bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah negara Republik Indonesia adalah anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dimanfaatkan dan dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa tanaman hortikultura sebagai kekayaan hayati merupakan salah satu kekayaan sumber daya alam Indonesia yang sangat penting sebagai sumber pangan bergizi, bahan obat nabati, dan estetika, yang bermanfaat dan berperan besar dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, yang perlu dikelola dan dikembangkan secara efisien dan berkelanjutan;
bahwa peraturan perundang-undangan yang ada belum dapat memberikan kepastian hukum dalam pengembangan hortikultura sesuai dengan perkembangan dan tuntutan dalam masyarakat.
Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. KETENTUAN UMUM
2. ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP PENGATURAN
3. PERENCANAAN HORTIKULTURA
4. PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
5. PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
6. DISTRIBUSI, PERDAGANGAN, PEMASARAN, DAN KONSUMSI
7. PEMBIAYAAN, PENJAMINAN, DAN PENANAMAN MODAL
8. SISTEM INFORMASI
9. PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
10. PEMBERDAYAAN
11. KELEMBAGAAN
12. PENGAWASAN
13. PERAN SERTA MASYARAKAT
14. SANKSI ADMINISTRATIF
15. PENYIDIKAN
16. KETENTUAN PIDANA
17. KETENTUAN PERALIHAN
18. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 24 November 2010.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi keahlian dan kemampuan tertentu di bidang hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai varietas tanaman hortikultura yang pengeluarannya dari wilayah negara Republik Indonesia dapat merugikan kepentingan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara uji mutu dan pendaftaran diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara uji mutu dan pendaftaran diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi unit usaha budidaya hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendataan dan perizinan unit usaha budidaya hortikultura diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran usaha hortikultura diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan standar proses dan persyaratan teknis minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), standar mutu dan keamanan pangan produk hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan pembinaan dan fasilitasi pengembangan usaha hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas dan insentif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pola kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai produksi benih, sertifikasi, peredaran benih, serta pengeluaran dan pemasukan benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), introduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sertifikasi kompetensi, sertifikasi badan usaha dan jaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), serta pengecualian kewajiban penerapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemuliaan, introduksi, dan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengujian, lembaga penguji, dan jenis yang dikecualikan, diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara peluncuran varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan dan pengeluaran benih ke dan dari wilayah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai usaha budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, tata cara pendataan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, dan persyaratan izin khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara kegiatan panen dan pascapanen yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan bangsal pascapanen atau tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban memperdagangkan produk hortikultura dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan kewajiban sistem pengkelasan produk berdasarkan standar mutu dan standar harga secara transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan tata cara pemasaran yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan dan pengembangan kawasan dan/atau unit usaha budidaya hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan norma, standar, pedoman, dan kriteria kawasan dan/atau unit usaha budidaya hortikultura untuk usaha wisata agro sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penggelaran produk hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan standar mutu dan/atau keamanan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan fasilitasi ekspor produk hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian rekomendasi dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tata cara penetapan pintu masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan produk segar hortikultura impor tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pembiayaan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan bantuan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan lembaga pengembangan hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dan pelaksanaan tugas lembaga pengembangan hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengawasan diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 dan Pasal 120 diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi, besarnya denda, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk mengembangkan potensi diri serta memiliki akhlak mulia, pengendalian diri, dan kecakapan hidup bagi setiap warga negara demi tercapainya kesejahteraan masyarakat;
bahwa pengembangan potensi diri sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam berbagai upaya penyelenggaraan pendidikan, antara lain melalui gerakan pramuka;
bahwa gerakan pramuka selaku penyelenggara pendidikan kepramukaan mempunyai peran besar dalam pembentukan kepribadian generasi muda sehingga memiliki pengendalian diri dan kecakapan hidup untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global;
bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini belum secara komprehensif mengatur gerakan pramuka.
Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, Pasal 28, Pasal 28C, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
aspek pendidikan kepramukaan, kelembagaan, tugas dan wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, hak dan kewajiban para pemangku kepentingan, serta aspek keuangan gerakan pramuka.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 24 November 2010.
bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
bahwa untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya;
bahwa cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya;
bahwa dengan adanya perubahan paradigma pelestarian cagar budaya, diperlukan keseimbangan aspek ideologis, akademis, ekologis, dan ekonomis guna meningkatkan kesejahteraan rakyat;
bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya sudah tidak sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti.
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 32 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. KETENTUAN UMUM
2. ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP
3. KRITERIA CAGAR BUDAYA
4. PEMILIKAN DAN PENGUASAAN
5. PENEMUAN DAN PENCARIAN
6. REGISTER NASIONAL CAGAR BUDAYA
7. PELESTARIAN
8. TUGAS DAN WEWENANG
9. PENDANAAN
9. PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN
10. KETENTUAN PIDANA
11. KETENTUAN PERALIHAN
12. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 24 November 2010.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470).
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai museum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi dan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penemuan Cagar Budaya dan kompensasinya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeringkatan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Register Nasional Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelamatan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dan Pasal 69 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengamanan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan sistem Zonasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemeliharaan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemugaran Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengembangan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemanfaatan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Kerajaan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Baginda Sultand Yang Di-Pertuan Negara Brunei Darussalam tentang Kerjasama Di Bidang Pertahanan (Memorandum of Understanding Between The Government of The Republic of Indonesia and The Government of His Majesty The Sultan and Yang Di-Pertuan of Brunei Darussalam on Defence Cooperation)
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 27 Agustus 2010.
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara Di Bagian Barat Selat Singapura, 2009 (Treaty Between The Republic of Indonesia and The Republic of Singapore Relating to The Delimitation of The Territorial Seas of The Two Countries In The Western Part of The Strait of Singapore, 2009)
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 22 Juni 2010.
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat