ABSTRAK: |
- a. bahwa usaha mikro kecil dan menengah dan sektor riil lainnya mempunyai peranan yang strategis dalam memacu dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah, namun jenis usaha tersebut sering dihadapkan pada kendala keterbatasan modal;
b. bahwa sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dibutuhkan sebuah lembaga keuangan yang dapat menjangkau sektor rill dalam memberikan kemudahan permodalan bagi golongan lemah/pengusaha kecil;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 177 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah dapat memiliki Badan Usaha Milik Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pendirian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah;
- 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3790);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1357);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4438);
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4724);
8. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4866);
9. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4867);
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
11. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5394);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3505);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008 Nomor 24, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barru Nomor 1);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah
Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun
2008 Nomor 29, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Barru Nomor 6);
- PERATURAN DAERAH TENTANG PENDIRIAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Barru.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Barru sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Bupati adalah Bupati Barru.
6. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
7. Perseroan Terbatas adalah Badan Usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
8. Bank Pembiayaan Rakyat Syariahyang selanjutnya disingkat BPRS adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan.
BAB II
PENDIRIAN, NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 2
(1) Dengan Peraturan Daerah ini Pemerintah Daerah dapat membentuk Bank
Pembiayaan RakyatSyariah.
(2) BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk Perseroan Terbatas melalui Akta Notaris.
Pasal 3
BPRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibentuk berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 4
(1) BPRS berkedudukan di Ibukota Kabupaten Barru sebagai Kantor Pusat.
(2) BPRSdalam menjalankan aktivitasnya dapat membuka Kantor Cabang dan/atau Kantor Kas.
(3) Selain Kantor Cabang dan Kantor Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), BPRS dapat melakukan Kegiatan Kas diluar Kantor.
BAB III
AZAS, SIFAT DAN TUJUAN Pasal 5
BPRS dalam menjalankan aktivitasnya berazaskan prinsip–prinsip syariah ataupun muamalah Islam.
Pasal 6
BPRSmerupakanlembaga perbankan yang bersifat:
a. memberi jasa;
b. menyelenggarakan kemanfaatan umum; dan c. memupuk pendapatan.
BPRS didirikan dengan tujuan:
Pasal 7
a. turut serta melaksanakan pembangunan daerah;
b. mendorong pertumbuhan perekonomian daerah pada khususnya dan nasional pada umumnya dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat; dan
c. memupukPendapatan Asli Daerah.
BAB IV KEGIATAN USAHA Pasal 8
(1) Kegiatan usaha BPRS, meliputi:
a. BPRS wajib melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah dan berdasarkan prinsip kehati-hatian;
b. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah dan/atau bentuk lain yang menggunakan prinsip wadi’ah atau mudharabah;
c. menyalurkan dana dalam bentuk transaksi jual beli berdasarkan prinsip mudharabah, istishna dan/atau salam, transaksi sewa menyewa dengan prinsip ijarah, pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah dan/atau musyarakah, serta pembiayaan berdasarkan prinsip qardh;
d. melakukan kegiatan lain yang tidak bertentangan dengan Ketantuan
Peraturan Perundang-undangan Perbankan dengan Prinsip Syariah;
e. produk dan jasa baru wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia;
dan
f. Asset Tetap dan Inventaris setinggi-tingginya 50% dari modal disetor;
(2) BPRS dilarang merubah kegiatan usahanya menjadi Bank Perkereditan Rakyat
Konvensional;
(3) BPRS dilarang melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
BAB V
MODAL DAN SAHAM Pasal 9
(1) Modal dasar BPRS ditetapkan sebesar Rp. 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta
Rupiah).
(2) Modal dasar BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruhnya merupakan Kekayaan Daerah yang dipisahkan.
Pasal 10
(1) Terhadap modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat dilakukan perubahan.
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Pasal 11
(1) Pihak-pihak yang dapat menjadi pemegang saham BPRS adalah sebagai berikut :
a. Pemerintah Daerah; dan b. Pihak Ketiga.
(2) Pemegang saham BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Pemerintah Daerah paling sedikit 60% (Enam Puluh Persen) dan untuk Pihak Ketiga paling banyak 40% (Empat Puluh Persen).
BAB VI DEWAN PENGAWAS Bagian Kesatu Pengangkatan
Pasal 12
(1) Pengangkatan Dewan Pengawas ditetapkan berdasarkan Peraturan yang berlaku.
(2) Tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Badan Pengawas dilaksanakan berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Perusahaan.
(3) Dewan Pengawas BPRS diberi Penghasilan dan Penghargaan sesuai dengan
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Perusahaan.
(4) Pemberhentian Dewan Pengawas dilaksanakan menurut ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan.
Pasal 13
(1) Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Dewan Pengawas, meliputi:
a. memiliki akhlak dan moral yang baik;
b. memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan;
c. memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional BPRS
yang sehat;
d. tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus (DTL);
e. memiliki pengetahuan dibidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya;
f. memiliki pengalaman di bidang perbankan;
g. tidak masuk dalam daftar kredit macet;
h. tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Dewan Pengawas/Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum dicalonkan;
i. tidak pernah melakukan kegiatan atau tindakan yang tercela;
j. tidak pernah terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung pada kegiatan pengkhianatan Negara;
k. tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan Keputusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; dan
l. sehat jasmani dan rohani.
(2) Antara sesama anggota Dewan Pengawas dan/atau antara anggota Dewan Pengawas dengan Direksi tidak boleh mempunyai hubungan sebagai orang tua termasuk mertua, anak termasuk menantu, saudara kandung termasuk ipar dan suami/istri.
(3) Anggota Dewan Pengawas diutamakan bertempat tinggal di dalam daerah.
Bagian Kedua
Tugas, Fungsi, Wewenang, dan Tanggung Jawab
Pasal 14
Dewan Pengawas mempunyai tugas:
a. menetapkan kebijakanumum;
b. melaksanakan pengawasan;
c. melakukan pengendalian; dan d. melakukan pembinaan.
Pasal 15
(1) Dewan Pengawas melaksanakan pengawasan, pengendalian, dan pembinaan terhadap cara penyelenggaraan tugas Direksi.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengawasan ke dalam tanpa mengurangi kewenangan pengawasan dari instansi diluar BPRS.
(3) Pengawasan dilakukan secara:
a. periodik sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan; dan b. sewaktu-waktu apabila dipandang perlu.
(4) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk petunjuk dan pengarahan kepada Direksi dalam pelaksanaan tugas.
(5) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan meningkatkan dan menjaga kelangsungan BPRS.
Pasal 16
Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Dewan
Pengawas mempunyai fungsi:
a. penyusunan tata cara pengawasan dan pengawas BPRS;
b. pelaksanaan dan pengawasan atas pengurus BPRS;
c. penetapan kebijakan anggaran dan keuangan BPRS; dan d. pembinaandan pengembangan BPRS.
Pasal 17
Dewan Pengawas mempunyai Wewenang:
a. menyampaikan Rencana Kerja Tahunan dan Anggaran BPRS kepada Bupati untuk mendapatkan pengesahan;
b. meneliti neraca dan laporan laba rugi yang disampaikan Direksi untuk mendapat pengesahan Bupati;
c. memberikan pertimbangan dan sarankepada Bupati untuk perbaikan dan pengembangan BPRS;
d. meminta keterangan Direksi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pengawasan dan pengelolaan BPRS;
e. mengusulkan pemberhentian sementara anggota Direksi kepada Bupati; dan f. menunjuk seorang atau beberapa ahli untuk melaksanakan tugas tertentu.
Pasal 18
(1) Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang bertanggungjawab kepada Bupati.
(2) Pertanggungjawaban Dewan Pengawas dilakukan secara tertulis yang ditandatangani oleh Ketua dan anggota Dewan Pengawas.
Pasal 19
(1) Ketua Dewan Pengawas mempunyai tugas:
a. memimpin semua kegiatan anggota Dewan Pengawas;
b. menyusun program kerja pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh Bupati;
c. memimpin rapat Dewan Pengawas; dan
d. membinadan meningkatkan tugas para anggota Dewan Pengawas. (2) Anggota Dewan Pengawas mempunyai tugas:
a. membantu Ketua Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya menurut bidang yang telah ditetapkan oleh Ketua Dewan Pengawas; dan
b. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Ketua Dewan
Pengawas.
Pasal 20
(1) Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Pengawas, dapat dibentuk Sekretariat atas biaya BPRS dengan mempertimbangkan efisiensi pembiayaan, yang beranggotakan paling banyak 2 (dua) orang.
(2) Anggota Sekretariat Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh berasal dari pegawai BPRS.
Bagian Ketiga Penghasilan dan Penghargaan Pasal 21
(1) Badan Pengawas BPRS, dalam melaksanakan tugas diberikan honorarium.
(2) Selain honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua dan Anggota Dewan Pengawas diberikan jasa produksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 22
(1) Dewan Pengawas diberikan uang jasa pengabdian dari laba sebelum dipotong pajak.
(2) Dewan Pengawas yang telah menjalankan tugas paling lama 1 (satu) tahun yang diberhentikan dengan hormat sebelum masa jabatannya berakhir, diberikan uang jasa pengabdian sesuai ketentuan Peraturan Perundang-
Undangan.
Pasal 23
Mekanisme pemberian honorarium dan uang jasa Badan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat Pemberhentian Pasal 24
(1) Anggota Dewan Pengawas, berhenti karena:
a. masa jabatan berakhir;atau b. meninggal dunia.
(2) Anggota Dewan Pengawas diberhentikan karena:
a. permintaan sendiri;
b. alih tugas/jabatan/reorganisasi;
c. melakukan tindakan yang merugikan BPRS;
d. melakukan tindakan atau bersikap yang bertentangan dengan kepentingan daerah atau Negara;
e. tidak dapat melaksanakan tugasnya secara wajar; dan/atau
f. tidak mematuhi syarat sebagai anggota Dewan Pengawas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
Anggota Dewan Pengawas yang melakukan tindak pidana diberhentikan dengan tidak hormat.
Pasal 26
(1) Anggota Dewan Pengawas yang diduga melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c, huruf d dan huruf e diberhentikan sementara oleh Bupati.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis kepada yang bersangkutan disertai dengan alasan-alasannya.
Pasal 27
(1) Paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Bupati melaksanakan rapat yang dihadiri oleh anggota Dewan Pengawas untuk menetapkan pemberhentian atau rehabilitasi.
(2) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati belum melaksanakan rapat, maka surat pemberhentian sementara batal demi hukum.
(3) Apabila dalam rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anggota Badan Pengawas tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka yang bersangkutan dianggap menerima keputusan yang ditetapkan dalam rapat.
(4) Hasil rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
Pasal 28
(1) Anggota Dewan Pengawas yang diberhentikan dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Bupati paling lama 15 (lima belas) hari sejak yang bersangkutan menerima Keputusan Bupati tentang pemberhentiannya.
(2) Paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya permohonan keberatan, Bupati harus mengambil Keputusan.
(3) Apabila dalam waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati tidak mengambil Keputusan maka Keputusan Bupati mengenai pemberhentian batal demi hukum dan yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas kembali sebagaimana mestinya.
BAB VII DIREKSI Bagian Kesatu Pengangkatan Pasal 29
(1) Anggota Direksi paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 3 (tiga) orang, salah satu diantaranya diangkat sebagai Direktur Utama.
(2) Anggota Direksi diangkat oleh Bupati untuk masa jabatan paling lama 4 (Empat) tahun dan dapat diangkat kembali.
Pasal 30
(1) Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Anggota Direksi, meliputi:
a. memiliki akhlak dan moral yang baik;
b. memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan;
c. memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional BPRS Kabupaten Barruyang sehat;
d. tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus (DTL);
e. memiliki pengetahuan dibidang perbankan yang memadai dibuktikan dengan sertifikat kelulusan dari lembaga sertifikasi;
f. memiliki pengalaman dan keahlian dibidang perbankan dan atau bidang keuangan;
g. memiliki kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan BPRS yang sehat;
h. tidak termasuk dalam daftar kredit macet;
i. tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit dalam 5 (lima) tahun sebelum dicalonkan;
j. Daftar Penilaian Prestasi Kerja (DPPK) terakhir dengan nilai rata-rata baik atau keterangan dari instansi calon yang meliputi loyalitas, disiplin, tanggungjawab, kejujuran dan kepemimpinan;
k. memiliki latar belakang pendidikan paling rendah setingkat D-3 atau Sarjana Muda atau transkrip nilai telah menyelesaikan 110 SKS dalam pendidikan S-1;
l. memiliki pengalaman kerja dibidang perbankan paling sedikit 2 (dua)
tahun;
m. usia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun; dan
n. menyediakan waktu yang penuh untuk melaksanakan tugasnya.
(2) Antara sesama anggota direksi dan/atau anggota direksi dengan Dewan Pengawas tidak boleh mempunyai hubungan sebagai orang tua termasuk mertua, anak termasuk menantu, saudara kandung termasuk ipar dan suami/istri.
(3) Anggota direksi tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi baik secara langsung atau tidak langsung pada BPRS atau badan hukum /perorangan yang diberi kredit oleh BPRS.
Pasal 31
Proses pengangkatan anggota direksi dilaksanakan sesuai ketentuan Bank
Indonesia.
Pasal 32
(1) Anggota direksi dilantik dan diambil sumpah jabatan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diangkat sebagai anggota direksi.
Bagian Kedua
Tugas, Fungsi, Wewenang dan Tanggung Jawab
Pasal 33
(1) Direksi mempunyai tugas :
a. menyusun perencanaan;
b. melakukan koordinasi; dan
c. melakukan pengawasan seluruh kegiatan operasional BPRS.
(2) Direksi dapat mengadakan kerjasama dengan pihak lain dalam upaya pengembangan BPRS.
Pasal 34
Direksi dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Ayat (1), mempunyai fungsi:
a. pelaksanaan manajemen BPRS berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas;
b. penetapan kebijakan untuk melaksanakan pengurusan dan pengelolaan BPRS
berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas;
c. penyusunan dan penyampaian Rencana Kerja Tahunan dan anggaran BPRS kepada Bupati melalui Dewan Pengawas yang meliputi kebijakan dibidang organisasi, perencanaan, Pembiayaan, keuangan, kepegawaian, umum dan pengawasan untuk mendapatkan pengesahan;
d. penyusunan dan penyampaian laporan perhitungan hasil usaha dan kegiatan
BPRS setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Bupati melalui Dewan Pengawas; dan e. penyusunan dan penyampaian laporan tahunan yang terdiri atas neraca dan
laporan laba rugi kepada Bupati melalui Dewan Pengawas untuk mendapatkan
pengesahan.
Direksi mempunyai wewenang:
a. mengurus kekayaan BPRS;
Pasal 35
b. mengangkat dan memberhentikan pegawai BPRS berdasarkan peraturan kepegawaian BPRS;
c. menetapkan susunan organisasi dan tata kerja BPRSdengan persetujuan
Dewan Pengawas;
d. mewakili BPRS didalam dan diluar pengadilan;
e. menunjuk seorang kuasa atau lebih untuk melakukan perbuatan hukum tertentu mewakili BPRS, apabila dipandang perlu;
f. membuka kantor cabang dan/atau kantor kas berdasarkan persetujuan Bupati atas pertimbangan Dewan Pengawas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. membeli, menjual atau dengan cara lain mendapat atau melepas hak atas asset milik BPRS berdasarkan persetujuan Bupati atas pertimbangan Dewan Pengawas; dan
h. menetapkan biaya perjalanan dinas Dewan Pengawas dan Direksi serta pegawai BPRS.
Pasal 36
(1) Direksi dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang bertanggungjawab kepada Bupati melalui Dewan Pengawas.
(2) Pertanggungjawaban Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara tertulis yang ditandatangani oleh anggota direksi.
Pasal 37
Ketentuan mengenai pembagian tugas antar anggota direksi ditetapkan dengan peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
Hak, Penghasilan dan Penghargaan
Pasal 38
(1) Penghasilan direksi meliputi:
a. gaji pokok;
b. tunjangan suami/istri dan anak;
c. tunjangan kemahalan; dan d. tunjanganjabatan.
(2) Besaran penghasilan direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.
Anggota direksi mendapat fasilitas:
Pasal 39
a. perawatan/tunjangan kesehatan yang layak termasuk suami/istri dan anak dengan memperhatikan kemampuan BPRS yang ditetapkan oleh direksi;
b. rumah dinas lengkap dengan perabotan standar atau penggantian sewa rumah sesuai dengan kemampuan BPRS;
c. kendaraan dinas sesuai dengan kemampuan BPRS;
d. dana penunjang operasional bagi Direktur Utama, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. dana representasi yang penggunaannya diatur oleh Direksi secara efisien dan efektif untuk pengembangan BPRS sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 40
(1) Pemberian penghasilan dan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39 didasarkan atas ketentuan bahwa jumlah honorarium untuk Dewan Pengawas, gaji Direksi, gaji Pegawai dan biaya tenaga kerja lainnya tidak melebih 30% (tiga puluh perseratus) dari total pendapatan atau 40% (empat puluh perseratus) dari total biaya berdasarkan realisasi tahun anggaran sebelumnya.
(2) Dalam hal total asset BPRS dibawah Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah), maka pemberian penghasilan dan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39, didasarkan atas ketentuan bahwa jumlah honorarium untuk Dewan Pengawas, gaji Direksi, gaji Pegawai dan biaya kerja lainnya tidak melebihi 40% (empat puluh perseratus) dari total pendapatan
50% (lima puluh perseratus) dari total biaya berdasarkan realisasi tahun anggaran sebelumnya.
Pasal 41
Anggota direksi selain mendapat penghasilan dan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39, juga memperoleh jasa produksi sesuai dengan kemampuan BPRS.
Pasal 42
(1) Anggota Direksi mempunyai hak cuti, yang meliputi:
a. cuti tahunan diberikan selama 12 (dua belas) hari kerja;
b. cuti besar diberikan selama 2 (dua) bulan untuk setiap akhir masa jabatan;
c. cuti kawin;
d. cuti sakit; dan
e. cuti karena alasan penting atau cuti untuk menunaikan ibadah haji.
(2) Dalam hal permohonan cuti besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dikabulkan, kepada yang bersangkutan diberikan penggantian dalam bentuk uang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Anggota direksi yang menjalankan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetap diberikan penghasilan penuh.
Pasal 43
(1) Anggota Direksi diberikan uang jasa pengabdian dari laba sebelum dipotong pajak setelah diaudit dari tahun sebelum akhir masa jabatannya, dengan besaran yang ditetapkan kemudian dengan Peraturan Bupati.
(2) Anggota Direksi yang telah menjalankan tugasnya selama 1 (satu) tahun yang diberhentikan dengan hormat sebelum masa jabatannya berakhir, diberikan uang jasa pengabdian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pemberhentian
Pasal 44
(1) Anggota Direksi berhenti karena: a. masa jabatan berakhir;atau b. meninggal dunia.
(2) Anggota direksi dapat diberhentikan oleh Bupati, karena:
a. permintaan sendiri;
b. reorganisasi;
c. melakukan tindakan yang merugikan BPRS;
d. melakukan tindakan atau bersikap yang bertentangan dengan kepentingan daerah atau Negara;
e. tidak dapat melaksanakan tugasnya secara wajar; dan/atau
f. tidak memenuhi syarat sebagai anggota Direksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 45
Anggota Direksi yang melakukan tindak pidana diberhentikan dengan tidak hormat.
Pasal 46
(1) Anggota Direksi yang diduga melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf c, huruf d dan huruf e diberhentikan sementara oleh Bupati atas usul Dewan Pengawas.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis kepada yang bersangkutan disertai dengan alasan-alasannya.
Pasal 47
(1) Paling lama 30 (tiga Puluh) hari sejak pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Dewan Pengawas melakukan sidang yang dihadiri oleh anggota Direksi untuk menetapkan yang bersangkutan diberhentikan atau direhabilitasi.
(2) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, Dewan Pengawas belum melakukan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), surat pemberhentian sementara batal demi hukum dan yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas kembali sebagaimana mestinya.
(3) Apabila dalam persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota direksi tidak hadir tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dianggap menerima keputusan yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas.
(4) Keputusan Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 48
(1) Anggota Direksi yang diberhentikan, paling lama 15 (lima belas) hari sejak yang bersangkutan menerima Keputusan Bupati mengenai pemberhentiannya dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Bupati.
(2) Paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya permohonan keberatan, Bupati harus mengambil Keputusan.
(3) Apabila dalam waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati tidak mengambil Keputusan, maka Keputusan Bupati mengenai pemberhentian batal demi hukum dan yang bersangkutan melaksanakan tugas kembali sebagaimana mestinya.
Bagian Kelima Penunjukan Pejabat Sementara Pasal 49
(1) Apabila sampai berakhirnya masa jabatan direksi dan pengangkatan anggota Direksi baru masih dalam proses penyelesaian, maka Bupati dapat menunjuk/mengangkat Pejabat Sementara dari anggota Direksi lama atau seorang pejabat struktural BPRS.
(2) Pengangkatan pejabat sementara sebagaimana pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(3) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
(4) Pejabat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dilakukan pelantikan dan sumpah jabatan.
(5) Pejabat sementara diberikan penghasilan sesuai kemampuan BPRS setelah memperoleh persetujuan Dewan Pengawas.
BAB VIII PEGAWAI Pasal 50
Untuk diangkat menjadi pegawai BPRS, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia;
b. berkelakuan baik dan belum pernah dihukum;
c. mempunyai pendidikan, kecakapan dan keahlian yang diperlukan;
d. dinyatakan sehat oleh dokter yang ditunjuk oleh Direksi;
e. usia paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun; dan f. lulus ujian seleksi.
Pasal 51
(1) Pengangkatan pegawai dilakukan setelah melalui masa percobaan paling sedikit 3 (tiga) bulan dan paling lambat 6 (enam) bulan dengan ketentuan memenuhi daftar penilaian kerja setiap unsur paling sedikit bernilai baik
(2) Unsur yang dinilai dalam masa percobaan, meliputi:
a. loyalitas;
b. kecakapan; c. kesehatan; d. kerjasama;
e. kerajinan; dan f. kejujuran.
(3) Apabila pada akhir masa percobaan calon pegawai tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang bersangkutan dapat diberhentikan tanpa mendapat uang pesangon.
Pasal 52
(1) Direksi dapat mengangkat tenaga honorer atau tenaga kontrak dengan pemberian honorarium yang besarnya ditetapkan oleh Direksi.
(2) Tenaga honorer atau tenaga kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diperkenankan menduduki jabatan.
Pasal 53
(1) Mantan pegawai BPRS yang mempunyai keahlian yang sangat diperlukan dapat diangkat menjadi pegawai bulanan untuk paling lama 5 (lima) tahun.
(2) Pengangkatan pegawai bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Direksi setelah mendapat persetujuan Dewan Pengawas.
Pasal 54
Ketentuan lebih lanjut mengenai rekruitmen, kepangkatan, hak dan penghasilan, bantuan dan penghargaan, kewajiban danlarangan, serta pemberhentian pegawai BPRS ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB IX PERENCANAAN DAN PELAPORAN Bagian Kesatu
Rencana Jangka Panjang
Pasal 55
(1) Direksi wajib menyusun rencana strategis jangka panjang BPRS yang dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun;
(2) Rancangan rencana jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. nilai dan harapan pemangku kepentingan;
b. visi dan misi;
c. analisis kondisi internal dan eksternal;
d. sasaran dan inisiatif strategi;
e. program 5 (lima) tahunan; dan f. proyeksi keuangan.
(3) Rancangan rencana jangka panjang yang telah ditandatangani bersama Dewan
Pengawas disampaikan kepada Bupati untuk mendapat pengesahan.
Bagian Kedua
Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan
Pasal 56
(1) Direksi BPRS wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan yang merupakan penjabaran tahunan dari rencana jangka panjang paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum tahun buku berakhir.
(2) Rencana kerja dan anggaran tahunan BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), paling sedikit memuat:
a. rencana rincian program kerja dan anggaran tahunan; dan b. hal-hal lain yang memerlukan Keputusan Bupati.
(3) Rancangan rencana kerja dan anggaran tahunan BPRS yang telah ditandatangani bersama Dewan Pengawas disampaikan kepada Bupati untuk mendapat pengesahan.
Pasal 57
(1) Apabila sampai dengan permulaan tahun, Bupati tidak memberikan pengesahan, maka rencana kerja dan anggaran tahunan BPRS dinyatakan berlaku.
(2) Perubahan rencana kerja dan anggaran tahunan BPRS dalam tahun buku yang bersangkutan harus mendapat pengesahan Bupati.
(3) Rencana kerja dan anggaran tahunan BPRS yang telah mendapat pengesahan
Bupati disampaikan kepada Bank Indonesia Cabang Makassar.
(4) Pelaksanaan rencana kerja dan anggaran tahunan BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi kewenangan Direksi.
Bagian Ketiga Laporan Tahunan Pasal 58
(1) Direksi menyampaikan laporantahunan yang terdiri dari neraca dan laporan laba rugi yang telah diaudit oleh Akuntan Publik kepada Dewan Pengawas dan diteruskan kepada Bupati untuk mendapat pengesahan, paling lambat 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir.
(2) Direksi wajib membuat laporan tahunan mengenai perkembangan usaha BPRS yang telah disahkan untuk disampaikan kepada Bupati serta ditembuskan kepada Gubernur, Menteri Dalam Negeri dan Pimpinan Bank Indonesia Cabang Makassar.
(3) Direksi wajib mengumumkan laporan publikasi yang terdiri dari neraca dan laporan laba rugi yang telah disahkan pada papan pengumuman BPRS.
BAB X
TAHUN BUKU DAN PENGGUNAAN LABA Pasal 59
Tahun buku BPRS Barru disamakan dengan tahun takwin.
Pasal 60
(1) Laba bersih BPRS setelah dikurangi pajak yang telah disahkan oleh Bupati, penggunaannya ditetapkan sebagai berikut:
a. bagian laba untuk daerah sebesar 50% (lima puluh persen);
b. cadangan umum sebesar 15% (lima belas persen);
c. cadangan tujuan sebesar 15% (lima belas persen);
d. dana kesejahteraan sebesar 10% (sepuluh persen); dan e. jasa produksi sebesar 10% (sepuluh persen)
(2) Bagian laba untuk daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dianggarkan dalam penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Dana kesejahteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dianggarkan untuk tunjangan hari tua Direksi dan Pegawai, perumahan, kepentingan sosial dan lain pengganggaran yang sejenis.
BAB XI KERJASAMA Pasal 61
BPRS dapat melakukan kerjasama dengan lembaga perbankan/keuangan dan lembaga lainnya dalam usaha peningkatan modal, manajemen dan profesionalisme perbankan serta usaha-usaha lainnya dalam rangka pengembangan BPRS.
BAB XII PEMBINAAN Pasal 62
(1) Pembinaan dan pengawas umum dilakukan oleh Bupati.
(2) Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati dapat dibantu oleh pejabat yang ditunjuk.
(3) Pembinaan teknis dan pengawasan dilakukan oleh Bank Indonesia.
BAB XIII
TANGGUNG JAWAB DAN TUNTUTAN GANTI RUGI Pasal 63
(1) Anggota Direksi dan/atau pegawai BPRS, karena perbuatan melawan hukum atau karena kelalaiannya dalam menjalankan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya yang secara langsung atau tidak langsung menimbulkan kerugian bagi BPRS wajib mengganti kerugian tersebut.
(2) Tata cara penyelesaian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIV PEMBUBARAN Pasal 64
(1) Pembubaran BPRS ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(2) Dalam rangka kelancaran pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terlebih dahulu dibentuk Panitia Pembubaran yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 65
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Barru.
|