Undang-undang (UU) tentang Tentara Nasional Indonesia
ABSTRAK:
bahwa tujuan nasional Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
bahwa pertahanan negara adalah segala usaha untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman militer serta ancaman bersenjata terhadap keutuhan bangsa dan negara;
bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional;
bahwa Tentara Nasional Indonesia dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai kepentingan politik negara, mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang sudah diratifikasi, dengan dukungan anggaran belanja negara yang dikelola secara transparan dan akuntabel;
bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3368) dinilai tidak sesuai lagi dengan perubahan kelembagaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Tentara Nasional Indonesia yang didorong oleh tuntutan reformasi dan demokrasi, perkembangan kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga undang-undang tersebut perlu diganti;
bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169) telah mengamanatkan dibentuknya peraturan perundang- undangan mengenai Tentara Nasional Indonesia.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 10, Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 20, Pasal 22 A, Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169).
1. KETENTUAN UMUM
2. JATI DIRI
3. KEDUDUKAN
4. PERAN, FUNGSI, DAN TUGAS
5. POSTUR DAN ORGANISASI
6. PENGERAHAN DAN PENGGUNAAN KEKUATAN TNI
7. PRAJURIT
8. PEMBIAYAAN
9. HUBUNGAN KELEMBAGAAN
10. KETENTUAN PERALIHAN
11. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 16 Oktober 2004.
-
Susunan organisasi TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden.
Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kepala Staf Angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan keputusan Presiden.
Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kepala Staf Angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan keputusan Presiden.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Hak prajurit yang menyandang cacat berat, cacat sedang, atau cacat ringan yang diakibatkan karena tugas operasi militer, atau bukan tugas operasi militer selama dalam dinas keprajuritan, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Prajurit berpangkat kolonel dan perwira tinggi, diberhentikan dari dinas keprajuritan dengan Keputusan Presiden.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Presiden.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Tata cara dan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) diatur dengan keputusan Presiden.
UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Diubah dengan
PERPU No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan
Mencabut
UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Undang-undang (UU) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
ABSTRAK:
bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan diselenggarakan otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan antar Pemerintahan Daerah perlu diatur secara adil dan selaras;
bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan berdasarkan kewenangan Pemerintah Pusat, Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berupa sistem keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antarsusunan pemerintahan;
bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan serta tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, sehingga perlu diganti.
Pasal 1 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 23C, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400).
Penegasan prinsip-prinsip dasar perimbangan keuangan Pemerintah dan Pemerintahan Daerah sesuai asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan;
Penambahan jenis Dana Bagi Hasil dari sektor Pertambangan Panas Bumi, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21;
Pengelompokan Dana Reboisasi yang semula termasuk dalam komponen Dana Alokasi Khusus menjadi Dana Bagi Hasil;
Penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana Alokasi Umum;
Penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana Alokasi Khusus;
Penambahan pengaturan Hibah dan Dana Darurat;
Penyempurnaan persyaratan dan mekanisme Pinjaman Daerah, termasuk Obligasi Daerah;
Pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan;
Penegasan pengaturan Sistem Informasi Keuangan Daerah; dan
Prinsip akuntabilitas dan responsibilitas dalam Undang-Undang ini dipertegas dengan pemberian sanksi.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 15 Oktober 2004.
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah mencabut UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Bagi Hasil diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai DAU diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai DAK diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Tata cara pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Darurat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pinjaman Daerah termasuk Obligasi Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan RKA SKPD diatur dengan Peraturan Daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Keuangan Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penganggaran, penyaluran, pelaporan, pertanggungjawaban, dan penghibahan barang milik Negara yang diperoleh atas pelaksanaan Dana Dekonsentrasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penganggaran, penyaluran pelaporan, pertanggungjawaban, dan penghibahan barang milik Negara yang diperoleh atas pelaksanaan Dana Tugas Pembantuan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penyelenggaraan Sistem Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101, Pasal 102, dan Pasal 103, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pengalihan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 200 sampai dengan Pasal 216 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Diubah dengan
UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
Diubah sebagian dengan
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 200 sampai dengan Pasal 216 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem NKRI. Bahwa UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti.
Dasar hukum UU ini adalah: Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22D , Pasal 23E ayat (2), Pasal 24A ayat (1), Pasal 31 ayat (4), Pasal 33, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD; UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Dalam UU ini diatur mengenai pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Otonomi daerah, daerah dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah. Pembagian urusan pemerintahan dilaksanakan dengan cara pembagian urusan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah pusat. Pokok-pokok pengaturan dalam UU ini antara lain: pembentukan daerah dan kawasan khusus; penyelenggaraan pemerintahan; kepegawaian daerah; peraturan daerah dan peraturan kepala daerah; perencanaan pembangunan daerah; dan keuangan daerah.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 15 Oktober 2004.
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, maka UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku.
