Menetapkan: PERATURAN MEMUTUSKAN: DAERAH TENT ANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN DI SULAWESI SELATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. 2. Daerah adalah Provins! Sulawesi Selatan. 3. Kabupaten/Kota adalah kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. 4. Pemeriritah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. 5. Menteri adalah Menteri yang membidangi kepariwisataan. 6. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan . ... 7. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu atau tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. 8. Wisatawan adalah adalah orang yang melakukan wisata. s �- Parlwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disedlakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. 10. Penyelenggaraan adalah pelaksanaan dari program dan keglatan yang telah direncanakan. 11. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta lnteraksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. 12. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. 13. Usaha Pariwlsata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. 14. Destinasi Pariwisata atau daerah tujuan pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. 15. Pemasaran kepariwisataan adalah kegiatan perencanaan dan promosi kepariwisataan Daerah yang merupakan bagian dari pembangunan kepariwisataan Dae rah. 16. Kelembagaan kepariwisataan adalah lembaga kepariwisataan Daerah yang memberikan dukungan dalam pembangunan pembangunan kepariwisataan. 17. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata. 18. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memlliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh panting dalam satu atau Jebih aspek, sepertl pertumbuhan ekonomi, soslal dan budaya, pemberdayaan sumberdaya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan. 19. Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk mengembangkan profeslonalitas ke�a. 20 . . Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan. 20. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disngkat APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 22. Orang adalah orang perorangan dan/atau badan. 23. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Slpil Daerah adalah pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pldana untuk melakukan penyldikan atas pelanggaran ketentuan Peraturan Daerah. -s: �.i,t}�- -�;,; . . . . . � 6 24. Badan Promosi Pariwisata Daerah selanjutnya disingkat BPPD adalah Lembaga Swasta yang bersifat mandiri, koordinatif dan teknis operasional dalam kegiatan promosi/pemasaran kepariwisataan. BAB II ASAS, FUNGSI, DAN TUJUAN Bagian Kesatu Asas Pasal2 Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas: a. manfaat; b. kekeluargaan; c. adil dan merata; d. keseimbangan; e. kemandirian; f. kelestarian; g. partisipatif; h. berkelanjutan; i. demokratis; j. kesetaraan; dan k. kesatuan. Bagian Kedua Fungsi Pasal3 Kepariwisataan berfungsi untuk: a. memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan; serta b. mendorong peningkatan pendapatan daerah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Bagian Ketiga Tujuan Pasa14 Kepariwisataan bertujuan untuk: a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi; b. meningkatkan kesejahteraan rakyat; c. mengurangi kemiskinan; d. mengatasi pengangguran; e. melestarikan alam, lingkungan, dan sumberdaya; f. memajukan kebudayaan lokal; g. mengangkat citra bangsa; :.. ti:·.·· .. .!-. ···� . i. 7 momperkokoh jatl d:r; dan kesatuan bangsa; serta j. mempererat persahabatan antarbangsa. . BAB Ill PRINSIP PENYELENGGARAAN Pasal 5 Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip: a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan; b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal; c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas; d. memelihara kelestarian alam dan llngkungan hidup; e. memberdayakan masyarakat setempat; f. menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan; g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata; dan h. memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. BABIV PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN Pasal 6 Penyelenggaran kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memerhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata. Pasal 7 Penyelenggaraan kepariwisataan terdiri atas: a. kelembagaan kepariwisataan; b. usaha pariwisata; c. destinasi pariwisata; dan d. pemasaran; dan Pasal8 Pemerintah Daerah bersama penyelenggara kepariwisataan melakukan penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan. 8 SASV KELEMBAGAAN KEPARIWISATAAN Pasal9 Kelembagaan Kepariwisataan sebagalmana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, terdiri atas: a. kelembagaan pariwisata Daerah; b. kelembagaan pariwisata lembaga swadaya masyarakat; c. kelembagaan pariwisata swasta. BABVI USAHA PARIWISATA Pasal 10 Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, terdiri atas: a. daya tarik wisata; b. kawasan pariwisata; c. jasa transportasi wisata; d. jasa perjalanan wisata; e. Jasa makanan dan minuman; f. penyediaan akomodasi; g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi; h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran; I. jasa informasi pariwisata; j. jasa konsultan pariwisata; k. jasa pramuwisata; I. wisata tirta; dan m. sehat pakai air (SPA). Pasal 11 (1) Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan usahanya terlebih dahulu kepada Pemerintah Daerah. (2) Tata cara pendaftaran sebagaimana dlmaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur dengan berpedoman pada Peraturan Menteri. BABVII DESTINASI PARIWISATA Pasal 12 Destinasi Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, terdiri atas: a. pengelolaan kawasan strategis pariwisata; b. fasilitas destinasi pariwisata; c. aksesibilitas pariwisata; d. pengamanan destinasi pariwisata. 9 Pasal 13 (1) Pengelolaan kawasan strategis sebagalmana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, dilakukan dengan menetapkan suatu kawasan strategis pariwisata. (2) Penetapan kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan memerhatikan aspek: a. · sumberdaya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata; b. potensi pasar; c. lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah; d. perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hldup; e. lokasi strategls yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya; f. kesiapan dan dukungan masyarakat; dan g. kekhususan dari wilayah. (3) Kawasan strategis pariwisata dikembangkan untuk mendukung terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. (4) Kawasan strategis pariwisata harus memerhatikan aspek budaya, sosial, dan agama masyarakat setempat. Pasal 14 (1) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana tata ruang wilayah nasional dan rencana tata ruang wilayah Daerah. � �)Kawasan strategis pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. BAB VIII PEMASARAN KEPARIWISATAAN Pasal 15 Pemasaran Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, terdiri atas: a. perencanaan kegiatan pemasaran; b. badan promosi pariwisata Daerah (BPPD). Pasal 16 Perencanaan pelaksanaan kegiatan kepariwisataan dalam rangka pemasaran pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a dilakukan secara bersama dan terintegrasi antara Pemerintah Daerah dengan pemerintah kabupatenl kota. Pasal 17 (1) Pemasaran pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dilakukan Pemerintah Daerah dalam bentuk promosi dengan bekerjasamalmelibatkan unsur pemangku kepentingan (stakeholders). (2) Pelaksanaan promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Pemerintah Daerah dengan mengalokasikan pembiayaan dalam APBD dan dukunaan .·: ....... , .... _ 10 Pasal 18 (1) Pemerintah Daerah memfasilitasi pembentukan BPPD sebagaimana dlmaksud dalam Pasal 15 huruf b, yang berkedudukan di ibu kota Daerah. (2) BPPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri. (3) BPPD dalam melaksanakan kegiatannya wajib berkoordlnasi dengan Badan Promosi Pariwisata Indonesia dan Pemerintah. � Pembentukan BPPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan v � Peraturan Gubemur. Pasal19 (1) Sumber pembiayaan BPPD berasal dari: a. pemangku kepentingan; dan b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan APBD berbentuk hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pengelolaan dana yang bersumber dari non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan non-APBD wajib diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat. BABIX HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN Bagian Kesatu Hak Pasal20 (1) Setiap orang berhak: a. memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata; b . . melakukan usaha pariwisata; c. menjadi pekerja/buruh pariwisata; dan/atau d. berperan dalarn proses pembanqunan kepariwisataan. (2) Setiap orang di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata mernpunyai hak prioritas: a. menjadi pekerja/buruh; b. konsinyasl; danlatau c. pengelolaan. Pasal21 Setiap wisatawan berhak rnemeroleh: a. informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata; b. pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar; c. perlindungan hukurn dan keamanan; d. pelayanan kesehatan; e. pertindungan hak pribadi; dan f. perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata vana berisiko tinaai. . ·;:\ .' .' r., . . "' . \ 11 Pasal22 (1) Wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak, dan lanjut usia berhak mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan kebutuhannya. (2) Lingkup fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut I dalam Peraturan Gubemur. V Pasal 23 Setiap pengusaha pariwisata berhak: a. mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisataan; b. membentuk dan menjadl anggota asosiasi kepariwisataan; c. mendapatkan perllndungan hukum dalam berusaha; dan d. mendapatkan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Kewajiban Pasal24 Setiap orang berkewajiban: a. menjaga dan melestarikan daya tarik wisata; dan b. membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata. Pasal 25 Setiap wisatawan berkewajlban: a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat; b. memellhara dan melestarikan lingkungan; c. turut serta menjaga ketertiban dan keamanan llngkungan; dan d. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum. Pasal26 (1) Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban: a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat; b. memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab tentang penyelenggaraan kepariwisataan yang dilaksanakannya; c. memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif; d. memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan; e. memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggl; f. mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan; g. mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk dalam negerl, dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal; h. meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan; ··�·'-'.,.,.· . 1 -e- ..• . \ i 1 2 . l. berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan program pemberdayaan masyarakat; j. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya; k. memelihara lingkungan yang sehat, bersih, dan asri; I. memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya; m.menjaga citra negara · dan bangsa Indonesia melalui kegiatan usaha kepanwisataan secara bertanggung jawab; dan n. menerapkan standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pengusaha pariwisata yang melakukan perjalanan atau kunjungan wisata ke Daerah, wajlb bekerja sama dengan pengusaha wisata lokal. Bagian Ketiga Larangan Pasal27 Setiap orang dilarang merusak sebagian atau seluruh fisik daya tarik wisata. BABX KEWENANGAN DAN TUGAS PEMERINTAH DAERAH Bagian Kesatu Kewenangan Pasal28 Pemerintah Daerah mengatur dan menyelenggarakan urusan kepariwisataan sesuai dengan kewenangan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal29 (1) Pemerintah Daerah berwenang: a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan Daerah; b. mengoordinasikan penyelenggaraan kepariwisataan di wilayahnya; c. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata; d. menetapkan destinasi pariwisata Daerah; e. menetapkan daya tarik wisata Daerah; f. memfasllltasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya; g. memelihara aset Daerah yang menjadi daya tarik wisata Daerah; h. mengalokasikan anggaran penyelenggaraan kepariwisataan; i. melakukan pengawasan terhadap standarisasi usaha untuk meningkatkan pelayanan pada usaha pariwisata di Daerah; j. memberi izin untuk melakukan penelitian tentang kepariwisataan kepada orang kelompok orang dan atau lembaga/institusi; k. mewajibkan menyerahkan sebagian atau keseluruhan hasil penelitian kepada il"l�+ftn&; ,,,.. .... ,. .... _..: 1-:- ••-6ool.a .J:-•,--1·-- .-.-&...---? L-L-- -------! r ..... t.. . . �- • ..... . '·t. 13 (�} Kewenangan mengoordinasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui: a. rapat koordinasi dengan instansi terkait dalam lingkup pemerintah kabupaten/kota. b. memfasilitasi penegakan hak atas kekayaan intelektual berkenaan dengan daya tarik wisata sesual ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Tugas Pasal30 (1) Pemerintah Daerah mempunyai tugas: a. menyediakan informasi tentang kepariwisataan, perlindungan hukum, serta keamanan dan keselamatan kepada wisatawan; b. menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan usaha pariwisata yang meliputi terbukanya kesempatan yang sama dalam berusaha, memfasilitasi, dan memberikan kepastian hukum; c. melestarikan daya tarik wisata budaya Daerah dengan melakukan pemeliharaan dan pengalokasian anggaran; d. memelihara dan melestarikan aset nasional dan Daerah yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali; e. mengembangkan dan membentuk kawasan strategis pariwisata Daerah yang dianggap potensial; f. mengoptlmalkan upaya pengembangan kepariwisataan Daerah secara terkoordinasi; g. mengawasi dan mengendalikan kegiatan penyelenggaran kepariwisataan dalam rangka mencegah dan menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat luas. (2) Pengalokasian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan bagi objek wlsata yang dikelola Pemerintah Daerah dan masyarakat berdasarkan prioritas. (3) Tata cara pengalokasian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dlatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubemur. (4) Pengaturan terhadap ketentuan mengenai pengawasan dan pengendalian kegiatan penyelenggaraan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g diatur dengan Peraturan Gubemur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Passi 31 Pemerintah Daerah bertugas mengembangkan dan mellndungi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata, dengan cara: a. membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil, meriengah, dan koperasi; dan b. memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dengan usaha skala besar. Pasal 32 Pemerintah Daerah dapat menunda atau meninjau kembali pendaftaran usaha pariwisata apabila tidak sesual dengan ketentuan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Passi 11. ·,, .. .: .l.·: . " "I . I 14 9A9XI PARTISIPASI MASYARAKAT Pasal33 (1) Setiap orang, organisasi pariwisata, lembaga pemerintah, serta badan usaha yang berprestasi luar biasa atau berjasa besar dalam partislpasinya meningkatkan pembangunan, kepeloporan, dan pengabdian dalam penyelenggaraan dan pengembangan kepariwisataan yang dapat dibuktikan dengan fakta yang konkret diberi penghargaan. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah Daerah atau lembaga lain yang terpercaya. (3) Penghargaan dapat berbentuk pemberian piagam, uang, atau bentuk penghargaan lain yarig bermanfaat. (4) Pengaturan ketentuan mengenai pemberian penghargaan, bentuk penghargaan, dan pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan oleh Gubemur dengan berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan Pemerintah. BABXII SISTEM INFORMASI KEPARIWISATAAN Pasal34 (1) Pemerintah Daerah bersama dengan pemerintah kabupaten/kota dan Pemerintah menjamin ketersediaan dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat untuk kepentingan pengembangan kepariwisataan. (2) Dalam menyediakan dan menyebarluaskan informasi, Pemerintah Daerah bersama Pemerintah mengembangkan sistem informasi kepariwisataan; (3) Pemerintah Daerah dapat mengembangkan dan mengelola sistem informasi kepariwisataan sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerah. BAB XIII PELATIHAN SUMBERDAYA MANUSIA, STANDARDISASI, SERTIFIKASI, DAN TENAGA KERJA Bagian Kesatu Pelatihan Sumberdaya Manusia Pasal35 Perrierintah Daerah menyelenggarakan pelatlhan sumberdaya manusia pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Standarclisasi dan Sertifikasi Pasal36 (1) Tenaga kerja di bidang kepariwisataan memilikl standar kompetensi. (2) Standar kompetensi sebagalmana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi komMtl'!n�i /'(t\:.;:�} \ -�·· , � � . 15 l1\ �.i:l:kael komr,eienai dUakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal37 (1) Prociuk, pelayanan, dan penyelenggaraan usaha pariwisata memiliki standar usaha. (2) Standar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi usaha. (3) Sertifikasl uaaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Setiap usaha pariwisata wajib memiliki pengelola dan karyawan usaha pariwisata yang bersertifikat di bidang usaha pariwisata atau bidang sesuai pekerjaannya, yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi. Pasal38 Ketentuan mengenai sertifikasi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Ketiga Pramuwisata Pasal 39 (1) Pramuwisata madya dapat melaksanakan kegiatan di wilayah Daerah setelah memperoleh izin sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setelah lulus pelatihan. . (2) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi kompetensi. Bagian Keempat Tenaga Kerja Ahli Warga Negara Asing Pasal40 (1) Pengusaha pariwisata dapat mempekerjakan tenaga kerja ahli warga negara asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Tenaga kerja ahli warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari organlsasi asoslasi pekerja profesional kepariwisataan. (3) Setlap warga negara asing yang akan bekerja pada usaha pariwisata, wajib memiliki Sertifikat uji kompetensi pada Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata yang resmi dari Sadan Nasional Sertifikasi Profesi. BAB XIV PEMBIAYAAN Pasal41 (1) Pembiayaan pariwisata menjadl tanggung jawab bersama antara: a nAm.c.rintc.h· '. ':'. ··�.' • . 1 ' • •• :. : \,.. ., . :r. . 16 c. pengusaha: dan d. masyarakat. (2) Lingkup pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut . ..J dalam Peraturan Gubernur. Pasal42 Pembiayaan penyelenggaraan kepariwisataan dilakukan berdasarkan prinsip keadilan, efisieilsi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Pasal43 Pemerintah Daerah mengalokasikan sebagian dari pendapatan yang diperoleh dari penyelenggaraan kepariwisataan untuk kepentingan pelestarian alam dan budaya. Pasa144 Pendanaan oleh pengusaha dan/atau masyarakat dalam pembangunan pariwisata di pulau kecil dlberikan insentif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal45 Pemerintah Daerah memberikan peluang pembiayaan bagi usaha mikro dan keel! di bldang kepariwisataan. · BAB XV SANKSI ADMINISTRATIF Pasal46 (1) Setiap wisatawan yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dlmaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 27 dikenakan sanksi berupa teguran lisan disertai dengan pemberitahuan mengenai hal yang harus dipenuhi. (2) Apabila wisatawan telah diberi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak diindahkannya, wisatawan yang bersangkutan diwajibkan meninggalkan lokasi wisata dengan membayar denda. (3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubemur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal47 (1) Setiap pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Passi 11, Pasal 26 dan Pasal 27 dikenakan sanksi administratif. (2) · Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran tertulis; b. pembatasan keglatan usaha; dan c. pembekuan sementara kegiatan usaha; dan/atau d. denda. (3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikenakan kepada pengusaha paling banyak 3 (tiga) kali. (4) Sanksi pembatasan kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak mematuhi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (3). 17 ll:) �anksi pembekuan sementara keglatan usaha dlkenakan kepada pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4). (6) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, dikenakan pula kepada pengusaha yang tidak mematuhi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (3). BAB XVI PENYIDIKAN Pasal48 (1) Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri slpil yang llngkup tugas dan tanggung jawabnya dalam bidang kepariwisataan dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. (2) Pejabat penyldik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk: a. melakukan pemeriksaan atas laporan atau keterangan tentang adanya tindakan pidana di bidang kepariwisataan; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang, badan usaha, atau badan sosial yang diduga melakukan tlndakan pidana di bidang kepariwisataan; c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak pldana di bidang kepariwisataan; d. melakukan pemeriksaan prasarana kepariwisataan dan menghentikan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang kepariwisataan serta mengamankannya sebagai barang bukti; e. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyldikan tindak pidana di bidang kepariwisataan; f. membuat dan menandatangani berita acara dan mengirimkannya kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau g. menghentikan penyidlkan apabila tidak terdapat bukti permulaan yang cukup atau peristiwa tersebut bukan tlndak pidana. (3) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberitahukan dimuiainya penyidikan kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. (4) Pejabat penyidik pegawai negeri sipll sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. BAB XVII KETENTUAN PIDANA Pasal49 (1) Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diancam pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. (2) Setiap orang yang karena kelalaiannya dan melawan hukum, merusak fisik, atau mengurangi nilai daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diancam pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan: 18 BAB XVIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal50 BPPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 telah ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun setelah Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal 51 (1) Kabupaten/kota membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan dengan mengacu dan memperhatikan Peraturan Daerah ini. (2) Kabupaten/kota yang telah menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan menyesuaikan dengan Peraturan Daerah ini. BAB XIX KETENTUAN PENUTUP Pasal52 Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus telah ditetapkan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal53 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahulnya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat