ABSTRAK: |
- Menimbang a. bahwa berdasarkan ketentuan huruf e pasal 110 dan pasal 127 huruf e Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Nomor
08 Tahun 2005 tentang Retribusi Parkir,
tidak sesuai lagi dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi sehingga perlu ditinjau kembali;
1
Mengingat
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu membentuk Paraturan Daerah tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Retribusi Tempat Khusus Parkir.
- 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang - undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 1822 );
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
'Negara Republik Indonesia Tahun 1981
. Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);
2
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi , Kolusi dan Nepotisme ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
75, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3851);
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
3
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
132, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4444);
4
10. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5025);
11. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang- i. Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun
1985 Tentang Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor
37, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3293);
5
14. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
1993 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
17. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun
2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5346);
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
2007
tentang
Pembagian
Urusan
53 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Pemerintahan
antara
Pemerintah,
Produk Hukum Daerah (Berita Negara
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
694);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba
Nomor 4 Tahun 2005 tentang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil dalam lingkup
16. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun
Pemerintah
Kabupaten
Bulukumba
2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
119, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5161);
(Lembaran Daerah Kabupaten
Bulukumba Tahun 2005 Nomor 4 Seri D).
- 12.Kendaraan adalah kendaraan bermotor.
13. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu;
14.Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan bat.as waktu bagi wajib retribusi parkir;
15. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat SKRD adalah surat keputusan yang yang menentukan besarnyajumlah retribusi yang terutang;
16. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
1 7. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang dapat disingkat STRD
adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda;
18.Surat Keputusari Keberatan adalah surat keputusan atas
keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan dan SKRDLB yang diajukan oleh wajib retribusi;
19.Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data dan/ atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi daerah;
20.Penyidikan Tindak Pidana Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti dan membuat terang tindak pidana retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
NAMA, OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB RETRIBUSI
Pasal 2
(1) Dengan nama Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dipungut Retribusi atas pelayanan parkir di tepi jalan umum.
(2) Dengan nama Retribusi Tempat Khusus Parkir dipungut
Retribusi atas pelayanan tempat khusus parkir.
Pasal 3
(1) Objek retribusi pelayanan tempat khusus parkir adalah tempat khusus parkir yang disediakan, dimiliki, dan/ atau dikelola oleh Pemerintah Daerah;
(2) Objek retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah
BAB Ill GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5
(1) Retribusi Tempat Khusus Parkir digolongkan sebagai
Retribusi Jasa Usaha.
penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang
(2) Retribusi· pe1ayanan
Parkir di Tepi Jalan Umum di
ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan tempat parkir yang disediakan, dimiliki, dan/ atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
(4) Tempat parkir di tepi jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 4
(1) Subjek retribusi adalah Orang Pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan di tempat khusus parkir dan parkir di tepi jalan umum.
(2) Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi, termasuk pemungut atau �emotong Retribusi
Tempat Khusus Parkir atau �etribusi Pelayanan Parkir cli
Tepi Jalan Umum.
golongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 6
(1) Tingkat Penggunaan jasa Retribusi Tempat Khusus Parkir dihitung berdasarkan jenis kendaraan, lama parkir dan frekuensi penggunaan tempat secara nyata.
(2) Tingkat Penggunaan jasa Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi
Jalan Umum dihitung berdasarkan jenis kendaraan dan frekuensi penggunaan tempat secara nyata.
12 13
BABV
PRINSIP PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 7
(1) Prinsip penetapan tarif Retribusi Tempat khusus Parkir
didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
(2) Prinsip penetapan tarif Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi
Jalan Umum didasarkan pada:
a. dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan dan efektifi.tas pengendalian atas pelayanan tersebut;
b. biaya sebagaimana dimaksud huruf a meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga: dan biaya modal;
c. dalam hal penetapan tarif sepenuhnya memperhatikan biaya penyediaan jasa, penetapan tarif hanya untuk
menutupi sebagian biaya.
BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 8
( 1) Tarif Retribusi Ternpat Khusus Parkir dikenakan sebagai berikut:
a. Kendaraan yang diparkir untuk 2 (dua) jam pertama
adalah sebagai berikut:
1). Sepeda Motor Rp. 1.000
2). Taksi, mobil pribadi dan sejenisnya Rp. 2.000
3). Bus, bus mini dan Rp. 3.000
4). Truk dan tronton Rp. 5.000
b. Kendaraan yang diparkir untuk setiap jam berikutnya adalah sebagai berikut:
1). Sepeda Motor Rp. 1.000
2). Taksi, mobil pribadi dan sejenisnya Rp. 1.000
3). Bus, bus mini dan Rp. 1.000
4). Truk dan tronton Rp. 2.000
(2) Tarif Retribusi Pelayanan Parkir ditepi Jalan Umum untuk sekali parkir dikenakan retribusi sebagai berikut:
BAB VII
WILAYAH DAN TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 9
Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten
Bulukumba.
Pasal 10
(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD, atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon dan/atau kartu langganan.
Pasal 11
(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.
(2) Retribusi yang terutang dilunasi paling lambat 15 (lima
belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan dan STRD;
(3) Penerimaan retribusi menjadi pendapatan asli daerah dan
disetor ke kas daerah.
(4) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi daerah ditetapkan dalam Peraturan Bupati.
Pasal 12
(1) Retribusi terutang berdasarkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, dan Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan jumlah retribusi yang harus dibayar bertambah atau yang tidak dibayar oleh wajib retribusi dapat ditagih dengan menggunakan STRD
(2) Penagihan Retribusi yang terutang didahului dengan surat teguran
(3) Tata cara penagihan retribusi diatur dalam Peraturan
Bupati
Pasal 13
(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji 1. kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.
(2) Wajib retribusi yang diperiksa, wajib:
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek retribusi yang terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau
ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/ atau
c. memberikan keterangan yang diperlukan:
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan
Retribusi diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB VIII
KEBERATAN
Pasal 14
(1) Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama
3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(4) Keadaan diluar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi.
(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar
Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi.
Pasal 15
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima hams memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan hams diberi keputusan oleh Bupati.
(3) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besamya Retribusi yang terutang.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, 1. keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 16
(1) Dalam hal pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran Retribusi dikembalikan
dengan ditamb� imbalan bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Irnbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB:
BAB IX
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN RETRIBUSI
Pasal 17
(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan,
sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dirnaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dirnaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalamjangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
20
u
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi
dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas
keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran
Retribusi.
(7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.
Pasal 18
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurang• kurangnya rrienyebutkan:
a. nama dan alamat wajib pembayar;
b. masa retribusi;
c. besarnya kelebihan pembayaran;
d. alasan yang singkat dan jelas.
(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat.
(3) Buku Penerimaan oleh pejabat daerah atau bukti
pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati.
21
Pasal 19
(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi.
(2) Apabila kelebihan membayar retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (4) pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB X
TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 20
(1) Bupati Bulukumba dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.
(2) Pemberian pengurangan atau pengurangan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dengan memperhatikan· kemampuan wajib retribusi antara lain dengan mengangsur.
(3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan dalam Peraturan Bupati.
22
BAB XI KEDALUWARSA Pasal 21
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kedaluwarsa
setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) tertangguh apabila:
a. diterbitkan surat teguran, atau;
b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya surat teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat ( ' ) huruf b : dapat
diketahui dari pengajuan permohonen angsuran ataii penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib retribusi.
23
BAB XII
TATA CARA PENGHAPUSAN PWTANG RETRIBUSI YANG KEDALUWARSA Pasal 22
(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena
hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi Daerah yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati.
BABXIll INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 23
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat
diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
r
(4) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XIV SANKSI ADMINISTRASI Pasal 24
(1) Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada
waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
(2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan surat teguran.
BAB XV PENYIDIKAN Pasal 25
(2) Pemberian insentif ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari
(1) Pejabat Pega
.
ai Negeri Sipil tertentu
lingkungan
w di
target penerimaan retribusi dalam tahun anggaran berkenaan.
(3) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) ditetapkan melalui Ang�aran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum' Acara Pidana.
24 25
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang• undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap danjelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi daerah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi daerah;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang Retribusi daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
26
f. merninta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang• undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melahri Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
27
BAB XVI KETENTUAN PIDANA Pasal 26
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara.
BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 27
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan
Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 08 Tahun 2005 tentang Retribusi Parkir dan Peraturan pelaksanaannya yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
28
Pasal 28
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bulukumba.
|