Telah di lakukan uji materiil oleh Mahkamah Konstitusi dengan putusan Nomor 85/PUU-X/2012, nomor 22/PUU-VII/2009, nomor 142/PUU-VII/2009, dan nomor 73/PUU-IX/2011.
UU Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan yang berlaku hingga sekarang belum menampung semua aspek pengelolaan sumber daya ikan dan kurang mampu mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum serta perkembangan teknologi dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan, dan oleh karena itu perlu diganti.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam UU ini diatur mengenai ruang lingkup pemberlakuan UU perikanan; wilayah pengelolaan perikanan; pengelolaan perikanan; usaha perikanan; sistem informasi dan data statistik perikanan; pungutan perikanan; penelitian dan pengembangan perikanan; pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan perikanan; pemberdayaan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil; penyerahan urusan dan tugas pembantuan; pengawasan perikanan; pengadilan perikanan; penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan perikanan; dan ketentuan pidana.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 06 Oktober 2004.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: UU Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan dan ketentuan tentang pidana denda dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perikanan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu yaitu notaris yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam UU ini diatur mengenai pengangkatan dan pemberhentian; kewenangan, kewajiban, dan larangan; tempat kedudukan, formasi, dan wilayah jabatan notaris; cuti notaris dan notaris pengganti; honorarium; akta notaris, dan pengawasan notaris.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 06 Oktober 2004.
Peraturan yang dicabut setelah berlakunya UU ini yaitu: 1) Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb 1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101; 2) Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris; 3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara; 4) Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum; dan 5) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris.
Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan, dokter, dan dokter gigi, diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik kedokteran.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam UU ini diatur mengenai asas dan tujuan praktik kedokteran, pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia, standar pendidikan profesi kedokteran dan kedokteran gigi, pendidikan dan pelatihan kedokteran dan kedokteran gigi, registrasi dokter dan dokter gigi, penyelenggaraan praktik kedokteran, pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Dokter Indonesia, serta pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran. Dalam menjalankan profesinya, dokter dan dokter gigi juga dapat dipidana sesuai ketentuan yang telah diatur dalam UU ini.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 06 Oktober 2005.
Dengan disahkannya Undang-undang ini maka Pasal 54 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan dokter dan dokter gigi, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pada saat diundangkannya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik kedokteran, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
Undang-undang (UU) tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
ABSTRAK:
bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat, yang terjadi pada masa sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia harus ditelusuri kembali untuk mengungkapkan kebenaran, menegakkan keadilan, dan membentuk budaya menghargai hak asasi manusia sehingga dapat diwujudkan rekonsiliasi dan persatuan nasional;
bahwa pengungkapan kebenaran juga demi kepentingan para korban dan/atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya untuk mendapatkan kompensasi, restitusi, dan/atau rehabilitasi;
bahwa untuk mengungkap pelanggaran hak asasi manusia yang berat, perlu dilakukan langkah-langkah konkret dengan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4026).
1. KETENTUAN UMUM
2. ASAS DAN TUJUAN PEMBENTUKAN KOMISI
3. TEMPAT KEDUDUKAN, FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG
4. ALAT KELENGKAPAN
5. TUGAS DAN WEWENANG SUBKOMISI
6. TATA CARA PENYELESAIAN PERMOHONAN KOMPENSASI,
RESTITUSI, REHABILITASI, DAN AMNESTI
7. KEANGGOTAAN
8. PEMBIAYAAN
9. KETENTUAN LAIN
10. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 06 Oktober 2004.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Keputusan Presiden.
Undang-undang (UU) tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
ABSTRAK:
bahwa atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, Proklamasi Kemerdekaan telah mengantarkan bangsa Indonesia menuju cita-cita berkehidupan kebangsaan yang bebas, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur;
bahwa pemerintahan negara Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia;
bahwa tugas pokok bangsa selanjutnya adalah menyempurnakan dan menjaga kemerdekaan itu serta mengisinya dengan pembangunan yang berkeadilan dan demokratis yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan;
bahwa untuk menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran maka diperlukan perencanaan pembangunan Nasional;
bahwa agar dapat disusun perencanaan pembangunan Nasional yang dapat menjamin tercapainya tujuan negara perlu adanya sistem perencanaan pembangunan Nasional.
Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 23C, Pasal 33, Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287).
1. KETENTUAN UMUM
2. ASAS DAN TUJUAN
3. RUANG LINGKUP
PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
4. TAHAPAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
5. PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA
6. PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA
7. DATA DAN INFORMASI
8. KELEMBAGAAN
9. KETENTUAN PERALIHAN
10. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 05 Oktober 2004.
-
RPJP Nasional ditetapkan dengan Undang-Undang.
RPJP Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RPJP Nasional, RPJM Nasional, Renstra-KL, RKP, Renja-KL, dan pelaksanaan Musrenbang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RPJP Daerah, RPJM Daerah, Renstra-SKPD, RKPD, Renja-SKPD dan pelaksanaan Musrenbang Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
32
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat