ABSTRAK: |
- a. bahwa perizinan berfungsi sebagai instrumen pemerintah dalam pengawasan, pengendalian, perlindungan dalam kegiatan berusaha maupun dalam kegiatan kemasyarakatan yang berdampak pada kepentingan umum;
b. bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan perizinan sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi masyarakat dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan perizinan, maka diperlukan pengaturan hukum yang mendukungnya;
c. bahwa kewajiban Pemerintah Kabupaten Barru menjamin iklim inventasi yang kondusif, memberikan kepastian hukum, melidungi kepentingan umum, dan memelihara lingkungan hidup;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Barru tentang Penyelenggaraan Perizinan Non Retribusi;
- 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tk. II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1822);
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1982 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3214);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3274);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995
Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3587);
5. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor
74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3611);
6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4250);
7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Penelitian Nasional, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
9. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
10.Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4400);
11.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) Sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
12.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
13.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2005 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5038);
14.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
15.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
16.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
17.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
18.Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
19.Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
20.Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4614);
21.Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008 Nomor 24, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barru Nomor 1);
22.Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008 Nomor 29, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barru Nomor 6);
23.Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 4 tahun 2011 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2011 Nomor 4);
- PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN NON RETRIBUSI.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Barru.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Barru.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat
DPRD adalah Dewan Rakyat Daerah Kabupaten Barru.
5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Badan, Dinas dan Kantor di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Barru.
6. Perizinan yang terdiri dari perizinan dan non perizinan adalah kegiatan pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan hukum untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas pemanfaatan ruang, usaha kegiatan, penggunaan sumberdaya alam,
barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
7. Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan non perizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbit dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.
8. Pemegang izin adalah orang atau badan hukum.
9. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
10. Surat Izin Tempat Usaha yang selanjutnya disingkat SITU adalah izin yang diberikan bagi tempat usaha yang tidak menimbulkan bahaya kerugian dan gangguan, dan tercemarnya lingkungan.
11. Surat Izin Usaha Perdagangan yang selanjutnya disingkat SIUP adalah izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah terhadap perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan pengelompokan berdasarkan omset kekayaan bersih/netto jasa usaha.
12. Tanda Daftar Perusahaan yang selanjutnya disingkat TDP adalah surat keterangan yang diberikan kepada perusahaan yang menjalankan perusahaan di daerah dan yang telah memiliki izin usaha.
13. Tanda Daftar Gudang yang selanjutnya disingkat TDG adalah izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah terhadap setiap orang atau badan hukum yang menjadi pemilik dan/atau penguasaan gudang, izin ini diperkecualikan terhadap gudang yang bergerak di perusahaan farmasi dan gudang yang menyatu dengan tempat usaha.
14. Izin Usaha Jasa Konstruksi yang selanjutnya disingkat IUJK adalah izin usaha yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah bagi Perusahaan jasa konstruksi untuk dapat melaksanakan kegiatan di bidang usaha jasa konstruksi.
15. Tanda Daftar Industri yang selanjutnya disingkat TDI adalah izin yang diberikan kepada setiap pendirian perusahaan industri dengan nilai investasi sampai dengan Rp.
600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) tidak termasuk aset tanah dan bangunan tempat usaha.
16. Izin Penyelenggaraan Reklame adalah Kegiatan Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin penyelenggaraan reklame kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pemberian, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan prasarana dan sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
17. Izin Pengelolaan Air Tanah adalah izin yang diberikan Bupati kepada orang dan/atau badan hukum yang melaksanakan kegiatan pengeboran air tanah, pengeboran/penggalian/ penurapan air tanah, pengambilan air tanah, eksplorasi air tanah tanah dan juru bor.
18. Izin Pendirian Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Swasta adalah Izin Operasional penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada lembaga/yayasan/ Masyarakat.
19. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan
20. Izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu pada hutan produksi adalah izin untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari pemanenan atau pene- bangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan kayu dan atau bukan kayu.
21. Izin Pemanfaatan Penggunaan Tanah adalah suatu perijinan untuk merubah status tanah dari tanah sawah/tegal menjadi tanah pekarangan yang bertujuan untuk rumah tinggal.
22. Izin Penelitian adalah izin yang diberikan Bupati kepada pemohon untuk melakukan suatu kegiatan menurut keadaan dan metode ilmiah secara sistematis untuk mendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan permasalahan dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis dibidang ilmu pengetahuan pemerintahan serta menarik kesimpulan ilmiah untuk kepentingan pembuatan kebijakan pemerintahan maupun pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di wilayah Kabupaten Barru.
23. Izin Pemakaian Kios, Lods dan Pelataran adalah izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah terhadap Pemakaian Kios, Lods dan Pelataran yang merupakan sarana dan/atau prasana yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.
24. Tim Teknis Perizinan adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai kewenangan untuk memberikan saran, rekomendasi mengenai suatu Perizinan kepada Kepala SKPD pengelola perizinan serta menandatangani berita acara pemeriksaan Perizinan.
BAB II
AZAS DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN PERIZINAN Pasal 2
Penyelenggaraan pelayanan perizinan non retribusi berazaskan :
a. kepentingan umum;
b. kepastian hukum;
c. kesamaan hak;
d. keseimbangan hak dan kewajiban;
e. keprofesionalan;
f. partisipatif;
g. persarnaan perlakuan/ tidak diskriminatif;
h. keterbukaan;
i. akuntabilitas;
j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
k. ketepatan waktu; dan
l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Pasal 3
Penyelenggaraan pelayanan perizinan non retribusi dilakukan dan dilaksanakan dengan prinsip :
a. kesederhanaan;
b. kejelasan;
c. kepastian waktu;
d. akurasi;
e. keamanan;
f. kemudahan akses;
g. kenyamanan;
h. tanggung jawab;
i. kedisiplinan;
j. kelengkapan prasarana dan sarana; dan k. kesopanan dan keramahan.
BAB III MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 4
Peraturan Daerah tentang penyelenggaran Perizinan non retribusi dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan.
Pasal 5
Tujuan Peraturan Daerah tentang penyelenggaran Perizinan non retribusi adalah :
a. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan perizinan;
b. terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan perizinan yang layak sesuai dengan asas - asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik;
c. terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan perizinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
d. terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan.
BAB IV PENYELENGGARA PERIZINAN
Pasal 6
(1) Penyelenggaraan perizinan non retribusi meliputi pemberian, penolakan, pengawasan dan pencabutan izin.
(2) Penyelenggaraan perizinan non retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan kepada SKPD yang menyelenggarakan perizinan atau Instansi Teknis.
BAB V
JENIS PERIZINAN
Pasal 7
(1) Jenis perizinan non retribusi yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah meliputi :
a. Surat Izin Tempat Usaha;
b. Surat Izin Usaha Perdagangan;
c. Tanda Daftar Perusahaan;
d. Tanda Daftar Gudang;
e. Izin Usaha Jasa Konstruksi;
f. Tanda Daftar Industri;
g. Izin Penyelenggaraan Reklame;
h. Izin Pengelolaan Air Tanah;
i. Izin Pendirian Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Swasta;
j. Izin Lingkungan;
k. Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu pada
Hutan Produksi;
l. Izin Pemanfaatan Penggunaan Tanah;
m. Izin Penelitian; dan
n. Izin Pemakaian Kios, Lods dan Pelataran.
(2) Perizinan selain yang dimaksud pada ayat (1) tetap menjadi kewenangan pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB VI PENYELENGGARAAN PERIZINAN Bagian Pertama
Tim Teknis
Pasal 8
(1) SKPD yang menyelenggarakan perizinan dibantu oleh Tim
Teknis.
(2) Pembentukan, tugas, wewenang, dan susunan personalia Tim Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.
Bagian Kedua
Prosedur Perizinan
Pasal 9
(1) Prosedur Penyelenggaraan perizinan non retribusi meliputi permohonan, pemberkasan, penolakan, dan penerbitan izin.
(2) Prosedur Penyelenggaraan perizinan non retribusi diatur lebih lanjut dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(3) SKPD yang menyelenggarakan perizinan atau Instansi Teknis menyelenggarakan perizinan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
BAB VII BERAKHIRNYA IZIN
Pasal 10
Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berakhir karena :
a. masa berlakunya izin berakhir dan pemegang tidak
melakukan perpanjangan;
b. pemegang izin meninggal dunia; atau
c. izinnya dicabut.
Pasal 11
Izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 huruf c dicabut apabila :
a. pemegang izin tidak melakukan daftar ulang;
b. pemegang izin memindahtangankan kepada orang atau badan hukum lain;
c. tidak lagi memenuhi persyaratan perizinan;
d. pemegang izin menghentikan kegiatannya;
e. pemegang izin merubah jenis kegiatannya tanpa mengajukan perubahan kepada Kepala SKPD yang menangani perizinan; dan/atau
f. pemegang izin melakukan malpraktik.
BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 12
Pemerintah daerah wajib memberikan pembinaan kepada pemegang izin dalam pelaksanaan izin.
Pasal 13
(1) Pemerintahan Daerah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan izin.
(2) Pengawasan dan penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melakukan evaluasi dan pengecekan terhadap kegiatan yang diberikan izin.
(3) Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan izin dilakukan oleh SKPD yang secara teknis menangani bidang sesuai kegiatan yang tercantum dalam izin.
(4) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan koordinasi dengan SKPD lainnya yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan yang tercantum dalam izin.
BAB IX PENYIDIKAN
Pasal 14
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegewai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 )
adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan tindak pidana yang dilakukan;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan terjadinya tindak pidana;
d. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana;
e. Melakukan penggeladahan atau mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana;
g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda dan/atau dokumen yang dibawa;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan; dan/atau
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.
BAB X KETENTUAN SANKSI
Pasal 15
(1) Setiap usaha/kegiatan yang tidak memiliki izin atau tidak melakukan pendaftaran ulang dikenakan sanksi administrasi berupa teguran secara tertulis.
(1) Apabila tidak mengindahkan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penyegelan/pembongkaran oleh SKPD yang membidangi Penyelenggaraan Perizinan.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 17
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Barru.
|