Hak Asasi ManusiaHukum Pidana, Perdata, dan Dagang
Status Peraturan
Dicabut sebagian dengan
UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014
Diubah dengan
UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Undang-undang (UU) tentang Perlindungan Saksi dan Korban
ABSTRAK:
bahwa salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana adalah keterangan Saksi dan/atau Korban yang mendengar, melihat, atau mengalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana dalam upaya mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana;
bahwa penegak hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana sering mengalami kesulitan karena tidak dapat menghadirkan Saksi dan/atau Korban disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu;
bahwa sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan perlindungan bagi Saksi dan/atau Korban yang sangat penting keberadaannya dalam proses peradilan pidana.
Pasal 1 ayat (3), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28G, Pasal 28I, dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209).
1. KETENTUAN UMUM
2. PERLINDUNGAN DAN HAK SAKSI DAN KORBAN
3. LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
4. SYARAT DAN TATA CARA
PEMBERIAN PERLINDUNGAN DAN BANTUAN
5. KETENTUAN PIDANA
6. KETENTUAN PERALIHAN
7. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 11 Agustus 2006.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi dan restitusi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota LPSK diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota LPSK diatur dengan Peraturan Presiden.
Undang-undang (UU) tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
ABSTRAK:
bahwa negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin potensi, harkat, dan martabat setiap orang sesuai dengan hak asasi manusia;
bahwa warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok dari suatu negara yang memiliki hak dan kewajiban yang perlu dilindungi dan dijamin pelaksanaannya;
bahwa Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan Republik Indonesia sehingga harus dicabut dan diganti dengan yang baru.
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (4), Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
siapa yang menjadi Warga Negara Indonesia;
syarat dan tata cara memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia;
kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia;
syarat dan tata cara memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia;
ketentuan pidana.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 01 Agustus 2006.
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3077) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menyampaikan pernyataan untuk menjadi Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengajukan dan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara kehilangan dan pembatalan kewarganegaraan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah
Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang. Berdasarkan perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Aceh merupakan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi. Bahwa bencana alam gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh telah menumbuhkan solidaritas seluruh potensi bangsa Indonesia untuk membangun kembali masyarakat dan wilayah Aceh serta menyelesaikan konflik secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, dan
bermartabat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, perlu dibentuk UU tentang Pemerintahan Aceh.
Dasar hukum UU ini adalah : Pasal 1 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Propinsi Sumatera Utara; UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh; UU Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi Undang-Undang; UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik; UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota; UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan; UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dalam UU ini diatur mengenai pembagian daerah Aceh dan kawasan khusus. Daerah Aceh dibagi atas kabupaten/kota, Kabupaten/kota dibagi atas kecamatan, Kecamatan dibagi atas mukim, dan Mukim dibagi atas kelurahan dan gampong. Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus di Aceh dan/atau kabupaten/kota untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus. Selain mengatur mengenai pembagian daerah, UU ini juga mengatur mengenai kewenangan Pemerintahan Aceh dan kabupaten/kota.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 01 Agustus 2006.
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Telah dilakukan uji materiil oleh MK dengan nomor putusan 35/PUU-VIII/2010.
Undang-undang (UU) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi Undang-Undang
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 20 Juli 2006.
bahwa pembangunan bidang ekonomi khususnya kelancaran produksi dan distribusi barang dalam sistem perdagangan diarahkan pada upaya memajukan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa untuk mendukung terwujudnya kelancaran produksi dan distribusi barang, diperlukan adanya Sistem Resi Gudang sebagai salah satu instrumen pembiayaan;
bahwa agar penyelenggaraan Sistem Resi Gudang dapat berjalan dengan lancar, tertib, dan teratur serta memberikan kepastian hukum bagi pihak yang melakukan kegiatan dalam Sistem Resi Gudang, maka diperlukan landasan hukum yang kuat.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. KETENTUAN UMUM
2. LINGKUP RESI GUDANG
3. KELEMBAGAAN
4. PEMBUKUAN DAN PELAPORAN
5. PEMERIKSAAN DAN PENYIDIKAN
6. SANKSI ADMINISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA
7. KETENTUAN PERALIHAN
8. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 14 Juli 2006.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerbitan, pengalihan Resi Gudang, Resi Gudang Pengganti, Derivatif Resi Gudang, pembebanan Hak Jaminan, dan penyerahan Barang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kebijakan umum di bidang Sistem Resi Gudang ditetapkan oleh Menteri.
Kebijakan umum di bidang Sistem Resi Gudang ditetapkan oleh Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan tata cara mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelola Gudang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara mendapatkan persetujuan sebagai Lembaga Penilaian Kesesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pusat Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembukuan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat China Mengenai Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Treaty Between The Republic Of Indonesia And The People's Republic Of China On Mutual Legal Assistance In Criminal Matters)
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 18 April 2016.
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan International Convention For The Suppression of The Financing of Terrorism, 1999 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme, 1999)
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 05 April 2006.
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan International Convention For The Suppression of Terrorist Bombings, 1997 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman oleh Teroris, 1997)
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 05 April 2006.
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (Perjanjian Mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian)
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 20 Maret 2006.
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat