a. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sumber daya alam yang melimpah yang merupakan rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh bangsa dan negara Indonesia yang harus dikelola secara berkelanjutan untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa wilayah laut sebagai bagian terbesar dari wilayah Indonesia yang memiliki posisi dan nilai strategis dari berbagai aspek kehidupan yang mencakup politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan, merupakan modal dasar pembangunan nasional;
c. bahwa pengelolaan sumber daya kelautan dilakukan melalui sebuah kerangka hukum untuk memberikan kepastian hukum dan manfaat bagi seluruh masyarakat sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara.
Pasal 20, Pasal 22D ayat (1), Pasal 25A, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Wilayah laut, pembangunan kelautan, pengelolaan kelautan, pengembangan kelautan, pengelolaan ruang laut, dan pelindungan lingkungan laut, pertahanan, keamanan, penegakan hukum, keselamatan di laut, tata kelola dan kelembagaan, serta peran serta masyarakat.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2014.
Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Hak Asasi ManusiaHukum Acara dan PeradilanHukum Pidana, Perdata, dan DagangTindak Pidana Korupsi, Pencegahan Korupsi
Status Peraturan
Dicabut sebagian dengan
UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014
Undang-undang (UU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
ABSTRAK:
1. Jaminan perlindungan terhadap saksi dan korban memiliki peranan penting dalam proses peradilan pidana sehingga dengan keterangan saksi dan korban yang diberikan secara bebas dari rasa takut dan ancaman dapat mengungkap suatu tindak pidana;
2. untuk meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu juga diberikan perlindungan terhadap saksi, pelaku, pelapor, dan saksi.
Pasal 1 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28G, Pasal 28I, dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
1. Penguatan kelembagaan LPSK, antara lain peningkatan sekretariat menjadi sekretariat jenderal dan pembentukan dewan penasihat;
2. penguatan kewenangan LPSK;
3. perluasan subjek perlindungan;
4. perluasan pelayanan perlindungan terhadap korban;
5. peningkatan kerja sama dan kordinasi antarlembaga;
6. pemberian penghargaan dan penanganan khusus yang diberikan terhadap saksi pelaku;
7. mekanisme penggantian anggota LPSK antar waktu;
8. perubahan ketentuan pidana, termasuk tindak pidana yang dilakukan oleh korporsi.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2014.
Undang-undang (UU) tentang Administrasi Pemerintahan
ABSTRAK:
bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang harus mengacu pada asas-asas umum pemerintahan yang baik dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
bahwa untuk menyelesaikan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pengaturan mengenai administrasi pemerintahan diharapkan dapat menjadi solusi dalam memberikan pelindungan hukum, baik bagi warga masyarakat maupun pejabat pemerintahan;
bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, khususnya bagi pejabat pemerintahan, undang- undang tentang administrasi pemerintahan menjadi landasan hukum yang dibutuhkan guna mendasari keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan;
Dasar hukum Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang ini menjadi dasar hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan di dalam upaya meningkatkan kepemerintahan yang baik (good governance) dan sebagai upaya untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan demikian, Undang-Undang ini harus mampu menciptakan birokrasi yang semakin baik, transparan, dan efisien.
Pengaturan terhadap Administrasi Pemerintahan pada dasarnya adalah upaya untuk membangun prinsip-prinsip pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya dan pola tindak administrasi yang demokratis, objektif, dan profesional dalam rangka menciptakan keadilan dan kepastian hukum. Undang-Undang ini merupakan keseluruhan upaya untuk mengatur kembali Keputusan dan/atau Tindakan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.
Undang-Undang ini dimaksudkan tidak hanya sebagai payung hukum bagi penyelenggaraan pemerintahan, tetapi juga sebagai instrumen untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan kepada masyarakat sehingga keberadaan Undang-Undang ini benar-benar dapat mewujudkan pemerintahan yang baik bagi semua Badan atau Pejabat Pemerintahan di Pusat dan Daerah.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2014.
-
Ketentuan mengenai tata cara pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3) dan tanggung jawab Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan akibat kerugian yang ditimbulkan dari Keputusan dan/atau Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Undang-undang (UU) tentang Pencarian dan Pertolongan
ABSTRAK:
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hidup dan kehidupannya termasuk perlindungan dari kecelakaan, bencana, dan kondisi membahayakan manusia berlandaskan pada Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa tanggung jawab negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dari kecelakaan, bencana, dan kondisi membahayakan manusia dilakukan melalui pencarian dan pertolongan secara cepat, tepat, aman, terpadu, dan terkoordinasi oleh semua komponen bangsa;
bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pencarian dan pertolongan yang telah ada belum dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dan menyeluruh serta belum sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat.
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 29 tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28A, dan Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang ini mengatur kegiatan Pencarian dan Pertolongan yang disesuaikan dengan perkembangan globalisasi, otonomi daerah, tuntutan masyarakat terhadap pelayanan Pencarian dan Pertolongan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta harmonisasi dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku secara nasional dan internasional.
Undang-Undang ini bertujuan: (i) mengatur penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan secara cepat, tepat, terkoordinasi, serta menguatkan fungsi kelembagaan pemerintahan yang bertugas melaksanakan Pencarian dan Pertolongan untuk menciptakan profesionalitas di bidang tugasnya; (ii) mengadopsi beberapa ketentuan yang berlaku secara internasional, seperti standar penanganan Pencarian dan Pertolongan, sarana yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik Indonesia. Undang-Undang ini juga memberikan kesempatan kepada masyarakat yang mempunyai keahlian dan/atau kompetensi di bidang Pencarian dan Pertolongan untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan.
Masyarakat sebagai Potensi Pencarian dan Pertolongan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya budaya Pencarian dan Pertolongan dalam kehidupan sehari-hari.
Ruang lingkup pengaturan penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan dalam Undang-Undang ini meliputi, Rencana Induk Pencarian dan Pertolongan, Potensi Pencarian dan Pertolongan, Penyelenggaraan Operasi Pencarian dan Pertolongan, Sumber Daya Manusia, Kelembagaan, Sarana dan Prasarana, Sistem Informasi dan Komunikasi, Pendanaan, Kerja Sama Internasional, Peran Serta Masyarakat, dan Ketentuan Pidana.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 16 Oktober 2014.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan Potensi Pencarian dan Pertolongan diatur dalam Peraturan Pemerintah;
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai keahlian dan/atau standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur bantuan Operasi Pencarian dan Pertolongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelaksanaan Operasi Pencarian dan Pertolongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian Pelaksanaan Operasi Pencarian dan Pertolongan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, fungsi, tugas, wewenang, struktur organisasi, dan tata kerja Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan diatur dengan Peraturan Presiden.
bahwa hak cipta merupakan kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sastra, sudah demikian pesat sehingga memerlukan peningkatan pelindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pencipta, pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait;
bahwa Indonesia telah menjadi anggota berbagai perjanjian internasional di bidang hak cipta dan hak terkait sehingga diperlukan implementasi lebih lanjut dalam sistem hukum nasional agar para pencipta dan kreator nasional mampu berkompetisi secara internasional;
bahwa Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang yang baru;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Hak Cipta.
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Pelindungan Hak Cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang sejalan dengan penerapan aturan di berbagai negara sehingga jangka waktu pelindungan Hak Cipta di bidang tertentu diberlakukan selama hidup pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
Pelindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para Pencipta dan/atau Pemilik Hak Terkait, termasuk membatasi pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus (sold flat).
Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase atau pengadilan, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana.
Pengelola tempat perdagangan bertanggung jawab atas tempat penjualan dan/atau pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di pusat tempat perbelanjaan yang dikelolanya.
Hak Cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek jaminan fidusia.
Menteri diberi kewenangan untuk menghapus Ciptaan yang sudah dicatatkan, apabila Ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan atau Royalti.
Pencipta dan/atau pemilik Hak Terkait mendapat imbalan Royalti untuk Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan secara komersial.
Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi menghimpun dan mengelola hak ekonomi Pencipta dan pemilik Hak Terkait wajib mengajukan permohonan izin operasional kepada Menteri.
Penggunaan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam sarana multimedia untuk merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 16 Oktober 2014.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Royalti untuk penggunaan secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi akses terhadap Ciptaan bagi penyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan dan keterbatasan dalam membaca dan menggunakan huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana produksi dan/atau penyimpanan data berbasis teknologi informasi dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait diatur dengan Peraturan Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya kekuatan hukum pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan hak atas pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan nama dan/atau alamat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai lisensi wajib diatur dengan Peraturan Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan penerbitan izin operasional, serta evaluasi mengenai Lembaga Manajemen Kolektif diatur dengan Peraturan Menteri.
Undang-undang (UU) tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015
ABSTRAK:
bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
b.
bahwa Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 termuat dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 yang disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
c.
bahwa dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 antara Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah telah memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah yang termuat dalam Surat Keputusan DPD Nomor 78/DPD RI/IV/2013-2014 tanggal 2 September 2014;
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568);
Anggaran Pendapatan Negara Tahun Anggaran 2015 direncanakan sebesar Rp1.793.588.917.577.000,00 (satu kuadriliun tujuh ratus sembilan puluh tiga triliun lima ratus delapan puluh delapan miliar sembilan ratus tujuh belas juta lima ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah), yang diperoleh dari sumber:
a.
Penerimaan Perpajakan;
b.
PNBP; dan
c.
Penerimaan Hibah.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 14 Oktober 2014.
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas)
ABSTRAK:
bahwa Negara Indonesia sebagai bagian dari anggota negara-negara ASEAN memegang teguh dan konsisten terhadap komitmen solidaritas untuk bekerja sama di bidang pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan serta penyebaran asap lintas batas negara dengan memperhatikan prinsip-prinsip perjanjian internasional yang telah disepakati dan Kepentingan nasional sesuai dengan Pancasila dan UUD Tahun 1945. Asap yang berasal dari kebakaran lahan dan/atau hutan dapat menyebar sampai lintas batas negara dan berkecenderungan kuat mengakibatkan pencemaran lingkungan, merusak ekosistem, serta merugikan kesehatan manusia, sehingga diperlukan kerja sama antarnegara Asia Tenggara dalam megendalikan penyebaran asap lintas batas negara, dimana Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution pada tanggal 10 Juni 2002 di Kuala Lumpur, Malaysia. Atas pertimbangan tersebut, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengesahan Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas
Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU No. 37 Tahun 1999 dan UU No. 24 Tahun 2000.
UU ini mengatur tentang :
Pengesahan Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 14 Oktober 2014.
bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan negara bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah, melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa, melaksanakan operasi militer selain perang, dan ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional;
bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan negara berfungsi sebagai penangkal dan penindak terhadap setiap ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa serta pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan;
bahwa dalam mengemban tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, prajurit Tentara Nasional Indonesia memerlukan disiplin tinggi, yang merupakan syarat mutlak dalam tata kehidupan militer agar mampu melaksanakan tugas dan kewajiban dengan baik sehingga hukum disiplin militer perlu dibina dan dikembangkan untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara;
bahwa Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan Tentara Nasional Indonesia sehingga perlu diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Hukum Disiplin Militer;
Dasar hukum UU 25 tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer adalah Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Subjek dalam Undang-Undang ini adalah Militer dan tidak menggunakan istilah prajurit dengan pertimbangan sebagai berikut:
Pada dasarnya hukum pidana terdiri atas hukum pidana umum dan hukum pidana militer (militair straafrecht).
Hukum pidana militer adalah hukum pidana yang subjeknya “Militer” atau mereka yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Militer.
Penggunaan sebutan Militer sesuai dengan sebutan subjek tindak pidana militer sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Perlu menyeragamkan, menyinkronkan, dan membakukan istilah yang berkaitan dengan subjek hukum militer dan lembaga yang berwenang menyelesaikan perkara militer, seperti:
Hukum Militer yang terdiri atas Hukum Pidana Militer, Hukum Acara Pidana Militer, Hukum Tata Usaha Militer, dan Hukum Disiplin Militer; dan
Polisi Militer, Oditurat Militer, Peradilan Militer, dan Lembaga Pemasyarakatan Militer.
Diterapkannya asas keadilan, pembinaan, persamaan di hadapan hukum, praduga tak bersalah, hierarki, kesatuan komando, kepentingan militer, tanggung jawab, efektif dan efisien, dan manfaat dalam penyelesaian perkara Pelanggaran Hukum Disiplin Militer.
Dirumuskannya alat-alat bukti dalam rangka pembuktian proses penyelesaian Pelanggaran Hukum Disiplin Militer.
Pemberian peringatan secara tertulis oleh Ankum Atasan kepada Ankum yang lalai atau sengaja tidak menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer.
Pembentukan DPPDM yang bersifat ad hoc di lingkungan internal yang bertugas memberikan pertimbangan, rekomendasi, dan pengawasan atas pelaksanaan penegakan Hukum Disiplin Militer.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 14 Oktober 2014.
UU 25 tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer mencabut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Undang-undang (UU) tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013
ABSTRAK:
APBN TA 2013 yang diundangkan berdasarkan UU No. 19 Tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan dengan UU No. 15 Tahun 2013, pelaksanaannya perlu dilakukan pemeriksaan dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan UU No. 15 Tahun 2004, dimana sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2004 dan Pasal 30 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003 telah dilakukan pemeriksaan oleh BPK terhadap pelaksanaan APBN TA 2013. Sesuai Pasal 3 ayat (2), Pasal 30, dan Pasal 32 UU No. 17 Tahun 2003 dan Pasal 34 UU No. 19 Tahun 2012, pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN TA 2013 harus ditetapkan dengan undang-undang, pembahasan undang-undang tentang pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN TA 2013 dilakukan DPR bersama Pemerintah dengan memperhatikan pertimbangan DPD sesuai surat keputusan DPD No. 77/DPD RI/IV/2013-2014 tanggal 2 September 2014. Atas pertimbangan tersebut, perlu membentuk undang-undang tentang pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN TA 2013.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), ayat (2) dan ayat (5), Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 23E UUD Tahun 1945; UU No. 17 Tahun 2003; UU No. 1 Tahun 2004; UU No. 15 Tahun 2004 ; UU No. 15 Tahun 2006; UU No. 19 Tahun 2012.
Pertangungjawaban atas pelaksanaan APBN TA 2012 tertuang dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat terdiri dari:
1. Laporan Realisasi APBN TA 2013;
2. Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2013;
3. Laporan Arus Kas TA 2013; dan
4. Catatan atas Laporan Keuangan.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 02 Oktober 2014.
UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 1 angka 30, Pasal 1 angka 38, Pasal L angka 47
sampai dengan angka 49, Pasal 245 sepanjang terkait
dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal
279, Pasal 285 ayat (2) huruf a angka 1 sampai
dengan angka 4, Pasal 288 sampai dengan Pasal 291,
Pasal 296, Pasal 302, Pasal 324, dan Pasal 325
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (l,embaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2Ol4 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2O2O Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, Angka I Matriks pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota: (a). huruf C Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Nomor 1 Suburusan Sumber Daya Air (SDA) kolom 3 huruf b, kolom 4 huruf b, dan kolom 5 huruf b; (b). huruf CC Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor I Sub-Urusan Geologi kolom 3 huruf a, kolom 4 huruf b, dan kolom 5, yang tertuang dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Diubah dengan
UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
PERPU No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan
UU No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
Mencabut
UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang;
bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara;
bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah;
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 17 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 22D ayat (2), dan Pasal 23E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah dapat dirunut dari alinea ketiga dan keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Alinea ketiga memuat pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sedangkan alinea keempat memuat pernyataan bahwa setelah menyatakan kemerdekaan, yang pertama kali dibentuk adalah Pemerintah Negara Indonesia yaitu Pemerintah Nasional yang bertanggung jawab mengatur dan mengurus bangsa Indonesia. Lebih lanjut dinyatakan bahwa tugas Pemerintah Negara Indonesia adalah melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat yang terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah. DPRD dan kepala daerah berkedudukansebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi mandat rakyat untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Dengan demikian maka DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar yang mempunyai fungsi yang berbeda. DPRD mempunyai fungsi pembentukan Perda, anggaran dan pengawasan, sedangkan kepala daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan atas Perda dan kebijakan Daerah. Dalam mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tersebut, DPRD dan kepala daerah dibantu oleh Perangkat Daerah.
Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dikenal dengan istilah urusan pemerintahan absolut dan ada urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi, dan Daerah kabupaten/kota. Urusan Pemerintahan Wajib dibagi dalam Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar. Untuk Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional masyarakat.
Mengingat kondisi geografis yang sangat luas, maka untuk efektifitas dan efisiensi pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota, Presiden sebagai penanggung jawab akhir pemerintahan secara keseluruhan melimpahkan kewenangannya kepada gubernur untuk bertindak atas nama Pemerintah Pusat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Daerah kabupaten/kota agar melaksanakan otonominya dalam koridor NSPK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Untuk efektifitas pelaksanaan tugasnya selaku wakil Pemerintah Pusat, gubernur dibantu oleh perangkat gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Karena perannya sebagai Wakil Pemerintah Pusat maka hubungan gubernur dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota bersifat hierarkis.
Salah satu aspek dalam Penataan Daerah adalah pembentukan Daerah baru. Pembentukan Daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Untuk itu maka Pembentukan Daerah harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan ekonomi, potensi Daerah, luas wilayah, kependudukan, dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan Daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya Daerah.
Setiap Daerah sesuai karakter Daerahnya akan mempunyai prioritas yang berbeda antara satu Daerah dengan Daerah lainnya dalam upaya menyejahterakan masyarakat. Ini merupakan pendekatan yang bersifat asimetris artinya walaupun Daerah sama-sama diberikan otonomi yang seluas-luasnya, namun prioritas Urusan Pemerintahan yang dikerjakan akan berbeda satu Daerah dengan Daerah lainnya. Konsekuensi logis dari pendekatan asimetris tersebut maka Daerah akan mempunyai prioritas Urusan Pemerintahan dan kelembagaan yang berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan karakter Daerah dan kebutuhan masyarakatnya.
Penyerahan sumber keuangan Daerah baik berupa pajak daerah dan retribusi daerah maupun berupa dana perimbangan merupakan konsekuensi dari adanya penyerahan Urusan Pemerintahan kepada Daerah yang diselenggarakan berdasarkan Asas Otonomi. Untuk menjalankan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya, Daerah harus mempunyai sumber keuangan agar Daerah tersebut mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di Daerahnya. Pemberian sumber keuangan kepada Daerah harus seimbang dengan beban atau Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Keseimbangan sumber keuangan ini merupakan jaminan terselenggaranya Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Ketika Daerah mempunyai kemampuan keuangan yang kurang mencukupi untuk membiayai Urusan Pemerintahan dan khususnya Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar, Pemerintah Pusat dapat menggunakan instrumen DAK untuk membantu Daerah sesuai dengan prioritas nasional yang ingin dicapai.
Dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, kepala daerah dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah membuat Perda sebagai dasar hukum bagi Daerah dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat serta kekhasan dari Daerah tersebut. Perda yang dibuat oleh Daerah hanya berlaku dalam batas-batas yurisdiksi Daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian Perda yang ditetapkan oleh Daerah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan. Disamping itu Perda sebagai bagian dari sistem peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam kaidah penyusunan Perda.
Dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, kepala daerah dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah membuat Perda sebagai dasar hukum bagi Daerah dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat serta kekhasan dari Daerah tersebut. Perda yang dibuat oleh Daerah hanya berlaku dalam batas-batas yurisdiksi Daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian Perda yang ditetapkan oleh Daerah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan. Disamping itu Perda sebagai bagian dari sistem peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam kaidah penyusunan Perda.
Majunya suatu bangsa sangat ditentukan oleh inovasi yang dilakukan bangsa tersebut. Untuk itu maka diperlukan adanya perlindungan terhadap kegiatan yang bersifat inovatif yang dilakukan oleh aparatur sipil negara di Daerah dalam memajukan Daerahnya. Perlu adanya upaya memacu kreativitas Daerah untuk meningkatkan daya saing Daerah. Untuk itu perlu adanya kriteria yang obyektif yang dapat dijadikan pegangan bagi pejabat Daerah untuk melakukan kegiatan yang bersifat inovatif. Dengan cara tersebut inovasi akan terpacu dan berkembang tanpa ada kekhawatiran menjadi obyek pelanggaran hukum.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 02 Oktober 2014.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962
Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2387);
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
c. Pasal 157, Pasal 158 ayat (2) sampai dengan ayat (9), dan Pasal 159 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); dan
d. Pasal 1 angka 4, Pasal 314 sampai dengan Pasal 412, Pasal 418 sampai dengan Pasal 421 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
-
311
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat