ABSTRAK: |
- a. bahwa dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah guna membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan, maka perlu mengatur tata kelola pemungutan Pajak Sarang Burung Walet;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Peraturan Bupati Bone tentang Pedoman Pemungutan Sarang Burung Walet;
- 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419).
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3804);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Tentang PengelolaanKeuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia) Tahun 2019 Nomor 42,Tambahan Lembaran Negara Republi Indonesia Nomor 6322);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 Tentang ketentuan umum dan tata cara ppemungutan Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia) Tahun 2016 Nomor 244,Tambahan Lembaran Negara Republi Indonesia Tahun 2007 Nomor 82), Negara Republi Indonesia Nomor 5950);
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 157);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Bone Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bone Nomor 3 Tahun 2014 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Bone Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bone Tahun 2014 Nomor 3);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Bone Nomor 7 Tahun 2016 tentang Urusan Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bone Tahun 2016 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bone Nomor 5);
17. Peraturan Daerah Kab. Bone Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan Susunan Perangkat Daerah (lembaran Daerah Kabupaten Bone Tahun 2020 Nomor 6.
- PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK SARANG BURUNG WALET
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bone.
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Otonom;
3. Bupati adalah Bupati Bone.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
6. Peraturan Bupati adalah Peraturan Bupati Bone.
7. Bapenda adalah Badan Pendapatan Daerah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang sesuai tugas dan fungsinya melakukan pemungutan Pajak Daerah.
8. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Perpajakan
Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
9. Pajak Sarang Burung Walet adalah yang selanjutnya disebut Pajak adalah pajak atas pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet .
10. Burung walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi.
11. Pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet di habitat alami dan di luar habitat alami.
12. Habitat alami adalah lingkungan tempat burung walet hidup dan berkembang baik sendiri secara alami.
13. Di luar habitat alami adalah lingkungan tempat burung walet bersarang di luar habitat alami yaitu pada bangunan ( rumah / gedung ) tertentu, yang diusahakan oleh manusia.
14. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
15. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah.
16. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harga dan kewajiban sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah.
17. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
18. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.
19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah yang masih harus dibayar.
20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
21. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
22. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
23. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
24. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
25. Surat Keputusan Pembetulan adalah suatu keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Daerah yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.
BAB II
Nama, Objek dan Subjek Pajak
Pasal 2
Dengan nama Pajak Sarang Burung Walet dipungut pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.
Pasal 3
1. Objek Pajak adalah kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang
Burung Walet.
2. Tidak termasuk objek Pajak Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah: pengambilan Sarang Burung Walet yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pasal 4
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet.
Pasal 5
Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet.
BAB III
DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK Pasal 6
i. Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Sarang Burung Walet.
ii. Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum Sarang Burung Walet yang berlaku di daerah dengan volume Sarang Burung Walet.
iii. Harga pasaran umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah harga rata-rata yang berlaku di lokasi setempat di wilayah daerah yang bersangkutan.
Pasal 7
1. Besarnya Tarif Pajak ditetapkan 10 % (sepuluh persen)
2. Besarnya Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
BAB IV WLILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 8
Pajak terutang dipungut di Wilayah Daerah
BAB V
MASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG
Pasal 9
Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) kali masa pengambilan / panen atau paling lama 3 (tiga) bulan kalender.
Pasal 10
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat kegiatan pengambilan dan/atau panen Sarang Burung Walet.
BAB VI
TATA CARA PENDAFTARAN WAJIB PAJAK
Pasal 11
(1) Pendaftaran Wajib Pajak menggunakan formulir pendaftaran yang ditujukan kepada Kepala Badan.
(2) Formulir pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisi dengan benar, jelas, lengkap dan ditandatangani oleh orang pribadi atau Badan yang dapat mengambil Sarang Burung Waletatau kuasanya dengan melampirkan :
a. fotocopy identitas diri;
b. surat izin usaha dari instansi yang berwenang (apabila ada); dan
c. surat kuasa bermaterai cukup apabila dikuasakan dengan disertai fotocopy identitas penerima kuasa.
(3) Formulir pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan ke Bapenda, paling lambat 7 (tujuh) hari sejak yang bersangkutan memperoleh formulir pendaftaran.
(4) Orang pribadi atau Badan yang dapat mengambil Sarang Burung Waletyang telah didaftar, Kepala Badan menyatakan yang bersangkutan menjadi Wajib Pajak dengan menerbitkan :
a. NPWPD; dan
b. Surat pengukuhan Wajib Pajak Daerah.
(5) Apabila orang pribadi atau Badan yang dapat mengambil Sarang Burung Walettidak melaksanakan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Badan menerbitkan NPWPD dan surat pengukuhan Wajib Pajak Daerah secara jabatan.
BAB VII
TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
Bagian Kesatu
Penerbitan SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDN Pasal 12
(1) Pemungutan Pajak tidak dapat diborongkan.
(2) Setiap Wajib Pajak wajib membayar sendiri Pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB dan/atau SKPDKBT.
Pasal 13
(1) Setiap Wajib Pajak, mengisi SPTPD dengan benar, jelas, lengkap dan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya serta menyampaikan kepada Bapenda.
(2) Formulir SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diambil sendiri oleh Wajib Pajak di Bapenda dan/atau diperoleh melalui petugas
yang ditunjuk.
(3) SPTPD memuat pelaporan nilai jual hasil pengambilan Sarang Burung
Walet.
(4) Penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama Tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
(5) Apabila batas waktu penyampaian SPTPD jatuh pada hari libur, maka batas waktu penyampaian jatuh pada 1 (satu) hari kerja berikutnya.
Pasal 14
(1) Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPTPD dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diberikan teguran secara tertulis oleh Kepala Badan.
(2) SPTPD dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani oleh
Wajib Pajak atau kuasanya.
Pasal 15
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan :
a. SKPDKB dalam hal :
1) jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
2) jika SPTPD tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;
3) jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan.
a. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya SKPDKB;
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama
24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya Pajak.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika Wajib
Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3) dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lambat 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya Pajak.
Bagian Kedua
Surat Tagihan Pajak
Pasal 16
(1) Kepala Bapenda atau Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan STPD
jika:
a. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung; dan
b.Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan untuk jangka waktu paling lambat
15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
Bagian Ketiga
Tata Cara Pembayaran dan Penagihan Pajak
Pasal 17
(1) Pembayaran dan penyetoran pajak Sarang Burung Walet yang terutang oleh Wajib Pajak atau kuasanya dapat dilakukan sekaligus dan lunas di Kas Daerah dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) atau pembayaran non tunai.
(2) Jatuh tempo pembayaran dan penyetoran dan pajak yangb terutang berdasarkan SPTPD pada akhir bulan.
(3) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, dan Putusan Banding, yang menyebarkan jumlah pajak Sarang Burung Waletyang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak Sarang Burung Waletdan harus dilunasi dalam jangk waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(4) Pajak Sarang Burung Walet yang terutang dibayar melalui Bank SulSelBar Cabang Bone dan unit kerjanya yang ada di wilayah Kabupaten Bone untuk disetorkan ke Rekening Kas Daerah Pemerintah Kabupaten Bone atau melalui bendahara penerimaan Bapenda.
(5) Apabila pembayaran oleh Wajib Pajak atau kuasanya dilakukan melalui bendahara penerimaan Bapenda, maka dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja berikutnya , bendahara penerimaan harus menyetorkan ke kas daerah sesuai peraturan undangan-undangan yang berlaku.
(6) Apabila batas waktu penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) jatuh pada hari libur, maka batas waktu penyetoran jatuh pada hari kerja berikutnya.
Pasal 18
(1) Dalam hal keadaan tertentu, Wajib Pajak Pajak dapat membayar dengan cara mengangsur .
(2) Dalam keadaan tertentu wajib Pajak dapat menunda pembayaran .
(3) Tata cara pemberian keringanan pembayaran dengan dengan cara mengangsur atau menunda pembayaran sebagaimana Peraturan Bupati Bone Nomor 16 Tahun 2020 tentang tata cara pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan, Keringanan, pembebasan Pajak daerah dana tau penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi Pajak Daerah.
Pasal 19
(1) Pajak yang terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
(2) Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan.
Bagian Keempat
Keberatan dan Banding
Pasal 20
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas suatu:
a. SKPD;
b.SKPDKB; c. SKPDKBT; d.SKPDLB;
e. SKPDN; dan
f. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak.
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
(6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan
Pasal 21
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 22
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Bupati.
(2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari Surat Keputusan keberatan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Pasal 23
(1) Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.
(3) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan.
(5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
BAB VIII
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PEMBEBASAN PAJAK SERTA PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 24
(1) Pembetulan ketetapan atas SKPD, STPD, SKPD KB, SKPD KBT, SKPDLB atau SKPDN dapat dilakukan dalam hal terdapat ketidaksesuaian atas kondisi obyek pajak dan kesalahan hitung yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pembatalan atas ketetapan pajak dapat dilakukan apabila :
a. SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, STPD, ATAU SKPDN yang seharusnya diterbitkan tidak diterbitkan karena bukan merupakan objek pajak atau terdapat obyek ganda.
b. Ketetapan yang diterbitkan tidak sesuai pertentangan dengan peraturan Perundang-undangan.
(3) Kriteria pemberian pengurangan sebagaimana peraturan Bupati Bone No
16 Tahun 2020 tentang tata cara pembetulan, pembatalan, pegurangan ketetapan, keringanan, pembebasan Pajak Daerah dan atau penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi Pajak Daerah.
Pasal 25
(1) Bupati atau Kepala Badan dapat memberikan Pembebasan Pajak Sarang
Burung Walet.
(2) Bupati atau Kepala Badan berdasarkan permohonan wajib pajak atau karena jabatannya dapat memberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.
(3) Kriteria pemberian pembebasan pajak dan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam peraturan.
(4) Kriteria pemberian pembebasan Pajak dan Pengurangan atau penghapusan Sanksi administrasi Pajak Daerah sebagaimana Peraturan Bupati Bone No 16 Tahun 2020 tentang Tata Cara pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan, keringanan, pembebasan Pajak Daerah dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi Pajak Daerah.
BAB IX
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 26
(1) Atas kelebihan pembayaran Pajak Sarang Burung Walet, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran kepada Kepala Badan.
(2) Kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi apabila :
a. Pajak Sarang Burung Walet yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang; atau
b. dilakukan pembayaran Pajak Sarang Burung Walet yang tidak seharusnya terutang.
(3) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak Sarang Burung Walet kepada Kepala Badan.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan :
a. permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya pengembalian yang dimohonkan disertai alasan yang jelas;
b. permohonan dilampiri fotocopy indentitas Wajib pajak atau fotocopy identitas penerima kuasa apabila dikuasakan;
c. permohonan dilampiri dengan fotocopy SPTDLB, SKPDLB dan bukti pembayaran yang sah; dan
d. surat permohonan ditandatangani oleh wajib pajak, dalam hal ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri surat kuasa bermaterai cukup.
(5) Permohonan pengembalian yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangan.
(6) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau penelitian terhadap permohonan pengembalian sebagai dimaksud pada ayat (2), dalam
(7) jangka waktu paling lama 12 (dua persen) bulan, sejak tanggal diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak Sarang Burung walet, Kepala Badan harus memberikan keputusan.
(8) Apabila jangka wantu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terlampaui dan Kepala Badan tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Pajak Sarang Burung Walet dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka paling lama 1 (satu) bulan.
(9) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak lainnya, kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Pajak tersebut.
10) Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.
11) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Sarang Burung Walet dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Kepala Badan memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Pajak Sarang Burung walet.
BAB X KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 27
(1) Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampau waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah.
(2) Kedaluwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tertangguh apabila:
a. diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa; atau
b.ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
(4) Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.
Pasal 28
(1) Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB XI
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 29
(1) Setiap Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit Rp
300.000,00 (tiga ratus juta rupiah) per tahun wajib menyelenggarakan pembukuan.
(2) Tata cara pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut sebagai berikut :
a. pembukuan paling sedikit memuat pemasukan, pengeluaran dan saldo;
b. pembukuan diselenggarakan secara kronologis berdasarkan urutan waktu;
c. apabila Wajib pajak mempunyai lebih dari 1 (1) tempat/lokasi pengambilan Sarang burung Walet, maka pembukuan dilakukan secara terpisah;
d. pembukuan didukung dengan dokumen lain sehingga dapat diketahui
jumlah volume hasil pengambilan Sarang Burung Walet diambil/diprodusi Wajib Pajak yang menjadi dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet;
e. neraca; dan
f. laporan rugi laba perusahaan.
(3) Setiap Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet dibawah Rp
300.000,00 (tiga ratus juta rupiah) per tahun dapat melakukan rekapitulasi jumlah volume hasil pengambilan Sarang Burung Walet yang diambil/diproduksi Wajib Pajak yang dapat menjadi dasar untuk menghitung besarnya pajak Sarang Burung Walet yang terutang.
(4) Tata cara Wajib Pajak melakukan rekapitulasi jumlah volume hasil pengambilan Sarang Burung Walet oleh orang atau badan yang melakukan pengambilan mineral buka logam dan batuan, adalah sebagai berikut :
a. menyelenggarakan rekapitulasi tentang pendapatan atau penerimaan
secara brutto dari hasil pengambilan Sarang Burung Walet;
b. rekapitulasi diselenggarakan secara kronologis berdasarkan urutan waktu;
c. apabila Wajib pajak mempunyai lebih dari 1 (satu) tempat/lokasi pengambilan mineral bukan logam dan batuan, maka rekapitulasi dilakukan secara terpisah; dan
d. rekapitulasi dapat didukung dengan dokumen lain sehingga dapat
diketahui jumlah volume hasil pengambilan Sarang Burung Walet yang diambil/diproduksi Wajib Pajak.
(5) Rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan dengan sebaik-baiknya dan harus mencerminkan kegiatan pengambilan Sarang Burung Walet sebenarnya.
Pasal 30
(1) Pembukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 dilakuakan dengan tertib, teratur dan benar sesuai dengan norma pembukuan yang berlaku.
(2) Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan dasar untuk menghitung atau mengetahui besarnya pajak Sarang Burung Walet yang terutang.
(3) Pembukuan atau pencatatan serta rekapitulasi serta dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan pengambilan Sarang Burung Walet dari
Wajib pajak disimpan selama 5 (lima) tahun.
Pasal 31
(1) Dalam rangka pemeriksaan Pajak Sarang Burung Walet, Kepala Badan berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah.
(2) Untuk keperluan pemeriksaan, petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan tanda pengenal pemeriksa dan surat perintah pemeriksaan serta memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
(3) Wajib Pajak yang di periksa tidak memenuhi kewajiban yang menyebabkan petugas pemeriksa menemui kesulitan dalam menghitung jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh Wajib Pajak, maka untuk pengenaan besarnya Pajak Sarang Burung Walet yang terutang dapat dilakukan dengan metode perhitungan laporan omzet atau penerimaan tertinggi dalam 1 (satu) tahun terakhir.
(4) Dalam hal pemeriksaan pembukuan atau audit, Bupati berdasarkan permohonan Kepala Badan daoat menunjuk Inspektorat Kabupaten Bone untuk mendampingi petugas penerima pajak.
(5) Untuk kepentingan pengamanan petugas pemeriksa pajak, Kepala Badan dapat meminta bantuan pengamanan dari aparat Kepolisian instansi yang terkait.
(6) Apabila dalam pengungkapan pembukuan, pencatatan atau dokuman serta keterangan yang diminta oleh petugas pemeriksa pajak dan Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan untuk keperluan pemeriksaan.
BAB XII INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 32
(1) Tujuan pemberian insentif untuk peningkatan :
a. kinerja Aparat;
b. semangat kerja bagi pejabat dan pegawai c. pendapatan asli daerah; dan
d. pelayanan kepada masyrakat.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibayarkan setiap triwulan pada awal triwulan berikutnya sesuai dengan pencapaian kinerja yang telah ditentukan.
(3) Besarnya insentif ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun berjalan dari rencana penerimaan Pajak Sarang Burung Walet.
(4) Pemberian Insentif Pajak Daerah diatur dalam keputusan Bupati.
BAB XIII PELAKSANAAN, PEMBERDAYAAN, PENGAWASAN PENGENDALIAN Pasal 33
1. Pelaksanaan, Pemberdayaan, Pengawasan dan Pengendalian Pajak Sarang Burung Walet ditugaskan kepada Bapenda.
2. Dalam melaksanakan tugasnyn Bnpcnda dapat bekenasama clcngan Instansl terkait.
3. Format atau bentuk Formulir yang digunakan dalam Peraturan Bupati ini yaitu Formulir Pendaftaran, SPTPD, Surat Teguran memasukkan SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPN, STPD, SSPD, SKPDLB, Surat Teguran dan Surat Paksa diatur secara teknis dalam keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah.
|