ABSTRAK: |
- a. bahwa penyelenggaraan kepariwisataan perlu dilakukan dengan
berlandaskan atas nilai-nilai kepastian hukum, kemanfaatan, dan
keadilan, dalam pemanfaatan potensi sumberdaya wisata dan
sumberdaya manusia yang diperlukan untuk menunjang
pembangunan daerah di Provins! Sulawesi Selatan;
b. bahwa pemanfaatan potensi sumberdaya wisata dan sumberdaya
manusia perlu ditlngkatkan kualitas dan kuantltasnya serta
dikembangkan sesuai dengan keunikan dan kekhasan budaya dan
daya tarik wisata masing-masing daerah secara berkelanjutan,
berdasarkan prinsip dan pendekatan partisipasi masyarakat;
c. bahwa pengaturan secara khusus dalam bentuk peraturan daerah
tentang penyelenggaraan kepariwisataan belum ada sehingga perlu
diadakan untuk menjadi pedoman bersama dalam penyelenggaraan
kepariwisataan . dalam rangka mendorong pertumbuhan dan
pengembangan kepariwisataan, penciptaan iklim usaha yang
kondusif, dan peningkatan pelayanan;
d. bahwa sebagai tindak lanjut dan penegasan ketentuan Pasal 18
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
maka perlu pengaturan dan pengelolaan urusan kepariwisataan di
Provins! Sulawesi Selatan dengan Peraturan Daerah;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu membentuk Peraturan
Daerah tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan Di Sulawesi
Selatan.
- 1. Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan
Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I
Sulawesi Utara Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2102) juncto Undang-Undang 13 Tahun 1964
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
. Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Oaerah Tingkat
I Sulawesi Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan
1..t---··L..-t..· • , _ _. •• _ _. ··- ---- ·- --··· --·- _. __ .... . .
2
Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara Tengah
dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Nagara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KonseNasi Sumber
Daya Alam Hayatl dan Ekosistemnya {Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3419);
3. Undang-Undang Nornor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik lndoneala Tahun 2003 Nornor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124,
Tam
sebag
bahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436)
aimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor
45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republlk Indonesia Tahun 2009
Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5073);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerlntahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republlk Indonesia Nornor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndoneeia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
(Lembaran Negara Republlk lndoneeia Tahun 2007 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republlk Indonesia Nomor 4700);
9. Undang-Undang Nornor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republlk Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republlk Indonesia Nomor 4725);
10. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Peslair dan Pulau-pulau Kecll (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nornor Tahun 2007 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara Repubilk Indonesia Nomor 4739).
11. Undang-Undang Nornor 10 Tahun 2009 tentang Keparlwlaataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republlk Indonesia Nomor 4966);
12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengetolaan Llngkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059); ·
13. Peraturan Pemerlntah Nomor 67 Tahun 1996 tentang
Penvelenaaaraan Keoariwiaataan {Lembaran Neaara Reaubllk
3
i.4. Peraturan Pemerlntah Nomor 10 Tahun 1000 tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Republlk Indonesia Nomor 3816);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Amlllsls
Mengenal Dampak Llngkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republlk Indonesia Nomor 3838);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pemblnaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republlk Indonesia Tahun 2005 Nomor
165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembaglan
Urusan Pemerintahan Antara Pemertntah, Pemerintahan Daerah
Provins!, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republlk Indonesia Nomor 4737);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Penguaahaan
Pariwfsata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman
Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republlk
Indonesia Tahun 2010 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara
Republlk Indonesia Nomor 5116);
19. Keputusan Preslclen Republlk Indonesia Nomor 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Undung;
20. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Parlwlsata Nomor
KM.67/UM.001/MKP/2004 tentang Pedoman Umum Pengembangan
Parlwlsata DI Pulau-Pulau Kecll;
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pengembangan Ekowlaata DI Daerah;
22. Peraturan Daerah Proplnsi Daerah Tlngkat I Sulawesi Selatan
Nomor 4 Tahun 1985 tentang Pengelolaan dan Peleatarian
Ungkungan Hldup di Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Propinsl
Daera
Lembara
h Tingkat I Sulaweal Selatan Tahun 1985 Nomor 2, Tambahan
n Daerah Propinsi Sulawesi Selatan Nomor 35);
23. Peraturan Daerah Propinai Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan
Nomor 6 Tahun 1987 tentang Penyldlk Pegawal Negeri SlpU di
Ungkungan Pemerintah Daerah Tlngkat I Sulawesi Selatan
(Lembaran Daerah Proplnsi Daerah Tlngkat I Sulawesi Selatan
Tahun 1987 Nomor 6);
24. Peraturan Daerah Provinai Sulawesi Selatan Nomor 7 Tahun 2003
· tentang Pengelolaan Kualltaa Air dan PengendaHan Pencemaran Air
di SUiawesi Selatan (Lembaran Daerah Provlai SUiawesi Selatan
Tahun 2003 Nomor 7);
25. Peraturan Daerah Provinai Sulawesi Selatan Nornor 6 Tahun 2007
. tentang Pengelolaan Wllayah Pesialr Provins! Sulawesi Selatan
(Lembaran Daerah Provlel Sulaweal Selatan Tahun 2007 Nomor 6);
26. Peraturan Daerah Provlnai Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan
Pemerintah Daerah Provinai Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah
Lemba
Provins! Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan
ran Daerah Provins! SUlaweal Selatan Nomor 235);
4
�7. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan 2008-2028 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2008 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 243);
28. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 12 Tahun 2008
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan 2008-2013 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2008 Nomor 12);
29. Peraturan Daerah Provisi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2009
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
(Lembaran Daerah Provisi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 9);
30. Peraturan Daerah Provisi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun 2010
tentang Pelayanan Publik (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2010 Nomor 1);
31. Peraturan Daerah Provins! Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2010
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (Lembaran
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor251);
- Menetapkan: PERATURAN
MEMUTUSKAN:
DAERAH TENT ANG PENYELENGGARAAN
KEPARIWISATAAN DI SULAWESI SELATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
2. Daerah adalah Provins! Sulawesi Selatan.
3. Kabupaten/Kota adalah kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.
4. Pemeriritah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
5. Menteri adalah Menteri yang membidangi kepariwisataan.
6. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan .
...
7. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang dengan mengunjungi tempat tertentu atau tujuan rekreasi, pengembangan
pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka
waktu sementara.
8. Wisatawan adalah adalah orang yang melakukan wisata.
s
�- Parlwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disedlakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan
Pemerintah Daerah.
10. Penyelenggaraan adalah pelaksanaan dari program dan keglatan yang telah
direncanakan.
11. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan
bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap
orang dan negara serta lnteraksi antara wisatawan dan masyarakat setempat,
sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
12. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan
nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan
manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
13. Usaha Pariwlsata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi
pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
14. Destinasi Pariwisata atau daerah tujuan pariwisata adalah kawasan geografis yang
berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya
tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang
saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
15. Pemasaran kepariwisataan adalah kegiatan perencanaan dan promosi
kepariwisataan Daerah yang merupakan bagian dari pembangunan kepariwisataan
Dae rah.
16. Kelembagaan kepariwisataan adalah lembaga kepariwisataan Daerah yang
memberikan dukungan dalam pembangunan pembangunan kepariwisataan.
17. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan
kegiatan usaha pariwisata.
18. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memlliki fungsi utama
pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai
pengaruh panting dalam satu atau Jebih aspek, sepertl pertumbuhan ekonomi, soslal
dan budaya, pemberdayaan sumberdaya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta
pertahanan dan keamanan.
19. Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk mengembangkan profeslonalitas
ke�a.
20 . . Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata
untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan
kepariwisataan.
20. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disngkat APBD adalah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
22. Orang adalah orang perorangan dan/atau badan.
23. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Slpil Daerah adalah pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pldana untuk
melakukan penyldikan atas pelanggaran ketentuan Peraturan Daerah.
-s: �.i,t}�- -�;,; . . .
. . �
6
24. Badan Promosi Pariwisata Daerah selanjutnya disingkat BPPD adalah Lembaga
Swasta yang bersifat mandiri, koordinatif dan teknis operasional dalam kegiatan
promosi/pemasaran kepariwisataan.
BAB II
ASAS, FUNGSI, DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Asas
Pasal2
Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas:
a. manfaat;
b. kekeluargaan;
c. adil dan merata;
d. keseimbangan;
e. kemandirian;
f. kelestarian;
g. partisipatif;
h. berkelanjutan;
i. demokratis;
j. kesetaraan; dan
k. kesatuan.
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal3
Kepariwisataan berfungsi untuk:
a. memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan
rekreasi dan perjalanan; serta
b. mendorong peningkatan pendapatan daerah untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat.
Bagian Ketiga
Tujuan
Pasa14
Kepariwisataan bertujuan untuk:
a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c. mengurangi kemiskinan;
d. mengatasi pengangguran;
e. melestarikan alam, lingkungan, dan sumberdaya;
f. memajukan kebudayaan lokal;
g. mengangkat citra bangsa;
:.. ti:·.·· .. .!-.
···� . i.
7
momperkokoh jatl d:r; dan kesatuan bangsa; serta
j. mempererat persahabatan antarbangsa. .
BAB Ill
PRINSIP PENYELENGGARAAN
Pasal 5
Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip:
a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari
konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang
Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara
manusia dan lingkungan;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal;
c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan
proporsionalitas;
d. memelihara kelestarian alam dan llngkungan hidup;
e. memberdayakan masyarakat setempat;
f. menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang
merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta
keterpaduan antarpemangku kepentingan;
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam
bidang pariwisata; dan
h. memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BABIV
PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN
Pasal 6
Penyelenggaran kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan
kepariwisataan dengan memerhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan
budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata.
Pasal 7
Penyelenggaraan kepariwisataan terdiri atas:
a. kelembagaan kepariwisataan;
b. usaha pariwisata;
c. destinasi pariwisata; dan
d. pemasaran; dan
Pasal8
Pemerintah Daerah bersama penyelenggara kepariwisataan melakukan penelitian dan
pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.
8
SASV
KELEMBAGAAN KEPARIWISATAAN
Pasal9
Kelembagaan Kepariwisataan sebagalmana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, terdiri
atas:
a. kelembagaan pariwisata Daerah;
b. kelembagaan pariwisata lembaga swadaya masyarakat;
c. kelembagaan pariwisata swasta.
BABVI
USAHA PARIWISATA
Pasal 10
Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, terdiri atas:
a. daya tarik wisata;
b. kawasan pariwisata;
c. jasa transportasi wisata;
d. jasa perjalanan wisata;
e. Jasa makanan dan minuman;
f. penyediaan akomodasi;
g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;
I. jasa informasi pariwisata;
j. jasa konsultan pariwisata;
k. jasa pramuwisata;
I. wisata tirta; dan
m. sehat pakai air (SPA).
Pasal 11
(1) Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10, pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan usahanya terlebih dahulu
kepada Pemerintah Daerah.
(2) Tata cara pendaftaran sebagaimana dlmaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Gubernur dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.
BABVII
DESTINASI PARIWISATA
Pasal 12
Destinasi Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, terdiri atas:
a. pengelolaan kawasan strategis pariwisata;
b. fasilitas destinasi pariwisata;
c. aksesibilitas pariwisata;
d. pengamanan destinasi pariwisata.
9
Pasal 13
(1) Pengelolaan kawasan strategis sebagalmana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a,
dilakukan dengan menetapkan suatu kawasan strategis pariwisata.
(2) Penetapan kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan memerhatikan aspek:
a. · sumberdaya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik
pariwisata;
b. potensi pasar;
c. lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan
wilayah;
d. perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam
menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hldup;
e. lokasi strategls yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan
pemanfaatan aset budaya;
f. kesiapan dan dukungan masyarakat; dan
g. kekhususan dari wilayah.
(3) Kawasan strategis pariwisata dikembangkan untuk mendukung terciptanya
persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(4) Kawasan strategis pariwisata harus memerhatikan aspek budaya, sosial, dan
agama masyarakat setempat.
Pasal 14
(1) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
merupakan bagian integral dari rencana tata ruang wilayah nasional dan rencana
tata ruang wilayah Daerah.
� �)Kawasan strategis pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
BAB VIII
PEMASARAN KEPARIWISATAAN
Pasal 15
Pemasaran Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, terdiri atas:
a. perencanaan kegiatan pemasaran;
b. badan promosi pariwisata Daerah (BPPD).
Pasal 16
Perencanaan pelaksanaan kegiatan kepariwisataan dalam rangka pemasaran pariwisata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a dilakukan secara bersama dan
terintegrasi antara Pemerintah Daerah dengan pemerintah kabupatenl kota.
Pasal 17
(1) Pemasaran pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dilakukan
Pemerintah Daerah dalam bentuk promosi dengan bekerjasamalmelibatkan unsur
pemangku kepentingan (stakeholders).
(2) Pelaksanaan promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Pemerintah
Daerah dengan mengalokasikan pembiayaan dalam APBD dan dukunaan
.·: ....... , .... _
10
Pasal 18
(1) Pemerintah Daerah memfasilitasi pembentukan BPPD sebagaimana dlmaksud
dalam Pasal 15 huruf b, yang berkedudukan di ibu kota Daerah.
(2) BPPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga swasta dan
bersifat mandiri.
(3) BPPD dalam melaksanakan kegiatannya wajib berkoordlnasi dengan Badan
Promosi Pariwisata Indonesia dan Pemerintah. � Pembentukan BPPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan v � Peraturan Gubemur.
Pasal19
(1) Sumber pembiayaan BPPD berasal dari:
a. pemangku kepentingan; dan
b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
APBD berbentuk hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengelolaan dana yang bersumber dari non-Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan non-APBD wajib diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan kepada
masyarakat.
BABIX
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal20
(1) Setiap orang berhak:
a. memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata;
b . . melakukan usaha pariwisata;
c. menjadi pekerja/buruh pariwisata; dan/atau
d. berperan dalarn proses pembanqunan kepariwisataan.
(2) Setiap orang di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata mernpunyai hak prioritas:
a. menjadi pekerja/buruh;
b. konsinyasl; danlatau
c. pengelolaan.
Pasal21
Setiap wisatawan berhak rnemeroleh:
a. informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata;
b. pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar;
c. perlindungan hukurn dan keamanan;
d. pelayanan kesehatan;
e. pertindungan hak pribadi; dan
f. perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata vana berisiko tinaai.
. ·;:\ .' .' r., . .
"' . \
11
Pasal22
(1) Wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak, dan lanjut usia berhak
mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan kebutuhannya.
(2) Lingkup fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut I
dalam Peraturan Gubemur. V
Pasal 23
Setiap pengusaha pariwisata berhak:
a. mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisataan;
b. membentuk dan menjadl anggota asosiasi kepariwisataan;
c. mendapatkan perllndungan hukum dalam berusaha; dan
d. mendapatkan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal24
Setiap orang berkewajiban:
a. menjaga dan melestarikan daya tarik wisata; dan
b. membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan
menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.
Pasal 25
Setiap wisatawan berkewajlban:
a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat setempat;
b. memellhara dan melestarikan lingkungan;
c. turut serta menjaga ketertiban dan keamanan llngkungan; dan
d. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan
kegiatan yang melanggar hukum.
Pasal26
(1) Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban:
a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat setempat;
b. memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab tentang
penyelenggaraan kepariwisataan yang dilaksanakannya;
c. memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif;
d. memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan
wisatawan;
e. memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang
berisiko tinggl;
f. mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi setempat
yang saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan;
g. mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk dalam negerl,
dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal;
h. meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan;
··�·'-'.,.,.· . 1 -e- ..•
. \ i
1 2 .
l. berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan program
pemberdayaan masyarakat;
j. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan
kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya;
k. memelihara lingkungan yang sehat, bersih, dan asri;
I. memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya;
m.menjaga citra negara · dan bangsa Indonesia melalui kegiatan usaha
kepanwisataan secara bertanggung jawab; dan
n. menerapkan standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengusaha pariwisata yang melakukan perjalanan atau kunjungan wisata ke Daerah,
wajlb bekerja sama dengan pengusaha wisata lokal.
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal27
Setiap orang dilarang merusak sebagian atau seluruh fisik daya tarik wisata.
BABX
KEWENANGAN DAN TUGAS PEMERINTAH DAERAH
Bagian Kesatu
Kewenangan
Pasal28
Pemerintah Daerah mengatur dan menyelenggarakan urusan kepariwisataan sesuai
dengan kewenangan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal29
(1) Pemerintah Daerah berwenang:
a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan
Daerah;
b. mengoordinasikan penyelenggaraan kepariwisataan di wilayahnya;
c. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha
pariwisata;
d. menetapkan destinasi pariwisata Daerah;
e. menetapkan daya tarik wisata Daerah;
f. memfasllltasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di
wilayahnya;
g. memelihara aset Daerah yang menjadi daya tarik wisata Daerah;
h. mengalokasikan anggaran penyelenggaraan kepariwisataan;
i. melakukan pengawasan terhadap standarisasi usaha untuk meningkatkan
pelayanan pada usaha pariwisata di Daerah;
j. memberi izin untuk melakukan penelitian tentang kepariwisataan kepada orang
kelompok orang dan atau lembaga/institusi;
k. mewajibkan menyerahkan sebagian atau keseluruhan hasil penelitian kepada
il"l�+ftn&; ,,,.. .... ,. .... _..: 1-:- ••-6ool.a .J:-•,--1·-- .-.-&...---? L-L-- -------!
r ..... t.. . . �- •
..... . '·t.
13
(�} Kewenangan mengoordinasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan melalui:
a. rapat koordinasi dengan instansi terkait dalam lingkup pemerintah
kabupaten/kota.
b. memfasilitasi penegakan hak atas kekayaan intelektual berkenaan dengan daya
tarik wisata sesual ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tugas
Pasal30
(1) Pemerintah Daerah mempunyai tugas:
a. menyediakan informasi tentang kepariwisataan, perlindungan hukum, serta
keamanan dan keselamatan kepada wisatawan;
b. menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan usaha pariwisata yang
meliputi terbukanya kesempatan yang sama dalam berusaha, memfasilitasi, dan
memberikan kepastian hukum;
c. melestarikan daya tarik wisata budaya Daerah dengan melakukan pemeliharaan
dan pengalokasian anggaran;
d. memelihara dan melestarikan aset nasional dan Daerah yang menjadi daya tarik
wisata dan aset potensial yang belum tergali;
e. mengembangkan dan membentuk kawasan strategis pariwisata Daerah yang
dianggap potensial;
f. mengoptlmalkan upaya pengembangan kepariwisataan Daerah secara
terkoordinasi;
g. mengawasi dan mengendalikan kegiatan penyelenggaran kepariwisataan dalam
rangka mencegah dan menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat
luas.
(2) Pengalokasian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan
bagi objek wlsata yang dikelola Pemerintah Daerah dan masyarakat berdasarkan
prioritas.
(3) Tata cara pengalokasian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dlatur
lebih lanjut dengan Peraturan Gubemur.
(4) Pengaturan terhadap ketentuan mengenai pengawasan dan pengendalian kegiatan
penyelenggaraan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
diatur dengan Peraturan Gubemur sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Passi 31
Pemerintah Daerah bertugas mengembangkan dan mellndungi usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata, dengan cara:
a. membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil,
meriengah, dan koperasi; dan
b. memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dengan usaha
skala besar.
Pasal 32
Pemerintah Daerah dapat menunda atau meninjau kembali pendaftaran usaha pariwisata
apabila tidak sesual dengan ketentuan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Passi 11.
·,, .. .: .l.·: .
" "I . I
14
9A9XI
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal33
(1) Setiap orang, organisasi pariwisata, lembaga pemerintah, serta badan usaha yang
berprestasi luar biasa atau berjasa besar dalam partislpasinya meningkatkan
pembangunan, kepeloporan, dan pengabdian dalam penyelenggaraan dan
pengembangan kepariwisataan yang dapat dibuktikan dengan fakta yang konkret
diberi penghargaan.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah
Daerah atau lembaga lain yang terpercaya.
(3) Penghargaan dapat berbentuk pemberian piagam, uang, atau bentuk penghargaan
lain yarig bermanfaat.
(4) Pengaturan ketentuan mengenai pemberian penghargaan, bentuk penghargaan,
dan pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) dilakukan oleh Gubemur dengan berpedoman pada ketentuan
yang ditetapkan Pemerintah.
BABXII
SISTEM INFORMASI KEPARIWISATAAN
Pasal34
(1) Pemerintah Daerah bersama dengan pemerintah kabupaten/kota dan Pemerintah
menjamin ketersediaan dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat untuk
kepentingan pengembangan kepariwisataan.
(2) Dalam menyediakan dan menyebarluaskan informasi, Pemerintah Daerah bersama
Pemerintah mengembangkan sistem informasi kepariwisataan;
(3) Pemerintah Daerah dapat mengembangkan dan mengelola sistem informasi
kepariwisataan sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerah.
BAB XIII
PELATIHAN SUMBERDAYA MANUSIA, STANDARDISASI,
SERTIFIKASI, DAN TENAGA KERJA
Bagian Kesatu
Pelatihan Sumberdaya Manusia
Pasal35
Perrierintah Daerah menyelenggarakan pelatlhan sumberdaya manusia pariwisata sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Standarclisasi dan Sertifikasi
Pasal36
(1) Tenaga kerja di bidang kepariwisataan memilikl standar kompetensi.
(2) Standar kompetensi sebagalmana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
sertifikasi komMtl'!n�i
/'(t\:.;:�} \ -�··
,
� � .
15
l1\ �.i:l:kael komr,eienai dUakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi yang telah
mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal37
(1) Prociuk, pelayanan, dan penyelenggaraan usaha pariwisata memiliki standar usaha.
(2) Standar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi
usaha.
(3) Sertifikasl uaaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh lembaga
mandiri yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Setiap usaha pariwisata wajib memiliki pengelola dan karyawan usaha pariwisata
yang bersertifikat di bidang usaha pariwisata atau bidang sesuai pekerjaannya,
yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi.
Pasal38
Ketentuan mengenai sertifikasi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan
sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Pramuwisata
Pasal 39
(1) Pramuwisata madya dapat melaksanakan kegiatan di wilayah Daerah setelah
memperoleh izin sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah setelah lulus pelatihan. .
(2) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
sertifikasi kompetensi.
Bagian Keempat
Tenaga Kerja Ahli Warga Negara Asing
Pasal40
(1) Pengusaha pariwisata dapat mempekerjakan tenaga kerja ahli warga negara asing
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tenaga kerja ahli warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari organlsasi asoslasi pekerja profesional
kepariwisataan.
(3) Setlap warga negara asing yang akan bekerja pada usaha pariwisata, wajib
memiliki Sertifikat uji kompetensi pada Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata yang
resmi dari Sadan Nasional Sertifikasi Profesi.
BAB XIV
PEMBIAYAAN
Pasal41
(1) Pembiayaan pariwisata menjadl tanggung jawab bersama antara:
a nAm.c.rintc.h·
'. ':'. ··�.'
• . 1 ' • •• :. : \,..
., . :r. .
16
c. pengusaha: dan
d. masyarakat.
(2) Lingkup pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut . ..J
dalam Peraturan Gubernur.
Pasal42
Pembiayaan penyelenggaraan kepariwisataan dilakukan berdasarkan prinsip keadilan,
efisieilsi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
Pasal43
Pemerintah Daerah mengalokasikan sebagian dari pendapatan yang diperoleh dari
penyelenggaraan kepariwisataan untuk kepentingan pelestarian alam dan budaya.
Pasa144
Pendanaan oleh pengusaha dan/atau masyarakat dalam pembangunan pariwisata di
pulau kecil dlberikan insentif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal45
Pemerintah Daerah memberikan peluang pembiayaan bagi usaha mikro dan keel! di
bldang kepariwisataan. ·
BAB XV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal46
(1) Setiap wisatawan yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dlmaksud dalam
Pasal 25 dan Pasal 27 dikenakan sanksi berupa teguran lisan disertai dengan
pemberitahuan mengenai hal yang harus dipenuhi.
(2) Apabila wisatawan telah diberi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
tidak diindahkannya, wisatawan yang bersangkutan diwajibkan meninggalkan lokasi
wisata dengan membayar denda.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Gubemur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal47
(1) Setiap pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Passi 11, Pasal 26 dan Pasal 27 dikenakan sanksi administratif.
(2) · Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. pembatasan keglatan usaha; dan
c. pembekuan sementara kegiatan usaha; dan/atau
d. denda.
(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikenakan kepada
pengusaha paling banyak 3 (tiga) kali.
(4) Sanksi pembatasan kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak
mematuhi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
17
ll:) �anksi pembekuan sementara keglatan usaha dlkenakan kepada pengusaha yang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
(6) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d,
dikenakan pula kepada pengusaha yang tidak mematuhi teguran sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
BAB XVI
PENYIDIKAN
Pasal48
(1) Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai
negeri slpil yang llngkup tugas dan tanggung jawabnya dalam bidang
kepariwisataan dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(2) Pejabat penyldik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang untuk:
a. melakukan pemeriksaan atas laporan atau keterangan tentang adanya tindakan
pidana di bidang kepariwisataan;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang, badan usaha, atau badan sosial yang
diduga melakukan tlndakan pidana di bidang kepariwisataan;
c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka
dalam perkara tindak pldana di bidang kepariwisataan;
d. melakukan pemeriksaan prasarana kepariwisataan dan menghentikan
peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang
kepariwisataan serta mengamankannya sebagai barang bukti;
e. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyldikan tindak
pidana di bidang kepariwisataan;
f. membuat dan menandatangani berita acara dan mengirimkannya kepada
penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau
g. menghentikan penyidlkan apabila tidak terdapat bukti permulaan yang cukup
atau peristiwa tersebut bukan tlndak pidana.
(3) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memberitahukan dimuiainya penyidikan kepada penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
(4) Pejabat penyidik pegawai negeri sipll sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal49
(1) Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak fisik daya tarik
wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diancam pidana sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap orang yang karena kelalaiannya dan melawan hukum, merusak fisik, atau
mengurangi nilai daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diancam
pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan:
18
BAB XVIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal50
BPPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 telah ditetapkan paling lama 1 (satu)
tahun setelah Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 51
(1) Kabupaten/kota membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan
Kepariwisataan dengan mengacu dan memperhatikan Peraturan Daerah ini.
(2) Kabupaten/kota yang telah menetapkan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan menyesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal52
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus telah ditetapkan dalam waktu
paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal53
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahulnya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
|