ABSTRAK: |
- Menimbang :a.bahwa usaha peternakan merupakan salah satu usaha perekonomian yang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat untuk dapat mendorong terwujudnya Bone yang Mandiri, Berdaya Saing dan Sejahtera;
b.bahwa usaha peternakan di Kabupaten Bone harus dilaksanakan secara tertib, aman, sehat, serta tidak mengganggu lingkungan sekitarnya, sehingga perlu dilakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian secara terpadu dan berkesinambungan;
c.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Perizinan dan Pendaftaran Usaha Peternakan
- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah -daerah Tingkat II di Sulawesi ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang• Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
3. Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Petemakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Petemakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 338, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5619);
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik ( Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5038);
5. Undang- undang Nomor 32 Tahun 201199 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
( Lembaran Negara republic Indonesia Tahun 2009 Nomor
140. Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun
2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan
Kesejahteraan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5356);
7. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 404/kpts/OT.210/6/
2002 tentang Pedoman Perizinan dan Pendaftaran Usaha
Petemakan;
8. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
46/Permentan-210/8/2015 tentang Pedoman Budidaya Sapi
Potong yang baik;
9. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
31/Permentan/OT.140/2/2014 tentang Pedoman Budidaya
ayam pedaging dan ayam petelur yang baik;
10. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
102/Permentan/OT.140/7/2014 tentang Pedoman
Pembibitan Kambing dan Domba yang baik;
11. Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 26/Perrnentan
/HK.140/4/2015 tentang Syarat, Tata Cara dan Standar Operasional Prosedur Pemberian Rekomendasi Tehnis Iizin usaha dibidang Pertanian dalam rangka penanaman modal;
12. Peraturan Daerah Kabupaten Bone Nomor 7 Tahun 2016 tentang Urusan Pemerintah Daerah ( Lembaran Daerah Kabupaten Bone Tahun 2016 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bone Nomor 5);
13. Peraturan Bupati Bone Nomor 41 Tahun 2016 tentang
Pedoman Budidaya temak sapi;
- Menetapkan : PERATURAN BUPATI BONE TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Bone
2. Bupati adalah Bupati Bone.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bone.
4. Dinas Petemakan adalah oragnisasi perangkat daerah yang menangani urusan pemerintahan daerah bidang petemakan.
5. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat DPMPTSP adalah Dinas yang menangani urusan
perizinan, penanaman modal dan pelayanan terpadu di Kabupaten Bone.
6. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bone selanjutnya disebut Satpol
PP adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat di Daerah.
7. Izin Usaha Petemakan yang selanjutnya disingkat IUP adalah izin tertulis yang diberikan oleh Bupati untuk memberikan hak melakukan usaha peternakan.
8. Izin Perluasan Usaha yang selanjutnya disingkat IPU adalah izin yang diberikan oleh Bupati untuk melakukan penambahan jenis dan/atau jumlah temak dalamjumlah tertentu bagi pemilik IUP.
9. Pendaftaran Usaha Petemakan adalah pendaftaran usaha petemakan yang dilakukan oleh Bupati terhadap usaha petemakan rakyat.
10. Tanda Pendaftaran Petemakan Rakyat yang selanjutnya disingkat TPPR
adalah pendaftaran Petemakan Rakyat yang diberikan untuk melakukan
Usaha Petemakan.
11. Temak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa dan basil ikutannya yang
terkait dengan petemakan.
12. Petemak adalah perorangan warga Negara Indonesia atau koorporasi yang
melakukan usaha petemakan.
13. Petemakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya
fisik, benih, bibit dan/ atau bakalan, pakan, alat dan mesin petemakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya.
14. Usaha Petemakan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perorangan atau badan usaha yang melaksanakan kegiatan untuk menghasilkan temak bibit, ternak potong, telur, susu serta usaha
menggemukkan suatu temak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya.
15. Perusahaan Petemakan adalah orang perseorangan atau korporasi, baik
yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengelola usaha petemakan dengan kriteria dan skala tertentu.
16. Petemakan Rakyat adalah usaha petemakan yang diselenggarakan
sebagai usaha sampingan yang jumlah maksimum kegiatannya untuk tiap jenis temak.
1 7. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleb izin usaha dan/atau kegiatan.
18. Surat Pemyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut SPPL adalah pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatannya di luar usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL.
19. Budidaya adalah kegiatan untuk memproduksi basil temak dan basil
ikutannya termasuk didalamnya usaha penggemukan dan pembibitan/penangkaran.
20. Campuran adalah kumpulan hewan temak yang tidak dibedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan produktivitas bewan temak.
21. Lokasi adalah tempat kegiatan petemakan beserta sarana pendukungnya dilahan tertentu yang tercantum dalam izin usaha petemakan.
22. Dokumen Lingkungan Hidup adalah dokumen yang memuat pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang terdiri atas Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan dan Upaya pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), Surat Pemyataan Kesasanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL), Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (DPPL), Studi Evaluasi Lingkungan Hidup (SEL), Penyajian Informasi Lingkungan (PIL), Penyajian Evaluasi Lingkungan (PEL), Dokumen Pengelolaan Lingkungan (DPL), Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL), Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH), Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH), dan Audit Lingkungan.
Pasal 2
Peraturan Bupati ini disusun sebagai :
a. pedoman dalam melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
Usaha Petemakan; dan
b. pedoman bagi Peternak dalam melaksanakan Usaha Peternakan dan
Budidaya Temak.
Pasal 3
Peraturan Bupati ini disusun untuk memberikan kepastian dan perlindungan bukum kepada Petemak dan masyarakat di sekitar usaha petemakan.
BAB II
USAHA PETERNAKAN
Skala Usaha Petemakan meliputi:
a. Perusahaan Petemakan;
b. Petemakan Rakyat; dan
c. Petemakan rumah tangga.
Pasal 4
Pasal 5
Perusahaan Peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 buruf a dengan
kriteriajumlah temak sebagai berikut:
a. ternak besar :
1. sapi potong paling sedikit 100 (seratus) ekor campuran;
2. sapi perah paling sedikit 20 (dua puluh) ekor campuran;
3. kerbau paling sedikit 75 (tujuh pulub lima) ekor campuran; dan
4. kuda paling sedikit 50 (lima puluh) ekor campuran.
b. ternak kecil :
1. kambing/domba paling sedikit 300 (tiga ratus) ekor campuran; dan c. temak unggas :
1. ayam petelur paling sedikit 10.000 (sepuluh ribu) ekor induk produksi;
2. ayam pedaging paling sedikit 15.000 (lima belas ribu) ekor per siklus;
3. itik, angsa dan entok paling sedikit 15.000 (lima belas ribu) ekor campuran; dan
d. aneka temak:
1. burung puyuh paling sedikit 25.000 (dua puluh lima ribu) ekor campuran; dan
2. burung dara paling sedikit 25.000 (dua puluh lima ribu) ekor campuran.
Pasal 6
Petemakan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dengan
kriteriajumlah temak sebagai berikut:
a. temak besar :
1. sapi potong 5 (lima) sampai dengan 99 (sembilan puluh sembilan) ekor campuran;
2. sapi perah 5 (lima) sampai dengan 19 (sembilan belas) ekor campuran;
3. kerbau 5 (lima) sampai dengan 74 (tujuh puluh empat) ekor campuran;
4. kuda 4 (empat) sampai dengan 49 (empat puluh sembilan) ekor
campuran. b. ternak kecil :
1. kambing/domba 15 (lima belas) sampai dengan 299 (dua ratus sembilan puluh sembilan) ekor campuran;
c. temak unggas:
1. ayam petelur 1.000 (seribu) sampai dengan 9.999 (sembilan ribu sembilan
ratus sembilan puluh sembilan) ekor induk produksi;
2. ayam pedaging paling sedikit 100 (seratus) sampai dengan 14.999 (empat
belas ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan) ekor per siklus;
3. itik, angsa dan entok 100 (seratus) sampai dengan 14.999 (empat belas ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan) ekor campuran;
d. aneka temak :
1. burung puyuh 5.000 (lima ribu) sampai dengan 24.999 (dua puluh empat
ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan) ekor campuran;dan
2. burung dara 500 (lima ratus) sampai dengan 24.999 (dua puluh empat ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan) ekor campuran.
Pasal 7
Petemakan rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c merupakan Usaha Petemakan dengan jumlah temak kurang dari jumlah temak petemakan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Pasal 8
Lokasi Usaha Petemakan yang diselenggarakan oleh Perusahaan Petemakan harus memenuhi ketentuan:
a. Lokasi usaha berada pada lahan pertanian;
b. letak dan ketinggian Lokasi terhadap wilayah sekitarnya harus memperhatikan lingkungan dan topografi, sehingga kotoran dan limbah
yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan;
c. tidak mengganggu ketertiban dan kepentingan umum setempat;
5
d. mendapat persetujuan pemilik tanah di sekitarnya yang berbatasan langsung dengan lokasi usaha pada radius paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) meter dan diketahui oleh Ketua RT, dukuh, Pemerintah Desa dan Camat setempat;
e. Lokasi Usaha Petemakan ayam bibit harus terisolasi terhadap permukiman penduduk dan petemakan unggas lainnya, dan berjarak paling sedikit 500 (lima ratus) meter dari Usaha Petemakan lainnya;
f. Lokasi Usaha Petemakan ayam petelur atau pedaging dilarang terletak pada permukiman penduduk dan berjarak paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) meter dari permukiman penduduk;
g. Lokasi Usaha Petemakan ayam petelur atau pedaging berjarak paling sedikit:
1. 1000 (seribu) meter dengan lokasi Usaha Petemakan ayam bibit;
2. 250 (dua ratus lima puluh) meter dengan lokasi Usaha Petemakan
ayam petelur atau ayam pedaging lainnya; atau
3. 50 (lima puluh) meter dengan lokasi Usaha Petemakan ayam sejenis apabila merupakan satu kelompok usaha/koperasi serta pembinaan dan pengendalian kesehatan temaknya dilakukan secara bersama;
h. Lokasi Usaha petemakan sapi perah dilarang terletak pada permukiman penduduk dan berjarak paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) meter dari permukiman penduduk; dan
i. Lokasi Usaha Petemakan sapi potong dilarang terletak pada permukiman penduduk dan berjarak paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) meter dari pemukiman penduduk dan 25 (dua puluh lima) meter dari
petemakan lain yang sejenis.
Pasal 9
Lokasi Usaha Petemakan Rakyat harus memenuhi ketentuan:
a. Lokasi usaha berada pada lahan pertanian;
b. letak dan ketinggian lokasi terhadap wilayah sekitarnya harus
memperhatikan lingkungan dan topografi, sehingga kotoran dan limbah
tidak mencemari lingkungan;
c. tidak mengganggu ketertiban dan kepentingan umum setempat;
d. mendapat persetujuan pemilik tanah di sekitarnya dengan radius paling
sedikit 150 (seratus lima puluh) meter dari lokasi usaha dan diketahui oleh Ketua RT, Kepala Dusun, Pemerintah Desa, dan Camat setempat;
dan
Pasal 10
Lokasi usaha petemakan rumah tangga harus memenuhi ketentuan sanitasi
kandang atau hygiene sehingga kandang selalu dalam keadaan bersih dan
tidak menimbulkan bau.
Pasal 11
(1) Bangunan Usaha Petemakan paling sedikit meliputi:
a. kandang ternak;
b. tempat penyimpanan pakan;
c. tempat pengolahan limbah
(2) Izin Mendirikan Bangunan Usaha Petemakan diberikan di atas tanah
lahan pertanian.
Pasal 12
( 1) Setiap Petemak wajib menyusun Dokumen Pengelolaan Lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup Usaha Petemakan
dilakukan sesuai dengan Dokumen Pengelolaan Lingkungan.
BAB III
KETENTUAN PERIZINAN DAN PENDAFTARAN
Bagian satu
Tata Cara Perizinan
Pasal 13 ( 1) Setiap Peternak wajib memiliki Izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat {1) meliputi:
a. IUP bagi Perusahaan peternakan;
b. IPU bagi Perusahaan Peternakan yang melakukan perluasan kegiatan usahanya; dan
c. TPPR bagi Usaha Peternakan Rakyat
(3) Penerbitan IUP, IPU dan TPPR sebagaimana dimaksud pada ayat {2)
didelegasikan kepada Kepala DPMPTSP
Pasal 14
Persyaratan administrasi permohonan IUP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2) huruf a sebagai berikut:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemohon;
b. surat kuasa dan fotokopi kartu tanda penduduk penerima kuasa apabila permohonan dikuasakan;
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak {NPWP);
d. fotokopi akta pendirian badan beserta akta perubahan badan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, apabila pemohon berbentuk badan;
e. fotokopi akta pembukaan cabang jika kantor pusat badan berada di luar wilayah daerah dan atau surat penunjukan/pengangkatan sebagai penanggung jawab kegiatan usaha apabila kantor pusat badan berada di luar wilayah daerah;
f. fotokopi bukti kepemilikan hak atas tanah;
g. fotokopi izin Gubernur bagi lokasi usaha yang menggunakan tanah desa;
h. fotokopi perjanjian sewa menyewa, perjanjian kerja sama, atau surat kerelaan dari pemilik tanah apabila tanah yang digunakan bukan milik pemohon;
i. fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemilik tanah apabila tanah yang digunakan bukan milik pemohon;
J. izin tenaga kerja asing;
k. fotokopi izin lingkungan atau SPPL;
1. fotokopi pendaftaran penanaman modal;
m. fotokopi Izin Mendirikan Bangunan;
n. rekomendasi teknis Usaha Peternakan dari Dinas Peternkan;
o. Surat Persetujuan dari pemilik tanah di sekitarnya yang berbatasan langsung dengan dengan lokasi usaha dalam radius paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) meter dan diketahui oleh Ketua RT, Dusun,
Pemerintah Desa dan Camat setempat; dan
p. surat pernyataan bermeterai cukup mengenai kebenaran dokumen persyaratan permohonan izin.
(1) Pemohon mengajukan permohonan IUP dengan mengisi formulir sebagaimana tersebut dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini dan dilampiri persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
(2) Formulir sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)) diisi secara lengkap dan benar, dan ditandatanggani oleh pemohon.
(3) Permohonan IUP sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) disampaikan kepada DPMPTSP.
Pasal 16
(1) DPMPTSP melakukan penelitian administrasi berkas permohonan IUP
untuk dinyatakan lengkap dan benar.
(2) Berkas permohonan IUP sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) yang telah dinyatakan lengkap dan benar dilakukan peninjauan lokasi oleh DPMPTSP.
(3) Kepala DPMPTSP menerbitkan IUP atau menolak permohonan IUP
berdasarkan hasil penelitian administrasi dan peninjauan lokasi.
(4) Penerbitan IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak berkas permohonan IUP dinyatakan lengkap dan benar.
Pasal 17
(1) Apabila dalam proses pemberian IUP berdasarkan hasil penelitian administrasi dan peninjauan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 terdapat persyaratan yang belum lengkap dan/atau diperlukan tambahan persyaratan, pemohon wajib melengkapi persyaratan dimaksud dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak berita acara kekurangan persyaratan disampaikan kepada pemohon.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) pemohon tidak melengkapi kekurangan persyaratan, permohonan izin ditolak dan tidak diproses.
Pasal 18
( 1) Perusahaan Peternakan yang melakukan perluasan kegiatan usahanya wajib memiliki IPU.
(2) Pengajuan permohonan IPU sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) wajib dilakukan apabila perusahaan peternakan menambah jumlah ternak lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jenis dan/atau jumlah ternak yang diizinkan dalam IUP yang dimilikinya.
Pasal 19
Tata cara permohonan dan pemberian IPU mutatis mutandis berlaku ketentuan sebagaimana telah diatur dalam tata cara pemberian IUP.
Bagian Kedua
Pendaftaran
Pasal 20
( 1) Pengusaha Petemakan Rakyat dan skala rumah tangga wajib melakukan
Pendaftaran Usaha Petemakan untuk memperoleh TPPR kepada DPMPTSP. (2) TPPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kedudukan sama
dengan IUP.
Pasal 21
Persyaratan administrasi permohonan TPPR sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (1) sebagai berikut:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemohon;
b. surat kuasa dan fotokopi kartu tanda penduduk penerima kuasa apabila permohonan dikuasakan;
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. fotokopi bukti kepemilikan hak atas tanah;
e. fotokopi izin Gubemur bagi lokasi usaha yang menggunakan tanah kas desa;
f. fotokopi perjanjian sewa menyewa, perjanjian kerja sama, atau surat kerelaan dari pemilik tanah apabila tanah yang digunakan bukan milik pemohon;
g. fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemilik tanah apabila tanah yang digunakan bukan milik pemohon;
h. fotokopi izin lingkungan atau SPPL;
1. fotokopi Izin Mendirikan Bangunan;
J. rekomendasi teknis Usaha Petemakan dari Dinas Petemakan;
k. Surat Persetujuan pemilik tanah di sekitamya yang berbatasan langsung dengan lokasi usaha pada radius paling sedikit 150 (seratus lima puluh) meter dan diketahui oleh Ketua RT, dusun, Pemerintah Desa dan Camat setempat;
1. rekomendasi teknis Usaha Petemakan dari Dinas Petemakan; dan
m. surat pemyataan bermeterai cukup mengenai kebenaran dokumen persyaratan permohonan izin.
Pasal 22
Pemohon mengajukan permohonan Pendaftaran Usaha Peternakan dengan mengisi formulir sebagaimana tersebut dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini dan dilampiri persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Pasal 23
(1) DPMPTSP melakukan penelitian administrasi berkas permohonan TPPR
untuk dinyatakan lengkap dan benar.
(2) Berkas permohonan TPPR yang telah dinyatakan lengkap dan benar dilakukan peninjauan lokasi oleh DPMPTSP.
(3) Kepala DPMPTSP menerbitkan TPPR atau menolak permohonan TPPR
berdasarkan hasil penelitian administrasi dan peninjauan lokasi.
(4) Penerbitan TPPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak berkas permohonan
TPPR dinyatakan lengkap dan benar.
( 1) Apabila dalam proses pemberian TPPR berdasarkan hasil penelitian administrasi dan peninjauan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 terdapat persyaratan yang belum lengkap dan atau diperlukan tambahan persyaratan, pemohon wajib melengkapi persyaratan dimaksud dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak berita acara kekurangan persyaratan disampaikan kepada pemohon.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) pemohon tidak melengkapi kekurangan persyaratan, permohonan TPPR ditolak dan tidak diproses.
Pasal 25
( 1) Setiap orang yang melakukan Usaha Petemakan tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud 13 diberikan sanksi administratif berupa penutupan Usaha Petemakan.
(2) Prosedur penutupan Usaha Petemakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sebagai berikut:
a. Kepala Dinas Petemakan menerbitkan Surat Perintah Penutupan Usaha Petemakan kepada pemilik Usaha Petemakan paling banyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari dengan tembusan Satpol PP;
b. apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak Surat Perintah Penutupan Usaha Petemakan yang ketiga diterima, pemilik Usaha Peternakan tidak melaksanakan penutupan Usaha Peternakan, Kepala
Dinas Peternakan menerbitkan Keputusan Penutupan Usaha
Petemakan; dan
c. berdasarkan Keputusan Penutupan Usaha Peternakan sebagaimana dimaksud huruf b, Dinas Peternakan bekerjasama dengan Satpol PP melakukan penutupan Usaha Peternakan secara paksa.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 26
( 1) Pemilik IUP/IPU/TPPR berhak melakukan Usaha Peternakan sesuai
dengan izin yang dimiliki.
(2) Pemilik IUP/IPU/TPPR berhak mendapat pembinaan dari Pemerintah
Kabupaten.
Pasal 27
Pemilik IUP/ IPU /TPPR wajib :
a. memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam IUPI IPU /TPPR;
b. melaporkan kegiatan usaha setiap 1 (satu) tahun kepada Dinas
Peternakan dengan format laporan sebagaimana tersebut dalam Lampiran
IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini;
c. melaksanakan pencegahan, pemberantasan penyakit hewan menular serta keselamatan kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. melaksanakan pengelolaan lingkungan sebagaimana diatur dalam
Dokumen Pengelolaan Lingkungan; dan
e. mewujudkan ketertiban dan ketenteraman umum, kebersihan lingkungan, ketenangan dan kenyamanan lingkungan serta mengelola usaha peternakan sesuai dengan ketentuan teknis budidaya ternak yang baik.
(1) Pemilik IUP/ IPU/TPPR yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dikenakan sanksi administrasi.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan izin;
c. penyegelan ternpat usaha; dan/atau
d. pencabutan izin.
Pasal 29
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a diberikan oleh Kepala Dinas Petemakan paling banyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu peringatan tertulis selama 7 (tujuh) hari dengan tembusan DPMPTSP dan Satpol PP.
Pasal 30
(1) Apabila pemilik IUP/IPU/TPPR tidak mematuhi peringatan tertulis dan tidak melakukan perbaikan sesuai dengan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Kepala Dinas Petemakan mengajukan IUP/IPU /TPPR kepada Kepala DPMPTSP.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala
DPMPTSP menerbitkan Keputusan pembekuan IUP/IPU /TPPR untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Keputusan pembekuan IUP/IPU /TPPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada pemilik Usaha Petemakan oleh Kepala Dinas Petemakan dan Satpol PP.
(4) Penyampaian Keputusan pembekuan IUP/IPU /TPPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diikuti dengan penyegelan tempat usaha, agar
pemilik usaha petemakan tidak melakukan kegiatan Usaha Petemakan.
(5) Selama masa pembekuan IUP/IPU/TPPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemilik IUP/IPU /TPPR tidak diperbolehkan melakukan operasional kegiatan usaha.
(6) Pembekuan IUP/IPU/TPPR diakhiri apabila pemilik IUP/IPU /TPPR telah
melakukan perbaikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam
IUP/IPU /TPPR yang dimilikinya.
Pasal 31
( 1) Apabila pemilik IUP/IPU/TPPR tidak menghentikan operasional kegiatan usahanya selama jangka waktu pembekuan IUP/IPU /TPPR dan penyegelan ternpat usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Kepala Dinas Petemakan mengajukan permohonan pencabutan IUP/IPU /TPPR kepada Kepala DPMPTSP dengan tembusan Satpol PP.
(2) Berdasarkan permohonan Kepala Dinas Petemakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala DPMPTSP menerbitkan Keputusan
Pencabutan IUP/IPU/TPPR.
(3) Keputusan pencabutan IUP/IPU/TPPR sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disampaikan kepada pemilik Usaha Petemakan oleh Kepala Dinas
Petemakan dan Satpol PP.
(4) Penyampaian keputusan pencabutan IUP/IPU /TPPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disertai penutupan Usaha Petemakan.
BABV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 32
Pembinaan Usaha Peternakan ini dilakukan oleh Dinas Petemakan.
Pasal 33
Pengawasan terhadap kegiatan Usaha Petemakan dilaksanakan oleh Dinas
Petemakan berkerjasama dengan Satpol PP.
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
Usaha Petemakan yang telah memperoleh izm berdasarkan peraturan perundangan sebelum berlakunya Peraturan Bupati ini wajib menyesuaikan dengan Peraturan Bupati ini paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan Bupati ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Bone.
|