bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang menyeluruh oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat secara terarah, terpadu dan berkesinambungan, adil dan merata, serta aman, berkualitas, dan terjangkau oleh masyarakat;
bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan;
bahwa untuk memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap individu dan masyarakat, untuk memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, dan untuk memberikan pelindungan serta kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga kesehatan terkait dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan;
bahwa ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang- undangan dan belum menampung kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu dibentuk undang-undang tersendiri yang mengatur tenaga kesehatan secara komprehensif;
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
Dalam menghadapi tantangan tersebut, diperlukan adanya penguatan regulasi untuk mendukung pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan melalui percepatan pelaksanaannya, peningkatan kerja sama lintas sector, dan peningkatan pengelolaannya secara berjenjang di pusat dan daerah.
Perencanaan kebutuhan Tenaga Kesehatan secara nasional disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan masalah kesehatan, kebutuhan pengembangan program pembangunan kesehatan, serta ketersediaan Tenaga Kesehatan tersebut. Pengadaan Tenaga Kesehatan sesuai dengan perencanaan kebutuhan diselenggarakan melalui pendidikan dan pelatihan, baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun masyarakat, termasuk swasta.
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan meliputi penyebaran Tenaga Kesehatan yang merata dan berkeadilan, pemanfaatan Tenaga Kesehatan, dan pengembangan Tenaga Kesehatan, termasuk peningkatan karier. Pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas Tenaga Kesehatan sesuai dengan Kompetensi yang diharapkan dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia. Pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan dilakukan melalui peningkatan komitmen dan koordinasi semua pemangku kepentingan dalam pengembangan Tenaga Kesehatan serta legislasi yang antara lain meliputi sertifikasi melalui Uji Kompetensi, Registrasi, perizinan, dan hak-hak Tenaga Kesehatan.
Penguatan sumber daya dalam mendukung pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan dilakukan melalui peningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan, penguatan sistem informasi Tenaga Kesehatan, serta peningkatan pembiayaan dan fasilitas pendukung lainnya.
Dalam rangka memberikan pelindungan hukum dan kepastian hukum kepada Tenaga Kesehatan, baik yang melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat maupun yang tidak langsung, dan kepada masyarakat penerima pelayanan itu sendiri, diperlukan adanya landasan hukum yang kuat yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta sosial ekonomi dan budaya.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2014.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (Pasal 92)
Pasal 4 ayat (2), Pasal 17, Pasal 20 ayat (4), dan Pasal 21 Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal 94 huruf a); dan
Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) menjadi sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia setelah terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (Pasal 94 huruf b).
Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi minimum Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Asisten Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dengan penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahtugasan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Tenaga Kesehatan yang bertugas di daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan serta daerah bermasalah kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan sebagai Tenaga Kesehatan dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara pelatihan Tenaga Kesehatan, program dan tenaga pelatih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, pengangkatan, pemberhentian, serta keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dan sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara proses evaluasi kompetensi bagi Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan dan praktik Tenaga Kesehatan warga negara asing diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri
Ketentuan lebih lanjut mengenai menjalankan keprofesian di luar kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional diatur dengan Peraturan Menteri.
bahwa Negara menjamin setiap orang hidup sejahtera lahir dan batin serta memperoleh pelayanan kesehatan yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap orang dan jaminan hak orang dengan gangguan jiwa belum dapat diwujudkan secara optimal;
bahwa belum optimalnya pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap orang dan belum terjaminnya hak orang dengan gangguan jiwa mengakibatkan rendahnya produktivitas sumber daya manusia;
bahwa pengaturan penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa dalam peraturan perundang-undangan saat ini belum diatur secara komprehensif sehingga perlu diatur secara khusus dalam satu Undang-Undang;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kesehatan Jiwa;
Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa ini adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang tentang Kesehatan Jiwa ini memuat:
Ketentuan Umum;
Kesehatan Jiwa;
Sistem Pelayanan Kesehatan Jiwa;
Sumber Daya dalam Upaya Kesehatan Jiwa;
Hak dan Kewajiban;
Pemeriksaan Kesehatan Jiwa;
Tugas, Tanggung jawab, dan Wewenang;
Peran serta Masyarakat;
Ketentuan Pidana dan
Ketentuan Penutup.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 07 Agustus 2014.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan upaya promotif diatur dalam Peraturan Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan upaya preventif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan ODGJ dengan cara lain di luar ilmu kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan upaya kuratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan upaya rehabilitatif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan, pengadaan dan peningkatan mutu, penempatan dan pendayagunaan, serta pembinaan sumber daya manusia di bidang Kesehatan Jiwa diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan dan persyaratan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan terhadap fasilitas pelayanan di luar sektor kesehatan dan fasilitas pelayanan berbasis masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pemeriksaan Kesehatan Jiwa untuk kepentingan hukum diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pemeriksaan Kesehatan Jiwa untuk kepentingan pekerjaan atau jabatan tertentu diatur dengan Peraturan Menteri.
bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat;
bahwa pendidikan kedokteran sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan untuk menumbuhkembangkan penguasaan, pemanfaatan, penelitian, serta pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran dan kedokteran gigi;
bahwa upaya melakukan penataan pendidikan kedokteran untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf c belum diatur secara komprehensif dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
asas penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran yang mengedepankan kebenaran ilmiah, tanggung jawab, manfaat, kemanusiaan, keseimbangan, kesetaraan, relevansi, afirmasi, dan etika profesi dengan tujuan untuk menghasilkan Dokter, Dokter Gigi, dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis yang berbudi luhur, bermartabat, bermutu, berkompeten, berbudaya menolong, beretika, berdedikasi tinggi, profesional, berorientasi pada keselamatan pasien, bertanggung jawab, bermoral, humanistis, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mampu beradaptasi dengan lingkungan sosial, dan berjiwa sosial tinggi. Untuk itu, kurikulum yang diterapkan dalam Pendidikan Kedokteran dan Kedokteran Gigi adalah kurikulum berbasis kompetensi dan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan muatan lokal, potensi daerah untuk memenuhi kebutuhan Dokter dan Dokter Gigi, dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 06 Agustus 2013.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan ketentuan pembentukan Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) serta penambahan program studi pada Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang menyelenggarakan program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan program magister dan/atau doktor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit Dosen di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai warga negara asing yang dapat menjadi Dosen atau dosen tamu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi penerimaan calon Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi penerimaan Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai calon Mahasiswa warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 34 diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 40 sampai dengan Pasal 44 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar satuan biaya operasional Pendidikan Kedokteran yang diberlakukan untuk semua perguruan tinggi penyelenggara Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Undang-undang (UU) tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
ABSTRAK:
bahwa sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat;
bahwa untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati- hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta;
bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, harus dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Undang-Undang yang merupakan transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara untuk mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23A, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;;
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).
1. KETENTUAN UMUM
2. PEMBENTUKAN DAN RUANG LINGKUP
3. STATUS DAN TEMPAT KEDUDUKAN
4. FUNGSI, TUGAS, WEWENANG, HAK, DAN KEWAJIBAN
5. PENDAFTARAN PESERTA DAN PEMBAYARAN IURAN
6. ORGAN BPJS
7. PERSYARATAN, TATA CARA PEMILIHAN DAN PENETAPAN,
DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN PENGAWAS
DAN ANGGOTA DIREKSI
8. PERTANGGUNGJAWABAN
9. PENGAWASAN
10. ASET
11. PEMBUBARAN BPJS
12. PENYELESAIAN SENGKETA
13. HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA LAIN
14. LARANGAN
15. KETENTUAN PIDANA
16. KETENTUAN LAIN-LAIN
17. KETENTUAN PERALIHAN
18. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 25 November 2011.
Pasal 68 menyatakan :
Pada saat berubahnya PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi; dan
b. Ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468) dinyatakan tetap berlaku sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 69 menyatakan :
Pada saat mulai beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
besaran dan tata cara pembayaran Iuran program jaminan kesehatan diatur dalam Peraturan Presiden; dan
besaran dan tata cara pembayaran Iuran selain program jaminan kesehatan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Direksi diatur dengan Peraturan Direksi.
Keanggotaan panitia seleksi ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan dan penetapan Dewan Pengawas dan Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan dan penetapan calon anggota pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan mengenai bentuk dan isi laporan pengelolaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber dan penggunaan aset BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber dan penggunaan aset Dana Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persentase dana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara hubungan antarlembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya;
bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya;
bahwa dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan Rumah Sakit serta pengaturan hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, perlu mengatur Rumah Sakit dengan Undang-Undang;
bahwa pengaturan mengenai rumah sakit belum Cukup memadai untuk dijadikan landasan hukum dala m penyelenggaraan rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. KETENTUAN UMUM
2. ASAS DAN TUJUAN
3. TUGAS DAN FUNGSI
4. TANGGUNG JAWAB
PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
5. PERSYARATAN
6. JENIS DAN KLASIFIKASI
7. PERIZINAN
8. KEWAJIBAN DAN HAK
9. PENYELENGGARAAN
10. PEMBIAYAAN
11. PENCATATAN DAN PELAPORAN
12. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
13. KETENTUAN PIDANA
14. KETENTUAN PERALIHAN
15. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 28 Oktober 2009.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan tenaga kesehatan asing pada ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Rumah Sakit pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif pajak sebagaimana dmaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan Peraturan Menteri
Pedoman organisasi Rumah Sakit ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan Rumah Sakit bergerak dan Rumah Sakit lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai subsidi atau bantuan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pendapatan Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah digunakan seluruhnya secara langsung untuk biaya operasional Rumah Sakit dan tidak dapat dijadikan pendapatan negara atau Pemerintah Daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Pengawas Rumah Sakit diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 192, Pasal 194, dan Pasal 195 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Diubah dengan
UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
PERPU No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan
bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia d a n salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional;
bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara;
bahwa setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat;
bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang- Undang tentang Kesehatan yang baru.
Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat ( 3 ) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. KETENTUAN UMUM
2. ASAS DAN TUJUAN
3. HAK DAN KEWAJIBAN
4. TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
5. SUMBER DAYA DI BIDANG KESEHATAN
6. UPAYA KESEHATAN
7. KESEHATAN IBU, BAYI, ANAK,
REMAJA, LANJUT USIA, DAN PENYANDANG CACAT
8. GIZI
9. KESEHATAN JIWA
10. PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR
11. KESEHATAN LINGKUNGAN
12. KESEHATAN KERJA
13. PENGELOLAAN KESEHATAN
14. INFORMASI KESEHATAN
15. PEMBIAYAAN KESEHATAN
16. PERAN SERTA MASYARAKAT
17. BADAN PERTIMBANGAN KESEHATAN
18. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
19. PENYIDIKAN
20. KETENTUAN PIDANA
21. KETENTUAN PERALIHAN
22. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 13 Oktober 2009.
Mencabut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495).
Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai penyelengaraan pendidikan dan/atau pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan tenaga kesehatan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Kompetensi manajemen kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perbekalan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pembentukan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji coba terhadap manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Standar mutu pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan jenis pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut tentang upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada bencana diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan darah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan gangguan penglihatan dan pendengaran diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai kesehatan matra sebagaimana dimaksud dalam pasal ini diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya identifikasi mayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bedah mayat forensik diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan kematian dan pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis-jenis imunisasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya kesehatan jiwa diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan lingkungan dan proses pengolahan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara alokasi pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, susunan organisasi dan pembiayaan BPKN dan BPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan diatur dengan Peraturan Menteri.
bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam;
bahwa pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan;
bahwa sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat;
bahwa dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1, KETENTUAN UMUM
2. ASAS DAN TUJUAN
3. TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAHAN
4. HAK DAN KEWAJIBAN
5. PERIZINAN
6. PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH
7. PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI
8. KERJA SAMA DAN KEMITRAAN
9. PERAN MASYARAKAT
10. LARANGAN
11. PENGAWASAN
12. SANKSI ADMINISTRATIF
13. PENYELESAIAN SENGKETA
14. PENYIDIKAN
15. KETENTUAN PIDANA
16. KETENTUAN PERALIHAN
17. KETENTUAN LAIN-LAIN
18. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 07 Mei 2008.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan sistem tanggap darurat diatur dengan peraturan menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas pemilahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, tata cara pelabelan atau penandaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dan kewajiban produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diatur dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha pengelolaan sampah yang mendapatkan izin dan tata cara pengumuman diatur dengan peraturan daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah diatur dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur dengan peraturan pemerintah.
dll
Undang-undang (UU) tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
ABSTRAK:
bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur;
bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
1. KETENTUAN UMUM
2. ASAS, TUJUAN, DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN
3. BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
4. DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL
5. KEPESERTAAN DAN IURAN
6. PROGRAM JAMINAN SOSIAL
7. PENGELOLAAN DANA JAMINAN SOSIAL
8. KETENTUAN PERALIHAN
9. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 19 Oktober 2004.
-
Susunan organisasi dan tata kerja Dewan Jaminan Sosial Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Pentahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan mengenai pelayanan kesehatan dan urun biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Jenis-jenis pelayanan yang tidak dijamin Badan Penyelenggara Jaminan Sosial akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta batas upah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Tambahan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai manfaat pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Tata cara pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan, dokter, dan dokter gigi, diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik kedokteran.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam UU ini diatur mengenai asas dan tujuan praktik kedokteran, pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia, standar pendidikan profesi kedokteran dan kedokteran gigi, pendidikan dan pelatihan kedokteran dan kedokteran gigi, registrasi dokter dan dokter gigi, penyelenggaraan praktik kedokteran, pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Dokter Indonesia, serta pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran. Dalam menjalankan profesinya, dokter dan dokter gigi juga dapat dipidana sesuai ketentuan yang telah diatur dalam UU ini.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 06 Oktober 2005.
Dengan disahkannya Undang-undang ini maka Pasal 54 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan dokter dan dokter gigi, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pada saat diundangkannya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik kedokteran, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 September 1992.
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat