak bagi keuntungan, kontrak bagi hasil usaha, dan kontrak bagi tempat usaha. (4) Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), wajib menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada Bupati paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan. (5) Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh Bupati. BAB VII BAGI HASIL USAHA Pasal 13 (1) Seluruh keuntungan/pendapatan dari laba atas pelaksanaan penyertaan modal daerah pada pihak ketiga yang menjadi hak Pemerintah Daerah, disetorkan ke kas Daerah. (2) Keuntungan/laba sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimasukkan pada pendapatan/penerimaan daerah pada tahun anggaran berikutnya. (3) Ketentuan mengenai tata cara penyetoran keuntungan/laba sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 14 Penyertaan modal daerah yang sudah disetor sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini dinyatakan sah sebagai penyertaan modal daerah. Pasal 15 Dalam hal terjadi perubahan bentuk Perusahaan Daerah/Perseroan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini, penyertaan modal tetap berlaku dan dianggap sah. Pasal 16 (1) Penyertaan modal daerah pada pihak ketiga yang dilaksanakan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap berlaku. (2) Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, maka penyertaan modal daerah yang sudah dianggarkan dalam APBD dan belum direalisasikan, maka ketentuan, tata cara, dan aturan pelaksanaannya disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 18 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Barru.
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat