Undang-undang (UU) NO. 12, LN.2022/No.120, TLN No.6792, jdih.setneg.go.id: 58 hlm.
Undang-undang (UU) tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
ABSTRAK:
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kekerasan seksual belum optimal dalam memberikan pencegahan, pelindungan, akses keadilan, dan pemulihan, belum memenuhi kebutuhan hak korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual, serta belum komprehensif dalam mengatur mengenai hukum acara. Selain itu kekerasan seksual bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan serta mengganggu keamanan dan ketenteraman masyarakat, sehingga perlu membentuk Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28G ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
UU ini mengatur mengenai Pencegahan segala bentuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual; Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Hak Korban; koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan kerja sama internasional agar Pencegahan dan Penanganan Korban kekerasan seksual dapat terlaksana dengan efektif. Selain itu, diatur juga keterlibatan Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemulihan Korban agar dapat mewujudkan kondisi lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 09 Mei 2022.
Substansi dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual bertujuan untuk: 1) mencegah segala bentuk kekerasan seksual; 2) menangani, melindungi, dan memulihkan Korban; 3) melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku; 4) mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual; dan 5) menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual secara cepat, terpadu, dan terintegrasi.
Undang-undang (UU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
ABSTRAK:
Untuk menjamin kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia dalam melaksanakan kekuasaan negara, terutama di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang, Kejaksaan Republik Indonesia harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak mana pun.
Dasar hukum PP ini adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU Nomor 16 Tahun 2004.
UU ini mengatur mengenai perubahan dan penambahan beberapa pasal dalam UU Nomor 16 Tahun 2004. Kejaksaan dalam menjalankan fungsinya yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman dilaksanakan secara merdeka, yang diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri, dan Cabang Kejaksaan Negeri. Jaksa Agung merupakan Penuntut Umum tertinggi dan pengacara negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pemulihan aset, Kejaksaan berwenang melakukan kegiatan penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 2021.
Pada Kejaksaan dapat ditugaskan aparatur sipil negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, atau pejabat lain yang tidak menduduki jabatan Jaksa, serta diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap Jaksa memperoleh gaji, tunjangan, dan hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembentukan - Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Palembang - Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Banjarmasin - Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Mataram - Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Manado
Undang-undang (UU) tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Palembang, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Banjarmasin, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Mataram, dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Manado
ABSTRAK:
Luasnya wilayah pelayanan hukum dan dengan adanya pembentukan provinsi baru, wilayah hukum Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (TUN) Jakarta yang semula 6 (enam) provinsi menjadi 8 (delapan) provinsi, pengadilan Tinggi TUN Medan yang semula 8 (delapan) provinsi menjadi 10 (sepuluh) provinsi, dan Pengadilan Tinggi TUN Surabaya yang berjumlah 6 (enam) provinsi serta untuk meningkatkan pelayanan hukum kepada masyarakat dan demi tercapainya penyelesaian perkara secara sederhana, cepat, dan biaya ringan, perlu membentuk Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Palembang, Pengadilan Tinggi TUN Banjarmasin, Pengadilan Tinggi TUN Mataram, dan Pengadilan Tinggi TUN Manado.
Dasar hukum PP ini adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, dan Pasal 24A ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU Nomor 5 Tahun 1986.
UU ini mengatur mengenai pembentukan empat Pengadilan Tinggi TUN di: 1) Palembang yang berkedudukan di kota Palembang, 2) Banjarmasin yang berkedudukan di kota Banjarmasin, 3) Mataram yang berkedudukan di kota Mataram, dan 4) Manado yang berkedudukan di kota Manado.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 2021.
Ketentuan mengenai pemindahan personel, penyerahan aset dan dokumen, penyediaan sarana dan prasarana, serta anggaran untuk Pengadilan Tinggi TUN Palembang, Pengadilan Tinggi TUN Banjarmasin, Pengadilan Tinggi TUN Mataram, dan Pengadilan Tinggi TUN Manado ditetapkan oleh Mahkamah Agung.
Undang-undang (UU) tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Papua Barat, Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau, Pengadilan Tinggi Sulawesi Barat, dan Pengadilan Tinggi Kalimantan Utara
ABSTRAK:
Dengan terbentuknya Provinsi Papua Barat, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Sulawesi Barat, dan Provinsi Kalimantan Utara, serta untuk meningkatkan pelayanan hukum kepada masyarakat dan demi tercapainya penyelesaian perkara secara sederhana, cepat, dan biaya ringan, perlu membentuk Pengadilan Tinggi di Ibu Kota Provinsi Papua Barat, di Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau, di Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat, dan di Ibu Kota Provinsi Kalimantaan Utara.
Dasar hukum PP ini adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, dan Pasal 24A ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU Nomor 2 Tahun 1986.
UU ini mengatur mengenai pembentukan empat pengadilan tinggi di Papua Barat yang berkedudukan di Manokwari, Kepulauan Riau yang berkedudukan di Tanjung Pinang, Sulawesi Barat yang berkedudukan di Mamuju, dan Kalimantan Utara yang berkedudukan di Tanjung Selor. Daerah hukum Pengadilan Tinggi Papua Barat meliputi wilayah Provinsi Papua Barat. Daerah hukum Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau meliputi wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Daerah hukum Pengadilan Tinggi Sulawesi Barat meliputi wilayah Provinsi Sulawesi Barat. Daerah hukum Pengadilan Tinggi Kalimantan Utara meliputi wilayah Provinsi Kalimantan Utara.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 2021.
Ketentuan mengenai pemindahan personel, penyerahan aset dan dokumen, penyediaan sarana dan prasarana, serta anggaran untuk Pengadilan Tinggi Papua Barat, Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau, Pengadilan Tinggi Sulawesi Barat, dan Pengadilan Tinggi Kalimantan Utara ditetapkan oleh Mahkamah Agung.
Pembentukan - Pengadilan Tinggi Agama Bali - Pengadilan Tinggi Agama Papua Barat - Pengadilan Tinggi Agama Kepulauan Riau - Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Barat - Pengadilan Tinggi Agama Kalimantan Utara
Undang-undang (UU) tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Bali, Pengadilan Tinggi Agama Papua Barat, Pengadilan Tinggi Agama Kepulauan Riau, Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Barat, dan Pengadilan Tinggi Agama Kalimantan Utara
ABSTRAK:
Dengan terbentuknya Provinsi Bali, Provinsi Papua Barat, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Sulawesi Barat, dan Provinsi Kalimantan Utara, serta untuk meningkatkan pelayanan hukum kepada masyarakat dan demi tercapainya penyelesaian perkara secara sederhana, cepat, dan biaya ringan, perlu membentuk Pengadilan Tinggi Agama di Ibu Kota Provinsi Bali, di Ibu Kota Provinsi Papua Barat, di Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau, di Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat, dan di Ibu Kota Provinsi Kalimantaan Utara.
Dasar hukum PP ini adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, dan Pasal 24A ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU Nomor 7 Tahun 1989.
UU ini mengatur mengenai pembentukan lima pengadilan tinggi agama di Provinsi Bali yang berkedudukan di Denpasar, Papua Barat yang berkedudukan di Manokwari, Kepulauan Riau yang berkedudukan di Tanjung Pinang, Sulawesi Barat yang berkedudukan di Mamuju, dan Kalimantan Utara yang berkedudukan di Tanjung Selor.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 2021.
Ketentuan mengenai pemindahan personel, penyerahan aset dan dokumen, penyediaan sarana dan prasarana, serta anggaran untuk Pengadilan Tinggi Agama Bali, Pengadilan Tinggi Agama Papua Barat, Pengadilan Tinggi Agama Kepulauan Riau, Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Barat, dan Pengadilan Tinggi Agama Kalimantan Utara ditetapkan oleh Mahkamah Agung.
Hukum Acara dan PeradilanKetatanegaraan, Kenegaraan
Status Peraturan
Mengubah
UU No. 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang
UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
Undang-undang (UU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi
ABSTRAK:
Beberapa ketentuan dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah beberapa kali diubah yaitu dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan dengan UU Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Perpu Nomor I Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi UU sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan sehingga perlu diubah.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24C, dan Pasal 25 UUD 1945; dan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang.
UU ini mengatur mengenai beberapa perubahan dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 yaitu antara lain terkait dengan pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, persyaratan menjadi hakim konstitusi, pemberhentian hakim konstitusi, batas usia pensiun hakim konstitusi.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 29 September 2020.
Hak Asasi ManusiaHukum Acara dan PeradilanHukum Pidana, Perdata, dan DagangTindak Pidana Korupsi, Pencegahan Korupsi
Status Peraturan
Dicabut sebagian dengan
UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014
Undang-undang (UU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
ABSTRAK:
1. Jaminan perlindungan terhadap saksi dan korban memiliki peranan penting dalam proses peradilan pidana sehingga dengan keterangan saksi dan korban yang diberikan secara bebas dari rasa takut dan ancaman dapat mengungkap suatu tindak pidana;
2. untuk meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu juga diberikan perlindungan terhadap saksi, pelaku, pelapor, dan saksi.
Pasal 1 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28G, Pasal 28I, dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
1. Penguatan kelembagaan LPSK, antara lain peningkatan sekretariat menjadi sekretariat jenderal dan pembentukan dewan penasihat;
2. penguatan kewenangan LPSK;
3. perluasan subjek perlindungan;
4. perluasan pelayanan perlindungan terhadap korban;
5. peningkatan kerja sama dan kordinasi antarlembaga;
6. pemberian penghargaan dan penanganan khusus yang diberikan terhadap saksi pelaku;
7. mekanisme penggantian anggota LPSK antar waktu;
8. perubahan ketentuan pidana, termasuk tindak pidana yang dilakukan oleh korporsi.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2014.
Undang-undang (UU) tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
ABSTRAK:
bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
bahwa untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan pelindungan khusus, terutama pelindungan hukum dalam sistem peradilan;
bahwa Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip pelindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan pelindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum;
bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara komprehensif memberikan pelindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28G, dan Pasal 28I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635);
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5248).
1. DIVERSI
2. ACARA PERADILAN PIDANA ANAK
3. PETUGAS KEMASYARAKATAN
4. PIDANA DAN TINDAKAN
5. PELAYANAN, PERAWATAN, PENDIDIKAN,
PEMBINAAN ANAK, DAN PEMBIMBINGAN KLIEN ANAK
6. ANAK KORBAN DAN ANAK SAKSI
7. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
8. PERAN SERTA MASYARAKAT
9. KOORDINASI, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI
10. SANKSI ADMINISTRATIF
11. KETENTUAN PIDANA
12. KETENTUAN PERALIHAN
13. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 30 Juli 2014.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668).
Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan proses Diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan Diversi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman register perkara anak diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hak Anak Korban dan Anak Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia;
bahwa negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan;
bahwa pengaturan mengenai bantuan hukum yang diselenggarakan oleh negara harus berorientasi pada terwujudnya perubahan sosial yang berkeadilan;
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5), dan Pasal 34 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
pengertian Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum, hak dan kewajiban Penerima Bantuan Hukum, syarat dan tata cara permohonan Bantuan Hukum, pendanaan, larangan, dan ketentuan pidana.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 02 November 2011.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara verifikasi dan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran dana Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) kepada Pemberi Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah.
Undang-undang (UU) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 29 Oktober 2017.
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat