ABSTRAK: |
- bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Luwu Timur Nomor 2 Tahun 2011 ten tang Pajak Air
Tanah, perlu menetapkan Peraturan Bupati Luwu Timur tentang
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Pajak Air Tanah;
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan
Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di
Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 27, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4270);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4377);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
5. Undang-Undang Nomor Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); SH
Menetapkan
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4859);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis
Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala
Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5179);
12. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
1451K/ 10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis
Penyelenggaran Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan
Air Bawah Tanah;
13. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 2 Tahun
2011 tentang Pajak Air Tanah (Lembaran Daerah Kabupaten
Luwu Timur Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 33);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 28 Tahun
2011 ten tang Pengelolaan Air Tanah (Lembaran Daerah
Kabupaten Luwu Timur Tahun 2011 Nomor 28, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 53);
- Menetapkan
PERATURAN BUPATI TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH. �
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Timur.
2. Pemerintah Daerah adalah bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Bupati adalah Bupati Luwu Timur.
4. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah yang tugas dan wewenangnya di bidang perpajakan daerah.
6. Kepala Dinas adalah kepala satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perpajakan daerah.
7. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
8. Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/ atau pemanfaatan air tanah.
9. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
10. Nilai Perolehan Air adalah nilai air tanah yang telah diambil dan/atau dimanfaatkan dan dikenai pajak air tanah, besarnya sama dengan volume air yang diambil dikalikan dengan harga dasar air.
11. Komponen Sumber Daya Alam adalah salah satu komponen dari nilai perolehan air yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, dimana pengambilan air tanah dilakukan secara berkala sesuai dengan perubahan kondisi potensi sumber daya air.
12. Komponen Kompensasi Pemulihan adalah komponen nilai perolehan air yang ditetapkan sebagai upaya pemulihan sumber daya air.
13. Harga Air Baku adalah harga rata-rata air tanah per satuan volume yang ditetapkan berdasarkan besarnya nilai investasi untuk mendapatkan air tanah tersebut dibagi dengan volume produksinya (M3 .
14. Harga Dasar Air adalah harga air tanah per satuan volume yang akan dikenakan pajak air tanah, besarnya sama dengan harga air baku dikalikan dengan faktor nilai air.
BAB II
NAMA, OBJEK, SUBJEK PAJAK
Pasal 2
(1) Atas setiap kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah dipungut pajak dengan nama Pajak Air Tanah.
(2) Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/ atau pemanfaatan Air
Tanah.
(3) Dikecualikan dari objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/ atau pemanfaatan air tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan
pertanian dan perikanan rakyat, peribadatan, serta sarana umum lainnya . .sf}
Pasal 3
(1) Subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
(2) Wajib Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/ atau pemanfaatan air tanah.
BAB III
TATA CARA PERHITUNGAN PAJAK
Pasal4
(1) Tarif pajak air tanah ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen).
(2) Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah.
(3) Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut:
a. jenis sumber air;
b. lokasi sumber air;
c. tujuan pengambilan dan/ atau pemanfaatan air;
d. volume air yang diambil dan/ atau dimanfaatkan;
e. kualitas air; dan
f. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan
/ atau pemanfaatan air.
(4) Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung dengan cara mengalikan volume pengambilan dan/ atau pemanfaatan air tanah dengan Harga Dasar Air (HDA) secara progresif.
(5) Harga Dasar Air sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dihitung dengan cara mengalikan Faktor Nilai Air dengan Harga Air Baku (HAB).
(6) Faktor nilai air sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan cara memberikan bobot nilai tertentu pada masing-masing komponen.
(7) Harga air baku dalam wilayah Kabupaten Luwu Timur ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk air tanah dangkal sebesar Rp646/M3 (enam ratus empat puluh enam rupiah per meter kubik).
b. untuk air tanah dalam sebesar Rpl.076/M3 (seribu tujuh puluh enam rupiah per meter kubik); dan
Pasal 5
(1) Nilai perolehan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mengandung 2 (dua) komponen, yaitu volume dan harga dasar air.
(2) Komponen yang berupa volume sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah besarnya pengambilan air.
(3) Komponen harga dasar air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya ditentukan dari :
a. komponen sumber daya alam
komponen ini meliputi faktor jenis air tanah, lokasi sumber air tanah, dan kualitas air tanah. �
b. Komponen kompensasi
Bobot komponen kompensasi untuk usaha pemulihan, peruntukan dan pengelolaan air tanah meliputi tujuan, volume, dan tingkat kerusakan lingkungan.
(4) Setiap komponen harga dasar air dihitung dalam satuan rupiah yang memuat 2 (dua) komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan bobot sebagai berikut:
No. Komponen Bobot
1. Sumber daya alam 60%
2. Kompensasi pemulihan, peruntukan, dan pengelolaan.
40%
Pasal 6
(1) Komponen sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3)
untuk perhitungan nilai perolehan air tanah ditentukan oleh faktor :
a. jenis air tanah, terdiri :
1. air tanah dangkal;
kedalaman sumur air tanah sampai dengan 15 meter.
2. air tanah dalam;
kedalaman sumur air tanah diatas 15 meter.
b. lokasi sumber air tanah, meliputi :
1. ada sumber air alternatif/jaringan PDAM; dan
2. tidak ada sumber alternatif.
c. kualitas air tanah, meliputi :
1. kualitas baik; dan
2. Kualitas cukup baik.
(2) Bobot komponen sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan sebagai berikut:
2 -
Pasal 7
(1) Komponen kompensasi untuk usaha pemulihan, peruntukan dan pengelolaan ditetapkan berdasarkan jenis penggunaan (subjek pengambil) dan volume pemakaian secara progresif.
(2) Bobot komponen kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut :
No.
Peruntukan
0-50 M3
Ma 501-
1000
Ma 1001-
2500
Ma 2501-
5000
Ma
Ma
1. Non niaga 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
2. Niaga kecil 2 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0
3. Industri kecil 3 3.3 3.6 3.9 4.2 4.5
4. Niaga besar 4 4.4 4.8 5.2 5.6 6.0
5. Industri besar 5 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5
6. Bahan produksi
10
20
30
40
50
60
(3) Subjek pemakai atau kelompok penggunaan air tanah digolongkan sebagai berikut:
a. Non niaga, meliputi :
1. instansi/lembaga/kantor pemerintah;
2. kolam renang umum milik pemerintah;
3. asrama pemerintah;
4. perguruan tinggi negeri/ swasta/ akademi b. Niaga kecil, meliputi :
1. usaha kecil yang berada dalam rumah tangga;
2. usaha kecil/losmen/hotel/penginapan/pemondokan, termasuk rumah kos;
3. rumah makan/restoran/toko/kios/warung;
4. rumah sakit swasta/poliklinik/laboratorium/praktek dokter;
5. laundry;
6. salon kecantikan/panti pijat/mandi uap/pangkas rambut;
7. biro j asa;
8. jenis usaha lainnya yang sejenis. c. Industri kecil, meliputi :
1. industri rumah tangga kecil, seperti industri tekstil, tahu/tempe, dan sejenisnya;
2. peternakan;
3. rumah susun sederhana;
4. industri bahan kimia/ obat-obatan;
5. furniture/kayu olahan;
6. jenis usaha lainnya yang sejenis. �
d. Niaga besar, meliputi:
1. hotel bintang 4 dan 5;
2. perbankan/pegadaian (kantor pusat dan cabang);
3. night club/bar/cafe;
4. bengkel besar;
5. tempat pencucian mobil/motor;
6. kolam renang; dan
7. real estate/perumahan;
8. jenis usaha lainnya yang sejenis. e. industri besar, meliputi :
1. gudang pendingin;
2. pabrik/industri tekstil skala besar;
3. pabrik besar lainnya;
f. bahan produksi, meliputi:
1. industri air minum dalam kemasan/depot air minum;
2. industri minuman olahan;
3. industri besar lainnya yang sejenis;
4. pabrik es.
Pasal 8
(1) Untuk mengetahui volume pengambilan dan pemanfaatan air tanah, setiap wajib pajak diwajibkan memasang alat pengukur debit air dan/ atau alat ukur lainnya.
(2) Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah dilakukan seefisien mungkin untuk menghindari terjadinya kerusakan lingkungan.
BAB IV
PENDAFTARAN DAN PENDATAAN
Pasal 9
(1) Setiap wajib pajak air tanah wajib mendaftarkan usahanya ke Dinas dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum dimulainya kegiatan usahanya kecuali ditentukan lain.
(2) Apabila wajib pajak tidak melaporkan sendiri usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Dinas akan mendaftarkan usaha wajib pajak secara jabatan.
(3) Pendaftaran usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sebagai berikut :
a. pengusaha/penanggungjawab/kuasanya mengambil, mengisi, dan menandatangani formulir pendaftaran yang telah disediakan.
b. formulir pendaftaran yang telah diisi dan ditandatangani selanjutnya disampaikan ke Dinas dengan melampirkan:
1. foto copy KTP pengusaha/penanggungjawab/penerima kuasa;
2. foto copy surat keterangan domisili tempat usaha;
3. foto copy akta pendirian perusahaan; dan
4. foto copy izin gangguan dan izin lainnya pengelolaan di bidang air tanah. �
yang terkait dengan
c. terhadap penerimaan berkas pendaftaran, Dinas memberikan tanda terima pendaftaran.
Pasal 10
( 1) Berdasarkan keterangan wajib pajak dan data yang ada pada formulir pendaftaran, Kepala Dinas menerbitkan:
a. surat pengukuhan sebagai wajib pajak dengan sistem pemungutan pajak yang dikenakan;
b. kartu NPWPD.
(2) Penyerahan surat pengukuhan, kartu NPWPD kepada pengusaha/penanggungjawab atau kuasanya sesuai dengan tanda terima pendaftaran.
BABV
PENETAPAN DAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 11
(1) Dinas menetapkan besarnya pajak yang terutang dalam suatu masa pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dengan mengeluarkan SKPD.
(2) Bentuk SKPD sebagaimana dalam lampiran Peraturan ini.
BAB VI
TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN, TEMPAT PEMBAYARAN,
ANGSURAN, DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 12
(1) Pembayaran pajak terutang dilakukan pada Bendahara Penerimaan Dinas dan/ atau Bank atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati.
(2) Dalam hal pembayaran dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak disetor ke Kas Daerah paling lambat 1 (satu) x 24 (dua puluh empat) jam atau jangka waktu lain yang ditentukan oleh Bupati.
(3) Dalam hal wajib pajak melakukan penyetoran pada Bendahara Penerimaan, terhadap SKPD dilakukan penelitian dan selanjutnya diterbitkan SSPD untuk diberikan kepada wajib pajak sebagai bukti pelunasan pajak.
(4) Dalam hal wajib pajak melakukan penyetoran pada Bank atau tempat lain berdasarkan SKPD, selanjutnya bukti setoran yang telah divalidasi oleh Bank di sampaikan kepada Bendahara Penerimaan untuk diterbitkan SSPD sebagai bukti pelunasan pajak.
(5) Pembayaran pajak terutang harus dilakukan dan disetor sekaligus.
(6) Pajak terutang harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal di.terbitkannya SKPD.
(7) Keterlambatan penyetoran pajak, akan dikenakan denda tambahan sebesar
2c% setiap bulan dari pokok pajak, dan maksimal keterlambatan 24 (dua puluh empat) bulan, pengenaan denda keterlambatan menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).1
Pasal 13
(1) Kepala Dinas atas permohonan wajib pajak dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak terutang atau menunda pembayaran dalam jangka waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan, dengan dikenakan bunga sebesar 2% setiap bulan.
(2) Pembayaran angsuran dan penundaan pembayaran pajak terutang diatur sebagai berikut :
a. wajib pajak yang akan melakukan pembayaran secara angsuran maupun menunda pembayaran pajak, harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas dengan disertai alasan yang jelas dan melampirkan fotocopy SKPD dan/ atau STPD yang diajukan permohonannya;
b. permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, telah diterima oleh Dinas paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran yang telah ditentukan;
c. permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus melampirkan rincian pajak terutang untuk masa pajak atau tahun pajak yang bersangkutan serta alasan-alasan yang mendukung diajukannya permohonan;
d. terhadap permohonan pembayaran secara angsuran maupun penundaan pembayaran yang disetujui Kepala Dinas, dituangkan dalam Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Kepala Dinas;
e. pembayaran angsuran ditetapkan paling lama 10 (sepuluh) kali angsuran dalam jangka waktu selama 10 (sepuluh) bulan terhitung sejak tanggal surat keputusan angsuran, kecuali ditetapkan lain oleh Kepala Dinas berdasarkan alasan wajib pajak yang dapat diterima;
f. penundaan pembayaran ditetapkan paling lama 4 (empat) bulan terhitung mulai tanggal jatuh tempo pembayaran yang termuat dalam SKPD dan/atau STPD kecuali ditetapkan lain oleh Kepala Dinas berdasarkan alasan wajib pajak yang dapat diterima;
g. perhitungan untuk pembayaran angsuran adalah sebagai berikut:
1) penghitungan sanksi bunga dikenakan hanya terhadap jumlah sisa angsuran;
2) jumlah sisa angsuran adalah hasil pengurangan antara besaran sisa pajak yang belum atau diangsur dengan pokok pajak angsuran;
3) pokok pajak angsuran adalah hasil pembagian antara jumlah pajak terutang yang akan diangsur, dengan jumlah bulan angsuran;
4) bunga adalah hasil perkalian antara jumlah sisa angsuran dengan bunga sebesar 2% (dua persen); dan
5) besarnya jumlah yang harus dibayar tiap bulan angsuran adalah pokok pajak angsuran ditambah dengan bunga sebesar 2% (dua persen).
h. terhadap jumlah angsuran yang harus dibayar tiap bulan, tidak dapat dibayar dengan angsuran ditambah dengan bunga sebesar 2% (dua persen).
i. penghitungan untuk penundaan pembayaran adalah sebagai berikut:
1) perhitungan bunga dikenakan terhadap seluruh jumlah pajak terutang yang akan ditunda yaitu hasil perkalian antara bunga 2%
(dua persen) dengan jumlah bulan yag ditun� dikalikan dengan
seluruh jumlah utang pajak yang akan ditunda;�
2) besarnya jumlah yang harus dibayar adalah seluruh jumlah utang pajak yang ditunda, ditambah dengan jumlah bunga 2% (dua persen) perbulan;
3) penundaan pembayaran harus dilunasi sekaligus paling lambat pada saat jatuh tempo penundaan yang telah ditentukan dan tidak dapat diangsur.
j. terhadap wajib pajak yang telah mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran, tidak dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran untuk surat ketetapan pajak yang sama.
BAB VII
TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKS! ADMINISTRASI DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK
Pasal 14
(1) Kepala Dinas atau Pejabat yang ditunjuk karena jabatannya atas permohonan wajib pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan/atau kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya.
(2) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dapat dilakukan terhadap :
a. sanksi administrasi berupa bunga dan/ atau denda disebabkan keterlambatan pembayaran pada masa pajak; dan
b. sanksi administrasi berupa bunga, denda dan/ atau kenaikan pajak dalam surat ketetapan dan/atau STPD.
(3) Tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan sebagai berikut:
a. wajib pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo kecuali wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya;
b. surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus dicantumkan alasan yang jelas dengan pernyataan kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya, dan melampirkan SSPD yang telah diisi dan ditandatangani wajib pajak;
c. terhadap permohonan yang disetujui, Kepala Dinas atau Pejabat yang ditunjuk mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi bunga atau denda akibat keterlambatan pembayaran pada masa pajak, dengan cara menuliskan catatan/keterangan pada sarana pembayaran SSPD bahwa sanksi tersebut dikurangkan atau dihapuskan;
d. wajib pajak melakukan pembayaran pajak dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak disetujuinya permohonan;
e. terhadap permohonan yang ditolak, Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk:
1) menuliskan catatan keterangan pada sarana pembayaran SSPD bahwa sanksi tersebut dikenakan sebesar 2% perbulan untuk kemudian dibubuhi tandatangan dan namajelas;
2) menerbitkan STPD atas pengenaan sanksi bunga tersebut.(h
(4) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b, dilakukan sebagai berikut:
a. wajib pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak surat ketetapan diterima wajib pajak, kecuali wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya;
b. permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus mencantumkan alasan yang jelas serta melampirkan :
1) surat pernyataan kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya;
2) surat ketetapan pajak yang menetapkan adanya kenaikan pajak terutang.
(5) Berdasarkan surat permohonan dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dan ayat (4) huruf b, Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk segera melakukan penelitian administrasi tentang kebenaran dan alasan wajib pajak maupun lampirannya.
Pasal 15
( 1) Terhadap pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi karena jabatan, penelitian administrasi dilakukan sesuai permintaan Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Dalam hal permohonan memerlukan penelitian dan pembahasan materi lebih mendalam maka Kepala Dinas atau Pejabat melakukan rapat koordinasi untuk mendapatkan masukan dan pertimbangan yang dituangkan dalam laporan hasil rapat pembahasan permohonan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi.
(3) Atas dasar hasil penelitian administrasi, pejabat yang ditunjuk membuat telaahan atas pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi untuk selanjutnya mendapat persetujuan Kepala Dinas.
(4) Dalam hal telaahan disetujui, Kepala Dinas menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan dan penghapusan Sanksi Administrasi sebagai pengganti Surat Ketetapan atau STPD semula.
(5) Wajib pajak melakukan pembayaran paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima surat keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.
(6) Dalam hal telaahan ditolak, Kepala Dinas menerbitkan Surat Keputusan
Penolakan Pengurangan dan penghapusan Sanksi Administrasi.
Pasal 16
(1) Bupati dalam hal mi Kepala Dinas karena jabatannya atau atas permohonan wajib pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar, apabila terdapat:
a. data atau fakta baru yang belum terungkap pada waktu pemeriksaan/penelitian untuk menentukan besarnya pajak terutang sedangkan batas waktu pengajuan keberatan atau pengajuan pembetulan surat ketetapan atau pengajuan pengurangan dan
penghapusan sanksi administrasi telah terlampaui; �
b. data atau fakta baru yang belum terungkap disebabkan tidak dipertimbangkannya pengajuan keberatan atau pengajuan pembetulan surat ketetapan atau pengajuan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi akibat tidak dipenuhinya persyaratan formal, yakni pengajuan permohonan melampaui batas waktu yang telah ditentukan.
(2) Ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan/ atau kenaikan pajak yang tercantum dalam surat ketetapan.
(3) Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak atas dasar permohonan wajib pajak dilakukan sebagai berikut:
a. surat permohonan wajib pajak didukung oleh data atau fakta baru yang meyakinkan;
b. dalam surat permohonan wajib pajak harus dilampirkan dokumen berupa fotocopy:
1) surat ketetapan pajak yang diajukan permohonannya;
2) dokumen yang mendukung diajukannya permohonan.
3) berkas permohonan berikut bukti penolakan keberatan atau bukti penolakan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi.
c. pengajuan permohonan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, tidak dapat dipertimbangkan dan berkas permohonan dikembalikan kepada wajib pajak.
(4) Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak karena jabatan dilakukan sesuai permintaan Kepala Dinas atau atas usulan dari pejabat berdasarkan pertimbangan keadilan dan adanya temuan baru.
(5) Atas dasar permohonan wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan permintaan/usulan karena jabatan, Kepala Dinas atau Pejabat melakukan rapat koordinasi untuk membahas pengurangan atau penghapusan ketetapan pajak.
(6) Hasil pembahasan disampaikan kepada Kepala Dinas dengan melampirkan uraian pemandangan atau masukan atas pengurangan/pembatalan ketetapan pajak, selanjutnya Kepala Dinas memberikan disposisi menerima atau menolak pengurangan dan pembatalan ketetapan pajak.
(7) Dalam hal diterbitkannya Surat Keputusan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, pejabat segera melakukan:
a. pembatalan surat ketetapan pajak yang lama dengan cara menerbitkan ketetapan pajak yang baru yang tetap mengurangkan atau memperbaiki surat ketetapan yang lama;
b. pemberian tanda silang pada surat ketetapan pajak yang lama, dan selanjutnya diberi catatan/keterangan bahwa surat ketetapan pajak
'dibatalkan' serta dibubuhi tandatangan dan nama pejabat yang
bersangkutan.
c. memerintahkan kepada wajib pajak untuk melakukan pembayaran pajak paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterimanya surat ketetapan pajak yang baru.
d. terhadap surat ketetapan pajak yang dibatalkan disimpan sebagai arsip pada administrasi perpajakan.
(8) Dalam hal diterbitkannya surat keputusan penolakan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, maka surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan dikukuhkan dengan surat keputusan ini.
BAB VIII
TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 17
(1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada Kepala Dinas.
(2) Pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan adanya kelebihan pembayaran pajak yang telah disetor ke Kas Daerah berdasarkan :
a. perhitungan dari wajib pajak;
b. surat keputusan keberatan atau surat pembatalan dan pengurangan ketetapan, penghapusan sanksi administrasi;
keputusan pembetulan, dan pengurangan atau
c. putusan banding atau putusan peninjauan kembali;
d. kebijakan pemberian pengurangan, keringanan, dan/atau pembebasan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Permohonan wajib pajak, diajukan secara tertulis paling lambat 6 (enam)
bulan sejak saat timbulnya kelebihan pembayaran pajak.
(4) Dalam surat permohonan wajib pajak, harus dilampirkan dokumen :
a. identitas penduduk/KTP pemohon (wajib pajak);
b. SKPD, untuk masa pajak yang menjadi dasar permohonan;
c. bukti pelunasan pajak (SSPD) yang divalidasi;
d. uraian perhitungan pajak menurut wajib pajak;
Pasal 18
(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk segera mengadakan penelitian atau pemeriksaan terhadap kebenaran kelebihan pembayaran pajak dan pemenuhan kewajiban pembayaran pajak daerah oleh wajib pajak.
(2) Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus memberikan keputusan.
(3) Dalam hal wajib pajak mempunyai utang lainnya, kelebihan pembayaran pajak langsung diperhitungkan untuk melunasi utang pajak dimaksud.
(4) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya STPD.
(5) Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya STPD, Kepala Dinas atau pejabat memberikan imbalan bunga sebesar 2% setiap bulan atas keterlambatan kelebihan pembayaran pajak.
Pasal 19
(1) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar.
(2) Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, maka pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti.
Pasal 20
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Luwu Timur.<;;;,
|