ABSTRAK: |
- Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran dan kualitas Perempuan serta menjamin hak yang samadan/atau setara antara Perempuan dan Laki-Laki untuk menikmati hak-hak Warga Negara di bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial budaya, politik, pemerintahan dan hukum sebagai upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan, kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, diperlukan pengarusutamaan gender sehingga dapat berperan serta dalam proses pembangunan;
b. bahwa pengarusutamaan gender merupakan strategi yangefektif untuk menciptakan kondisi yang setara danseimbang bagi Laki-Laki dan Perempuan dalam memperoleh akses/kesempatan, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan, sehingga akan tercipta keadilan dankesetaraan gender yang sudah disepakati oleh masyarakat internasional;
c. bahwa untuk meningkatkan indeks pembangunan gender, upaya pengarusutamaan gender perlu dilaksanakan secara terpadu, terkoordinasi dan menjadi sebuah proses yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional pada seluruh Organisasi Perangkat daerah (PERANGKAT DAERAH) dan Instansi Vertikal serta Lembaga Non Pemerintah Daerah;
d. bahwa dalam rangka mendorong, mengefektifkan, mengoptimalkan serta memberikan kepastian hukum dalam rangka pelaksanaan pengarusutamaan gender secara terpadu dan terkoordinasi di Kabupaten Luwu, diperlukan pengaturannya dalam suatu Peraturan Daerah;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan.
- Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277);
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Mengenai Diskriminasi Dalam Pekerjaan dan Jabatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3836);
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419);
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
9. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
11. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539);
16. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perudang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);
17. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional;
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah;
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
20. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Daerah;
21. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Tahun 2016 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 28).
- MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
4. Bupati adalah Bupati Luwu.
5. Wakil Bupati adalah Wakil Bupati Luwu.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Luwu.
7. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Luwu.
8. Organisasi Perangkat daerah yang selanjutnya disingkat OPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah.
9. Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah.
10. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat daerah kota dalam wilayah kerja Kecamatan.
11. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hakasal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
12. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkatAPBN adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah yang dibahas dandisetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan ditetapkan dengan Undang-Undang.
13. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi yang selanjutnya disingkat APBD Provinsi adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang dibahas dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
14. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu yang dibahas dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Luwu dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
15. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima) tahun.
16. Rencana Kerja Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun atau disebut dengan perencanaan pembangunan tahunan daerah.
17. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat daerah yang selanjutnyadisebut Renstra SKPD adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode 5 (lima) tahun.
18. Rencana Kerja Organisasi Perangkat daerah yang selanjutnya disebut Renja Perangkat daerah adalah dokumen perencanaan perangkat daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
19. Rencana Kerja dan Anggaran Organisasi Perangkat daerah yang selanjutnya disingkat RKA perangkat daerah adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan perangkat daerah serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD.
20. Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DPA adalah Dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap perangkat daerah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran.
21. Gender adalah konsep yang mengacu pada nilai-nilai sosial budaya yang dianut oleh masyarakat setempat mengenai perbedaan tugas, peran, tanggung jawab, sikap, sifat dan status antara perempuan dan laki-laki yang bukan berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang lebih luas yang dapat berubah dari waktu ke waktu.
22. Pengarusutamaan Gender yang selanjutnya disebut PUG adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, pelaporan dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di daerah.
23. Gender Analisys Pathway yang selanjutnya disebut GAP adalah alat analisis yang dikembangkan untuk membantu para perencana perangkat daerah melakukan pengarusutamaan gender.
24. Kesetaraan Gender adalah kondisi dan posisi yang menggambarkan kemitraan yang selaras, serasi, dan seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam akses, partisipasi, kontrol dalam proses pembangunan, dan dalam menikmati manfaat yang sama dan adil di semua bidang kehidupan.
25. Keadilan Gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap perempuan dan laki-laki.
26. Analisis Gender adalah proses analisis data gender secara sistematis dalam mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja/peran perempuan dan laki-laki, akses kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan, dan manfaat pembangunan yang mereka nikmati, serta mengungkap akar permasalahan terjadinya ketimpangan kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan dalam konteks perbedaan kelas sosial, ras, dan suku bangsa.
27. Isu Gender adalah sebuah isu gender yang mengandung masalah kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam seluruh lintas pembangunan. Kesenjangan gender itu diukur dari aspek akses, partisipasi, manfaat dan kontrol yang terjadi di semua dimensi pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, teknologi, lingkungan dan pertahanan keamanan.
28. Diskriminasi Gender adalah perbedaan perlakuan, fasilitas, prioritas, hak, kesempatan yang diberikan kepada perempuan dan laki-laki.
29. Kesadaran Gender adalah kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi masalah ketimpangan gender dan upaya untuk memecahkannya.
30. Pemberdayaan Perempuan adalah proses peningkatan kualitas sumberdaya perempuan dalam segala aspek pembangunan.
31. Focal Point PUG adalah aparatur perangkat daerah yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pengarusutamaan gender di unit kerjanya masing-masing.
32. Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender yang selanjutnya disebut Pokja PUG adalah wadah konsultasi bagi pelaksana dan penggerak pengarusutamaan gender dari berbagai instansi/lembaga di daerah.
33. Lembaga Non Pemerintah adalah lembaga yang dibentuk masyarakat dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan keswadayaan atau kemandirian masyarakat agar dapat memenuhi kebutuhan serta mencapai kehidupan yang lebih baik sesuai yang diharapkan.
34. Data Terpilah adalah data yang menggambarkan peran, kondisi umum dari perempuan dan laki-laki dalam setiap aspek kehidupan dimasyarakat.
35. Perencanaan Berperspektif Gender adalah perencanaan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, yang dilakukan melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi, dan penyelesaian permasalahan perempuan dan laki-laki.
36. Anggaran Responsif Gender yang selanjutnya disingkat ARG adalah penggunaan atau pemanfaatan anggaran yang berasal dari berbagai sumber pendanaan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender.
37. Gender Budget Statement yang selanjutnya disingkat GBS adalah dokumen yang menginformasikan suatu output kegiatan telah responsive gender terhadap isu gender yang ada, dan/atau suatu biaya telah dialokasikan pada output kegiatan untuk menangani permasalahan kesenjangan gender.
38. Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan Gender yang selanjutnya disebut RANDA PUG adalah acuan/arahan kepada setiap stakeholders dalam melaksanakan strategi PUG untuk mencapai kesetaraan dan keadilangender dengan lebih fokus, efisien, efektif, sistematik, terukur dan berkelanjutan sehingga dapat mendorong percepatan tersusunnya kebijakan program dan kegiatan pembangunan yang responsif gender sehingga Pemerintah Daerah mendukung kelancaran perancanaan pelaksanaan dan monitoring evaluasi pengarusutamaan gender secara optimal dalam pembangunan menuju terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender.
BAB II
ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Penyelenggaraan Pengarusutamaan Gender diwujudkan berdasarkan asas:
a. Penghormatan hak asasi manusia;
b. Non diskriminasi di segala bidang;
c. Persamaan Substantif;
d. Pemberdayaan;
e. Kemanusiaan;
f. Kebangsaan;
g. Partisipasi;
h. Keadilan;
i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan
j. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan.
Bagian Kedua
Maksud
Pasal 3
Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum dan
pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat yang responsif gender.
Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 4
Peraturan Daerah ini bertujuan :
a. menjamin penerapan pengarusutamaan gender sebagai strategi pembangunan di daerah yang dijadikan dasar bagi Aparatur Pemerintah Daerah dalam mengintegrasikan perencanaan, pelaksanaan, penganggaran, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembagunan di daerah;
b. menjamin terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai bidang pembangunan dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
c. memberikan acuan bagi semua pihak, baik pemerintah kabupaten, kecamatan, kelurahan dan desa maupun pihak swasta, dunia usaha, organisasi masyarakat, media massa dan perguruan tinggi dalam menyusun strategi pengintegrasian gender;
d. mewujudkan perencanaan dan penganggaran yang responsif gendermelalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi, dan penyelesaian permasalahan Perempuan dan Laki-Laki;
e. menghapus prasangka, kebiasaan dan segala praktik lainnya yang didasarkan atas inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau berdasarkan peranan bagi Perempuan dan Laki-Laki;
f. meningkatkan kesetaraan dan keadilan dalam kedudukan, peranan, dan tanggung jawab Perempuan dan Laki-Laki sebagai insan dan sumberdaya pembangunan;
g. meningkatkan kualitas dan perlindungan terhadap perempuan di segala bidang kehidupan dan pembangunan yang ada; dan
h. meningkatkan peran dan kemandirian Lembaga yang menangani pemberdayaan perempuan.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 5
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi :
a. penyusunanperencanaan;
b. pelaksanaan;
c. pemantauan;
d. laporan; dan
e. evaluasi kebijakan dan program pembangunan daerah.
BAB IV
TUGAS DAN KEWENANGAN
Pasal 6
Pemerintah Daerah bertugas merumuskan kebijakan, strategi dan pedoman tentang pelaksanaan pengarusutamaan gender.
Pasal 7
Pemerintah Daerah berwenang:
a. menyusun dan menetapkan kebijakan, perencanaan program, pelaksanaan PUG, kegiatan pembangunan responsif gender yang dituangkan dalam RPJMD, RKPD, Renstra SKPD dan Renja SKPD;
b. memfasilitasi penguatan kelembagaan dan pengembangan mekanisme PUG pada Lembaga Pemerintah, Perguruan Tinggi dan Lembaga Non Pemerintah;
c. melakukan pemberian bantuan teknis, analisis gender, perencanaan anggaran yang responsif gender, pengembangan materi komunikasi, informasi dan edukasi tentang PUG;
d. melaksanakan PUG yang terkait dengan urusan pembangunan terutama dibidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial, koperasi dan UMKM, ketahanan pangan, pertanian, otonomi daerah dan pemerintahan umum, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, hukum, pekerjaan umum, budaya, pemberdayaan perempuan/kesetaraan gender dan keluarga berencana, lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat;
e. memfasilitasi data terpilah menurut jenis kelamin;
f. membentuk kelembagaan PUG paling rendah sampai dengan tingkat Kecamatan, Kelurahan dan Desa;
g. memberikan pendampingan bagi kelembagaan PUG di semua tingkatan;
h. melakukan advokasi, koordinasi, monitoring dan evaluasi terhadap kelembagaan PUG di semua tingkatan;
i. melakukan koordinasi, fasilitasi dan mediasi kebijakan PUG di daerah yang dilakukan oleh Instansi Vertikal, Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama;dan
j. memfasilitasi anggaran untuk kegiatan PUG pada DPA masing-masing Perangkat Daerah.
BAB V
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal 8
(1) Pemerintah Daerah berkewajiban menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan responsif gender yang dituangkan dalam RPJMD, RKPD, Renstra Perangkat Daerah, dan Renja Perangkat Daerah.
(2) Penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan responsif gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui analisis gender.
Pasal 9
(1) Dalam melakukan analisis gender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) digunakan metode alur kerja analisis gender (Gender Analisys Pathway) atau metode analisis lain.
(2) Analisis gender terhadap RKA dan DPA Perangkat Daerah dilakukan oleh masing-masing Perangkat Daerah.
(3) Pelaksanaan analisis gender terhadap RPJMD, RKPD, Renstra Perangkat Daerah, Renja Perangkat Daerah dan RKA Perangkat Daerah dapat bekerja sama dengan Lembaga Perguruan Tinggi atau Pihak lain yang memiliki kapabilitas di bidangnya.
Pasal 10
(1) Hasil analisis gender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dituangkan dalam penyusunan GBS.
(2) Hasil analisis gender yang terdapat dalam GBS menjadi dasar Perangkat Daerah dalam menyusun kerangka acuan kegiatan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan dokumen RKA/DPA SKPD.
Pasal 11
Perangkat Daerah yang membidangi urusan perencanaan pembangunan daerah mengkoordinasikan penyusunan RPJMD, Renstra Perangkat Daerah, RKPD dan RKA Perangkat Daerah yang responsif gender.
Bagian Kedua
Pelaksanaan
Pasal 12
(1) Bupati bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat bidang pemberdayaan perempuan dan pengarusutamaan gender skala Kabupaten.
(2) Tanggung jawab Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada Wakil Bupati.
Pasal 13
Bupati menetapkan Perangkat Daerah yang membidangi tugas pemberdayaan perempuan sebagai koordinator penyelenggaraan PUG.
Pasal 14
(1) Dalam upaya percepatan pelembagaan PUG di seluruh Perangkat Daerah dibentuk Pokja PUG.
(2) Anggota Pokja PUG adalah seluruh Kepala/Pimpinan Perangkat Daerah.
(3) Bupati menetapkan Kepala Perangkat Daerah yang membidangi urusan perencanaan pembangunan Daerah sebagai Ketua Pokja PUG dan Kepala Perangkat Daerah yang membidangi tugas pemberdayaan perempuan sebagai Kepala Sekretariat Pokja PUG.
(4) Pembentukan Pokja PUG ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 15
Pokja PUG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 mempunyai tugas:
a. mempromosikan dan memfasilitasi PUG kepada masing-masing Perangkat Daerah;
b. melaksanakan sosialisasi dan advokasi PUG kepada Camat, Lurah dan Kepala Desa;
c. menyusun program kerja setiap tahun;
d. mendorong terwujudnya perencanaan dan penganggaran yang Responsif Gender;
e. menyusun rencana kerja Pokja PUG setiap tahun;
f. merumuskan rekomendasi kebijakan kepada Bupati;
g. bertanggung jawab kepada Bupati melalui Wakil Bupati;
h. menyusun profil gender daerah;
i. melakukan pemantauan pelaksanaan PUG di masing-masing Instansi melalui Focal Point;
j. menetapkan Tim Teknis untuk melakukan analisis terhadap anggaran daerah;
k. menyusun RANDA PUG; dan
l. mendorong dilaksanakannya pemilihan dan penetapan Focal Point di masing-masing Perangkat Daerah.
Pasal 16
Pokja PUG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 mempunyai fungsi:
a. mengidentifikasi dan mengkaji isu-isu gender pada seluruh urusan pembangunan dan masing-masing Lembaga;
b. mengembangkan komunikasi, informasi dan edukasi tentang PUG;
c. mengembangkan model pembangunan responsif gender di berbagai urusan pembangunan dan masing-masing Lembaga;
d. menyediakan bahan masukan bagi perumusan kebijakan PUG kepada Bupati;
e. melaksanakan program dan kegiatan PUG di setiap Lembaga; dan
f. fasilitasi dan advokasi program dan kegiatan PUG.
Pasal 17
(1) Tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf j beranggotakan Aparatur yang memahami analisis anggaran responsif gender dengan Kepala Bidang yang menangani urusan perencanaan pembangunan daerah sebagai Ketua.
(2) Tim Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Ketua Pokja PUG.
(3) Tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu Ketua Pokja PUG untuk :
a. menelaah dan melakukan analisis gender terhadap perencanaan pembangunan daerah;
b. menelaah dan melakukan analisis terhadap anggaran daerah yang responsif gender;
c. melakukan advokasi PUG;
d. menyiapkan rancangan kebijakan implementasi PUG;
e. menyiapkan implementasi strategi PUG di setiap Perangkat Daerah;
f. melakukan monitoring dan evaluasi implementasi PUG; dan
g. menyiapkan bahan laporan Pokja PUG.
Pasal 18
RANDA PUG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf k memuat:
a. PUG dalam peraturan perundang-undangan di Daerah;
b. PUG dalam siklus pembangunan di Daerah;
c. penguatan kelembagaan PUG; dan
d. penguatan peran serta masyarakat dan dunia usaha di Daerah.
Bagian Ketiga
Kelembagaan
Pasal 19
(1) Focal Point PUG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf l pada setiap Perangkat Daerah di daerah terdiri dari Pejabat dan/atau Staf yang membidangi tugas perencanaan dan/atau program.
(2) Focal Point PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipilih dan ditetapkan oleh Kepala Perangkat Daerah.
(3) Focal Point PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinir olehPejabat yang ditunjuk oleh Kepala Perangkat Daerah yang membidangi tugas pemberdayaan perempuan atau tugas lain yang mendukung pelaksanaan PUG di setiap perangkat daerah.
Pasal 20
(1) Focal Point PUG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, bertugas:
a. mempromosikan PUG pada unit kerja;
b. memfasilitasi penyusunan rencana kerja dan penganggaran perangkat daerah yang responsif gender;
c. melaksanakan pelatihan, sosialisasi, advokasi PUG kepada seluruh Pejabat dan Staf di lingkungan Perangkat Daerah;
d. melaporkan pelaksanaan PUG kepada Pimpinan Perangkat Daerah;
e. mendorong pelaksanaan analisis gender terhadap kebijakan, program, dan kegiatan pada unit kerja; dan
f. memfasilitasi penyusunan data gender pada masing-masing Perangkat Daerah.
(2) Focal Point PUG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 berfungsi :
a. memberikan saran berdasarkan permintaan perspektif gender dalam semua aspek pekerjaan dengan menggunakan sumber daya sendiri atau diluar keahlian;
b. mewakili perangkat daerah dalam lokakarya dan acara-acara PUG tentang informasi pengarusutamaan gender;
c. membantu dalam penyusunan kajian dan presentasi oleh Ketua, Sekretaris dan Lembaga lain yang membutuhkan, dengan menggunakan sumber daya sendiri atau diluar keahlian;
d. menghadiri acara penting yang relevan dengan gender dan wilayah substantif yang dicakup untuk menyebarkan informasi tentang kemajuan yang dibuat di Perangkat Daerah secara relevan.
BAB VI
PELAPORAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI
Pasal 21
(1) Focal Point PUG menyampaikan laporan pelaksanaan PUG kepada Pokja PUG melalui Kepala perangkat daerahsetiap semester tahun anggaran berjalan.
(2) Pokja PUG menyampaikan laporan pelaksanaan PUG kepada Bupati setiap semester tahun anggaran berjalan.
(3) Bupati menyampaikan laporan pelaksanaan PUG kepada Gubernur secara berkala setiap 6 (Enam) Bulan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pelaporan diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 22
Materi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 meliputi:
a. pelaksanaan program dan kegiatan;
b. Instansi yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan;
c. sasaran kegiatan;
d. pencapaian kinerja;
e. permasalahan yang dihadapi;
f. upaya yang telah dilakukan;dan
g. penggunaan anggaran yang bersumber dari APBN, APBD dan sumber lain yang sesuai ketentuan dan tidak mengikat.
Pasal 23
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 menjadi bahan pemantauan dan Evaluasi pelaksanaan PUG.
Pasal 24
(1) Bupati melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PUG.
(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada setiap Perangkat Daerah dan secara berjenjang antar susunan pemerintahan.
(3) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PUG dilakukan sebelum diadakannya penyusunan program atau kegiatan tahun berikutnya.
(4) Perangkat Daerah yang membidangi urusan perencanaan pembangunan daerah melakukan evaluasi secara makro terhadap pelaksanaan PUG berdasarkan RPJMD dan Renja Perangkat Daerah.
(5) Pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan melalui kerjasama dengan Perguruan Tinggi, Pusat Studi Wanita atau Lembaga Swadaya Masyarakat.
(6) Hasil evaluasi pelaksanaan PUG menjadi bahan masukan dalam penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan tahun mendatang.
BAB VII
PARTISIPASI PIHAK SWASTA DAN MASYARAKAT
Pasal 25
(1) Pihak Swasta dan masyarakat dapat merumuskan kebijakan, strategi, dan pedoman tentang pelaksanaan PUG di masing-masing lingkungannya.
(2) Pelaksanaan pengarusutamaan gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program di lingkungannya.
(3) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pihak Swasta dan Masyarakat dapat:
a. menyelenggarakan kegiatan penyusunan perencanaan strategis, monitoring, laporan dan evaluasi serta pengendalian kegiatan dalam melaksanakan PUG;
b. menyelenggarakan komunikasi, informasi, edukasi, advokasi dan sosialisasi tentang pelaksanaan PUG;
c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan PUG di lingkungannya.
(4) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c Pihak Swasta dan Masyarakat melakukan koordinasi dan kerjasama dengan unsur Pemerintah Daerah atau Pakar dibidang PUG.
Pasal 26
(1) Pihak swasta dan masyarakat dapat menentukan strategi pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) melalui berbagai kegiatan yang meliputi:
a. peningkatan pelaksanaan dan penguatan kelembagaan PUG dalam semua bidang usaha;
b. pelaksanaan tindakan khusus melalui penyusunan program yang responsif gender oleh semua bidang usaha; dan
c. pelaksanaan kegiatan dalam upaya peningkatan kualitas hidup Perempuan dan pemberian perlindungan kepada Perempuan dan Anak.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan penentuan strategi pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 27
(1) Pihak Swasta dan Masyarakat dapat melakukan pemantauan dan evaluasi hasil pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26.
(2) Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan kerjasama dan koordinasi dengan semua divisi di lingkungan Pihak Swasta dan Masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII
PEMBINAAN
Pasal 28
Bupati melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan PUG yang meliputi:
a. penetapan panduan teknis pelaksanaan PUG di Daerah;
b. penguatan kapasitas kelembagaan melalui pelatihan, konsultasi, advokasi, dan koordinasi;
c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PUG pada Perangkat Daerah;
d. peningkatan kapasitas Focal Point, Pokja PUG, Lembaga pendukung PUG;dan
e. strategi pencapaian kinerja.
BAB IX
PEMBIAYAAN
Pasal 29
(1) Pedoman pelaksanaan program dan kegiatan PUG di Kabupaten bersumber dari:
a. APBN;
b. APBD Provinsi;
c. APBD; dan/atau
d. sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
(2) Pembiayaan pelaksanaan program dan kegiatan PUG di Desa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan Alokasi Dana Desa.
(3) Pembiayaan yang bersumber dari APBD dianggarkan pada Perangkat Daerah yang terkait dengan pelaksanaan PUG.
(4) Badan Pengelola Keuangan Daerah mengkoordinasikan anggaran PUG kepada :
a. Perangkat Daerah; dan
b. Unit kerja .
BAB X
SANKSI
Pasal 30
(1) Perangkat daerah yang diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan PUG sebagaimana diatur dalam Pasal 21, tetapi tidak melaksanakannya, dapat dikenai sanksi administratif atau pemberian disinsentif yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Sanksi Administratif sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa :
a. teguran;
b. peringatan;
c. pancabutan izin; dan/atau
d. penarikan fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah Daerah.
(3) Tata cara pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lama 3 (Tiga) Bulan terhitung
sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 32
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap Orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu.
|