ABSTRAK: |
- a. bahwa untuk kelancaran penyelesaian kerugian daerah sebagai akibat kelalaian atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Bendahara, Pegawai Bukan Bendahara, Pejabat lainnya dan pihak manapun wajib menyelesaikan kerugian daerah yang ditimbulkan;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 144 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, perlu diatur tentang tata cara tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti kerugian daerah dengan Peraturan Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah.
- 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dan Bersih dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874);
6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 4286);
7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembarang Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
8. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3176);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890);
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
19. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian terhadap Bendahara;
20. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 15 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;
21. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu;
22. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Cara Kerja Dinas Daerah Kabupaten Luwu;
23. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 9 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014.
- PERATURAN DAERAH TENTANG TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN TUNTUTAN GANTI RUGI KEUANGAN DAN BARANG DAERAH
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut azas ekonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
4. Bupati adalah Bupati Luwu.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Luwu sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
6. Inspektorat Kabupaten Luwu selanjutnya disebut Inspektorat adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Pengawasan Fungsional.
7. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disebut BUMD adalah Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Luwu.
8. Tuntutan Perbendaharaan yang selanjutnya disebut TP adalah suatu tata cara perhitungan terhadap Bendahara, jika dalam pengurusannya terdapat kekurangan perbendaharaan yang merugikan daerah, yang bersangkutan diharuskan mengganti kerugian.
9. Tuntutan Ganti Rugi yang selanjutnya disebut TGR adlah suatu proses tuntutan terhadap pegawai bukan Bendahara, pejabat lainnya dan pihak manapun dengan tujuan menuntut penggantian kerugian disebabkan oleh perbuatan melanggar hukum dan/atau melalaikan kewajibannya sebagaimana mestinya sehingga secara langsung atau tidak langsung, daerah menderita kerugian.
10. Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi yang selanjutnya disebut TP-TGR adalah suatu proses tuntutan melalui TP dan TGR bagi bendahara atau pegawai bukan bendahara, pejabat lainnya dan pihak manapun yang merugikan Keuangan dan Barang Daerah.
11. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah.
12. Uang adalah bagian dari kekayaan daerah yang berupa uang khartal dan uang giral.
13. Kas Umum Daerah adalah tempat menyimpan uang daerah yang ditentukan oleh Kepala Daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada Bank yang ditetapkan.
14. Surat Berharga adalah bagian kekayaan daerah yang berupa sertifikat saham, sertifikat obligasi dan surat berharga lain yang sejenis.
15. Barang Daerah adalah bagian kekayaan atau aset daerah baik yang dimiliki maupun dikuasai, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan, kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya.
16. Kekurangan Perbendaharaan adalah selisih kurang antara saldo buku kas dengan saldo kas atau selisih kurang antara buku persediaan barang dengan sisa barang yang sesungguhnya terdapat didalam gudang atau tempat lain yang ditunjuk.
17. Kerugian Daerah adalah kekurangan perbendaharaan uang, surat berharga dan barang daerah yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
18. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama daerah, menerima, menyimpan dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang daerah.
19. Pegawai adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi :
a. Pegawai Negeri;
b. Tenaga Kontrak dan atau PTT;
c. Pegawai pada BUMD (Pegawai Perusahaan Daerah).
20. Pegawai Negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syaratyang ditentukan dalam peraturan perundnag-undangan yang berlaku, diangkat oleh Pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan yang berlaku.
21. Ahli Waris adalah orang yang menggantikan pewaris dalam kedudukannya terhadap warisan, hak maupun kewajiban untuk seluruhnya atau sebagian.
22. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang karena kewenangannya dapat memberikan keterangan/menyataka sesuatu hal atau peristiwa yang sesungguhnya yang secara hukum dapat dipertanggungjawabkan.
23. Pejabat lainnya meliputi pejabat negara dan pejabat pemerintahan yang tidak berstatus pejabat negara, tidak termasuk bendahara, pegawai negeri bukan bendahara;
24. Pihak manapun adalah pihak yang merugikan keuangan daerah termasuk pihak ketiga, selain bendahara, pegawai bukan bendahara dan pejabat lainnya;
25. Perhitungan ex officio adalah suatu perhitungan perbendaharaan yang dilakukan oleh Pejabat yang ditunjuk secara ex officio apabila Bendahara yang bersangkutan meninggal dunia, melarikan diri atau tiba-tiba harus dibawah pengampuan dan atau apabila bendahara yang bersangkutan tidak membuat pertanggungjawaban setelah ditegur oleh atasan langsunganya, namun sampai batas waktu yang diberikan berakhir yang bersangkutan tetap tidak membuat perhitungan dan pertanggungjawabannya;
26. Penghapusan adalah tindakan menghapus barang barang milik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan atau kuasa pengguna barang dan/atau pengelola barang dari tanggungjawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
27. Penghentian adalah membebaskan sebagian atau keseluruhan kewajiban seseorang untuk mengganti Kerugian Daerah yang menurut hukum menjadi tanggungjawabnya, tetapi atas dasar pertimbangan keadilan yang disebabkan antara lain : meninggal dunia tanpa ahli waris, tidak layak untuk ditagih, dinyatakan tidak bersalah oleh Pejabat yang berwenang atau alasan-alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan berdasarka peraturan perundang-undangan yang berlaku.
28. Pencatatan adalah mencatat jumlah Kerugian Daerah yang proses Penyelesaiannya untuk sementara ditangguhkan karena yang bersangkutan melarikan diri tanpa diketahui alamatnya.
29. Banding adalah upaya Bendahara dan/atau Pegawai Negeri bukan Bendahara dan Pejabat Lainnya dan atau pihak manapun yang mencari keadilan kepada Bupati karena yang bersangkutan tidak puas terhadap keputusan pembebanan yang ditetapkan.
30. Kadaluarsa adalah jangka waktu yang menyebabkan gugurnya hak untuk melakukan tuntutan bendahara dan atau Pegawai Negeri bukan Bendahara, Pejabat lainnya dan atau pihak manapun dan tuntutan ganti rugi terhadap pelaku Kerugian Daerah.
31. Pembebanan adalah penetapan jumlah Kerugian Daerah yang harus dikembalikan kepada Daerah oleh Bendahara dan atau Pegawai Negeri bukan Bendahara dan Pejabat lainnya/pihak manapun yang terbukti menimbulkan kerugian daerah.
32. Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SKTJM adalah Surat Keterangan yang menyatakan kesanggupan dan atau bahwa yang bersangkutan bertanggung jawab atas kerugian daerah yang terjadi dan bersedia mengganti Kerugian Daerah dimaksud dalam jangka waktu maksimal 2 (dua) tahun sejak ditandatangani.
33. Surat Keterangan Penetapan Batas Waktu yang selanjutnya disingkat SK-PBW adalah surat keputusan yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan tentang Pemberian Kesempatan kepada Bendahara untuk mengajukan keberatan atau pembelaan diri atas tuntutan penggantian kerugian daerah.
34. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut BPK-RI adalah Badan Pemreiksa Keuangan Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
35. Asuransi Barang Daerah adalah Barang milik Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu yang dipertanggungjawabkan pada perusahaan asuransi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
36. Majelis Pertimbangan TP-TGR yang selanjutnya disebut Majelis Pertimbangan adalah para pejabat yang ex officio ditunjuk dan ditetapkan oleh Bupati yang bertugas membantu Bupati dalam penyelesaian kerugian daerah.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup TP-TGR Keuangan dan Barang Daerah meliputi :
a. Subjek dan Objek;
b. Informasi, Pelaporan dan Pemeriksaan;
c. Penyelesaian Kerugian Daerah;
d. Kadaluarsa;
e. Penghapusan dan Penghentian;
f. Penyetoran;
g. Pelaporan;
h. Majelis Pertimbangan; dan
i. Sanksi.
BAB III
SUBJEK DAN OBJEK
Bagian Pertama
Subjek
Pasal 3
Subjek kerugian daerah dibedakan berdasarkan :
A. Pelaku :
1. Bendahara yang melakukan perbuatan melanggar hukum dan atau melalaikan kewajibannya :
a) Tidak melakukan pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran uang atau barang;
b) Membayar atau mengeluarkan uang dan atau barang kepada pihak yang tidak berhak dan atau secara tidak sah;
c) Tidak membuat pertanggungjawaban keuangan atau pengurusan barang;
d) Menerima dan menyimpan uang palsu;
e) Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
f) Penyelewengan dan penggelapan;
g) Pertangungjawaban atau laporan yang tidak sesuai dengan kenyataan;
h) Penyelahgunaan wewenang atau jabatan;
i) Tidak melakukan tugas yang menjadi tanggungjawabnya;
j) Perbuatan-perbuatan lainnya yang merugikan keuangan Negara/Daerah.
2. Pegawai bukan Bendahara dan Pejabat lainnya yang melakukan perbuatan :
a) Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ;
b) Penyelewengan dan penggelapan;
c) Penyalahgunaan .........
-14-
c) Penyalahgunaan wewenang dan jabatan;
d) Pencurian dan penipuan;
e) Merusak dan menghilangkan barang daerah;
f) Meninggalkan tugas dan atau pekerjaan setelah selesai melaksanakan tugas belajar;
g) Meninggalkan tugas belajar sebelum batas waktu yang telah ditentukan;
h) Perbuatan-perbuatan lainnya yang merugikan daerah.
3. pihak manapun, melakukan perbuatan :
a) tidak menepati janji terhadap kontrak (wanprestasi);
b) penyerahan barang yang mengalami kerusakan karena kesalahannya;
c) penipuan dan perbuatan lainnya yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Daerah.
B. Ditinjau dari sebab berupa :
1. Perbuatan manusia karena :
a) Kesengajaan;
b) Kelalaian;
c) Diluar kemanpuan si pelaku.
2. Kejadian alam, berupa :
a) Bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir dan kebakaran;
b) Proses alamiah seperti membusuk, mencair, menyusut, menguap, mengerut dan dimakan rayap.
C. Ditinjau dari waktu, yaitu mengetahui apakah Kerugian Daerah itu masih bisa dituntut atau tidak;
D. Ditinjau dari tempat kejadian, yaitu Kerugian Daerah yang terjadi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah, BUMD dan tempat lainnya.
Bagian Kedua
Subjek
Pasal 4
Objek Kerugian Daerah meliputi :
a. Uang;
b. Surat Berharga;
c. Barang (termasuk yang diasuransikan).
BAB IV
INFORMASI, PELAPORAN DAN PEMERIKSAAN
Bagian Pertama
Informasi
Pasal 5
Informasi Kerugian Daerah, dapat diketahui dari :
a. Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;
b. Hasil Pemeriksaan Aparat Pengawas Fungsional;
c. Laporan Kepala SKPD; dan
d. Perhitungan Ex Officio.
Bagian Kedua
Pelaporan
Pasal 6
(1) Pejabat yang karena jabatannya mengetahui adanya kerugian daerah atau terdapat sangkaan atau dugaan akan dirugikan karena sesuatu perbuatan melanggar hukum atau
melalaikan .......
-16-
melalaikan kewajiban sebagaimana mestinya sehingga mengakibatkan kerugian daerah wajib melaporkan kepada Bupati dan memberitahukan kepada BPK-RI paling lambat 7 (Tujuh) Hari kerja setelah diketahui.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak melaporkan dalam jangka waktu 7 (Tujuh) Hari kerja sejak diketahui, dianggap telah lalai melaksanakan tugas dan kewajiban dan dapat dikenakan tindakan hukum disiplin.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Pasal 7
(1) Pemeriksaan terhadap laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 didasarkan pada kenyataan sebenarnya dan jumlah kerugian daerah yang pasti.
(2) Setelah diketahui informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 maka Aparat Pengawas Fungsional dapat melakukan pemeriksaan terhadap kebenaran informasi kerugian daerah.
BAB V
PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH
Bagian Pertama
Penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan
Paragraf 1
Upaya Damai
Pasal 8
(1) Penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan sedapat mungkin dilakukan dengan upaya damai oleh Bendahara/AhliWaris/Pengampu baik sekaligus (tunai) atau angsuran.
(2) Dalam keadaan terpaksa bendahara yang bersangkutan dapat melakukan dengan cara angsuran, selambat-lambatnya 2 (Dua) Tahun sejak ditandatanganinya SKTJM dan harus disertai jaminan barang yang nilainya cukup.
(3) Penyelesaian dengan cara angsuran sebagaimana ayat (2), apabila melalui pemotongan gaji/penghasilan harus dilengkapi dengan Surat Kuasa dan jaminan barang beserta Surat Kepemilikan yang sah harus dilengkapi surat kuasa menjual yang ditandatangani di atas materai 6.000.
(4) Pelaksanaan upaya damai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh Majelis Pertimbangan.
(5) Apabila Bendahara tidak dapat melaksanakan pembayaran angsuran dalam waktu yang ditetapkan dalam SKTJM sebagaimana dimaksud ayat (2), maka jaminan pembayaran angsuran dapat dijual sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(6) Apabila terdapat kekurangan dari hasil penjualan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tetap menjadi kewajiban Bendaharawan yang bersangkutan dan apabila terdapat kelebihan dari penjualan barang tersebut akan dikembalikan kepada Bendaharawan yang bersangkutan;
(7) Keputusan TP (eksekusi) pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5) dan ayat (6) dilakukan oleh Majelis Pertimbangan.
Paragraf 2 .........
-18-
Paragraf 2
Tuntutan Perbendaharaan Biasa
Pasal 9
(1) Dilakukan atas dasar perhitungan yang diberikan oleh Bendaharawan yang bersangkutan kepada Bupati.
(2) Bendahara bertanggung jawab atas kekurangan perbendaharaan yang terjadi dalam pengurusannya, kecuali apabila Ia dapat memberikan pembuktian bahwa ia bebas dari kesalahan atau kelalaian atas kekurangan perbendaharaan tersebut.
(3) Apabila dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan terhadap Bendaharawan terbukti kekurangan perbendaharaan dilakukan oleh beberapa Pegawai atau Atasan langsung, maka kepada yang bersangkutan dikenakan tanggung jawab renteng sesuai dengan bobot keterlibatan dan tanggung jawabnya, urusan inisiatif dan kelalaian atau kesalahannya.
Pasal 10
(1) Apabila usaha untuk mendapatkan penggantian kerugian upaya damai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) tidak berhasil, proses tuntutan perbendaharaan dimulai dengan suatu pemberitahuan tertulis dari Bupati kepada pihak yang akan dituntut, dengan menyebutkan :
a. Identitas pelaku;
b. Jumlah kekurangan perbendaharaan yang diderita oleh Daerah yang harus diganti;
c. Sebab-sebab serta alasan penuntutan dilakukan;
d. Tenggang waktu 14 (Empat Belas) Hari yang diberikan untuk mengajukan keberatan/pembelaan diri.
(2) Apabila Bendaharawan tidak mengajukan keberatan/pembelaan diri sampai dengan batas waktu yang ditetapkan pada ayat (1) huruf d Pasal ini atau telah mengajukan pembelaan diri tetapi tidak dapat membuktikan bahwa Ia bebas sama sekali dari kesalahan/kelalaian, maka Bupati menetapkan Surat Keputusan Pembebanan.
(3) Berdasarkan Surat Keputusan Pembebanan Bupati pada ayat (2) Pasal ini, bagi Bendaharawan yang telah mengajukan keberatan tertulis akan tetapi Bupati tetap berpendapat bahwa yang bersangkutan salah/lalai dan dengan demikian tetap membebankan penggantian kekurangan perbendaharaan kepadanya, Ia dapat mengajukan permohonan banding kepada Pejabat yang berwenang selambat-lambatnya 30 (Tiga Puluh) Hari setelah diterima Surat Keputusan Pembebanan oleh yang bersangkutan.
Pasal 11
(1) Keputusan Bupati mengenai pembebanan kekurangan Perbendaharaan mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaannya dapat dilakukan dengan memotong gaji dan penghasilan lainnya. Pelaksanaan pemotongan gaji dan penghasilan lainnya dilakukan dengan cara mengangsur dan dilunaskan selambat-lambatnya 2 (Dua) Tahun.
(2) Keputusan pembebanan tersebut pada ayat (1) tetap dilaksanakan meskipun yang bersangkutan naik banding.
(3) Keputusan tingkat banding dari pejabat yang berwenang dapat berupa memperkuat atau membatalkan Surat Keputusan Pembebanan atau merubah besarnya jumlah kerugian yang harus dibayar oleh Bendaharawan.
Paragraf 3 .......
-20-
Paragraf 3
Tuntutan Perbendaharaan Khusus
Pasal 12
Apabila seorang Bendaharawan meninggal dunia, melarikan diri atau berada dibawah pengampuan dan lalai membuat perhitungan setelah ditegur tiga kali berturut-turut belum menyampaikan perhitungan, maka pada kesempatan pertama atasan langsung atas nama Bupati melakukan tindakan pengamanan untuk menjamin kepentingan daerah :
a. Buku Kas dan semua buku Bendaharawan diberi garis penutup;
b. Semua Uang, Surat dan Barang Berharga, Surat-surat Bukti maupun Buku-buku disimpan/dimasukkan dalam lemari Besi dan disegel.
Khusus untuk Bendaharawan Barang;
c. Tindakan-tindakan tersebut di atas harus dituangkan dalam Berita Acara penyegelan dan disaksikan oleh ahli waris bagi yang meninggal dunia dan keluarga terdekat bagi yang melarikan diri atau pengampu dalam hal Bendaharawan berada dibawah pengampunan serta Pejabat Pemerintah Daerah.
Pasal 13
(1) Atas dasar laporan Atasan Langsung, Bupati menunjuk Pegawai atas saran Majelis Pertimbangan yang ditugaskan untuk membuat perhitungan ex officio.
(2) Hasil perhitungan ex officio satu eksamplar diberikan kepada pengampu atau ahli waris atau Bendaharawan yang tidak membuat perhitungan dan dalam waktu 14 (Empat Belas) Hari diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan.
(3) Biaya pembuatan perhitungan ex officio dibebankan kepada yang bersangkutan atau ahli waris atau pengampu.
(4) Besarnya biaya pembuatan perhitungan ex officio ditetapkan berdasarkan Keputusan Bupati.
Pasal 14
Tata cara Tuntutan Perbendaharaan Khusus yang dipertanggungjawabkan terhadap Ahli Waris bagi Bendaharawan yang meninggal dunia dan keluarga terdekat bagi Bendaharawan yang melarikan diri, atau pengampu bagi yang dibawah perwalian, atau Bendaharawan yang tidak membuat perhitungan, apabila terjadi kekurangan perbendaharaan mengikuti ketentuan-ketentuan sebagaimana berlaku pada tuntutan perbendaharaan biasa.
Paragraf 4
Pencatatan
Pasal 15
(1) Apabila proses TP belum dapat dilaksanakan karena Bendahara meninggal dunia tanpa ada ahli waris yang diketahui, atau ada ahli waris tetapi tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya, atau Bendahara melarikan diri dan tidak diketahui alamatnya, Bupati meminta kepada BPK-RI untuk meneribtkan Surat Keputusan Pencatatan.
(2) Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pencatatan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kasus yang bersangkutan dikeluarkan dari administrasi pembukuan.
(3) Terhadap ..........
-22-
(3) Terhadap Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sewaktu-waktu dapat ditagih apabila yang bersangkutan diketahui alamatnya atau ahli waris dapat dimintakan pertanggungjawabannya.
Bagian Kedua
Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi Pegawai Bukan Bendahara, Pejabat Lainnya atau Pihak Manapun
Paragraf 1
Upaya Damai
Pasal 16
(1) Penyelesaian Kerugian Daerah sedapat mungkin dilakukan dengan upaya damai oleh Pegawai atau Ahli Waris baik sekaligus (tunai) atau angsuran.
(2) Dalam keadaan terpaksa, yang bersangkutan dapat melakukan dengan cara angsuran paling lama 2 (Dua) Tahun sejak ditandatanganinya SKTJM dan disertai jaminan barang yang nilanya cukup.
(3) Penyelesaian dengan cara angsuran dapat dilakukan melalui pemotongan gaji dan atau penghasilan yang dilengkapi dengan :
a. Surat Kuasa Pemotongan Gaji dan atau penghasilan; dan
b. Jaminan barang dilengkapi Surat Pemilikian yang sah serta Surat Kuasa Menjual.
(4) Apabila pegawai yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan pembayaran angsuran dalam waktu yang ditetapkan dalam SKTJM, maka barang jaminan pembayaran angsuran dapat dijual sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(5) Apabila terdapat kekurangan dari hasil penjualan barang dimaksud pada ayat (4) tetap menjadi kewajiban pegawai yang bersangkutan, dan apabila terdapat kelebihan dari penjualan barang tersebut akan dikembalikan kepada pegawai yang bersangkutan;
(6) Pelaksanaan (eksekusi) terhadap Keputusan TGR dilaksanakan oleh Majelis Pertimbangan.
Paragraf 2
Tuntutan Ganti Rugi Biasa
Pasal 17
(1) TGR Biasa dilakukan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya dari hasil pengumpulan bahan-bahan bukti dan penelitian Aparat Pengawasan terhadap Pegawai yang bersangkutan.
(2) TGR Biasa dapat dikenakan kepada ahli waris, terhadap harta pewaris yang sudah atau akan diterimanya.
(3) TGR terhadap ahli waris ditetapkan oleh Bupati berdasarkan hasil penelitian Majelis Pertimbangan.
Pasal 18
Pelaksanaan TGR sebagai akibat perbuatan melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dipersalahkan kepadanya dan/atau tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya yang dipersalahkan kepadanya, serta ada hubungannya dengan pelaksanaan fungsi ataupun dengan status jabatannya secara langsung atau tidak langsung diserahkan penyelesaiannya melalui Majelis Pertimbangan.
Pasal 19
(1) Apabila usaha untuk mendapatkan penggantian kerugian dalam upaya damai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) tidak berhasil, proses TGR diberitahukan secara tertulis oleh Bupati kepada Pegawai yang bersangkutan dengan menyebutkan:
a. Identitas pelaku;
b. Jumlah kerugian yang diderita oleh daerah yang harus diganti;
c. Sebab-sebab serta alasan penuntutan dilakukan;
d. Tenggang waktu yang diberikan untuk mengajukan keberatan/pembelaan diri selama 14 (Empat Belas) Hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan oleh Pegawai yang bersangkutan.
(2) Apabila pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam batas waktu 14 (Empat Belas) Hari tidak mengajukan keberatan/pembelaan diri atau telah mengajukan pembelaan diri namun tidak dapat membebaskannya sama sekali dari kesalahan/kelalaian, maka Bupati menetapkan Keputusan Pembebanan Ganti Rugi.
(3) Berdasarkan Keputusan Pembebanan Ganti Rugi, Bupati melaksanakan penagihan atas pembayaran ganti rugi kepada Pegawai yang bersangkutan.
(4) Keputusan Pembebanan Ganti Rugi tersebut dapat dilakukan dengan cara :
a. Memotong gaji dan atau penghasilan lainnya kepada yang bersangkutan;
b. Memberi izin untuk mengangsur dan dilunaskan paling lama 2 (Dua) Tahun, apabila disertai dengan barang jaminan yang nilainya cukup; dan
c. Apabila dianggap perlu dapat meminta bantuan kepada yang berwajib untuk dilakukan penagihan dengan paksa.
(5) Permohonan banding kepada Pejabat yang berwenang dapat diajukan paling lambat 30 (Tiga Puluh) Hari setelah diterimanya Keputusan Pembebanan oleh pegawai yang bersangkutan.
(6) Apabila permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima, Bupati menerbitkan Keputusan Peninjauan Kembali.
(7) Keputusan Tingkat Banding dari Pejabat yang berwenang dapat berupa memperkuat atau membatalkan Keputusan Pembebanan atau menambah/mengurangi besaran jumlah kerugian yang harus dibayar oleh yang bersangkutan.
Paragraf 3
Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi Barang Daerah
Pasal 20
(1) Pegawai yang bertanggung jawab atas terjadinya kehilangan barang daerah (bergerak/tidak bergerak) wajib melakukan penggantian dalam bentuk uang atau barang sesuai dengan cara penggantian kerugian yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Penggantian kerugian dengan bentuk barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan khusus terhadap barang bergerak berupa kendaraan bermotor roda 4 (Empat) dan roda 2 (Dua), berdasarkan nilai taksiran (taksasi) harga benda dengan cara tunai atau angsuran paling lama 2 (Dua) Tahun apabila disertai dengan jaminan barang yang nilainya cukup.
(3) Penggantian .........
-26-
(3) Penggantian kerugian dalam bentuk uang dapat dilakukan terhadap barang yang tidak bergerak atau yang bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan cara tunai atau angsuran paling lama 2 (Dua) Tahun apabila disertai dengan barang jaminan yang nilanya cukup.
(4) Nilai taksiran (taksasi) jumlah harga benda yang akan diganti rugi dalam bentuk uang maupun barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(5) Apabila berdasarkan hasil penelitian Majelis Pertimbangan biaya pelaksanaan tuntutan ganti rugi barang lebih besar dibandingkan dengan uang yang akan diterima oleh daerah, maka Bupati dapat meniadakan tuntutan ganti rugi barang daerah dan selanjutnya memberitahukan secara tertulis ke DPRD.
(6) Penyelesaian kerugian daerah untuk barang daerah yang diasuransikan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Paragraf 4
Pencatatan
Pasal 21
(1) Pegawai yang meninggal dunia tanpa ada Ahli Waris, atau ada Ahli Waris tetapi tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya, Bupati menetapkan Keputusan Pencatatan setelah mendapat pertimbangan Majelis.
(2) Bagi Pegawai yang melarikan diri, TGR tetap dilakukan terhadap keluarga atau orang lain yang menguasai harta yang ditinggalkan oleh Pegawai yang bersangkutan.
(3) Dengan diterbitkannya Keputusan Pencatatan, kasus bersangkutan dikeluarkan dari Administrasi Pembukuan.
(4) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sewaktu-waktu dapat ditagih apabila yang bersangkutan diketahui alamatnya.
BAB VI
KADALUWARSA
Pasal 22
(1) Kewajiban Bendahara, Pegawai bukan Bendahara, Pejabat lain atau pihak manapun untuk membayar ganti rugi, menjadi kadaluwarsa jika dalam waktu 5 (Lima) Tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8 (Delapan) Tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Bendahara, Pegawai bukan Bendahara, Pejabat lain atau pihak manapun yang dikenai tuntutan ganti kerugian daerah berada dalam pengampuan, melarikan diri atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada Pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya, yang berasal dari bendahara, pejabat lain atau pihak manapun yang bersangkutan.
(3) Tanggungjawab Pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti kerugian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi kadaluwarsa, apabila dalam waktu 3 (Tiga) Tahun sejak keputusan pengadilan yang
menetapkan ......
-28-
menetapkan pengampuan kepada Bendahara, Pegawai bukan Bendahara, Pejabat lain atau pihak manapun, yang bersangkutan diketahui melarikan diri atau meninggal dunia, pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberitahu oleh pejabat yang berwenang mengenai adanya kerugian daerah.
BAB VII
PENGHAPUSAN DAN PENGHENTIAN
Pasal 23
(1) Dalam hal Bendahara, Pegawai bukan Bendahara, Pejabat lainnya, pihak manapun, ataupun pengampu/yang memperoleh hak /ahli waris yang berdasarkan Keputusan Bupati tentang Pembebanan Ganti Rugi, apabila tidak mampu membayar ganti rugi, dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati untuk penghapusan atau penghentian atas kewajiban membayar ganti rugi.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati mengadakan penelitian yang dilakukan oleh Majelis Pertimbangan, apabila ternyata yang bersangkutan memang tidak mampu, maka Bupati menghapuskan atau menghentikan kewajiban mengganti kerugian kemudian memberitahukan kepada DPRD tentang penghapusan TP/TGR baik sebagian ataupun seluruhnya;
(3) Dalam hal bendahara, Pegawai bukan bendahara, pejabat lainnya atau pihak manapun, yang berdasarkan Keputusan Bupati tentang Pembebanan Ganti Rugi ternyata meninggal dunia tanpa ahli waris dan/atau dinyatakan tidak cukup atau tidak mempunyai harta warisan, maka Majelis Pertimbangan menyampaikan hasil penelitian kepada Bupati.
(4) Apabila berdasarkan hasil penelitian Majelis Pertimbangan, yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) ternyata tidak mampu, maka Bupati menetapkan Keputusan tentang Penghapusan atau penghentian ganti rugi baik sebagian atau seluruhnya dan memberitahukan kepada DPRD.
BAB VIII
PENYETORAN
Pasal 24
(1) Penyetoran atau pengembalian secara tunai atau angsuran, baik Kerugian Daerah maupun hasil penjualan barang jaminan harus melalui Kas Umum Daerah.
(2) Dalam kasus kerugian daerah yang penyelesaiannya melalui pengadilan mengacu kepada peraturan perundang-undangan.
(3) Penyetoran Kerugian Daerah yang bersal dari Badan Usaha Milik Daerah/Badan Layanan Umum Daerah, setelah diterima Kas Umum Daerah segera dipindahbukukan kepada Rekening BUMD/BLUD yang bersangkutan.
BAB IX
PELAPORAN
Pasal 25
Majelis Pertimbangan TP-TGR menyampaikan laporan perkembangan penyelesaian Kerugian Daerah setiap triwulan dan tahunan kepada Bupati dan DPRD.
BAB X .........
-30-
BAB X
MAJELIS PERTIMBANGAN
Pasal 26
(1) Bupati membentuk Majelis Pertimbangan untuk melaksanakan TP-TGR.
(2) Majelis Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) susunan keanggotaannya terdiri dari :
a. Sekretaris Daerah, selaku Ketua;
b. Inspektur Kabupaten, selaku Wakil Ketua;
c. Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah, selaku Sekretaris;
d. Asisten Administrasi Umum dan Bina Aparatur, selaku Anggota;
e. Kepala Badan Kepegawaian Daerah, selaku Anggota;
f. Kabag Hukum Setda, selaku Anggota;
g. Sekretaris DPKD, selaku Anggota.
h. Pejabat lainnya yang terkait sesuai dengan kebutuhan.
(3) Anggota Majelis Pertimbangan sebelum menjalankan tugasnya mengucapkan sumpah/janji dihadapan Bupati.
(4) Tugas Majelis Pertimbangan sebagaimana dimaksud apada ayat (2) sebagai berikut:
a. Mengumpulkan, manatausahakan, menganalisis serta mengevaluasi kasus TP-TGR yang diterima;
b. Memproses dan melaksanakan penyelesaian TP-TGR;
c. Memberikan saran/pertimbangan TP-TGR kepada Bupati atas setiap kasus yang menyangkut TP-TGR; dan
d. Menyiapkan laporan Bupati mengenai perkembangan penyelesaian kasus kerugian daerah secara periodik kepada Menteri Dalam Negeri cq. Direktur Jenderal Administrasi Keuangan Daerah.
(5) Majelis dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Sekretariat yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(6) Dalam pelaksanaan tugas-tugas Majelis, biaya dibebankan pada APBD.
BAB XI
SANKSI
Pasal 27
(1) Setiap Pejabat Negara/Daerah dan Pegawai Negeri bukan Bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung maupun tidak langsung yang merugikan keuangan negara atau daerah dikenai sanksi pidana, sanksi administrasi dan ganti kerugian.
(2) setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelaliaan seseorang harus diganti oleh pihak yang bersalah.
(3) pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap Bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
(4) pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap PNS biukan bendahara ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(5) Setelah Bupati menerima laporan tentang kekurangan kerugian daerah dari Pejabat Pengawas Fungsional dan oleh Majelis Pertimbangan dilakukan penelitian tentang kebenaran adanya kerugian daerah, Bupati dapat memberikan sanksi administrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XII .........
-32-
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 28
(1) Kerugian daerah yang tidak dapat diselesaikan oleh Pemerintah Daerah dapat diserahkan penyelesaiannya melalui Pengadilan dengan mengajukan gugatan perdata.
(2) Apabila kerugian daerah yang tidak dapat diselesaikan dan ada indikasi tindak pidana, Bupati dapat menyerahkan kepada aparat penegak hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Putusan Pengadilan tidak menggugurkan hak tagih dari Pemerintah Daerah terhadap Pelaku atau Penanggung Jawab Kerugian Daerah.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Kerugian Daerah yang sedang dalam proses penyelesaian sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka semua peraturan yang mengatur tentang TP-TGR Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Luwu dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 31
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah.
|