ABSTRAK: |
- Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi sesuai dengan kewenangan yang dimiliki daerah, perlu melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengendalian terhadap pengelolaan dan pengusahaan potensi daerah di bidang pertambangan rakyat untuk menjamin kepastian hukum serta terpeliharanya keseimbangan alam serta kelestarian lingkungan;
b. bahwa kegiatan pertambangan rakyat dan potensi mineral logam, bukan logam, dan batuan, tersebar di wilayah Kabupaten Luwu dan pelaksanaannya perlu diusahakan untuk menunjang pemerataan berusaha untuk meningkatkan pembangunan ekonomi lokal;
c. bahwa ....
-2-
c. bahwa pengelolaan dan pengusahaan pertambangan rakyat merupakan salah satu potensi daerah yang dapat menjadi sumber pendapatan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. bahwa dengan semakin maraknya kegiatan pertambangan rakyat tanpa izin di beberapa wilayah di Kabupaten Luwu, maka perlu dilakukan pengaturan sedini mungkin untuk mengurangi dan menanggulangi dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan, serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam berusaha;
e. bahwa untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas maka perlu pemberian izin pertambangan rakyat oleh Pemerintah Kabupaten Luwu;
f. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Izin Pertambangan Rakyat diatur dengan Peraturan Daerah;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pertambangan Rakyat.
- Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang .....
-3-
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 4401), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 3888);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang .....
-4-
5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 4438 );
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesian Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 4959);
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 5049);
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 5059);
10. Undang-Undang ....
-5-
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 1999 Nomor 5059, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 3838);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 4737);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 4833);
14. Peraturan .....
-6-
14. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 5110);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 5111); junto Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2013, junto Peraturan Pemerintah Nomor 01 Tahun 2014;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara RepubIik Indonesia Nomor 5142);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172);
18. Peraturan .....
-7-
18. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285);
19. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Nomor 24 Tahun 2009 tentang Panduan Penilaian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
21. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Luwu;
22. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Luwu;
23. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Luwu Tahun 2011-2031.
- MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERTAMBANGAN RAKYAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Luwu.
2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah di Kabupaten Luwu.
3. Bupati adalah Bupati Luwu.
4. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kabupaten Luwu.
5. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
6. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan.
7. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang pertambangan mineral dan batubara.
8. Wilayah .....
-9-
8. Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disingkat WP adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari rencana tata ruang nasional.
9. Wilayah Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disingkat WPR adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.
10. Izin Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disingkat IPR adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
11. Dinas Pertambangan dan Energi adalah dinas yang berwenang menangani bidang pertambangan dan energi.
12. SKPD Teknis adalah Satuan perangkat Kerja Daerah yang memiliki tupoksi dan kewenangan yang terkait dengan pemanfaatan wilayah pertambangan dan akibat yang di timbulkan akibat kegiatan usaha pertambangan.
13. BUMD adalah Badan Usaha Milik Daerah.
14. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
15. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya.
16. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.
17. Batubara .....
-10-
17. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
18. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.
19. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.
20. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau batubara.
21. Endapan Teras adalah endapan sedimentasi disepanjang pinggir sungai yangmembentuk teras atau undakan sungai, berasal dari proses sedimentasi sungai aktif saat ini ataupun endapan masa lampau.
22. Endapan Sungai Purba adalah endapan dari hasil proses sedimentasi sungai pada masa lampau dan saat ini bukan merupakan alur sungai aktif.
23. Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
24. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
25. Masyarakat adalah masyarakat yang berdomisili di sekitar operasi pertambangan atau wilayah pertambangan.
26. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.
27. Kegiatan ......
-11-
27. Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pasca tambang, adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.
28. Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.
29. Inspektur Tambang adalah aparat pemerintah pada Unit kerja dalam Dinas Pertambangan dan Energi yang menangani bidang pertambangan Kabupaten Luwu yang bertanggung jawab dalam hal Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Lingkungan hidup.
30. Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau yang selanjutnya disingkat dengan PPNS adalah aparat pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pertambangan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pertambangan rakyat dikelola berasaskan:
a. manfaat;
b. keadilan;
c. keseimbangan;
d. partisipatif;
e. transparansi;
f. akuntabilitas .....
-12-
f. akuntabilitas; dan
g. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pasal 3
Tujuan kegiatan pertambangan rakyat adalah:
a. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan rakyat secara berdaya guna, berhasil guna dan berdaya saing;
b. menjamin manfaat pertambangan rakyat secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup;
c. menjamin tersedianya mineral sebagai bahan baku untuk kebutuhan dalam negeri;
d. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan lokal agar lebih mampu bersaing di tingkat regional, nasional, dan internasional;
e. meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat; dan
f. menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan rakyat.
BAB III
KEWENANGAN
Pasal 4
(1) Kewenangan Pemerintah Kabupaten dalam pengelolaan pertambangan rakyat, antara lain:
a. penetapan WPR;
b. menyusun rencana reklamasi dan rencana pasca tambang untuk setiap WPR yang telah ditetapkan;
c. pemberian .....
-13-
c. pemberian IPR dalam WPR, pembinaan, penyelesaian konflik Masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan rakyat di Wilayah Kabupaten dan/atau Wilayah Laut sampai dengan 4 (Empat) Mil;
d. melakukan pembinaan IPR yang meliputi pengusahaan, permodalan, pemasaran dan tatacara pelaporan;
e. membimbing usaha pertambangan rakyat dalam hal teknis penambangan, keselamatan dan kesehatan kerja dan pengelolaan lingkungan hidup serta reklamasi pasca tambang;
f. melakukan pengawasan teknis dan operasional kegiatan usaha pertambangan rakyat yang meliputi teknik penambangan, pengolahan/pemurnian, Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta lingkungan dan reklamasi pasca tambang;
g. melaksanakan reklamasi dan rencana pasca tambang secara bersama-sama dengan pemegang IPR;
h. penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian, serta eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara untuk mengembangkan WPR;
i. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi mineral dan batubara, serta informasi pertambangan pada Wilayah Kabupaten;
j. pengembangan dan peningkatan nilai tambah dan manfaat kegiatan usaha pertambangan rakyat secara optimal; dan
k. penyampaian laporan pengelolaan pertambangan rakyat serta informasi hasil produksi, penjualan dalam negeri, serta ekspor kepada Menteri dan Gubernur.
(2) Kewenangan Pemerintah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV .....
-14-
BAB IV
PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT
Pasal 5
Setiap pengelolaan Usaha Pertambangan Rakyat hanya dapat dilakukan setelah mendapat Izin Pertambangan Rakyat.
Pasal 6
Kegiatan dan/atau usaha pertambangan rakyat dengan suatu IPR dilaksanakan dalam suatu WPR yang telah ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 7
(1) Kewenangan Pemberian atau yang menerbitkan Izin Pertambangan Rakyat adalah Bupati.
(2) Pemberian Izin Pertambangan Rakyat oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kewenangannya kepada Camat setempat dimana wilayah Izin Pertambangan Rakyat berada.
(3) Pelimpahan kewenangan penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Bupati.
BAB IV .....
-15-
BAB IV
WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT
Bagian Kesatu
Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat
Pasal 8
(1) WPR sebagaimana dimaksud pada Pasal (6) dapat berada pada Wilayah Tanah Hak Milik, Tanah Negara, Hak Pengelolaan Lahan dan/atau hak pakai.
(2) Penetapan WPR didasarkan pada salah satu atau lebih kriteria:
a. mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara Tepi dan Tepi Sungai dengan luas maksimal diukur menurut panjang dan lebar Badan Sungai;
b. mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman paling tinggi 25 (Dua Puluh Lima) Meter;
c. merupakan endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
d. luas wilayah pertambangan rakyat paling tinggi 25 (Dua Puluh Lima) Hektare;
e. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang;
f. merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan paling singkat 15 (Lima Belas) Tahun;
g. tidak tumpang tindih dengan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN); dan
h. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.
Bagian Kedua .....
-16-
Bagian Kedua
Mekanisme Penetapan WPR
Pasal 9
(1) Bupati menetapkan WPR setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan berkonsultasi dengan DPRD.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mendapatkan pertimbangan berkaitan dengan data dan informasi yang dimiliki Pemerintah Provinsi.
(3) Konsultasi dengan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memperoleh pertimbangan dalam bentuk Keputusan Pimpinan DPRD.
(4) Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR sepanjang lokasi tersebut layak untuk ditambang dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
(5) WPR yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis oleh Bupati kepada Menteri dan Gubernur.
Pasal 10
(1) Penetapan WPR oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) berdasarkan data dan informasi pertambangan yang dimiliki Pemerintah Daerah, dan/atau berdasarkan usulan Masyarakat.
(2) Penetapan WPR berdasarkan data dan informasi pertambangan yang dimaksud pada ayat (1) yaitu sesuai peta potensi/cadangan mineral dan batubara hasil eksplorasi, penyelidikan dan penelitian SKPD teknis maupun oleh Lembaga Penelitian Negara/Lembaga Penelitian Daerah, dan/atau oleh Perguruan Tinggi melalui kerjasama kedua belah pihak.
(3) Penetapan .....
-17-
(3) Penetapan WPR berdasarkan usulan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu sesuai permohonan dari Kepala Desa/Lurah diketahui Camat, dilengkapi persyaratan:
a. Peta Lokasi atau Gambar Sketsa Rencana WPR yang diusulkan;
b. Surat Keterangan berupa penjelasan tentang tata guna tanah dan pernyataan tidak keberatan dari Pemilik Tanah;
c. Surat Keterangan berupa penjelasan tentang karakteristik sosial ekonomi Penduduk setempat sebagai Pelaku usaha pertambangan rakyat atau Kelompok pertambangan rakyat; dan
d. Penjelasan tentang peralatan yang digunakan.
(4) Bupati melimpahkan kewenangan kepada SKPD teknis untuk menilai kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan terhadap rencana WPR yang diusulkan masyarakat yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Bupati.
(5) Terhadap usulan WPR yang telah disetujui oleh Bupati, dikonsultasikan dengan DPRD untuk ditetapkan sebagai WPR, kemudian dikukuhkan melalui Keputusan Bupati tentang penetapan WPR dan dilengkapi dengan Peta dalam skala minimal 1 : 50.000 yang menunjukkan batas-batasnya secara jelas dan wajib segera dilakukan pemasangan tanda batas.
(6) Pemberian tanda batas dan pemetaan WPR sebagaimana dimaksud ayat (5) dilakukan oleh SKPD teknis dengan melibatkan masyarakat setempat, dan/atau pemilik hak atas tanah.
(7) Untuk kepentingan Pemerintah, kepentingan Pemerintah Daerah, dan untuk pemberdayaan Masyarakat, Bupati dapat melakukan perubahan dan/atau pencabutan lokasi WPR sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11 .....
-18-
Pasal 11
(1) Dalam menetapkan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Bupati berkewajiban melakukan pengumuman dan sosialisasi mengenai rencana WPR kepada Masyarakat secara terbuka dimana WPR direncanakan.
(2) Sosialisasi dan/atau pengumuman secara terbuka kepada masyarakat dapat dilakukan pada Kantor Kecamatan dan Kelurahan/Desa setempat serta Dinas Pengelola dan/atau koran lokal atau media cetak lokal lainnya.
Pasal 12
Materi Pengumuman Rencana Penetapan WPR sekurang-kurangnya memuat:
a. peta situasi yang menggambarkan lokasi;
b. luas rencana WPR;
c. batas dan daftar koordinat;
d. jenis komoditas tambang;dan
e. daftar Pemegang hak atas tanah yang berada dalam rencana WPR.
Pasal 13
Usaha pertambangan rakyat tidak boleh menghalangi usaha pertambangan yang sah di sekitar WPR.
BAB V .....
-19-
BAB V
IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT
Pasal 14
(1) IPR diberikan oleh Bupati berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Penduduk setempat, baik orang perseorangan maupun Kelompok Masyarakat BUMD dan/atau Koperasi.
(2) IPR diberikan setelah ditetapkan WPR oleh Bupati.
(3) Dalam 1 (Satu) WPR dapat diberikan 1 (Satu) atau beberapa IPR.
(4) IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Areal/Wilayahnya harus diberi tanda batas yang jelas serta dipetakan oleh unit kerja yang menangani bidang pertambangan.
Pasal 15
(1) Setiap usaha pertambangan rakyat pada WPR dapat dilaksanakan, jika telah mendapatkan IPR dari Bupati.
(2) IPR dapat diberikan terutama kepada:
a. BUMD dan Koperasi yang ada di sekitar WPR;
b. Kelompok usaha pertambangan rakyat, minimal 1 (Satu) Kelompok untuk 10 (Sepuluh) Orang, yang merupakan Penduduk dan bertempat tinggal di sekitar Wilayah Pertambangan Rakyat;
c. Perorangan Warga Negara Indonesia yang merupakan Penduduk dan bertempat tinggal di sekitar WPR.
Pasal 16
Kegiatan usaha pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dikelompokkan sebagai berikut:
a. pertambangan mineral logam;
b. pertambangan .....
-20-
b. pertambangan mineral bukan logam;
c. pertambangan batuan; dan/atau
d. pertambangan batubara.
Pasal 17
Luas wilayah untuk 1 (Satu) IPR yang dapat diberikan kepada:
a. Perseorangan paling tinggi 1 (Satu) Hektare;
b. Kelompok Masyarakat paling tinggi 5 (Lima) Hektare; dan/atau
c. BUMD dan Koperasi paling tinggi 10 (Sepuluh) Hektare.
BAB VI
TATA CARA PEMBERIAN IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT
Pasal 18
(1) Untuk mendapatkan IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), pemohon harus memenuhi:
a. persyaratan administratif;
b. persyaratan teknis; dan
c. persyaratan finansial.
(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk permohonan baru:
a. Orang Perseorangan, paling rendah meliputi:
1. Surat Permohonan;
2. Kartu Tanda Penduduk;
3. komoditas tambang yang dimohon; dan
4. Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah dan Camat setempat terutama mengenai status kependudukan dan keterangan tanah dari lokasi yang dimohon (lembar asli).
b. Kelompok .....
-21-
b. Kelompok Masyarakat, paling rendah meliputi:
1. Surat Permohonan;
2. komoditas tambang yang dimohon;
3. daftar Pengurus dan Anggota Kelompok; dan
4. Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah dan Camat setempat mengenai status kependudukan dan keterangan tanah dari lokasi yang dimohon (lembar asli);
c. Koperasi setempat atau di sekitar WPR, paling rendah meliputi:
1. Surat Permohonan;
2. Nomor Pokok Wajib Pajak;
3. Akte Pendirian Koperasi yang telah disahkan oleh Pejabat yang berwenang;
4. komoditas tambang yang dimohon;
5. daftar Pengurus dan Anggota Koperasi; dan
6. Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah dan Camat setempat terutama mengenai status Koperasi dan keterangan tanah dari lokasi yang dimohon (lembar asli).
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa surat pernyataan yang memuat paling rendah mengenai:
a. sumuran pada IPR paling dalam 25 (Dua Puluh Lima) Meter;
b. menggunakan Mesin Penggerak Penggelundungan atau permesinan dengan jumlah tenaga paling tinggi 25 (Dua Puluh Lima) Horse Power untuk 1 (Satu) IPR pada mineral logam primer;
c. menggunakan Mesin Pengisap Pasir atau permesinan dengan jumlah tenaga paling tinggi 32 (Tiga Puluh Dua) Horse Power untuk 1 (Satu) IPR pada mineral bukan logam dan batuan di badan sungai; dan
d. tidak menggunakan Alat Berat dan Bahan Peledak.
(4) Persyaratan.....
-22-
(4) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa laporan keuangan 1 (Satu) Tahun terakhir dan hanya dipersyaratkan bagi BUMD dan Koperasi setempat atau di sekitar WPR.
Pasal 19
Selain syarat sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (2) Pemohon juga diwajibkan memenuhi syarat tambahan, antara lain:
a. membuat kajian lingkungan UKL-UPL sesuai luas lokasi kegiatan penambangan yang diajukan, bagi Pemohon Kelompok Masyarakat dan Koperasi;
b. surat pernyataan kesanggupan melaksanakan pengelolaan lingkungan, bagi Pemohon Perorangan;
c. surat pernyataan kesanggupan melaksanakan Reklamasi/Penutupan Tambang bila selesai melakukan aktifitas tambang;
d. surat pernyataan kesanggupan membayar iuran dan retribusi Daerah; dan
e. surat pernyataan melaksanakan proses penambangan sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 20
(1) Persyaratan untuk permohonan perpanjangan IPR selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga melampirkan paling sedikit:
a. surat permohonan;
b. peta wilayah beserta koordinatnya atau sketsa wilayah dengan menunjukkan batas-batas yang jelas;
c. laporan lengkap pelaksanaan penambangan yang telah dilakukan; dan
d. bukti .....
-23-
d. bukti lunas iuran tetap, penggunaan mesin, iuran produksi serta iuran-iuran lain yang ditetapkan sesuai ketentuan tahun sebelumnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 21
(1) Permohonan yang diterima dan persyaratan dinyatakan lengkap dan benar berdasarkan persyaratan administrasi, akan dilakukan peninjauan lokasi untuk melakukan pengecekan keadaan di lapangan meliputi kesesuaian lokasi peruntukan kegiatan usaha pertambangan rakyat dengan persyaratan teknis yang ditetapkan meliputi potensi dan daya dukung lingkungan.
(2) Peninjauan lokasi sebagaimana dimaksud ayat (1) diatas dilakukan oleh SKPD teknis terkait paling lambat 1 (satu) minggu sejak permohonan diterima dan persyaratan dianggap lengkap dan benar.
(3) Permohonan yang persyaratan administrasinya dinyatakan tidak lengkap, dapat melengkapi persyaratan paling lama 2 (Dua) Minggu sejak pengembalian berkas.
(4) Paling lambat 3 (Tiga) Hari sejak peninjauan lokasi, SKPD teknis terkait wajib menyampaikan pertimbangan teknis kepada Bupati dalam bentuk rekomendasi bersama dan paling lama 14 (Empat Belas) Hari kerja permohonan IPR harus mendapat keputusan disetujui atau ditolak oleh Bupati atau Pejabat yang diberi kewenangan untuk itu.
BAB VII .....
-24-
BAB VII
JANGKA WAKTU DAN BERAKHIRNYA IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT
Pasal 22
(1) IPR diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (Lima) Tahun dan dapat diperpanjang jika hasil verifikasi di lapangan menunjukkan cadangan bahan tambang yang dikelola masih tersedia dan tidak merusak/mengganggu kelestarian lingkungan.
(2) IPR berakhir apabila:
a. sudah habis waktunya dan izinnya tidak diperpanjang lagi;
b. dikembalikan oleh Pemiliknya;
c. dicabut izinnya; dan
d. Pemegang IPR meninggal dunia.
(3) IPR dicabut sebelum habis masa berlakunya apabila:
a. kondisi penambangannya membahayakan bagi lingkungan hidup dan keselamatan Rakyat setempat;
b. terjadi persengketaan hak milik tanah yang tidak dapat diselesaikan;
c. tidak mematuhi petunjuk-petunjuk maupun persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan sesuai peraturan;
d. untuk kepentingan Negara.
(4) Pencabutan IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3) dilakukan oleh Bupati yang selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB VIII .....
-25-
BAB VIII
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 23
(1) Pemegang IPR berhak:
a. mendapat pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan, teknis pertambangan, dan manajemen dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah;
b. mendapat fasilitas permodalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. melakukan kegiatan penambangan, mengolah dan memurnikan didalam wilayah IPR yang bersangkutan;
d. memiliki bahan galian yang tertera didalam IPR setelah membayar iuran produksi kepada Pemerintah Daerah;
e. melakukan pengangkutan dan penjualan atas bahan galian yang telah ditambang atau telah diolah dan dimurnikan, setelah membayar iuran produksi dan memenuhi mekanisme penjualan bahan galian yang ditentukan; dan
f. memperpanjang IPR yang telah berakhir pada lokasi areal IPR-nya apabila deposit bahan galian masih tersedia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme pengangkutan dan penjualan bahan galian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (e) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 24
(1) Pemegang IPR berkewajiban:
a. melakukan kegiatan penambangan paling lama 3 (Tiga) Bulan setelah IPR diterbitkan;
b. mematuhi .....
-26-
b. mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, pengelolaan lingkungan, dan memenuhi standar yang berlaku;
c. mengelola lingkungan hidup bersama pemerintah daerah;
d. membayar iuran tetap, iuran produksi dan jaminan reklamasi dan pasca tambang;
e. menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan rakyat secara berkala kepada Bupati, Cq. Dinas Pertambangan dan Energi;
f. menjaga keselamatan kerja dan pengamanan teknis sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mengikuti petunjuk teknis dari Instansi berwenang;
g. mempekerjakan masyarakat setempat sesuai dengan keahlian dan kemampuannya;
h. melakukan reklamasi bersama Pemerintah Daerah;
i. mencegah terjadinya pencemaran sebagai akibat penggalian yang dilakukan dan dapat menimbulkan gangguan bagi Masyarakat;
j. pemulihan kelestarian/penyelamatan dan pencegahan erosi yang menyebabkan pengendapan saluran/dasar Sungai serta menjaga sumber-sumber air; dan
k. mengganti kerugian akibat usahanya pada segala sesuatu yang berada di atas tanah kepada yang berhak atas tanah di wilayah IPR ataupun diluarnya, dengan tidak memandang apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja maupun yang dapat ataupun tidak dapat diketahui terlebih dahulu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, diatur dalam Peraturan Bupati.
(3) Penyelesaian .....
-27-
(3) Penyelesaian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k, dapat dilakukan dengan cara musyawarah mufakat atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, jika tidak dicapai kesepakatan maka diselesaikan melalui pengadilan.
Pasal 25
Pemegang IPR dilarang:
a. membuat kedalaman sumur atau terowongan melebihi dari 25 (Dua Puluh Lima) Meter;
b. menggunakan Alat Berat dan atau Bahan Peledak;
c. menggunakan Mesin Penggerak Gelundungan dengan jumlah tenaga melebihi 25 (Dua Puluh Lima) Horse Power untuk 1 (Satu) IPR pada pertambangan mineral primer;
d. menggunakan Mesin Pengisap Pasir dengan jumlah tenaga melebihi 32 (Tiga Puluh Dua) Horse Power untuk 1 (Satu) IPR pada pertambangan mineral batuan di Badan Sungai;
e. memindahtangankan IPR tanpa persetujuan Bupati; dan
f. menghalang-halangi penelitian ataupun kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada WUP di sekitar WPR dan Izin usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
BAB IX
PENGELOLAAN LIMBAH
Pasal 26
(1) Pemegang IPR wajib untuk melakukan pengelolaan limbah.
(2) Pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dilakukan dengan penempatan limbah pada tempat khusus.
(3) Tempat .....
-28-
(3) Tempat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat berdasarkan kaidah-kaidah pengelolaan limbah.
BAB X
PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN RAKYAT
Pasal 27
(1) Hak atas IPR bukan merupakan pemilikan hak atas tanah.
(2) Pemilik IPR wajib menyelesaikan alas hak atas tanah terdampak akibat kegiatan penambangan.
(3) Kegiatan usaha pertambangan rakyat tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diantaranya:
a. Wilayah/Kawasan yang disediakan untuk kepentingan umum atau untuk kepentingan Negara;
b. Wilayah Pemakaman/Kuburan, Tempat Keramat atau yang dianggap suci oleh Masyarakat;
c. Tempat-tempat yang diperkirakan atau berdasarkan alasan ilmiah dapat merusak ekologi dan sumber-sumber air.
d. di sepanjang Aliran Sungai dan Anak Sungai yang sudah dilakukan pengaturan lebih dahulu.
BAB XI
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 28 ......
-29-
Pasal 28
(1) Pemerintah Kabupaten melaksanakan pembinaan di bidang pengusahaan, teknologi pertambangan, serta permodalan dan pemasaran dalam usaha meningkatkan kemampuan usaha pertambangan rakyat.
(2) Pemerintah Kabupaten bertanggung jawab terhadap pengamanan teknis pada usaha pertambangan rakyat yang meliputi:
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. pengelolaan lingkungan hidup; dan
c. reklamasi dan pasca tambang.
(3) Untuk melaksanakan pengamanan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Kabupaten wajib mengangkat Pejabat Fungsional Inspektur Tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemerintah Kabupaten wajib mencatat hasil produksi dari seluruh kegiatan usaha pertambangan rakyat yang berada dalam wilayahnya dan melaporkan secara berkala kepada Menteri dan Gubernur.
Pasal 29
(1) Bupati sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab melakukan pembinaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IPR.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemberian pedoman dan standar pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan;
b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi;
c. pendidikan dan pelatihan; dan
d. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan usaha pertambangan di bidang mineral dan batubara.
Pasal 30 .....
-30-
Pasal 30
(1) Bupati sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh Pemegang IPR.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain berupa:
a. teknis pertambangan;
b. pemasaran;
c. keuangan;
d. pengolahan data mineral dan batubara;
e. konservasi sumber daya mineral dan batubara;
f. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
g. keselamatan operasi pertambangan;
h. pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pasca tambang;
i. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;
j. pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan;
k. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;
l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan;
m.kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum;
n. jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf l dilakukan oleh inspektur tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal pemerintah kabupaten belum mempunyai inspektur tambang, Pemerintah Kabupaten dapat meminta inspektur tambang propinsi yang sudah diangkat untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 31 .....
-31-
Pasal 31
Bupati memberi teguran dan pencabutan kepada Pemegang IPR jika dalam pelaksanaan kewenangannya tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar dan prosedur pembinaan serta pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 diatur dengan Peraturan Bupati dan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Perlindungan Masyarakat
Pasal 33
(1) Masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan rakyat berhak:
a. memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam pengusahaan kegiatan pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat pengusahaan pertambangan rakyat yang menyalahi ketentuan.
(2) Ketentuan mengenai perlindungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII .....
-32-
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 35
(1) Selain penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, PPNS yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pertambangan diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan;
b. melakukan pemeriksaan terhadap Orang atau Badan yang diduga melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan;
c. memanggil dan/atau mendatangkan secara paksa orang untuk didengar dan diperiksa sebagai Saksi atau Tersangka dalam perkara tindak pidana kegiatan usaha pertambangan;
d. menggeledah tempat dan/atau sarana yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan;
e. melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha pertambangan dan menghentikan penggunaan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana;
f. menyegel dan/atau menyita alat kegiatan usaha pertambangan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti;
g. mendatangkan dan/atau meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan; dan/atau
h. menghentikan .....
-33-
h. menghentikan penyidikan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan.
Pasal 36
(1) PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dapat menangkap Pelaku tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan.
(2) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulai penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikannya kepada Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan penyidikannya dalam hal tidak terdapat cukup bukti dan/atau peristiwanya bukan merupakan tindak pidana.
(4) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 37
(1) Bupati sesuai dengan kewenangannya berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang IPR atas pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 26.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian .....
-34-
b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan; dan/atau
c. pencabutan IPR.
Pasal 38
Setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan IPR diselesaikan melalui Pengadilan dan Arbitrase Dalam Negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
Segala akibat hukum yang timbul karena penghentian sementara dan/atau pencabutan IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf b dan huruf c diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 40
Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (Sepuluh) Tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal 41 .....
-35-
Pasal 41
Pemegang IPR yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf e, dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (Sepuluh) Tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (Sepuluh Milyar Rupiah) berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal 42
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh suatu badan hukum, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3 (Satu Per Tiga) Kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan hukum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.
Pasal 43
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41 kepada Pelaku tindak pidana dapat dikenakan pidana tambahan berupa:
a. perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana;
b. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
c. kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.
Pasal 44 .....
-36-
Pasal 44
Setiap Orang yang mengeluarkan IPR yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 (Dua) Tahun penajara dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah) berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
BAB XV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 45
Setiap masalah yang timbul terhadap pelaksanaan IPR yang berkaitan dengan dampak lingkungan diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, kegiatan pertambangan dengan status perizinan Izin Usaha pertambangan (IUP) Operasi Produksi Batuan Komoditas Pasir, yang secara teknis kegiatannya di lokasi sesuai dengan Pasal 18 ayat (3), status perizinanya wajib disesuaikan menjadi IPR .
Pasal 47 .....
-37-
Pasal 47
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu
|