ABSTRAK: |
- bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor
1 Tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan dalam rangka melindungi individu, masyarakat dan lingkungan terhadap paparan asap rokok, pcrlu mcnetapkan Peraturan Bupati Ba.rru tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten
Barru Nomor l Tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok;
- 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74,
' Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
I 822);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 ten tang Penyeienggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851)sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4250);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3821);
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235)sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606);
6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
.,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
9. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5494);
10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah {Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5587) sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 278, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5380);
12. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun
2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2015 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 279);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008 Nomor 29, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barru Nomor 6);
- PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 1 TABUN
2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasa1 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Barru.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
4. Bupati adalah Bupati Barru.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
6. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
7. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
8. Rokok adalah salah satu Produk Tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/ atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung Nikotin dan Tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.
9. Produk Tembakau adalah suatu produk yang secara keseluruhan atau sebagian terbuat dari daun tembakau sebagai bahan bakunya yang diolah untuk digunakan dengan cara dibakar, dihisap, dan dihirup atau dikunyah.
10. Merokok adalah kegiatan membakar Rokok dan/atau menghisap asap Rokok.
l
11. Perokok Aktif adalah setiap orang yang membakar rokok dan/ atau secara langsung menghisap asap rokok yang sedang dibakar.
12. Perokok Pasif adalah orang yang bukan perokok namun terpaksa
menghisap atau menghirup asap rokok orang lain.
13. Zat Adiktif adalah bahan yang menyebabkan adiksi atau ketergantungan yang membahayakan kesehatan dengan ditandai perubahan perilaku, kognitif, dan fenomena fisiologis, keinginan kuat untuk menkonsumsi bahan tersebut, kesulitan dalam mengendalikan penggunaannya, memberi prioritas pada penggunaan bahan tersebut dari pada kegiatan lain, meningkatnya toleransi dan dapat menyebabkan keadaan gejala putus zat.
14. Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pyrrolidine yang terdapat dalam nicotiana tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan.
15. Tar adalah kondensat asap yang merupakan total residu dihasilkan saat Rokok dibakar setelah dikurangi Nikotin dan air, yang bersifat karsinogenik.
16. Iklan Niaga Produk Tembakau yang selanjutnya disebut Iklan Produk Tembakau adalah iklan komersial dengan tujuan memperkenalkan dan/ atau memasyarakatkan barang kepada khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan Produk Tembakau yang ditawarkan.
17. Promosi Produk Tembakau adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi tentang Produk Tembakau untuk menarik minat beli konsumen terhadap Produk Tembakau yang akan dan sedang diperdagangkan.
18. Sponsor Produk Tembakau adalah segala bentuk kontribusi langsung atau tidak langsung, dalam bentuk dana atau lainnya, dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh lembaga atau perorangan dengan tujuan mempengaruhi melalui Promosi Produk Tembakau atau penggunaan Produk Tembakau.
19. Kawasan Tanpa Rokok adalah yang selanjutnya disingkat KTR
ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan
I
merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan,
dan/ atau mempromosikan Produk Tembakau.
20. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbadan hukum.
21. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilalrukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat, seperti rumah sakit, Puskesmas, tempat praktik dokter, rumah bersalin, dan tempat praktik bidan.
22. Tempat Proses Belajar Mengajar adalah tempat yang dimanfaatkan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan, dan/ atau pelatihan, termasuk perpustakaan, ruang praktik/laboratorium, dan museum.
23. Tempat Anak Bermain adalah area tertutup maupun terbuka yang digunakan untuk kegiatan anak-anak, seperti tempat penitipan anak, tempat pengasuhan anak, dan arena bermain anak-anak.
24. Tempat lbadah adalah bangunan atau ruang tertutup yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, seperti masjid, mushalla dan gereja.
25. Angkutan Umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air dan udara yang penggunaannya dengan kompensasi.
26. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya, seperti pabrik, perkantoran, ruang rapat, dan ruang sidang/ seminar.
27. Tempat Umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/ atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat, seperti hotel,
I
restoran, bioskop, bandara, stasiun, pusat perbelanjaan, mall, dan pasar swalayan.
28. Tempat lain yang ditetapkan adalah tempat terbuka tertentu yang
dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat.
29. Pimpinan atau Penanggungjawab Kawasan Tanpa Rokok adalah orang yang karena jabatannya memimpin dan/atau bertanggungjawab atas kegiatan dan/ atau usaha di kawasan yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok.
30. Jalan Utama/Protokol adalah jalan utama yang clitetapkan oleh
Pemerintah Daerah melalui Peraturan Daerah.
31. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
BAB D RUANG LllfGKUP Pasal 2
(1) Ruang lingkup Peraturan Bupati ini secara substansi, dikelompokkan
atas:
a. tempat lain yang ditetapkan sebagai KTR;
b. syarat, bentuk dan tata cara pelaksanaan serta pengendalian KTR;
dan
c. kawasan tertentu pengecualian.
(2) Syarat, bentuk dan tata cara pelaksanaan serta pengendalian KTR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. syarat dan tata cara penyediaan tempat khusus untuk merokok;
b. bentuk dan tata cara pelaksanaan promosi dan pencegahan bahaya asap rokok;
c. tata cara pengkoordinasian dan pengendalian iklan produk
tembakau;
d. tata cara penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam penerapan dan pengendalian fungsi;
e. tata cara peran serta orang/masyarakat;
f. tata cara pelimpahan kewenangan pembinaan dan pengawasan;
g. bentuk dan tata cara koordinasi pengawasan;
h. bentuk dan tata cara penunjukan petugas pengawas;
i. bentuk dan tata cara pengenaan sanksi administratif berkenaan kewenangan Pemerintah Daerah;
l
j. bentuk dan tata cara sanksi administratif berkenaan kewenangan
Pemerintah Daerah;
k. bentuk dan tata cara koordinasi penegakan KTR; dan
1. bentuk dan tata cara pemberian penghargaan.
BABIU
TEMPAT LAIN YANG DITETAPKAN SEBAGAI KTR
Pasal 3
(1) Tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, sesuai kondisinya merupakan salah satu tempat KTR dan/ atau karena terdapat aktifitas sekumpulan orang/ masyarakat sehingga memungkinkan terjadinya paparan asap rokok bagi perokok pasif.
(2) Tempat lain sebagaiman dimaksud pada ayat ( 1) meliputi:
a. tribun lapangan upacara; dan
b. rumah tahanan/lembaga pemasyarakatan.
BAB IV
SYARAT, BENTUK DAN TATA CARA PELAKSANAAN SERTA PENGENDALIAN KTR
Bagian Kesatu
Syarat clan Tata Cara Penyediaan Tempat Khusus Untuk Merokok
Pasal 4
(1) Setiap penyediaan tempat khusus untuk merokok, harus memperhatikan dan memenuhi syarat standar kesehatan yang layak bagi perokok aktif.
(2) Syarat dan tata cara penyediaan tempat khusus untuk merokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai berikut:
a. memilik bangunan/lokasi yang terpisah dari ruangan atau area yang dinyatakan sebagai tempat dilarang merokok;
b. dipasang tanda/ atau petunjuk tempat khusus merokok;
c. dilengkapi dengan alat penghisap udara atau memiliki sistem sirkulasi udara yang memadai;
d. Tersedia tempat sampah khusus pembuangan puntung rokok dan/atau asbak rokok; dan
e. Dilengkapi data dan informasi bahaya merokok bagi kesehatan.
Bagian Kedua
Bentuk clan Tata Cara Pelaksanaan Promosi Dan Pencegahan Bahaya Asap
Rokok
Pasal 5
(1) Bentuk promosi dan pencegahan bahaya asap rokok dapat menggunakan media, sebagai berikut:
a. poster; b. pamflet; c. baliho;
d. stiker;
e. spanduk;
f. banner; g. bando; h. radio;
i. tv lokal;
j. media cetak lokal; dan/atau k. media lainnya.
(2) Media promosi dan pencegahan bahaya asap rokok sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), difasilitasi dan dikoordinasikan oleh SKPD /Unit Kerja terkait dan pihak swasta/pemerhati kesehatan.
(3) Pesan kalimat dalam media promosi dan pencegahan atas bahaya asap rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi kalimat yang mengandung pesan/ penyampaian bersifat pencegahan atas bahaya asap rokok dapat berbunyi antara lain : a. dilarang merokok bukan pada tempatnya;
b. merokok berbahaya bagi kesehatan;
c. asap rokok sumber penyakit bagi orang lain;
d. bebas dari asap rokok bentuk Hak Asasi Manusia; dan
e. kalimat lain yang sifatnya santun menerangkan bahaya merokok dan asap rokok bagi kesehatan.
(4) Tata cara promosi dan pencegahan bahaya asap rokok dilakukan dengan mempertimbangkan secara:
I
a. terencana;
b. pemetaan sasaran; dan c. terpadu.
(5) Agar pelaksanaan promosi dan pencegahan bahaya asap rokok
sebagaimana pada ayat (4), dapat lebih efektif maka harus dilakukan secara :
a. kontinyu;
b. berkesinambungan;dan
c.. terkoordinasi dengan semua pihak terkait.
(6) Media lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf k, dapat melalui kegiatan SKPD/Unit Kerja dalam bentuk sosialisasi, bimbingan teknis, orientasi, pendidikan dan pelatihan, dan bentuk pertemuan lainnya.
Baglan Ketiga
Tata Cara Pengkoordinaslan Dan Pengendaltan lklan Produk Tembakau
Pasal 6
(1) Setiap badan usaha yang bermohon izin reklame/iklan Produk Tembakau harus mengemukakan/menjelaskan titik lokasi jalan tempat pemasangan.
(2) Dalam hal rencana pemasangan reklame/ iklan Produk Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di jalan Kabupatden, maka harus terlebih dahulu memenuhi syarat teknis berupa rekomendasi tertulis dari Bupati yang secara
teknis operasional dilalrukan oleh SKPD yang membidangi
perizinan.
Bagbm Keempat
Tata Cara Urusan Pemerintahan Daerah DaJam Penerapan Dan Pengendalian
FungsiKTR
Pasal 7
(1) pemerintah daerah melalui bupati berwenang menyelenggarakan urusan pemerintah daerah dalam penerapan dan pengendalian fungsi KTR.
(2) Lingkup pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi penerapan larangan di Kawasan Tanpa Rokok dalam hal;
a. merokok;
b. memproduksi;
c. mempromosikan;
d. mengiklankan;
e. menjual; dan/ atau f. membeli rokok.
Pual 8
(1) Bupati sesuai kriteria urusan Pemerintah Daerah menyelenggarakan serta mendorong penerapan dan pengendalian fungsi KTR, dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(2) Penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersifat:
a. Teknis operasional;dan b. Administratif.
(3) Penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dikoordinasikan bersama SKPD yang membidangi kesehatan dan SKPD yang membidangi ketentraman dan ketertiban dengan melibatkan masing-masing:
a. skpd yang membidangi pengawasan;
b. skpd yang membidangi kepegawaian daerah; dan c. bagian hukum.
Pasal 9
(1) Bupati dalam menyelenggarakan serta mendorong penerapan dan pengendalian fungsi KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8, dilakukan berdasarkan kriteria urusan pemerintahan daerah yang meliputi antara lain:
a. fasilitas pelayanan kesehatan daerah, seperti:
1. Rumah Sakit;
2. Klinik/Rumah Bersalin;
3. Puskesmas/Pos Pelayanan Kesehatan/Balai Pengobatan;
4. Tempat Praktek Kesehatan Swasta; dan
5. Apotek/Toko Obat dan laboratorium.
I .
•
b. tempat proses belajar mengajar milik daerah, seperti:
1. Sekolah;
2. Perguruan Tinggi;
3. Balai Pendidikan dan Pelatihan Kerja;
4. Bimbingan Belajar/tempat kursus lainnya; dan c. tempat bermain anak milik daerah, seperti:
1. Tempat Penitipan Anak;
2. Gedung dan Kawasan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD);
dan
3. Kelompok Anak Bermain.
d. tempat ibadah milik daerah, seperti:
1. masjid;
2. mushallah atau surau;dan
3. gereja
e. fasilitas olahraga yang tertutup;
f. tribun lapangan upacara;
g. angkutan umum yang trayeknya dalam wilayah kabupaten
Barru;
h. kendaraan dinas pegawai daerah;
i. bus pegawai kabupaten;
j. tempat kerja pada skpd/unit kerja, seperti:
1. Perkantoran Pemerintahan;
2. Perkantoran Swasta; dan
3. Industri.
k. tempat lainnya yang berkenaan kewenangan daerah, seperti:
1. Tempat Wisata;
2. Tempat Hiburan;
3. Hotel/Motel/Wisma/Home stay;
4. Rumah Makan/Restoran/ ca/e/Halte;dan
5. Terminal angkutan Umum dan Stasiun Kereta Api.
(2) Bupati menyelenggarakan dan mengkoordinasikan penerapan atas kriteria urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan cara:
a. diseminasi atas ketentuan berkenaan KTR;
b. persuratan;
c. instruksi;
I
..
d. pemantauan;dan e. evaluasi.
(3) Cara penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh SKPD /Unit Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3).
Bagian Kelima
Tata Cara Peran Berta Orang/Masyarakat
Pasal 10
( 1) Peran serta orang/ masyarakat dalam mendukung terciptanya
KTR dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. orang/masyarakat menyampaikan secara santun langsung kepada perokok untuk merokok pada tempatnya yaitu di area khusus merokok;
b. pada media sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), dicantumkan kontak pengaduan untuk memudahkan orang/masyarakat menyampaikan laporannya;dan
c. pada setiap KTR disediakan kotak saran.
(2) Kontak pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan apabila:
a. orang/ masyarakat melihat dan mengalami secara langsung paparan asap rokok pada KTR;
b. orang/ masyarakat melihat adanya pelanggaran merokok pada KTR; dan/ atau
c. orang/ masyarakat melihat adanya produsen rokok yang mempromosikan, mengiklankan dan/atau menjual produk tembakau pada KTR.
Bagian Keenam
Tata Cara Pelimpahan Kewenan.gan Pembinaan Dan Pengawasan
Pasal 11
(1) Bupati baik dalam kedudukan dan kewenangannya sebagai Kepala Daerah menyelenggarakan pembinaan dan pengawasan untuk terwujudnya KTR di Kabupaten Barru.
(2) Dalam rangka efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan
pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
4'
(1), Bupati melimpahkan wewenang kepada SKPD/Unit Kerja terkait.
(3) SKPD /Unit Kerja terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
terdiri atas :
a. skpd yang membidangi ketentraman dan ketertiban;
b. skpd yang membidangi pengawasan;
c. skpd yang membidangi kesehatan;
d. bagian hukum; dan
e. pihak terkait lain yang dipandang perlu.
(4) Lingkup wewenang SKPD/Unit Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diemban secara terpadu yang dikoordinasikan oleh SKPD yang membidangi ketentraman dan ketertiban.
Pasal 12
Penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan untuk terwujudnya KTR dan pengendalian iklan produk tembakau oleh Bupati selaku Kepala Daerah melalui SKPD/Unit Kerja sebagaimana dimaksud dalam. Pasal 11 ayat (3), dengan sasaran penegakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Pasal 13
Sasaran penegakan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dengan maksud untuk terwujudnya KTR dan pengendalian iklan produk tembakau yang berkenaan kewenangan Pemerintah Daerah, maka pembinaan dan pengawasan oleh Bupati dilakukan dalam kedudukan dan kewenangan sebagai wakil Pemerintah Daerah.
Pasal 14
(1) SKPD yang membidangi ketentraman dan ketertiban dalam hal menyelenggarakan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan KTR, berkoordinasi dengan SKPD/Unit Kerja terkait.
(2) SKPD yang membidangi ketentraman dan ketertiban
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) sesuai kewenangannya
dalam melaksanakan pembinaan dan terwujudnya KTR, dapat melakukan pelaksanaan KTR.
pengawasan untuk operasi penegakan
I
...
• •
(3) Bentuk operasi penegakan pelaksanaan KTR sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan dalam bentuk:
a. preventive/non-yustisi;dan/atau b. represif/yustisi.
Pasal 15
Operasi penegakan pelaksanaan KTR bertujuan untuk:
a. pembinaan masyarakat;
b. pemberdayaan masyarakat;dan
c. menumbuhkan kesadaran dan ta.at hukum.
Bagian Ketujuh
Bentuk clan Tata Cara Koordinasi Pengawasan
Pasal 16
Sesuai dengan wewenangnya yang bersifat teknis operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf a dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), SKPD yang membidangi ketentraman dan ketertiban mengkoordinasikan pelaksanaan pengawasan dan penertiban serta terwujudnya KTR.
Pa88117
(1) Untuk mendorong efektifitas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dibentuk Tim dengan nama Tim Koordinasi Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan KTR dan Pengendalian Iklan Produk Tembakau.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercliri atas SKPD/Unit Kerja terkait dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta lnstansi lain terkait, yaitu sebagai berikut:
a. SKPD yang membidangi ketentraman dan ketertiban;
b. SKPD yang membidangi Pengawasan;
c. SKPD yang membidangi Kesehatan;
d. SKPD yang membidangi Kepegawaian;
e. Bagian yang membidangi Organisasi; dan
f. Bagian yang membidangi Hukum;
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
r
...
Bagian Kedelapan
Bentuk clan Tata Cara Penunjukan Petugas Pengawas
Pasal 18
(1) Setiap Kepala SKPD/Unit Kerja masing-masing menunjuk dan mengusulkan penanggungjawab KTR sebagai petugas pengawas pada SKPD/Unit Kerja masing-masing kepada Bupati.
(2) Atas usulan Kepala SKPD/Unit Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sekaligus dengan Keputusan Bupati.
(3) Setiap instansi selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk badan usaha menunjuk dan menetapkan penanggungjawab KTR sebagai petugas pengawas dengan Keputusan Kepala lnstansi/Badan Usaha masing-masing yang ditembuskan kepada Bupati melalui SKPD yang membidangi ketentraman dan ketertiban di wilayah Kabupaten Barru.
(4) Instansi dan badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
meliputi antara lain:
a. Instansi jajaran Kabupaten Barru;
b. Instansi kementerian dan non kementerian;
c. Perguruan tinggi negeri dan swasta;
d. Badan usaha;
e. Industri; dan/ atau
f. Jenis tempat kerja dan perkantoran lainnya.
Bagian Kesembilan
Bentuk dan Tata Cara Pengenaan Sankai Administratif
Pasal 19
(1) Setiap pemasangan reklame/iklan Produk Tembakau yang belum memperoleh rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3), dikenakan sanksi administratif.
(2) Proses dan bentuk sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Tim Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, melalui mekanisme sebagai berikut:
a. setiap pemasangan reklame/iklan Produk Tembakau oleh orang/badan usaha yang memenuhi unsur pelanggaran rnenurut Peraturan Bupati ini harus diperiksa dan diberita acarakan;
.,
b. terperiksa menandatangani pemyataan bersedia dan sanggup mentaati dan mem.atuhi serta melaksanakan ketentuan dalam waktu . 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal ditandatangani surat peringatan/pernyataan;
c. apabila surat peringatan/ pemyataan tersebut tidak
dilaksanakan sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan maka akan dilakukan:
1. Surat teguran kesatu, dengan tenggang waktu 7 (tujuh)
hari;
2. Surat teguran kedua, dengan tenggang waktu 3 (tiga)
hari;dan
3. Surat teguran ketiga, dengan tenggang waktu 3 (tiga)
hari.
d. apabila tidak mematuhi atau mengingkari surat teguran sebagaimana dimaksud pada huruf c, maka Tim Koordinasi menyampaikan kepada penyidik Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Daerah untuk di proses dan dilakukan tindakan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesepuluh
Bentuk clan Tata Cara Sanksi Administratif Berkenaan Dengan Kewenangan
Pemerintah Daerah
Pasal 20
(1) Setiap pimpinan atau penanggungjawab KTR bertanggungjawab atas efektifnya fungsi KTR ynag menjadi wewenangnya untuk melakukan pengawasan.
(2) Apabila pimpinan atau penanggungjawab KTR lalai/ tidak
melaksanakan tugas dan tanggungjawab maka dijatuhi sanksi.
(3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berupa:
a. peringatan;
b. teguran tertulis; dan/ atau
c. hukuman disiplin ringan dari pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
I
.,
I
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan oleh Bupati sesuai kedudukan dan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan menurut Peraturan Bupati ini.
Bagian Kesebelas
Bentuk clan Tata Cara Koordlnasl Penegakan. Peraturan Daerah
Pasal 21
( 1) Pemerintah Daerah/Bupati sesuai kedudukan dan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), mengkoordinasikan penegakan Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
(2) Penegakan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikoordinasikan oleh SKPD yang membidangi ketentraman dan ketertiban.
(3) Koordinasi penegakan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan bcrsama SKPD/Unit Kerja terkait.
(4) Bentuk koordinasi penegakan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan dalam bentuk:
a. rapat berkala/ sesuai kebutuhan;
b. persiapan penegakan yang bersifat preventif/non-yustisi;
dan/atau
c. persiapan penegakan yang bersifat represif/yustisi;
Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,
Baglan Keduabelas
Bentuk mm Tata Cara Pemberian Pen.ghargaan
Pasa122
(1 ) Peran serta masyarakat yang secara nyata mendukung terlaksananya KTR dapat diapresiasi dalam bentuk penghargaan.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan oleh Bupati kepada masyarakat apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
r
" .
a. dilakukan oleh orang/lembaga pemerintah/swasta yang peduli KTR;
b. kontribusi kepedulian terhadap KTR diwujudkan dalam
bentuk komitmen serta giat melakukan sosialisasi dan kampanye atas pentingnya KTR;
c. bentuk kontribusi lainnya misalnya dana tanggung jawab
sosial perusahaan dalam bentuk program dan/ atau natura berupa fasilitas tempat khusus untuk merokok; dan
Diusulkan oleh orang/ lembaga untuk mendapatkan
penghargaan.
(3) Pengusulan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, dapat pula dilakukan oleh SKPD yang membidangi kesehatan dengan terlebih dahulu dibahas dan direkomendasikan oleh Tim Koordinasi sebagiamana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2).
BABV
PEMBIAYAAN
Pasal23
(1) Dalam rangka mendorong efektifitas fungsi KTR dan pengendalian reklame/iklan produk tembakau yang berkenaan kewenangan Daerah, didukung alokasi pembiayaan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan jenis agenda tugas yang diselenggarakan masing-masing melalui dokumen Pelaksanaan Anggaran:
a. skpd yang membidangi kesehatan, terkait program kegiatan promosi kesehatan;
b. skpd yang membidangi ketentraman dan ketertiban, sebagai dukungan kesekretariatan Tim Koordinasi dan Pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati tentang KTR;dan
c. bagian hukum, terkait aspek kebijakan regulasi yang bersifat teknis operasional dan evaluasi serta harmonisasi untuk
efektifitas penerapannya.
I
• •
BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal24
Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Serita Daerah Kabupaten Barru.
|