Peraturan Bupati (PERBUP) tentang Tarif Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
ABSTRAK:
a. bahwa besamya tarif retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor telah ditetapkan berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 7 Tahun 2010 tentang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
b. bahwa berdasarkan perunjauan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian masyarakat di kabupaten Luwu Utara, perlu mengubah besamya tarif retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 155 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, penetapan tarif retribusi hasil peninjauan sebagaimana dimaksud pada huruf b, ditetapkan dengan Peraturan Bupati;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Perubahan Tarif Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor.
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Luwu Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3826);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
- 1 -
/.) )
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679};
4. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 7
Tahun 2010 tentang Retribusi Pengujian Kendaraan
Bennotor (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Utara
Tahun 2010 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Luwu Utara Nomor 206).
PERATURAN BUPATI TENTANG PERUBAHAN TARIF RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR.
Pasal 1
( 1) Dengan Peraturan Bupati ini, menetapakan tarif retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor sebagai berikut:
NO
JENIS KAPASITAS DAYAANGKUT TARIF (Rp)
1.
Mobil Bus Besar
32 seat keatas 90.000.-
2. Mobil Bus Sedang 16 s/d 32 seat 70.000.-
3. Mobil Bus Kecil 9 s/d 15 seat 55.000.-
4. Mobil Penumpang 8 seat kebawah 50.000.-
5.
Mobil Barang 10 Roda Keatas GVW 14.000 kg keatas 90.000.-
6.
Mobil Barang 6 Roda (Truk Besar GVW 8.001 kg s/d
14.000 kg 80.000.-
7.
Mobil Barang 6 Roda (Truk Kecil) GVW 4.501 kg s/d
8.000 kg 70.000.-
8.
Mobil Barang (Kendaraan Roda 4) GVW 1.500 kg s/d
4.500 kg 55.000.-
9. Kereta Gandengan dan Tempelan - 40.000.-
10. Mobil Khusus - 40.000.-
(2) Tarif Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal, 02 Mei 2017.
Pasal 2
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati mi dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Luwu Utara.
CATATAN:
Peraturan Bupati (PERBUP) ini mulai berlaku pada tanggal 03 April 2017.
3
Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Utara Nomor 20 Tahun 2017
Peraturan Bupati (PERBUP) tentang Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
ABSTRAK:
a. bahwa besarnya tarif Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan telah ditetapkan berdasarkan ketentuan Pasal 15 Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 12 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum;
b. bahwa berdasarkan peninjauan dengan
memperhatikan indeks harga dan perkembangan
perekonomian masyarakat di kabupaten Luwu Utara,
perlu mengubah besarnya tarif Retribusi Pelayanan
Persa.mpahan/Kebersihan;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 64 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 12
Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, penetapan tarif retribusi hasil peninjauan sebagaimana dimaksud pada huruf b, ditetapkan dengan Peraturan Bupati;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dima.ksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Perubahan Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Luwu Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3826);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nornor 58, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 12
Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umurn (Lembaran
Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun 2011 Nornor
12, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Luwu
Utara Nomor 222).
PERATURAN BUPATI TENTANG PERUBAHAN TARIF RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN.
Pasal 1
( 1) Dengan Peraturan Bupati ini menetapkan tarif Retribusi
Pelayanan Persampahan/Kebersihan sebagai berikut:
NO
JENIS PELAYANAN TARIF/BULAN
(Rp)
1 Rumah tempat tineaal 5.000
2 Hotel/Pemrinaoan/Wisma 30.000
3 Restoran, bar, kafe, rumah makan, dan
warunz 15.000
.
4 Rumah sakit
a. Rurnah sakit umum 100.000
b. Rumah sakit khusus 40,000
c. Rurnah bersalin 30,000
d. Poliklinik/balai pengobatan 10,000
5 Apotek 10,000
6 Toko obat/kios obat 5,000
7 Toko/kios pupuk 10,000
8 Gudana/ruanz penvimnanan 20,000
9 Gedung pertemuan/resepsi yang 25,000
dipersewakan
10 Industri:
a. Kelas I dengart luas diatas 1.000 M2 30,000
b. Kelas II dengan luas 500 s/d 1.000
M2 25,000
c. Kelas I dengan luas dibawah 500 M2 20,000
11 Kantor:
a. Bangun an bertingkat dengan 30,000
bangunan diatas
b. Bangun an permanen dengan luas 25,000
500 s/d 1.000 M2
c. Bangunan permanen dengan luas 25 20,000
s/d 500 M2
..
12 Bioskop 20,000
13 Superrnarket/rukoItoko :
a. Supermarket/ swalayan 30,000
b. Rumah toko perpetak 20,000
c. Toko 15,000
14 Salon kecantikan dan pemangkas ram.but 7,500
15 Benzkel :
a. Benzkel mobil 20,000
b. Bengkel motor 10,000
c. Bengkelsepeda 2,500
Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal, 02 Mei 201 7.
Pasal 2
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Luwu Utara.
CATATAN:
Peraturan Bupati (PERBUP) ini mulai berlaku pada tanggal 03 April 2017.
3
Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Utara Nomor 19 Tahun 2017
Peraturan Bupati (PERBUP) tentang Tarif Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah
ABSTRAK:
a. bahwa besarnya tarif Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah telah ditetapkan berdasarkan ketentuan Pasal 33 Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha;
b. bahwa berdasarkan peninjauan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian masyarakat di kabupaten Luwu Utara, perlu mengubah besarnya tarif Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 13
Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha, penetapan
tarif retribusi basil peninjauan sebagaimana dimaksud pada huruf b, ditetapkan dengan Peraturan Bupati;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Perubahan Tarif Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Luwu Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3826);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
'•'
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 13
Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha (Lembaran
Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun 2013 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 223).
PERATURAN BUPATI TENTANG PERUBAHAN TARIF RETRIBUSI PENJUALAN PRODUKSI USAHA DAERAH.
Pasal 1
(1) Dengan Peraturan Bupati ini, menetapakan tarif Retribusi
Penjualan Produksi Usaha Daerah sebagai berikut
No
Jenis Produksi Tarif (Rp)
1 Benih Ikan :
- Umur Ikan 2 minggu 300/ekor
- Umur Ikan 3-4 minggu 700/ekor
- Umur Ikan 1 bulan keata.s 1.000/ekor
2 Benih Padi:
- Gabah 1.000/kg
3
Kebun Buah-buahan :
- Rambutan 1.500/kg
- Durian 7.000/ikat
- Jeruk -
4
Penjualan Benur di Balai Benur 5/ekor
5
Durian:
- Tinggi 25 cm/40 cm 20.000.-
- Tinggi 40 cm keatas 25.000.-
6
Durian: 15.000.-
-Tinggi 25 cm/40 cm 25.000.-
- 40 cm keatas
(1) Tarif Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) mulai berlaku pada tanggal, 02 Mei 201 7
r
• ... • 4 ••
Pasal 2
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Luwu Utara.
CATATAN:
Peraturan Bupati (PERBUP) ini mulai berlaku pada tanggal 03 April 2017.
3
Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Utara Nomor 17 Tahun 2017
Peraturan Bupati (PERBUP) tentang Indikator Kinerja Utama
ABSTRAK:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 dan Pasal
4 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/9/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah, perlu membentuk Peraturan Bupati tentang lndikator Kinerja Utama Tahun 2016-2021
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Luwu Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3826);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
4. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025;
....
.. .
5. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refonnasi Birokrasi Nomor: PER/9/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah;
6. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Negara dan Reformasi Birokrasi PER/20/M.PAN/11/2008 tentang Penyusunan Indikator Kinerja Utama;
Aparatur Nomor: Petunjuk
7. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi dan Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah;
9. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 8
Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun
2016-2021;
10. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 14
Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah Kabupaten Luwu Utara Anggaran 2017 (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun 2016
Nomor 14);
11. Peraturan Bupati Nomor 96 Tahun 2016 tentang Penjabaran Anggaan Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun 2017 (Berita Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun 2016 Nomor 96);
PERATURAN BUPATI TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2016-2021.
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:
1. Perangkat daerah adalah unsur pembantu Bupati dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
2. Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang ditetapkan organisasi.
3. Indikator Kinerja Uta.ma adalah ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis instansi pemerintah.
Pasal 2
Indikator Kinerja merupakan acuan ukuran kinerja yang digunakan oleh perangkat daerah di Iingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Utara untuk menetapkan rencana kinerja tahunan, menyampaikan rencana kerja dan anggaran, menyusun dokumen penetapan kinerja, menyusun laporan akuntabilitas kinerja serta melakukan evaluasi pencapaian kinerja sesuai dengan dokumen Rencana Strategis Tahun 2016-
2021.
Pasal 3
Indikator Kinerja Utama Tahun 2016-2021 sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Bupati ini.
Pasal 4
Penyusunan laporan akuntabilitas kinerja dan evaluasi terhadap pencapaian kinerja dilakukan oleh Perangkat Daerah dan disampaikan kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Pasal 5
Perangkat daerah yang membidangi pengawasan wajib :
a. melakukan review atas capaian k:inerja setiap perangkat daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Luwu Utara dalam rangka meyakinkan keadaan informasi yang disajikan dalam laporan akuntabilitas kinerja; dan
b. melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Peraturan mi dan melaporkan kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi dan Birokrasi.
v ;
Pasal 6
Peraturan Bupati iru mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap pengundangan Penempatannya Utara.
CATATAN:
Peraturan Bupati (PERBUP) ini mulai berlaku pada tanggal 06 Februari 2017.
7
Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Utara Nomor 16 Tahun 2017
Peraturan Bupati (PERBUP) tentang Jaringan Informasi Geospasial Daerah
ABSTRAK:
a. bahwa untuk mewujudkan integrasi data dan pertukaran informasi antar sektor dan antar tingkat diperlukan pengembangan jaringan data dan informasi geospasial;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan pembangunan informasi geospasial yang tertata dengan baik dan dikelola secara terstruktur, transparan dan terintegrasi dalam suatu jaringan nasional, diperlukan pembentukan Simpul Jaringan Informasi Geospasial Daerah Kabupaten Luwu Utara;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Jaringan Informasi Geospasial Daerah;
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Luwu utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesa Nomor 3826);
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5214);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4593);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5502);
6. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2014 tentang Jaringan lnformasi Geospasial Nasional (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 78);
PERATURAN BUPATI TENTANG JARINGAN INFORMASI GEOSPASIAL DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA.
BABI KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Utara.
2. Pemerintah Daerah adalah pemerintah Kabupaten Luwu Utara.
3. Bupati adalah Bupati Luwu Utara.
4. Badan Usaha Milik Daerah, yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan.
5. Data Geospasial, yang selanjutnya disingkat DG adalah data
tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada dibawah, pada atau diatas permukaan bumi.
6. Informasi Geospasial, yang selanjutnya disingkat IG adalah DG yang sudah diolah sehinggah dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengembalian keputusan dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian.
7. Jaringan Informasi Geospasial Nasional, yang selanjutnya
disebut Jaringan IGN adalah suatu sistem penyelenggara pengolaan Informasi Geospasial secara bersama, tertib, terukur, terintegrasi dan berkesinambungan serta berdayaguna.
8. Jaringan Informasi Geospasial Daerah, yang selanjutnya disebut Jaringan IG Daerah adalah suatu sistem pengolahan Informasi Geospasial secara bersama, tertib, terukur, terintegrasi dan berkesinambungan serta berdayaguna sesuai kewenangan daerah.
9. Simpul Jaringan Daerah adalah perangkat daerah di lingkungan
pemerintah daerah yang ditunjuk oleh Bupati dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pengumpulan, serta pemeliharaan, pemutakhiran, pertukaran dan penyebarluasan
DG dan IG tertentu.
.�· . '.
10. Metadata adalah data yang menjelaskan riwayat dan karakteristik DG dan IG.
11. Unit kerja adalah perangkat daerah yang memiliki metadata
dibidangnya dan melaksanakan pengumpulan, pengolahan, serta penyimpanan dan DG dan IG.
12. Walidata data adalah perangkat daerah yang melaksanakan penyimpanan, pengarnanan dan penyebarluasan DG dan IG.
13. Penghubung simpul jaringan dalam badan informasi geospasial, yaitu institusi yang menyelenggarakan pengintegrasian simpul jaringan secara nasioanal.
14. Standar nasional indonesia adalah standar yang ditetapkan oleh
Badan Standarisasi nasional dan berlaku secara nasional.
15. Spesifikasi DG adalah uraian yang berisi ketentuan teknis dalarn mencapai tujuan khusus dam penjelasan rinci sesuai dengan kekhususan DG.
16. Setiap orang adalah orang perseorangan, kelempok orang atau
Badan Usaha.
BAB II
TUJUAN DAN SASARAN
Pasal 2
'I'ujuan dibentuknya Jaringan IG Daerah adalah :
a. terwujudnya pemanfaatan DG dan IG guna menunjang pelaksanaan pembangunan yang berdayaguna dan berhasil guna; dan
b. tersedianya sarana pengumpul, pertukaran dan
penyebarluasan DG dan IG antar pemerintah, unit kerja pemerintah, unit kerja pemerintah daerah dan masyarakat.
Pasal 3
Sasaran dibentuknya Jaringan IG Daerah adalah:
a. terjaminnya ketersedian data;
b. terwujudnya kemudahan akses bagi pemangku kepentingan;
dan
c. terwujudnya DG dan IG yang akurat.
BAB III
KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 4
Pemerintah daerah selaku penyelenggara simpul jaringan IG Daerah memiliki kedudukan sebagai :
a. penanggung jawab penyelenggaraan penumpulan, pemeliharaan, pemutakhiran, pertukaran dan penyebarluasan DG dan IG daerah;
b. bagian dari jaringan IG nasional; dan
c. pelaksanaan simpul jaringan IG daerah.
Pasal 5
(1) Badan Perencanaan Pembangunan Darah kabupaten luwu utara merupakan walidata dalam simpuljaringan IG daerah.
(2) Seluruh perangkat daerah dan BUMD merupakan unit kerja dalam Simpul jaringan IG Daerah.
Pasal6
(1) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Luwu Utara, selain bertindak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat {1) dan ayat (2), juga bertindak sebagai koordinator dan kerjasama pelaksanaan Jaringan IG Daerah.
(2) Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, selain bertindak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), juga bertindak dalam pembinaan dan peningkatan sumber daya manusia untuk pengembanganjaringan IG daerah.
(3) Dinas Komunikasi dan Informatika, selain bertindak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat(2), juga bertindak dalam pembangunan dan pemeliharaan jaringan pertukaran data.
Bagian Kedua
Togas dan Fungsi
Pasal 7
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah sebagamana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) mempunyai tugas sebagai berikut:
a. melakukan pengumpulan dan penyimpanan metadata serta
penyebarluasan IG;
b. membangun, memelihara dan menjamin keberlangsungan
simpul jaringan IG daerah;
c. melakukan koordinasi dengan unit kerja sebagaimana
dimaksud dalam pasal 5 dalam penyimpanan, pengamanan dan penyebarluasan IG daerah; dan
d. menyampaikan IG daerah kepada Penghubung Simpul
Jaringan.
Pasal 8
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai fungsi sebagai:
a. koordinator pengelola dan pelaksanaan simpul jaringan; dan
b. fasilitator pengelola dan pelaksana simpul jaringan terkait metadata.
Pasal 9
Unit kerja pelaksana simpul janngan IG Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) mempunyai tugas sebagai berikut: a. melakukan kegiatan pengumpulan, pemeliharaan dan
pemutakhiran DG;
\
. ' ' ...
b. melakukan pengolahan DG menjadi IG yang selalu akurat;
c. melakukan penyimpanan data hasil pengumpulan dan pengolahan DG dan IG; dan
d. melakukan koordinasi antar pelaku pengelola DG dan IG di bidangriya dan menyampaikan metada data kepada Badan Perencanaan Pembangunaan Daerah.
Pasal 10
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, unit kerja pelaksana Simpul Jaringan IG Daerah mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. sarana pengumpulan DG dan IG;
b. sarana pengumpulan DG dan IG;
c. pelaksana pembangunan dan pemanfaatan DG dan IG di daerah; dan
d. penyelaras pengembangan kebijakan jaringan IG daerah.
BAB IV
STANDAR TEKNIS JARINGAN JG DAERAH
Bagian Kesatu
Standar Teknis Jaringan IG Daerah
Pasal 11
(1) Pengaturan standar tekhnis meliputi kriteria tekhnis yang diperlukan untuk pembangunan dan pertukaran DG dan IG.
(2) Standar tekhnis data geospisal sebagai kerangka dasar pemetaan wilayah meliputi pengaturan skala dan resolusi, sistem proyeksi, data pemetaan dan sistem penomoran lembar peta mengacu pada standar pemetaan dasar standar nasional.
(3) Standar tekhnis data geospasial dasar jaringan IG daerah mengacu kepada ketentuan nasioanal yang disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan jaringan IG daeah.
(4) Standar tekhnis pembangunan metada jaringan IG daerah membuat informasi tema, skala, penanggung jawab, tahun, format data, cakupan wilayah, kerangka pemetaan, sumber data dan metode perolehan atau konversi data.
(5) Standar teknis pengumpulan, pengolahan, pertukaran data, penyebarluasan dan mekanismenya ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
Pasal 12
( 1) Pembangunan DG dasar dilakuakan secara bertahap.
(2) Pembangunan DG dasar meliputi penga�ran jenis data, penyajian data dan penanggung jawab data.
(3) Pembangunan DG dasar terdiri dari berbagai jenis data spesial yang membuat informasi tentang kerangka dasar batas administrasi wilayah, unsur alam, unsur buatan, unsur sosial
- I t I I •
·'
ekonomi dan data spasial lainnya yang mendukung pembangunan wilayah Kabupaten.
(4) Penanggung jawab DG dasar yang menjadi unsur peta dasar dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) sedangkan pengadaan DG yang menjadi peta tematik dilakukan oleh unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). ,
BABV
PELAKSANAAN
,-·
Pasal 13
(1) Pelaksanaan pengembangan Jaringan IG Daerah dikoordinasikan dalam forum Jaringan Informasi Geospasial Daerah yang difasilitasi Oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
(2) Pelaksanaan pengembangan Jaringan IG Daerah sebagaimana climaksud pada ayat ( 1) dilaksanakan secara bertahap dan dievalusi setiap tahun serta melaporkan hasil pelaksanaannya kepada Bupati Luwu Utara.
BAB VI
PERAN SERTA
Pasal 14
{l) Simpul Jaringan Informasi Geospasial Daerah dalam melaksanakan tugasnya dapat melibatkan setiap orang.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pemanfaatan data dan/atau IG yang tersedia di Jaringan IG Daerah;
b. penyampaian koreksi atau masukan terhadap dan/atau IG
yang tersedia di Jaringan IG Daerah; dan/atau
c. penyebaran data dan/atau IG yang diselenggarakan malalui
Jaringan IG Daerah.
BAB VII
PEMBIAYAAN Pasal 15
Biaya pelaksanaan pengembangan Jaringan IG Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Luwu Utara.
. . .
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam
Berita Daerah Kabupaten Luwu Utara.
CATATAN:
Peraturan Bupati (PERBUP) ini mulai berlaku pada tanggal 06 Februari 2017.
7
Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Utara Nomor 15 Tahun 2017
PEDOMAN PENETAPAN PROFESIONAL KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
2017
Peraturan Bupati (PERBUP) NO. 15, BD.2017/No.15
Peraturan Bupati (PERBUP) tentang Pedoman Penetapan Profesional Kader Pemberdayaan Masyarakat
ABSTRAK:
Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi Pendamping Profesional Kader
Pemberdayaan Masyarakat, maka Pemerintah daerah
b. menyelenggarakan perekrutan Pendamping Profesional.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a}, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman
Penetapan Pendamping Profesional Kader Pemberdayaan
Masyarakat;
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Kabupaten Daerah Tingkat II Luwu Utara (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3826);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang•
Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2015 tentang Pendamping Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 150);
5. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 14 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun Anggaran 2017 (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun 2016 Nomor 14);
6. Peraturan Bupati Luwu Utara Nomor 96 Tahun 2016 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun Anggaran 2017 (Berita Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun 2016 Nomor 96).
Menetapkan: PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PENETAPAN
PENDAMPING PROFESIONAL KADER PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT KABUPATEN LUWU UTARA.
BABI KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang cliakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
3. Unsur masyarakat adalah kelompok-kelompok masyarakat Desa yang masing-masing kelompok memiliki kepentingan yang sama serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota kelompok.
4. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
5. Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.
/
<:>
6. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan ut.ama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pennukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
7. Pembangunan Partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan pembangunan di desa dan kawasan perdesaan yang dikoordinasikan oleh kepala Desa dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.
8. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
... ; ...
»
,.
\ ._,. ,
BAB IV
PEREKRUTAN, PEMBEKALAN DAN PENETAPAN WKASI
Pasal 5
(1) Perekrutan dilakukan dengan cara diumumkan dimedia elektronik dan koran lokal, syarat pendididkan minimal sarjana (S 1) dan diploma (03) umur maksimal 45 tahun
(2) Mekanisme perekrutan Tenaga Ahli meliputi tes tulis, persentasi dan wawancara, Pendamping Desa meliputi tes tulis, FGD, dan wawancara, serta Pendamping Lokal Desa meliputi tes tulis, FGD, dan wawancara.
BABV
SUVERSVISI DAN PEMBINAAN
Pasal 6
(1) Supervisi dan pembinaan terhadap Pendamping Profesional Kader Pemberdayaan Masyarakat diarahkan untuk meningkatkan pelayanan pendamping desa.
(2) Proses supervisi dan pembinaan Pendamping Profesional kader pemberdayaan masyarakat desa dilakukan oleh Camat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD).
(3) Hasil supervise dan pembinaan yang dilakukan Camat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dilaporkan ke Bupati Luwu Utara.
BAB VI SANKSI
Pasal 7
(1) Sanksi diberikan kepada Pendamping Profesional Kader
Pemberdayaan Masyarakat apabila :
a. tidak melaksanakan tugas dengan baik; dan
b. melakukan perbuatan yang dapat merusak nama baik
pendamping professional kader pemberdayaan masyarakat
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa :
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pemberhentian,
BAB VII
PENUTUP
Pasal 8
Peraturan ini akan berlaku pada saat tanggal diundangkan.
\._ .
9. Pendampingan Desa adalah kegiatan untuk melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat melalui asistensi, pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi Desa.
10. Pendamping Profesional Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
Tenaga Ahli adalah Fasilitator Kabupaten.
11. Pendamping Profesional Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pendamping Desa adalah Fasilitator Kecamatan.
12. Pendamping Profesional Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pendamping Lokal Desa adalah Fasilitator Lokal Desa
BAB II MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud ditetapkan peraturan Bupati ini adalah sebagai pedoman dalam perekrutan, penetapan, dan pembinaan serta sanksi pendamping profesional kader pemberdayaan masyarakat.
Pasal 3
Tujuan perekrutan dan penetapan dan pembinaan serta sanksi pendamping profesional kader pemberdayaan masyarakat adalah :
a. memberikan dukungan teknis dalam pelaksanaan undang-undang desa; dan
b. pemetaan pendampingan bagi wilayah yang belum mernpunyai pendamping lokal desa.
BAB III TIM SELEKSI
Pasal 4
(1) Sebelum dilakukan perekrutan calon Tenaga Ahli, Pendamping desa, dan Pendamping lokal desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa membentuk tim Seleksi Perekrutan Pendamping Profesional Kader Pemberdayaan Masyarakat.
(2) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah tujuh orang, yang terdiri dari satu orang ketua, satu orang sekertaris dan lima orang anggota.
(3) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(4) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mernpunyai tugas dan tanggung jawab mulai dari proses pendaftaran, ujian tertulis, tes FGD, tes wawancara sampai penetapan Pendamping Profesional Kader Pemberdayaan Masyarakat.
•
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalarn Berita Daerah
Kabupaten Luwu Utara.
CATATAN:
Peraturan Bupati (PERBUP) ini mulai berlaku pada tanggal .
5
Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Utara Nomor 14 Tahun 2017
PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI LATIHAN KERJA DINAS TRANSMIGRASI DAN TENAGA KERJA
2017
Peraturan Bupati (PERBUP) NO. 14, BD.2017/No.14
Peraturan Bupati (PERBUP) tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Balai Latihan Kerja Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja
ABSTRAK:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Luwu Utara, perlu menetapkan Unit Pelaksana Teknis Balai Latihan Kerja Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja;
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Luwu Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3826);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);
'l f ' 'f i
5. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 13
Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah Kabupaten Luwu Utara (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun 2016 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 349);
PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI LATIHAN KERJA PADA DINAS TRANSMIGRASI DAN TENAGA KERJA.
BABI KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Utara.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Bupati adalah Bupati Luwu Utara.
4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten
Luwu Utara.
5. Dinas adalah Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja
Kabupaten Luwu Utara.
6. Peraturan Bupati adalah Peraturan Bupati Luwu Utara
7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Transmigrasi dan
Tenaga Kerja Kabupaten Luwu Utara.
8. Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disingkat UPT adalah Unit Pelaksana Teknis Balai Latihan Kerja pada Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Luwu Utara.
9. Kepala UPT adalah Kepala UPT Balai Latihan Kerja.
10. Tugas adalah Ikhtisar dari keseluruhan tugas
11. Fungsi adalah pekerjaan yang merupakan penjabaran dari tugas jabatan.
12. Uraian tugas adalah paparan atau bentangan atas semua tugas jabatan yang merupakan upaya pokok yang dilakukan pemegang jabatan.
. .
� d
\ r \:
BAB II PEMBENTUKAN DAN KEDUDUKAN
Pasal 2
(1) Dengan Peraturan Bupati ini dibentuk Unit Pelaksana Teknis Balai Latihan Kerja Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja.
(2) UPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang Kepala UPT yang dalam melaksanakan tugas berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas.
BAB III SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 3
(1) Susunan Organisasi Unit Pelaksana Teknis Balai Latihan Kerja Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri dari:
a. Kepala UPT;
b. Sub Bagian Tata Usaha; dan
c. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Bagan susunan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.
BAB IV
TUGAS, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS
Kepala UPT Pasal 4
(1) Kepala UPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huru.f a mempunyai tugas membantu kepala dinas dalam mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan teknis Latihan Kerja.
(3) Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), Kepala UPT mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. perumusan kebijakan teknis pelaksanaan latihan
Kerja;
b. pelaksanaan kebijakan teknis Latihan Kerja;
c. pelaksanaart evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
Latihan Kerja;
\ ,,·,'
d. pelaksanaan administrasi UPT; dan
e. pelaksanaan fungsi kedinasan lainnya yang diberikan olek Kepala Dinas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
(4} Untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
Kepala UPT mempunyai uraian tugas sebagai berikut:
a. menyusun rencana kegiatan UPT sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas;
b. menclistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas;
c. rnemantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dalam lingkungan UPT untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan tugas;
d. menyusun rancangan, mengoreksi, memaraf dan/ atau menandatangani naskah dinas;
e. mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya;
f. merumuskan dan melaksanakan kebijakan program, keuangan, umum, perlengkapan, kepegawaian, dalam lingkungan UPT;
g. menyiapkan bahan dan melaksanakan perumusan kebijakan teknis Latihan Kerja;
h. mengoordinasikan dan melaksanakan kebijakan teknis Latihan Kerja;
i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan teknis Latihan Kerja;
j. melaksanakan pembinaan dan pengembangan teknologi dan sarana prasaana Latihan Kerja;
k. melaksanakan fasilitasi transfortasi teknologi
Latihan Kerja;
1. mengoordinasikan dan pemantauan, pengendalian, kebijakan teknis Latihan Kerja;
melaksanakan dan evaluasi
m. melaksanakan koordinasi dan konsultasi dengan lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi;
n. menilai kinerja pegawai Aparatur Sipil Negara sesuai ketentuan peratutan perundang undangan;
o. menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas UPT dan memberikan saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan; dan
p. menyelenggarakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
.
' ,i
. ..
Pasal 5
(l} Sub Bagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian mempunyai tugas membantu Kepala UPT dalam mengkoorclinasikan dan melaksanakan pelayanan teknis dan administrasi penyusunan program, pelaporan, umum, kepegawaian, dan keuangan dalam lingungan UPT.
(2) Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Sub Bagian Tata Usaha UPT mempunyai tugas sebagai berikut:
a. menyusun rencana kegiatan Subbagian Tata Usaha sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas;
b. mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas;
c. membantu, mengawasi clan mengevaluasi pelaksanaan tugas dalam lingkungan Subbagian Tata Usaha untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan tugas;
d. menyusun rancangan, mengoreksi, memaraf dan/atau menandatangani naskah dinas;
e. mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya;
f. · melakukan koordinasi pelaksanaan dalam lingkungan UPT sehingga koordinasi, sinkronisasi dan pelaksanaan kegiatan;
kegiatan terwujud integrasi
g. melakukan koordinasi serta menyiapkan bahan penyusunan program UPT;
h. mengoodinasikan dan melakukan pengolahan dan penyajian data dan informasi;
i. mengoordinasikan dan melakukan pelayanan administrasi umum;
J. mengoodinasikan dan melakukan pelayanan kepegawaian;
k. mengoordinasikan dan melakukan pelayanan administrasi keuangan;
1. mengoordinasikan danmelaksanakan pelayanan ketatausahaan;
m. mengoodinasikan dan melakukan adminstrasi pelayanan organisasi dan tatalaksana;
n. mengoordinasikan dan melakukan pelaksanaan urusan kerumahtanggaan;
o. mengoordinasikan dan melakukan kegiatan kehumasan;
p. melakukan koorclinasikan dan konsultasi dengan lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan
fungsi UPT;
q. menilai kinerja pegawai Aparatur Sipil Negara sesuai ketentuan peraturan perundang undangan;
r. menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas
. Kepala Subbagian Tata Usaha dan memberikan saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan;
s. menyelengggarakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 6
(1) Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat ( 1) huruf c, adalah jabatan fungsional yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan Jabatan Fungsioanl pada UPT dilaksanakan berdasarkan hasil analisi kebutuhan, formasi, sesuai ketentan peraturan perundang• undangan.
BABV
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN DALAM
JABATAN
Pasal 7
Pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan struktural dan jabatan fungsional di lingkungan UPT, dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang - undangan.
BAB VI TATAKERJA
Pasal 8
( 1) UPT dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan oleh Kepala Dinas ssesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan.
(2) Kepala UPT, Kepala Subbagian Tata Usaha, Pejabat Fungsional dan seluruh personil pada UPT melaksanakan tugas dan fungsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan, serta menerapkan prinsip hierarki, koordinasi, kerja sama, integrasi, sinkronasasi, simflikasi, akuntabilitas, transparansi, serta efektivitas dan efisiensi.
Pasal 9
(1) Kepal UPT, Kepala Subbagian Tata Usaha, dan seluruh personil dalarn lingkungan UPT wajib mematuhi petunjuk dan arahan pimpinan, serta menyampaikan laporan secara berkala dan/ atau sesuai kebutuhan secara tepat waktu kepada atasan masing - masing.
(2) Setiap laporan yang diterima sabagaimana dimaksud pada ayat (1), diolah dan digunakan oleh pimpinan sebagai bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis UPT.
(3) Kepala UPT, Kepala Subbagian Tata Usaha dalarn melaksanakan tugasnya, melakukan pengawasan, pemantauan, pengendalian, dan evaluasi, serta melaksanakan rapat koordinasi secara berkala dan/ atau sesuai kebutuhan.
(4) Kepala UPT mengembangkan koordinasi dan
kerjasarna dengan instansi pemerintah/swasta terkait, dalarn rangka meningkatkan kinerja dan memperlancar pelaksanaan tugas dan fungsi UPT.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 11
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal di tetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalarn Berita Daerah
Kabupaten Luwu Utara.
CATATAN:
Peraturan Bupati (PERBUP) ini mulai berlaku pada tanggal 30 Januari 2017.
8
Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Utara Nomor 13 Tahun 2017
PEMBINAAN JIWA KORPS, KODE ETIK DAN BUDAYA KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL
2017
Peraturan Bupati (PERBUP) NO. 13, LD.2017/No.13
Peraturan Bupati (PERBUP) tentang Pembinaan Jiwa Korps, Kode Etik dan Budaya Kerja Pegawai Negeri Sipil
ABSTRAK:
a. bahwa untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang kuat, kompak dan bersatu padu, memiliki kepekaan, tanggap dan memiliki kesetiakawanan yang tinggi, berdisiplin, serta sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat, dapat diwujudkan melalui pembinaan korps Pegawai Negeri Sipil, termasuk kode etik dan budayanya;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pembinaan Jiwa Korps, Kode Etik dan Budaya Kerja Pegawai Negeri Sipil;
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat 11 Luwu Utara (Lernbaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nornor 3826);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisrne (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nornor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3094) sebagaimana telah diubah dengan Undang• Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nornor 31 Tahun 1999 tentang Pernberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nornor
4150);
..-..,. .
4. Undang-Undang Nomor Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4449);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135).
PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS, KODE ETIK DAN BUDAYA KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL.
BABI KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Utara.
2. Pemerintah Daerah adaJah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Bupati adaJah Bupati Luwu Utara.
4. Pejabat yang berwenang adalah Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk.
5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
6. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah Pejabat yang
mempunyai
pengangkatan,
wewenang melaksanakan proses pemindahan, dan pemberhentian
pegawai sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
7. Pegawai Negeri Sipil adalal Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Aparatur Sipil Negara.
8. Jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil adalah rasa Kesatuan dan persatuan, kebersamaan,kerja sama, tanggung jawab, dedikasi, disiplin, kreativit.as, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi Pegawai Negeri Sipil dalam Negara Kesatuan Republikindonesia.
9. Kode Etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari hari.
10. Budaya Kerja Pegawai Negeri Sipil adalah Falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan pendorong yang dibudayakan dalam Pemerintah Daerah.
11. Majelis Kode Etik yang selanjutnya disebut Majelis adalah Tim yang bersifat ad hoc yang dibentuk di Lingk:ungan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Utara yang bertugas melaksanakan penegakkan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil
12. Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan tulisan at.au perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang bertentangan dengan butir-butir jiwa korps, kode etik dan budaya kerja.
13. Terlapor adalah Pegawai yang diduga melakukan pelanggaran kode etik.
14. Pelapor adalah seorang karena hak dan kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan harus memberitahukan kepada pejabat yang berwenang tentang telah at.au sedang adanya peristiwa pelanggaran kode etik.
15. Pengadu adalah seorang yang memberitahukan disertai permintaan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak pegawai yang telah melakukan pelanggaran kode etik.
16. Saksi adalah seorang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan pemeriksaan tentang suatu pelanggaran kode etik yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
17. Laporan adalah penyampaian secara tertulis kepada pejabat yang berwenang tentang sedang dan/atau telah terjadi pelanggaran
18. Pengaduan adalah pemberitahuan secara lisan dan tertulis yang disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan pemeriksaanterhadap pegawai yang diduga telah melakukan pelanggaran kode etik.
19. Perlindungan administrasi adalah perlindungan terhadap sanksi administrasi.
BAB II
PEMBINAAN JIWA KORPS PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 2
Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil dimaksudkan untuk meningkatkan perjuangan, pengabdian, kesetiaan dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk:
a. membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan kemampuan, dan keteladanan Pegawai Negeri Sipil;
b. mendorong etos kerja Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara, dan abdi masyarakat; dan
c. menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran dan wawasan kebangsaan Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 4
Ruang lingkup pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil mencakup:
a. peningkatan etos kerja dalam rangka mendukung produktivitas kerja dan profesionalitas Pegawai Negeri Sipil;
b. partisipasi dalam penyusunan kebijakan Pemerintah
Daerah yang terkait dengan Pegawai Negeri Sipil;
c. peningkatan kerja sama antara Pegawai Negeri Sipil untuk memelihara dan memupuk kesetiakawanan dalam rangka meningingkatkan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil; dan
d. perlindungan terhadap hak- hak sipil atau kepentingan Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku, dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
Pasal 5
Untuk mewujudkan pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 dan menjunjung tinggi kehormatan serta keteladanan sikap, tingkah laku dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas kedinasan dan pergaulan hidup sehari-hari, dibutuhkan Kode Etik dan Budaya Kerja sebagai landasan.
BAB III
NILAI-NILAI DASAR BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 6
Nilai-nilai Dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai
Negeri Sipil meliputi:
a. ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945;
c.
d.
e.
f.
'- - g.
h.
1.
semangat nasionalisme;
mengutarnakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;
ketaatan terhadap hulrum dan peraturan perundang•
undangan;
penghormatan terhadap hak. asasi manusia;
tidak dislaiminatif;
profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi; dan semangat jiwa korps.
BAB IV
KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 7
(1) Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada Kode etik.
(2) Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. etika terhadap diri sendiri;
b. etika terhadap sesama Pegawai;
,.-
\ �
• �
�
c. etika dalam berorganisasi;
d. etika dalam bermasyarakat; dan e. etika dalam bernegara.
Pasal 8
Etika terhadap diri sendiri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2) huruf a diwujudkan dalam bentuk:
a. menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan masing-masing;
b. bersikap santun dan rendah hati dalam perilaku sehari•
hari;
c. proaktif dalam memperluas wawasan dan mengembangkan kemampuan diri sendiri;
d. menolak pemberian dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi;
e. menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran dalam setiap perbuatan; dan
f. berpenampilan rapi dan sopan.
Pasal 9
Etika terhadap sesama Pegawai sebagamana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b diwujudkan dalam bentuk:
a. saling menghormati sesama pegawai yang memeluk kepercayaan yang berbeda;
b. menjalin kerja sama yang baik dan sinergis dengan pimpinan dan/atau bawahan serta sesama pegawai;
c. menjunjung tinggi keberadaan Korps Pegawai Negeri
(KORPRI) sebagai wadah pemersatu pegawai;
d. tanggap, peduli, dan saling tolong menolong tanpa pamrih terhadap sesama pegawai;
e. menghargai pendapat orang lain dan bersikap terbuka terhadap kritik dalam pelaksanaan tugas dan fungsi; dan
f. menghargai basil karya sesama pegawai.
Pasal 10
Etika dalam berorganisasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2) huruf c diwujudkan dalam bentuk:
a. mematuhi standar operasional prosedur kerja;
b. bekerja inovatif dan visioner;
c. memberikan pelayanan prima kepada setiap pelanggan;
d. menghormati dan menghargai sesama Pegawai dan
orang lain dalam bekerja sama; dan
. ..,
r
e. memberikan penghargaan kepada Pegawai yang berprestasi.
Pasal 11
Etika dalam bermasyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2) huruf d diwujudkan dalam bentuk:
a. menghormati agama, kepercayaan, budaya dan adat istiadat orang lain; bergaya
b. hidup wajar dan toleran terhadap orang lain dan lingkungan;
c. mengutamakan musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan masalah di lingkungan masyarakat;
d. tidak melakukan tindakan anarkis dan provokatif yang dapat meresahkan dan mengganggu kehannonisan masyarakat; ·
e. menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan sekitar;
f. berperan serta dalam kegiatan kemasyarakatan; dan
g. membudayakan sikap tolong menolong dan bergotong royong di lingkungan masyarakat.
Pasal 12
Etika dalam bemegara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2) huruf e diwujudkan dalam bentuk:
a. mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara konsisten dan konsekuen;
b. menghormati lambang dan simbol Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan;
d. menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa dan
Negara;
e. memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
f. menggunakan keuangan Negara dan barang milik negara sesuai ketentuan peraturan perundang• undangan;
g. mematuhi dan melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. berperan aktif dalam menyukseskan pembangunan
nasional;
i. memegang teguh rahasia negara;
j. menjaga dan melestarikan warisan budaya bangsa;
k. menggunakan sumber daya alam secara arif dan bertanggungjawab; dan
1. menjaga dan menggunakan fasilitas umum dengan baik sesuai peruntukannya.
Pasal 13
Pegawai dalam pelaksanaan tugas dan fungsi wajib mematuhi dan berpedoman pada unsur-unsur Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal
12.
BABV
PENEGAKAN KODE ETIK
Bagian Kesatu
Sanksi dan Tindakan Administrasi
Pasal 14
(1) Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran
Kode Etik dikenakan sanksi moral.
(2) Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) dibuat secara tertulis dan/atau ditetapkan dengan keputusan Bupati.
(3) Penetapan Sanksi Moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan rekomendasi dari Keputusan Sidang Majelis Kode Etik.
Pasal 15
( 1) Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 berupa:
a. pemyataan secara tertutup; atau b. pemyataan secara terbuka.
(2) Dalam Pemberian sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disebutkan jenis pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil.
(3) Pemyataan secara tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam pertemuan tertutup yang dihadiri oleh pejabat yang berwenang, atasan langsung terlapor dan terlapor.
(4) Dalam Pemberian Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Bupati dapat mendelegasikan wewenangnya kepada Pimpinan Instansi/ SKPD.
..
"--.
Pasal 16
(1) Pegawai Negeri Sipil yang melalrukan pelanggaran kode etik selain dikenakan sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), dapat dikenakan tindakan administrative.
(2) Tindakan Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah diperiksa oleh Majelis Kode Etik ternyata merupakan pelanggaran Disiplin sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang• undangan.
(3) Majelis Kode Etik Wajib menyampaikan rekomendasi pelanggaran Disiplin kepada Pejabat yang berwenang paling lama 5 (lima) hari kerja setelah penetapan.
Bagian Kedua
Tata Cara Penegakan Kode Etik
Pasal 17
(1) Untuk Penegakan kode etik di linglrungan Pemerintah
Daerah dibentuk Majelis Kode Etik.
(2) Pembentukan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 18
(1) Keanggotaan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 7 terdiri dari:
a. 1 (satu) orang Ketua ex oficio Sekretaris Daerah merangkap Anggota;
b. 1 (Satu) orang Wakil Ketua merangkap anggota;
c. 1 (satu) orang Sekretaris ex oficio kepala Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia merangkap Anggota; dan
d. sekurang-kurangnya 2 (dua) orang Anggota.
(2) Dalam hal Anggota Majelis Kode Etik lebih dari 5 (lima)
orang, maka jumlahnya harus ganjil.
(3) Jabatan dan pangkat Anggota Majelis Kode Etik tidak boleh lebih rendah dari jabatan dan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa karena disangka melanggar kode etik.
Pasal 19
Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 mempunyai tugas:
a. melakukan persidangan dan menetapkan jenis pelanggaran Kode Etik;
b. membuat rekomendasi peberian sanksi moral dan tindakan administratif; dan
c. menyampaikan keputusan sidang majelis kepada pejabat yang berwenang.
Pasal 20
Majelis dalam melaksanakan tugas berwenang untuk:
a. memanggil pegawai untuk didengar keterangannya sebagai terlapor;
b. menghadirkan saksi untuk didengar keterangannya guna kepentingan pemeriksaan;
c. mengajukan pemeriksaan secara langsung kepada terlapor, pelapor/pengadu dan/atau saksi mengenai sesuatu yang diperlukan dan berkaitan dengan pelanggaranyang dilakukan oleh terlapor;
d. memutuskan/menetapkan terlapor terbukti atau tidak terbukti melakukan pelanggaran;
e. memutuskan/menetapkan sanksi jika terlapor terbukti melakukan pelanggaran kode etik; dan
f. merekomendasikan sanksi moral dan tindakan administrasi.
Pasal 21
(1) Ketua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1)
huruf a berkewajiban:
a. melaksanakan koordinasi dengan anggota majelis untuk mepersiapkan pelaksanaan sidang dengan mempelajari dan meneliti berkas laporan/ pengaduan pelanggaran kode etik;
b. menentukan jadwal sidang;
c. menentukan saksi-saksi yang perlu didengar keterangannya;
d. memimpin jalannya sidang;
e. menjelaskan alasan dan tujuan persidangan;
f. mempertimbangkan saran, pendapat baik dari anggota majelis maupun saksi untuk merumuskan putusan sidang;
g. menandatangani putusan sidang; h. membacakan putusan sidang; dan i. menandatangani putusan sidang.
\
•
(2) Wakil Ketua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b berkewajiban:
a. membantu kelancaran pelaksanaan tugas Ketua
Majelis;
b. memirnpin sidang apabila Ketua Majelis berhalangan;
c. mengkoordinasikan kegiatan dengan Sekretaris
Majelis; dan
d. menandatangani berita acara sidang.
(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(1) huruf c berkewajiban:
a. menyiapkan administrasi keperluan sidang;
b. membuat dan mengirimkan surat panggilan kepada terlapor, pelapor/pengadu dan/atau saksi yang diperlukan;
c. menyusun berita acara sidang;
d. menyiapkan konsep keputusan sidang;
e. menyampaikan surat keputusan sidang kepada terlapor;
f. membuat dan mengirimkan laporan basil sidang kepada atasan terlapor; dan
g. menandatangani berita acara sidang.
(4) Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(1) huruf d berkewajiban:
a. mengajukan pertanyaan kepada pelapor/pengadu dan/atau saksi kepentingan sidang;
terlapor,
untuk
b. mengajukan saran kepada Ketua Majelis baik
diminta ataupun tidak; dan
c. mengikuti seluruh kegiatan persidangan termasuk melakukan penijauan di lapangan.
Pasal 22
( 1) Keputusan Majelis diambil melalui musyawara dan mufakat.
(2) Dalam hal musyawara dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) tidak tercapai, maka keputusan yang diambil dengan suara terbanyak.
(3) Anggota majelis yang tidak setuju terhadap keputusan sidang tetap menandatangani keputusan sidang.
(4) Ketidaksetujuan sebagaimana di.maksud pada ayat (3)
dituangkan dalam berita acara sidang.
(5) Format berita acara sidang dan Putusan Kode Etik pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tercantum dalam lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Bupati ini.
Pasal 23
(1) Sidang majelis tetap dilaksanakan tanpa dihadiri oleh terlapor setelah dipanggil secara sah sebanyak 2 (dua) kali.
(2) Panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan tenggang waktu antara surat panggilan pertama dan surat panggilan berikutnya 7 (tujuh} hari kerja.
(3) Sidang Majelis tetap memberikan Keputusan sidang walaupun terlapor tidak hadir dalam sidang.
(4) Keputusan majelis bersifat final.
(5) Format laporan/pengaduan lisan dan tertulis serta surat panggilan tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Bupati ini.
Pasal 24
(1) Untuk mendulrung pelaksanaan tugas Majelis Kode etik dibentuk Sekretariat Majelis Kode Etik.
(2) Sekretariat Majelis Kode Etik berkedudukan pada Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
(3) Keanggotaan Sekretariat Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB VI
TERLAPOR, PELAPOR/PENGADU DAN SAKSI
Pasal 25 (1) Hak terlapor:
a. mengetahui susunan keanggotaan Majelis sebelum
pelaksanaan sidang;
b. menerima salinan berkas laporan/pengaduan baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama palin lambat 3 (tiga) hari sebelum dilaksanakan sidang;
c. mengajukan pembelaan;
d. mengajukan saksi dalam proses persidangan;
e. meneima salinan keptusan sidang 3(tiga) hari setelah keputusan dibacakan; dan
f. mendapatkan perlindungan administrasi.
(2) Kewajiban terlapor:
a. memenuhi semua panggilan;
b. menghadiri sidang;
c. menjawab semua pertanyaan yan diajukan oleh ketua dan anggota majelis;
d. memberikan keterangan untuk memperlancar jalannya sidang Majelis;
e. menaati semua ketentuan yang dikeluarkan oleh majelis ; dan
f. berlalru sopan.
Pasal 26 ( 1) Hak pelapor/pengadu:
a. mengetahui tndak lanjut laporan/pengaduan yang disampaikan;
b. mengajukan saksi dalam proses persidangan;
c. mendapatkan perlindungan;
d. mendapatkan salinan berita acara pemeriksaan;
e. memberikan identitas secara jelas; dan
f. mendapatkan perlindungan administratif.
(2) Kewajiban pelapor/pengadu:
a. memberikan laporan/pengaduan yang dapat dipertanggungjawabkan;
b. menjaga kerahasiaan laporan/pengaduan yang disampaikan kepada pejabat yang berwenang;
c. memenuhi semua panggilan;
d. memberikan keterangan untuk memperlancar jalannya sidang majelis; dan
e. menaati semua ketentuan yang dikeluarkan oleh
majelis.
Pasal 27
(1} Saksi mendapat perlindungan administrasi.
(2) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berkewajiban:
a. memenuhi semua panggilan;
b. menghadiri sidang;
c. menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh majelis;
d. memberikan keterangan yang benarsesuai dengan yang diketahui tanpa dikurangi maupunditaambah;
e. menaati semua ketentuan yang dikeluarka oleh majelis; dan
f. berlaku sopan.
Pasal 28
(1) Pegawai yang tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik direhabilitasi nama baiknya, berdasarkan keputusan hasil pemeriksaan Majelis.
(2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Majelis.
,, BAB VII BUDAYA KERJA
Pasal 29
Motto Budaya Kerja di lingkungan Pemerintah Daerah adalah "Melayani dengan Hati, Sepenuh Haii, dengan Hati• haii dan Tidak sesuka Hati".
Pasal 30
Budaya Kerja Pegawai meliputi:
a. mengembangkan kernitraan dalam memberikan pelayanan terbaik;
b. mengedepankan perilaku kerja secara gotong royong untuk memberikan hasil kerja yang lebih optimal;
c. mengernbangkan sikap kepedulian terhadap
kepentingan masyarakat;
d. disiplin, komitmen, dedikasi, ikhlas dan bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas;
e. bersikap jujur terhadap diri sendiri dan lingkungan;
f. melaksanakan pekerjaan secara objektif dan transparan
serta menghindari benturan kepentingan;
g. melakukan upaya perbaikan dan penyempurnaan secara terus menerus;
h. berpikir dan bertindak untuk menghasilkan sesuatu yang baru;
i. memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efektivitas dan efi.siensi;
J. berani mengambil tindakan dan solusi dalammenyelesaikan masalah;
k. bersikap terbuka terhadap ide-ide baru yang konstruktif;
.. •
'
1. melakukan pekerjaan secara terukur, mulai dari perencanaan, proses, hingga hasil;
m. berupaya untuk meningkatkan kompetensi;
n. melaksanakan pekerjaan secara efektif, efisien,
o. sistematis, terarah, dan berkualitas; dan
bekerja sesuai dengan standar kinerja.
Pasal 31
(1) Budaya Kerja Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 dilaksanakan oleh Pegawai dalam bentuk perilaku kerja.
(2) Perilaku kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selalu dipegang teguh dan dijalankan oleh Pegawai dalam pelaksanaan tugas dan fungsi.
(3) Perilaku kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas:
a. JUJur;
b. kerja keras; dan
c. melayani.
Pasal 32
Peraturan Bupati mi mulai berlaku pada tanggal diundangkan
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dalam Berita Daerah Kabupaten Luwu Utara.
CATATAN:
Peraturan Bupati (PERBUP) ini mulai berlaku pada tanggal 30 Januari 2017.
20
Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Utara Nomor 08 Tahun 2017
PENETAPAN PAGU SEMENTARA ALOKASI DANA BAGIAN PEMERINTAH DESA SE-KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN ANGGARAN 2017
2017
Peraturan Bupati (PERBUP) NO. 08, BD.2017/No.08
Peraturan Bupati (PERBUP) tentang Penetapan Pagu Sementara Alokasi Dana Bagian Pemerintah Desa Se-Kabupaten Luwu Utara Tahun Anggaran 2017
ABSTRAK:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 Peraturan Bupati Luwu Utara Nomor Tahun 2017 tent.ang Tata Cara Pembagian dan Penyaluran Besaran Alok:asi Dana Desa, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Bagian Pemerintah Desa Se Kabupaten Luwu Utara .dan ketentuan Pasal 7 Peraturan Bupati Luwu Utara Nomor Tahun 2017 tentang Tata Cara Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Desa setiap Desa Kabupaten Luwu Utara Tahun Anggaran 2017, perlu meneta.pkan Peraturan Bupati tentang Penetapan Pagu Sementara Alokasi Dana Bagian Pemeritah Desa Se Kabupaten Luwu Utara Tahun Anggaran 2017.
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Luwu Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3826);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tabun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesai Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5495);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah {Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keua.ngan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ates Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nornor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentarig Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5864);
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republic Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2093);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republic Indonesia Nomor 114 tahun 2014 tentang Pedom.an Pembangunan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2094);
12. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1934);
1.3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
49/PMK.07/2016 tentang Tata cam Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 478);
14. Peraturan Bupati Luwu Utara Nomor Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengalokasian dan Penyaluran Alokasi Dana Desa, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kabupaten Luwu Utara (Betita Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun 2017 Nomor )
15. Peraturan Bupati Luwu Utara Nomor Tahun 2017 tentang Tata Cara Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Desa setiap Desa Kabupaten Luwu Utara Tahun Anggaran 2017 (Berita Daerah Ka.bupaten Luwu Utara Tahun 2017 Nomor )
PERATURAN BUPATI TENTANG PENETAPAN PAGU SEMENTARA ALOKASI DANA BAGIAN PEMERINTAH DESA SE-KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN ANGGARAN 2017
Pasal l
Bobot Desa dan Pagu Sementara Alokasi Dana Bagian Pemerintah Desa se- Kabupaten Luwu Utara Tahun Anggaran 2017 sebagaimana tercantum dalam La.mpiran I, Larnpiran II, Lampiran Ill dan Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan peraturan ini.
Pasal 2
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinnya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati mi dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Luwu Utara.
CATATAN:
Peraturan Bupati (PERBUP) ini mulai berlaku pada tanggal 03 Januari 2017.
16
Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Luwu Utara Nomor 07 Tahun 2017
TATA CARA PEMBAGIAN DAN PENYALURAN BESARAN ALOKASI DANA, PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGIAN PEMERINTAH DESA SE-KABUPATEN LUWU UTARA
2017
Peraturan Bupati (PERBUP) NO. 07, BD.2016/No.7
Peraturan Bupati (PERBUP) tentang Tata Cara Pembagian dan Penyaluran Besaran Alokasi Dana, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Bagian Pemerintah Desa Se-Kabupaten Luwu Utara
ABSTRAK:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 96 dan pasal
97 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pembagian dan Penyaluran Besaran Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah Bagi.an Pemerintah Desa Kabupaten Luwu Utara.
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Luwu Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor .47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3826); ,
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);.
3.· Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesai Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5495);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang• Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan pemerintah Nomor 47
Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5717;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2093);
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2094);
11. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1884);
12. Peraturan menteri Keuangan Nomor: 49/PMK.07/2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
478);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 14
Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun 2017 (Lembaran
Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun 2016 Nomor 14).
PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN ALOKASI DANA DESA, PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGIAN PEMERINTAH DESA SE-KABUPATEN LUWUUTARA.
BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Utara.
2. Bupati adalah Bupati Luwu Utara.
3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daera otonom.
4. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal-usul dan/atau hak traclisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada dalam wilayah Kabupaten Luwu Utara.
5. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa.
6. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang cliperuntukkan
bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
7. Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah;
8. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD adalah dana perimbangan yang diterima yang diterima kabupaten dalam Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten setelah di kurangi Dana Alokasi Khusus.
9. Alokasi Dana Bagian Pemerintah Desa adalah penerimaan daerah yang bersumber dari ADD, bagi hasil pajak daerah dan Retribusi Daerah Kabupaten
yang dialokasikan ke Pemerintah Desa.
10. Tata Cara Pembagian dan Penetapan Besaran Alokasi
Dana Desa adalah sejumlah variabel yang menjadi
dasar perhitungan yang terdiri dari Variabel, Bobot
Variabel, Angka Bobot Desa dan indeks Bobot Desa.
11. Variabel adalah indikator yang digunakan dalarn menentukan Nilai Bobot Desa yang terdiri dari jumlah penduduk Desa, luas wilayah Desa, angka kemiskinan Desa.
12. Indeks Kesulitan Geografis desa selanjutnya disingkat IKG adalah ukuran untuk menentukan Tipologi desa berdasarkan tingkat kesulitan untuk akses ke wilayah suatu desa, yang disusun berdasarkan skoring yang dilakukan untuk masing-masing instrument penilaian.
13. Bobot variabel adalah nilai yang diberikan terhadap variabel jumlah penduduk Desa, luas wilayah Desa dan
angka kemiskinan Desa.
14. Nilai Bobot Desa adalah hasil perhitungan antara bobot dan variabel setiap Desa.
15. lndeks Bobot Desa adalah nilai hasil pembagian antara Nilai Bobot Desa yang bersangkutan terhadap jumlah Nilai Bobot Desa seluruh desa.
16. Pajak Daerah adalah kontribusi terhadap kepada
Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar•
besarnya kemakmuran ra.kyat.
17. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemberian layanan tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberi oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.
18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APBDesa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
19. Kebijakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat
KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.
20. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS adalab rancangan program
' , prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD sebelum
disepakati dengan DPRD
Pasal 2
Peraturan Bupati ini menetapkan rincian Alokasi Dana Desa, Pajak daerah dan Retribusi Daerab untuk setiap desa di Kabupaten Luwu Utara Tahun Anggaran 2017 sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidaak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.
BABII
ALOKASI DANA DESA, PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Bagian Kesatu
Pengalokaslan
Pasal 3
(1). Alokasi dana bagian Pemerintah Desa yang bersumber dari Alokasi Dana Desa dibagikan ke Pemerintah Desa sebesar minimal 1 Oo/o (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Pemerintah Daerah dalam APBD setelah dikurangi DAK.
(2) Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah dibagikan ke Pemerintah Desa sebesar minimal 10% (sepuluh perseratus) dari realisasi penerimaan hasil pajak dan retribusi Pemerintah Daerah.
Bagian Kedua Perhitungan Pasal 4
Tata cara perhitungan Alokasi Dana Desa bagian masing•
masing Pemerintah Desa sebagai berikut:
( 1) Alokasi Dana Desa dialokasikan dengan ketentuan:
a. 60°/o (enam puluh per seratus) dibagi secara merata;
dan
b. 40o/o (empat puluh per seratus) dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk Desa, luas wilayah Desa, angka kemiskinan Desa, dan indeks kesulitan geografis.
(2) Variable jumlah penduduk Desa, luas wilayah Desa, dan angka kemiskinan Desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung dengan bobot:
a. 25% {tiga puluh per seratus) untuk jumlah penduduk
Desa;
b. 10% (dua puluh per setatus) untuk luas wilayah
Desa;
c. 35% (lima puluh per seratus) untuk angka
kemiskinan Desa;
d. 30% {tiga Puluh Per seratus) untuk Indeks Kesulitan
Geografis
(3) Rincian Alokasi Dana Desa, sebagaimana dimaksud pada
Ayat 2 dihitung dengan cara :
W = (0,25*21) + (0,35*Z2) + (0, 10*23) + (0,30*24)
Keterangan :
w =
21 =
Z2 =
Dana Desa Setiap Desa
Rasio jumlah penduduk setiap Desa terhadap total penduduk desa Kabupaten Luwu Utara
Rasio jumlah penduduk miskin setiap desa terhadap total penduduk miskin Desa Kabupaten Luwu Utara
23 = Rasio luas wilayah setiap desa terhadap luas wilayah desa Kabupaten Luwu Utara
24 = Rasio IKG setiap Desa terhadap total IKG Desa
Kabupaten Luwu Utara.
(4) Data Jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis setiap desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kementerian yang berwenang atau Lembaga yang menyelenggarakan urusan Pemerintah di Bidang Statistik.
Pasal 5
Tata cara perhitungan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bagian masing-masing Pemerintah Desa sebagai berikut :
( 1) Pajak Daerah dan Retribusi daerah dialokasikan dengan ketentuan:
a. 60% (enam puluh per seratus) dibagi secara merata;
dan
b. 40o/o (empat puluh per seratus) dibagi secara
proporsional realisasi penerimaan hasil pajak dan retribusi dari desa masing-masing.
(2) Variable dari realisasi penerimaan hasil pajak dan retribusi daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung dengan ketentuan:
a. Bobot dari persentase dari realisasi penerimaan hasil
Pajak masing-masing desa.
b. Bobot dari persentase dari realisasi Retribusi Daerah
masing-masing desa.
(3} Rincian Pajak daerah sebagaimana dimaksud pada Ayat
(2) huruf a dihitung dengan cara :
Bobot Pajak Daerah = (persentase Realisasi Pajak PBB * Rasio persentase Realisasi Pajak PBB setiap Desa terhadap total persentase pajak PPB kabupaten Luwu Utara) + (persentase Realisasi Pajak lainnya * Rasio persentase Realisasi Pajak Lainnya setiap Desa terhadap total persentase pajak PPB kabupaten Luwu Utara).
Tata Cara Penyaluran Dana Daa Halaman 6
(4) Rincian Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada
Ayat (2) huruf b dihitung dengan cara :
Bobot Retribusi Daerah = (persentase Realisasi Retribusi Daerah * Rasio persentase Realisasi Retribusi Daerah setiap Desa terhadap total persentase Retribusi Daerah kabupaten Luwu Utara ).
Bagian Ketiga Penyaluran Pasal 6
( 1) Alokasi Dana Desa Bagian Pemerintah Desa, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah disalurkan berdasarkan realisasi pendapatan daerah yang masuk ke Kas Umum Daerah yang besarannya untuk tiap-tiap desa ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Alokasi Dana Desa Bagian Pemerintah Desa, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan oleh Pejabat Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah ke Rekening Kas Desa.
(3) Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi
Daerah dapat disalurkan per-bulan, triwulan atau semester tergantung realisasi penerimaan masing• masing sumber dana pada Kas Umum Daerah dan pertimbangan lainnya.
Bagian Keempat Penetapan Pasal 7
(1) Pagu Sementara Alokasi dan Retribusi Daerah Anggaran Berkenaan Kabupaten ditetapkan.
Dana Desa, Bagi Hasil Pajak masing-masing Desa Tahun ditetapkan setelah APBD
(2) Pagu Sementara Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB Ill
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 8
Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, maka Peraturan Bupati Luwu Utara Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengalokasian dan Penyaluran Alokasi Dana Desa, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Bagian Pemerintah Desa Se Kabupaten Luwu Utara dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
CATATAN:
Peraturan Bupati (PERBUP) ini mulai berlaku pada tanggal 03 Januari 2017.
11
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat