bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa tenaga listrik mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional maka usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara dan penyediaannya perlu terus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan pembangunan agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, merata, dan bermutu;
bahwa penyediaan tenaga listrik bersifat padat modal dan teknologi dan sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan demokratisasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara maka peran pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyediaan tenaga listrik perlu ditingkatkan;
bahwa di samping bermanfaat, tenaga listrik juga dapat membahayakan sehingga penyediaan dan pemanfaatannya harus memperhatikan ketentuan keselamatan ketenagalistrikan;
bahwa Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan keadaan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. KETENTUAN UMUM
2. ASAS DAN TUJUAN
3. PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN
4. KEWENANGAN PENGELOLAAN
5. PEMANFAATAN SUMBER ENERGI PRIMER
6. RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN
7. USAHA KETENAGALISTRIKAN
8. PERIZINAN
9. PENGGUNAAN TANAH
10. HARGA JUAL, SEWA JARINGAN, DAN TARIF TENAGA LISTRIK
11. LINGKUNGAN HIDUP DAN KETEKNIKAN
12. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
13. PENYIDIKAN
14. SANKSI ADMINISTRATIF
15. KETENTUAN PIDANA
16. KETENTUAN PERALIHAN
17. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 23 September 2009.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi, klasifikasi, dan kualifikasi usaha jasa penunjang tenaga listrik diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Izin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b diwajibkan untuk pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas tertentu yang diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin usaha penyediaan tenaga listrik dan izin operasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin usaha jasa penunjang tenaga listrik diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan harga jual, sewa jaringan, dan tarif tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jual beli tenaga listrik lintas negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai keselamatan ketenagalistrikan, sertifikat laik operasi, standar nasional Indonesia, dan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan jaringan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Undang-undang (UU) tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
ABSTRAK:
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, penyelesaian sengketa perdata disamping dapat diajukan ke peradilan umum juga terbuka kemungkinan diajukan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Bahwa peraturan perundang-undangan yang kini berlaku untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dunia usaha dan hukum pada umumnya sehingga perlu ditetapkan undang-undang tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 5 ayat (1) Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Hakim.
Undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa. Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter berwenang menentukan dalam putusan mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini diatur dalam perjanjian mereka. Selain itu, sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 12 Agustus 1999.
Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Reglemen Acara Perdata (Reglement of de Rechtsvodering, Staatsblad 1847:52) dan Pasal 377 Reglement Indonesia Yang Diperbaharui (Het Herziene Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941:44) dan Pasal 705 Reglement Acara Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengewesten, Staatsblad 1927:227), dinyatakan tidak berlaku.
UU No. 76 Tahun 1954 tentang Penetapan "Undang-Undang Darurat No. 5 Tahun 1953 Tentang Menaikkan Jumlah Maksimum Porto dan Bea" (Lembaran-Negara No. 22 Tahun 1953) Sebagai Undang-Undang
Undang-undang (UU) tentang Pengubahan dan Tambahan "Postordonnantie 1935" Sebagaimana Telah Diubah dan Ditambah dengan Undang-Undang No. 76 Tahun 1954 (Lembaran-Negara Tahun 1954 No.151)
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 1956.
Undang-undang (UU) tentang Pembebasan Saudara Untung dari Penggantian Uang
ABSTRAK:
a. bahwa dalam surat permohonan tersebut oleh Saudara Untungdikemukakan beberapa hal, yaitu bahwa kekhilafan yang diperbuat,disebabkanoleh kekhilafan Kantor Pusat Perbendaharaan di Jakartadan kecurangan oleh pegawai dari Kawedanan Losarang SaudaraSubro Malisi bin Muchamad,b.bahwa berhubung dengan satu sama lain ada cukup alasan untuk membebaskan Saudara Untung sebagian dari pembayaran penggantiantersebut di atas,.
Pasal 19 "Indische Comptabiliteitswet" dan pasal 89 Undang-undangDasar Sementara Republik Indonesia,
Saudara Untung dibebaskan dari penggantian uang sejumlah Rp.214.800,-(dua ratus empat belas ribu delapan ratus rupiah), yaitusebagian dari jumlah Rp. 214.900,-(dua ratus empat belas ribu sembilanratus rupiah), yang harus diganti oleh Saudara Untung menurut suratkeputusan Dewan Pengawas Keuangan tertanggal 20 Januari 1955 No.G.340/55
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 16 Oktober 1957.
Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu yaitu notaris yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam UU ini diatur mengenai pengangkatan dan pemberhentian; kewenangan, kewajiban, dan larangan; tempat kedudukan, formasi, dan wilayah jabatan notaris; cuti notaris dan notaris pengganti; honorarium; akta notaris, dan pengawasan notaris.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 06 Oktober 2004.
Peraturan yang dicabut setelah berlakunya UU ini yaitu: 1) Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb 1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101; 2) Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris; 3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara; 4) Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum; dan 5) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris.
Undang-undang (UU) tentang
Pembentukan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Di Provinsi Sulawesi Utara
ABSTRAK:
Untuk memacu kemajuan Provinsi Sulawesi Utara pada umumnya dan Kabupaten Bolaang Mongondow pada khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, politik, jumlah penduduk, luas daerah, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan, dan meningkatnya beban tugas dan volume kerja di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Bolaang Mongondow, dipandang perlu membentuk Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan di Provinsi Sulawesi Utara untuk mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Oleh karena itu, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Bolaang Mongondow Selatan di Provinsi Sulawesi Utara.
Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, dan Pasal 21 UUD Tahun 1945, UU No. 29 Tahun 1959, UU No. 13 Tahun 1964, UU No. 22 Tahun 2003, UU No. 32 Tahun 2004, UU No. 33 Tahun 2004, UU No. 22 Tahun 2007, dan UU No. 10 Tahun 2008.
Undang-Undang ini dibentuk Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 21 Juli 2008.
Hak Asasi ManusiaHukum Acara dan PeradilanHukum Pidana, Perdata, dan DagangTindak Pidana Korupsi, Pencegahan Korupsi
Status Peraturan
Dicabut sebagian dengan :
UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014
Undang-undang (UU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
ABSTRAK:
1. Jaminan perlindungan terhadap saksi dan korban memiliki peranan penting dalam proses peradilan pidana sehingga dengan keterangan saksi dan korban yang diberikan secara bebas dari rasa takut dan ancaman dapat mengungkap suatu tindak pidana;
2. untuk meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu juga diberikan perlindungan terhadap saksi, pelaku, pelapor, dan saksi.
Pasal 1 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28G, Pasal 28I, dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
1. Penguatan kelembagaan LPSK, antara lain peningkatan sekretariat menjadi sekretariat jenderal dan pembentukan dewan penasihat;
2. penguatan kewenangan LPSK;
3. perluasan subjek perlindungan;
4. perluasan pelayanan perlindungan terhadap korban;
5. peningkatan kerja sama dan kordinasi antarlembaga;
6. pemberian penghargaan dan penanganan khusus yang diberikan terhadap saksi pelaku;
7. mekanisme penggantian anggota LPSK antar waktu;
8. perubahan ketentuan pidana, termasuk tindak pidana yang dilakukan oleh korporsi.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2014.
Undang-undang (UU) tentang Penetapan Undang-Undang Darurat No. 5 Tahun 1955 tentang Mengadakan Opsenten atas Cukai Bensin (Lembaran-Negara Tahun 1955 No. 24) Sebagai Undang-Undang
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 05 Mei 1955.
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat