ABSTRAK: |
- a. bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
adalah upaya untuk melestarikan dan mengembangkan
lingkungan hidup yang serasi selaras dan seimbang guna
menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan; kualitas lingkungan hidup
yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya,
sehingga perlu dilakukan pengelolaan lingkungan
hidup yang sungguh sungguh;
b. bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin
menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan
nianusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu
dilakukan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh
sungguh;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Lingkungan hidup
Kota Palopo.
- 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Mamasa dan Kota Palopo di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 24, tambahan lembaran Negara Nomor 4186); 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4377);
2. Undang-undang Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
3. Undang-undang Nomor Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-undang Nonior 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
{Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3815) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3910);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
267, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4068);
10.Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4161);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5285);
15. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11
Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
16. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2008
tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun;
17. Peraturan Menteri Lingkungan hidup Nomor 03 Tahun
2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan
Berbahaya dan Beracun;
18. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun
2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;
19. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17
Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung
Lingkungan hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah;
20. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun
2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun;
21. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun
2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah;
22. Peraturan Menteri Negara Liilgkungan Hidup Nomor 33
Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemulihan Laban
Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;
23. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun
2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air;
J
'--/
24. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13
Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pemyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup;
25. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09
Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian
Lingkungan Hidup Strategis;
26. Peraturan Menteri Negara Lingkungan hidup Nomor 13
Tahun 2011 tentang Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup;
27. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15
Tahun 2011 tentang Pedoman Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (
29. Peraturan Daerah Kota Palopo Nomor 1 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintahan Walikota Palopo (Lembaran
Daerah Kota Palopo Tahun 2008 Nomor 01);
30. Peraturan Daerah Kota Palopo Nomor 9 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palopo Tahun
2013-2032 (Lembaran Daerah Kota Palopo Tahun 2012
Nomor 9 Tambahan Lembaran Daerah Kota Palopo Nomor
09 Seri A);
31. Peraturan Daerah Kota Palopo Nomor 4 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Palopo (Lembaran Daerah Kota Palopo Tahun 2008 Nomor 03 Seri A);
- Menetapkan : PERATURAN PERLINDUlfGAN BIDUP
DAERAH KOTA PALOPO TENTANG
DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Palopo.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3.
4.
5.
6.
r-. 7.
...._.,.
Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palopo. Walikota adalah WaliKota Palopo.
Badan adalah Badan Linglrungan Hidup Kota Palopo atau Badan
Linglrungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan.
Kepala Badan adalah Kepala Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Palopo atau Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi selatan yang mempunyai tugas pokok, fungsi, dan urusan di bidang lingkungan hidup.
8. Linglrungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilalrunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
9. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
10. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam
strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan linglrungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
11. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta Upaya Perlindungan dan
Pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.
12. Ekosistem adalah tatanan unsur linglrungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
13. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk
memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung linglrungan
hidup.
14. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan
keseimbangan antar keduanya.
15. Daya tampung linglrungan hidup adalah kemampuan linglrungan hidup
untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau
dimasukkan ke dalamnya.
16. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas
sumber daya hayati dan non hayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.
,�
17. Kajian lingkungan hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah serta kebijakan, rencana dan program.
18. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
19. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disingkat UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
20. Surat pemyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan yang selanjutnya disingkat SPPL, adalah pemyataan kesanggupan dari penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya diluar usaha dan/ atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL• UPL.
21. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
22. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk. hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam Lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku
mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
23. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas
perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati Lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.
24. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
25. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/ atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
26. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam
untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
27. Perubahan ik1im adalah berubahnya ik1im yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga berupa perubahan ·variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.
28. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
29. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat 83 adalah zat,
energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/ atau merusak Lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
30. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disingkat Limbah 83, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung 83.
31. Dumping {pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
32. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan.fatau telah berdampak pada lingkungan hidup.
33. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
34. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terorganisasi dan terbentuk atas kehendak sendiri yang tujuan dan kegiatannya berkaitan dengan lingkungan hidup.
35. Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
36. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim,
tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup.
37. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.
38. Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun• temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.
39. Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong pemerintah, Pemerintah Daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup.
�
...._,..
40.
41.
42.
43.
Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak luas terhadap lingkungan hidup dan menimbulkan keresahan masyarakat.
Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL
dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh Walikota
atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, Sungai, Rawa, Danau, Situ, Waduk, dan Muara.
44. Baku Mutu Air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaanya di dalam air.
45. Pengelolaan limbah 83 adalah rangkaian kegiatan yang meliputi reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan penimbunan limbah 83.
46. Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh
penghasil,dan / atau pengumpul, dan / atau pemanfaat,dan / atau pengolah dan/atau penimbun limbah 83 dengan maksud menyimpan sementara.
47. Pengumpulan limbah 83 adalah kegiatan mengumpulkan limbah 83 dari penghasil limbah 83 dengan maksud menyimpan sementara sebelum
diserahkan kepada pemanfaat, dan / atau pengolah, dan/atau penimbun limbah 83.
48. Penghasil limbah 83 adalah orang yang usaha dan/atau kegiatannya menghasilkan limbah 83.
49. Tempat penyimpanan sementara limbah 83, disingkat TPS limbah 83 adalah tempat atau bangunan untuk menyimpan limbah 83 yang dilakukan oleh penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/ atau pengolah dan/ atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara.
50 Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
51. Izin penyimpanan dan izin pengumpulan limbah 83 yang selanjutnya
disebut izin adalah keputusan tata usaha negara yang berisi persetujuan permohonan untuk melakukan kegiatan penyimpanan dan kegiatan pengumpulan limbah 83, kecuali minyak pelumas dan/atau oli bekas,yang diterbitkan oleh Walikota.
52. Pemohon adalah orang atau badan usaha yang mengajukan permohonan
izin penyimpanan dan izin pengumpulan limbah 83.
53. Pengawasan adalah upaya terpadu yang dilaksanakan oleh instansi yang berwenang yang meliputi pemantauan, pengamatan dan evaluasi terhadap sumber pencemaran.
54. Pengawas adalah pejabat yang bertugas di instansi yang bertanggung jawab melaksanakan pengawasan pengelolaan limbah 83.
55. Badan usaha pengelola limbah 83 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengelolaan limbah 83 sebagai kegiatan utama dan/atau kegiatan pengelolaan limbah 83 yang bersumber bukan kegiatan sendiri dan dalam akte notaris pendirian badan usaha tertera bidang atau sub bidang pengelolaan limbah 83.
56. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan
baku, barang setengah jadi dan/ atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
51. Perusahaan Industri adalah perusahaan yang mela.kukan kegiatan di
bidang usaha industri yang berbentuk orang peseorangan, persekutuan, badan hukum, ataupun bentuk lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang berkedudukan di Indonesia.
58. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
59. Pemanfaatan air limbah untuk aplikasi pada tanah adalah pemanfaatan
air limbah suatu jenis usaha dan/atau kegiatan, yang pada kondisi tertentu masih mengandung unsur-unsur yang dapat dimanfaatkan, sebagai substitusi pupuk dan penyiraman tanah pada lahan pembudidayaan tanaman.
60. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah rencana tata ruang wilayah Kota Palopo.
BAB II
ASAS, TUJUAN DAN SASARAN
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berasaskan :
a. tanggungjawab;
b. berkelanjutan;
c. manfaat.
d. Keserasian dan Keseimbangan e. Keterpaduan
f. Kehati - hatian g. Keadilan
h. Ekoregion
i. Partisipatif
j. Pencemar Membayar k. Kearifan Lokal, dan
1. Tata Pemerintahan yang Baile,
Bagian Kedua Tujuan Pasal 3
Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup bertujuan :
a. untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup;
b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;
h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana;
J. mengantisipasi isu lingkungan global.
Bagian Ketiga Sasaran Pasal 4
Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah :
a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup ;
b. terwujudnya masyarakat sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup ;
c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup ;
e. terkendalinya pemanfaat.an sumber daya secara bijaksana ;
f. terlindunginya terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
BAB III
HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Bagian Ketiga
Hak
Pasal 5
(1). Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(2). Setiap Orang Berhak Mendapatkan informasi pengelolaan lingkungan hidup;
(3). Setiap Orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup;
(4). Setiap Orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang - undangan
(5). Setiap Orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
Bagian Kedua Kewajiban Pasal 6
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban :
a. Memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
b. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka dan tepat waktu
c. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup, dan
d. Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/ atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 7
Set iap orang dilarang :
a. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan / atau
..,._. kerusakan lingkungan hidup ;
b. Memasukkan 83 dan limbah B3 yang dilarang menurut peraturan
perundang - undangan kedalam wilayah Kota Palopo;
c. Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Kota Palopo ke
median lingkungan hidup Kota Palopo;
d. Membuang limbah B3 kemedian lingkungan hidup;
e. Melepaskan produk rekayasa genetik kemedian lingkungan hidup yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
f. Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
g. Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal;
h. Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar terkait masalah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
BABN
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Bagian Kesatu Wewenang Pasal 8
Dalam penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah daerah berwenang :
a. menetapkan kebijakan ;
b. menetapkan dan melaksanakan KLHS ;
c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH ;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal, UKL/UPL
dan SPPL;
e.
f.
g.
� h.
\,_ i.
menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca;
mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan; mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup; memfasilitasi penyelesaian sengketa lingkungan hidup ;
melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan;
J. melaksanakan standar pelayanan minimal;
k. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
1. mengelola informasi lingkungan hidup ;
m. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem informasi lingkungan hidup ;
n. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan;
o. menerbitkan izin lingkungan ; dan
p. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup .
Bagian Kedua Tanggung Jawab Pasal 9
Dalam menjalankan kewenangan tersebut pada Pasal 8, Pemerintah Daerah
memili.ki tanggungjawab sebagai berikut:
a. melaksanakan penelitian dan pengembangan pengelolaan lingkungan hidup;
b. menyiapkan rumusan kebijakan perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, dan evaluasi pengelolaan lingkungan hidup;
c. melakukan koordinasi dan/ atau kerja sama dengan Pemerintah Pusat,
Provinsi dan pihak lain;
d. meningkatkan pengembangan kapasitas sumberdaya manusia dalam pengelolaan lingkungan hidup;
e. memberikan pelayanan pengaduan dan mediasi kasus/sengketa
lingkungan hidup;
f. melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum lingkungan hidup;
g. mengelola sistem informasi lingkungan hidup;
h. memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup;
BABV PERENCANAAN Bagian Kesatu Umum
Pasal 10
(1) Dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup agar dapat menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup,Pemerintah Daerah berwenang untuk menetapkan RPPLH.
(2) RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui tahapan:
a. inventarisasi lingkungan hidup;
b. penetapan wilayah ekoregion; dan c. penyusunan RPPLH.
Bagian Kedua
� Inventarisasi Lingkungan Hidup
Pasal 11
Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(2) huruf (a) ,dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi:
a. potensi dan ketersediaan; b. jenis yang dimanfaatkan; c. bentuk penguasaan;
d. pengetahuan pengelolaan;
e. bentuk kerusakan; dan
f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.
Pasal 12
(1) Inventarisasi lingkungan hidup di tingkat wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dilakukan untuk menentukan daya dukung
�
(2) dan daya tampung serta cadangan sumber daya alam.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara inventarisasi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Walikota.
Bagian Ketiga Penetapan Wilayah Ekoregion Pasal 13
(1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, menjadi dasar dalam penetapan wilayah ekoregion dan dilaksanakan oleh Walikota untuk disampaikan kepada Menteri setelah berkoordinasi dengan, provinsi dan instansi terkait.
(2) Penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesamaan:
a. karakteristik bentang alam;
b. Daerah aliran sungai;
c. Iklim;
d. Flora dan Fauna;
e. Sosial budaya;
f. Ekonomi;
g. Kelembagaan masyarakat; dan
h. Hasil inventarisasi lingkungan hidup.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam peraturan Walikota.
Bagian Keempat
Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 14
(1) Pemerintah daerah menyusun RPPLH.
(2) RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengacu pada RPPLH Nasional dan RPPLH Provinsi Sulawesi Selatan.
(3) Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan memperhatikan:
a. keragaman karakter dan fungsi ekologis;
I"",, b. sebaran penduduk;
c. sebaran potensi sumber daya alam;
d. kearifan lokal;
e. aspirasi masyarakat; dan
r. perubahan iklim.
Pasal 15
(1) RPPLH sebagaimana dimaksuddalam Pasal 14 ayat (1), memuat rencana tentang:
a. pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam;
b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan
hidup;
c. pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian
� sumber
daya alam; dan
d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
(2) RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
BAB VI PEMANFAATAN Pasal 16
(1) Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH.
(2) Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun, pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan:
a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;
b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan
c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.
BAB VII
PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN
Bagian Kesatu Pengendalian Pasal 17
(I) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. pencegahan;
b. penanggulangan; dan c. pemulihan.
(3) Pengendalian pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing.
Bagian Kedua Pencegahan Pasal 18
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas:
� a.
b. KLHS;
Tata ruang;
c.
d. Baku Mutu Lingkungan Hidup;
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
e.
f.
g. Amdal, UKL-UPL dan SPPL;
Perizinan Lingkungan;
Instrumen ekonomi lingkungan hidup;
h. Analisis resiko lingkungan hidup;
i. Audit lingkungan hidup;
Paragraf 1
Kajian Lingkungan hidup Strategis
Pasal 19
(1) Pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/ atau program.
(2) Pemerintah Daerah wajib melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ke dalam penyusunan atau evaluasi:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya,
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
b. Kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan hidup.
(3) KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (l),dilaksanakan dengan mekanisme:
a. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup;
b. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan
c. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/ atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Pasal 20
KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (l),memuat kajian antara lain:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;
b. perkiraan mengenai dampak dan resiko lingkungan hidup;
c. kinerja layanan/jasa ekosistem;
d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;
dan
f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Pasal 21
(1) Hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), menjadi dasar bagi kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah.
(2) Apabila basil KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, maka:
a. kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib
diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS; dan
b. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.
Pasal 22
Penyusunan KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dilaksanakan dengan mengikutsertakan masyarakat dan pemangku kepentingan.
Paragraf 2
Tata Ruang
Pasal 23
(1) Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS.
(2) Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
(3) Dalam hal Rencana Tata Ruang Wilayah telah ditetapkan tetapi belum dilakukan KLHS, KLHS dapat dilaksanakan pada tahap evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah.
Paragraf 3
Baku Mutu Lingkungan Hidup
Pasal 24
Untuk menentukan terjadinya pencemaran lingkungan hidup cliukur
melalui Baku Mutu Lingkungan Hidup.
Pasal 25
Baku Mutu Lingkungan Hidup tercliri dari Baku Mutu Air, Tanah dan
Udara
Paragraf 4
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan hidup
Pasal 26
(1) Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, pemerintah daerah berwenang menetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
(2) · Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) meliputi:
a. kriteria baku kerusakan ekosistem; dan
b. kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim.
(3) Kriteria baku kerusakan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf (a), meliputi:
a. kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;
b. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan
kebakaran hutan dan/ atau lahan;
c. kriteria baku kerusakan karat;
d. kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
(4) Kriteria baku kerusakan akibat perubahan ik1im sebagaimana climaksud pada
ayat (2) huruf b, didasarkan pada paramater antara lain:
a. kenaikan temperatur;
b. badai; dan/atau c. kekeringan.
Pasal 27
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan,wajib mentaati kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sesuai peraturan perundang - undangan.
Paragraf 5
Amdal, UKL-UPL dan SPPL Pasal 28
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki dokumen Amdal.
(2) Kriteria mengenai dampak penting, kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting, dan jenis usaha dan/atau kegiatan wajib Amdal
yang menjadi kewenangan daerah, dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat:
a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/ atau kegiatan;
c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;
d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;
e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk
menentukan
kelayakan dan/atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan
f. rencana pengelolaan dan/atau pemantauan lingkungan hidup.
Pasal 29
(1) Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), disusun oleh pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan.
(2) Lokasi rencana usaha dan/ atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
(3) Dalam hal rencana usaha dan/ atau kegiatan tidak sesuai dengan RTRW, dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada pemrakarsa.
Pasal 30
(1) Pemrakarsa, dalam menyusun dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (1), mengikutsertakan masyarakat:
a. yang terkena dampak;
b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.
� (2) Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
melalui:
a. pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan; dan
b. konsultasi publik.
(3) Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(4) dilakukan sebelum penyusunan dokumen Kerangka Acuan.
Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalamjangka waktu 10
{sepuluh) hari kerja sejak pengumuman sebagaimana dimaksud pada
(5) ayat (2) huruf a, berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.
Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
disampaikan secara tertulis kepada Pemrakarsa dan SKPD atau Pejabat
yang ditunjuk.
Pasal 31
(1) Penyusunan dokumen Amdal sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat
(1),dilaksanakan oleh penyusun dokumen amdal.
(2) Penyusun Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (l),wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal.
(3) Sertifikat kompetensi penyusun sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusun amdal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
(1) Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk dan ditet.apkan dengan keputusan Walikot.a.
(2) Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memiliki lisensi yang diterbitkan oleh Instansi Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan sebagai syarat untuk melakukan penilaian dokumen Amdal di daerah.
(3) Tata cara pembentukan Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberian lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
r-.
(1) Walikota berdasarkan rekomendasi penilaian at.au penilaian akhir dari Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup.
(2) Jangka waktu penetapan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rekomendasi basil penilaian at.au penilaian akhir dari Komisi Penilai Amdal.
Pasal 34
(1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup atau usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal.
28, wajib menyusun UKL-UPL.
(2) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak diwajibkan untuk memiliki Amdal atau UKL-UPL,wajib untuk membuat SPPL.
Pasal 35
t"'; Walikota berwenang menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL atau SPPL, yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
Pasal 36
(1) UKL-UPL atau SPPL disusun oleh pemrakarsa dengan mengajukan UKL• UPL atau SPPL kepada Walikota melalui Kepala Badan, untuk usaha dan/ atau kegiatan yang berlokasi dalam wilayah kota Palopo.
(2) Lokasi rencana usaha dan/ atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib sesuai dengan RTRW.
(3) Dalam hal rencana usaha dan/ atau kegiatan tidak sesuai dengan rencana RTRW, dokumen UKL-UPL atau SPPL tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada pemrakarsa.
(4) Kepala Badan, memberikan tanda bukti penerimaan UKL-UPL atau SPPL
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada pemrakarsa yang telah
memenuhi format penyusunan UKL-UPLatau SPPL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Kepala Badan setelah menerima UKL-UPLatau SPPL yang memenuhi format sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melakukan pemeriksaan
UKL-UPL atau pemeriksaan SPPL yang dalam pelaksanaannya dilalrukan oleh petugas unit kerja yang menangani pemeriksaan UKL-UPL atau pemeriksaan SPPL.
Pasal 37
(1) Kepala Badan, wajib:
a. melalrukan pemeriksaan UKL-UPL berkoordinasi dengan instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan dan menerbitkan rekomendasi UKL-UPL paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya UKL- UPL; atau
b. melalrukan pemeriksaan SPPL dan memberikan persetujuan SPPL
paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya SPPL.
(2) Dalam hal terdapat kekurangan data dan/atau informasi dalam UKL-UPL atau SPPL serta memerlukan tambahan dan/atau perbaikan,pemrakarsa wajib menyempurnakan dan/atau melengkapinya sesuai basil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Kepala Badan wajib:
.� a. menerbitkan rekomendasi UKL-UPL paling lama 7 (tujuh) hari kerja
sejak diterimanya UKL-UPL yang telah disempumakan oleh pemrakarsa; atau
b. memberikan persetujuan SPPL paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterirnanya SPPL yang telah disempumakan oleh pemrakarsa.
(4) Dalam hal Kepala Badan tidak melalrukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau tidak menerbitkan rekomendasi UKL-UPL atau
persetujuan SPPL dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), ,
UKL-UPL atau SPPL yang diajukan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan dianggap telah diperiksa dan disahkan oleh Kepala Badan.
Pasal 38
(1) Rekomendasi UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3)
huruf a digunakan sebagai dasar untuk:
a. memperoleh izin lingkungan; dan
b. melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
(2) Kepala Badan wajib mencantumkan persyaratan dan kewajiban dalam rekomendasi UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Izin lingkungan diterbitkan oleh Walikota.
Paragraf6
Instrumen Ekonomi Lingkungan hidup
Pasal 39
(1) Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup.
(2) Instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
( 1) meliputi:
a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi;
b. pendanaan lingkungan hidup; dan c. insentif dan/ atau disinsentif.
Pasal 40
(1) Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a,meliputi:
a. Neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup;
b. Penyusunan produk domestik regional bruto yang mencakup penyusutan
sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup;
c. Mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup antar daerah;
dan
d. Intemalisasi biaya lingkungan hidup.
(2) Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
39 ayat (2) huruf b,meliputi :
a. dana jaminan pemulihan lingkungan hidup;
b. dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan
pemulihan
c. lingkungan hidup; dan
dana amanah/bantuan untuk konservasi.
{3) Insentif dan/ atau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat
(2)
huruf c, antara lain diterapkan dalam bentuk:
a. pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup;
b. penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup;
c. pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang
ramah
lingkungan hidup;
d. pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah dan/atau
emisi;
e. pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup;
f. pengembangan asuransi lingkungan hidup;
g. pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan
h. sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingk:ungan hidup.
Pasal 41
Ketentuan mengenai instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40, dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Paragraf7
Analisis Resiko Lingkungan hidup
Pasal 42
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/ atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup.
(2) Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. pengkajian resiko;
b. pengelolaan resiko; dan/atau c. komunikasi resiko.
(3) Pengkajian resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi proses:
a. identifikasi bahaya;
b. penaksiran besarnya konsekuensi atau akibat; dan
c. penaksiran kemungkinan munculnya dampak yang ditimbulkan, baik terhadap keamanan dan kesehatan manusia maupun lingkungan hidup.
(4) Pengelolaan resiko dan/atau komunikasi resiko sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b dan huruf c, meliputi:
a. evaluasi resiko atau seleksi resiko yang memerlukan pengelolaan;
b. identifikasi pilihan pengelolaan resiko;
c. pemilihan tindakan untuk pengelolaan; dan d. pengimplementasian tindakan yang dipilih.
(5) Pelaksanaan analisis resiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang•
undangan.
Paragraf 8
Audit Lingkungan hidup
Pasal 43
(1) Pemerintah daerah dapat mendorong setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup yang bersifat sukarela.
(2) Pemerintah daerah dapat mengusulkan kepada menteri negara lingkungan hidup untuk dikeluarkannya perintah pelaksanaan audit lingkungan hidup yang diwajibkan dan audit lingkungan berkala.
(3) Mekanisme pelaksanaan audit lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga Penanggulangan Pasal 44
(1) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilakukan setelah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/ atau kerusakan
lingkungan hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
dan/atau
d. melakukan tindakan pengurangan risiko yang timbul terhadap lingkungan hidup, termasuk upaya untuk mengurangi kerugian lain yang
ditimbulkan akibat dampak yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatan..
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan tanggung jawab penanggung jawab usaha/kegiatan.
(4) Dalam hal penanggung jawab usaha/kegiatan tidak melaksanakan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah dapat memerintahkan kepada penanggung jawab usaha/kegiatan, atau dengan menunjuk pihak ketiga untuk melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(5) Biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup dibebankan kepada penanggung jawab usaha/kegiatan atau menggunakan dana penjaminan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(6) Pelaksanaan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan, memberikan ganti kerugian dan/atau tuntutan pidana.
Bagian Keempat Pemulihan Pasal 45
(1) Pemulihan kondisi lingkungan hidup yang tercemar dan/atau rusak dilakukan akibat terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(3) Tahapan pemulihan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan upaya dan tindakan untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup yang tercemar dan/atau rusak agar kembali pada keadaan semula sesuai daya dukung, daya tampung dan produktivitas lingkungan, atau alih fungsi pemanfaatan dan relokasi kegiatan sumber pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(4) Pemulihan lingkungan hidup sebagaimana climaksud pada ayat (1),
merupakan tanggungjawab penanggungjawab usaha/kegiatan.
(5) Dalam hal penanggung jawab usaha/kegiatan tidak melaksanakan pemulihan lingkungan hidup, pemerintah daerah dapat memerintahkan kepada penanggung jawab usaha/kegiatan atau menunjuk pihak ketiga, untuk melaksanakan pemulihan lingkungan hidup.
(6) Biaya pemulihan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dibebankan kepada penanggung jawab usaha/kegiatan atau menggunakan dana penjaminan pemulihan lingkungan hidup.
(7) Pelaksanaan pemulihan lingkungan hidup yang tercemar sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan untuk memberikan ganti kerugian dan/ atau tuntutan pidana.
BAB VIII PEMELIHARAAN Pasal 46
Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya:
a. konservasi sumber daya alam;
b. pencadangan sumber daya alam; dan/atau c. pelestarian fungsi atmosfer.
Pasal 47
Konservasi sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf
(a), meliputi kegiatan:
a. perlindungan sumber daya alam;
b. pengawetan sumber daya alam; dan
c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.
Pasal 48
� (1) Pencadangan sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b, merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu.
(2) Pencadangan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat dilaksanakan melalui pembangunan taman keanekaragaman hayati
di luar kawasan hutan, RTH paling sedikit 30 °/o dari wilayah, dan/ atau
menanam dan memelihara pohon di luar kawasan hutan khususnya
tanaman langka.
Pasal 49
(1) Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf c,
meliputi:
a. upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
b. upaya perlindungan lapisan ozon; dan
c. upaya perlindungan terhadap hujan asam.
� (2) Mitigasi perubahan dan adaptasi perubahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan melalui upaya penurunan emisi gas rumah kaca pada bidang-bidang prioritas secara terukur, terlaporkan
(3) dan terverifikasi dengan melaksanakan inventarisasi gas rumah kaca.
Perlindungan lapisan ozon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
dapat diimplementasikan dengan melaksanakan inventarisasi bahan
BPO, dan menyusun serta menetapkan kebijakan perlindungan lapisan
ozon skala kota.
(4) Perlindungan terhadap hujan asam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, dapat dilakukan dengan menyusun dan menetapkan kebijakan
perlindungan terhadap hujan asam skala kota, dan melakukan upaya pemantauan kualitas udara, pemantauan dampak hujan asam, dan penaatan terhadap baku mutu udara ambien, dan baku mutu emisi.
Pasal 50
Ketentuan mengenai pelaksanaan konservasi dan pencadangan sumber daya alam serta pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
PENGELOLAAN LIMBAH BERBAHAYA DAN BERACUN
Bagian Kesatu Umum Pasal 51
(1) Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi · pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan lingkungan hidup sesuai dengan fungsinya kembali dan/atau sesuai rencana ta.ta ruang wilayah.
(2) Pengelolaan limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah dan/atau menimbun Limbah B3.
Bagian Kedua Larangan Pasal 52
(1) Setiap orang yang melakukan pengelolaan B3 wajib mencegah kesalahan
� peruntukan, kesalahan penggunaan, pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah B3 yang
clihasilkannya secara langsung ke median lingkungan hidup tanpa izin.
Bagian Ketiga Pembinaan dan Pengawasan Pasal 53
(1) Walikota berkewajiban melaksanakan pembinaan pengelolaan limbah B3, melalui Badan Lingkungan Hidup
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sekurang•
kurangnya melalui:
a. pendidikan dan pelatihan pengelolaan limbah B3; dan
b. penetapan norma, standar, prosedur dan/ atau kriteria.
(3) Walikota dapat melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap potensi
dampak yang akan timbul terhadap lingkungan hidup, kesehatan
manusia
dan makhluk hidup lainnya akibat adanya kegiatan pengelolaan limbah
83
melalui penyebaran informasi.
Pasal 54
(1) Pemerintah daerah dapat memfasilitasi dan melakukan pembinaaan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan skala kecil untuk meningkatkan ketaatan pengelolaan limbah 83.
(2) Upaya pengelolaan limbah 83 yang tidak dapat dilakukan oleh kegiatan skala kecil dapat dilakukan oleh Pemerintah daerah dengan membangun sarana dan fasilitas pengelolaan limbah B3.
(3) Pembangunan sarana dan fasilitas pengelolaan limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga.
(4) Tata cara fasilitasi dan pembinaan pengelolaan limbah 83 yang dihasilkan dari kegiatan skala kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 55
Pengawasan limbah 83 meliputi:
a. pengawasan pengelolaan limbah B3; dan
b. pengawasan pengendalian / penanggulangan akibat pencemaran limbah
B3.
Pasal 56
(1) Pengawasan pengelolaan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
55 huruf a, dilakukan oleh Walikota melalui Badan Lingkungan Hidup
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemantauan terhadap penaatan persyaratan administratif dan teknis pengelolaan
limbah B3 oleh penghasil, pemanfaat, pengumpul,pengangkut, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3.
(3) Dalam rangka melaksanakan kegiatan pengawasan pengelolaan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (l),8adan Lingkungan Hidup berwenang:
a. melakukan pemantauan;
b. meminta keterangan;
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. memotret;
f. membuat rekaman audio visual;
g. mengambil sampel;
h. memeriksa peralatan;
i. memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau
J. menghentikan pelanggaran tertentu.
Pasal 57
(1) Pelaksanaan pengawasan penanggulangan dan pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan lepas atau tumpahnya limbah B3 ke median lingkungan hidup oleh penghasil, pengumpul, pengangkut, pengolah,
� pemanfaat, dan/atau penimbun, dilakukan oleh Pemerintah daerah.
(2) Pelaksanaan pengawasan penanggulangan dan pemulihan fungsi
lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk skala yang tidak dapat ditanggulangi oleh pemerintah daerah, pengawasannya dilakukan bersama-sama dengan pemerintah provinsi.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan penanggulangan dan
pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang• undangan.
Pasal 58
Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan limbah 83, wajib menyampaikan laporan tertulis tentang pengelolaan limbah B3 secara berkala sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Walikota melalui Badan Longkungan Hidup.
DUMPING Pasal 58
(1) Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
(2) Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan dengan izin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya.
(3) Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan di
lokasi yang telah ditentukan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan dumping limbah atau bahan ke media lingkungan hidup dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Walikota
BAB XI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 60
(1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
(2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
(4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang• undangan.
(5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
�.
Bagian Kedua Kewajiban Pasal 61
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 62
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:
a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
c. menaati ketentuan teritang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
INFORMASI Pasal 63
(1) Pemerintah daerah wajib mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Sistem informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat.
(3) Sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit memuat informasi mengenai:
a. status lingkungan hidup;
b. peta rawan lingkungan hidup; dan c. informasi lingkungan hidup lain.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dalam Peraturan Walikota.
BAB XIII
f""', PERIZINAN
Bagian Kesatu Umum Pasal 64
Setiap usaha dan / atau kegiatan yang keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL -UPL nya menjadi kewenangan daerah, wajib
memiliki izin lingkungan
Pasal 65
(1). Izin lingkungan hidup diterbitkan oleh Walikota
(2). Rekomendasi UKL - UPL diterbitkan oleh Kepala Badan
Bagian Kedua Permohonan Perizinan Pasal 66
(1) Permohonan penzman lingkungan diajukan secara tertulis oleh penanggung jawab usaha / atau kegiatan selaku pemrakarsa kepada Walikota melalui Badan Lingkungan Hidup.
(2) Permohonan izin lingkungan sebagiamana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan bersamaan dengan pengajuan penilaian amdal, RKL - RPL
atau pemeriksaan UKL - UPL.
Pasal 67
(1) Permohonan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66, wajib memenuhi persyaratan.
a Administrasi dan
b. Tekhnis
(2) Persyaratan administrasi sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. Formulir permohonan Perizinan
b. Akta Pendirian Perusahaan
c. Dokumen Amdal atau Formulir UKL - UPL
d. Izin-izin lain yang berka.it.an dengan usaha dan / atau kegiat.an
(3) Persyaratan tekhnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat informasi :
a. keterangan tentang lokasi ( Nama, Tempat / Letak,Luas,Titik
Kordinat).
b. keterangan jenis dampak yang akan dikelola.
c. sebaran Dampak
d. karakteristik Dampak yang akan dikelola.
e. desain konstruksi tempat usaha dan / atau kegiatan.
f. uraian jenis dan spesifikasi tekhnis pengelolaan dampak dan peralatan yang digunakan.
g. perlengkapan penanggulangan terjadinya kecelakaan yang dimiliki.
h. perlengkapan sistem tanggap darurat.
i. rencana pengendalian kerusakan lingkungan hidup.
Bagian Ketiga VerifikasiPermohonanlzin Pasal 68
(1) Dalam hal melakukan veriftkasi permohonan perizinan Lingkungan hidup dilakukan oleh Kepala Badan dan/atau pejabat yang ditunjuk
(2) Pelaksanaan veriftkasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. pemeriksaan kelengkapan dan validasi dokumen persyaratan;
b. pemeriksaan lapangan berupa tempat/lokasi yang menjadi objek perizinan lingkungan; dan
c. penerbitan berita acara atas basil veriftkasi.
(3) Dalam pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Tim Teknis yang terdiri atas personalia yang berasal dari perangkat Daerah terkait.
(4) Tim Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat {3), dibentuk dengan
Keputusan Walikota.
Bagian Keempat Penerbitan dan Penolakan Perizinan Pasal 69
(1) Apabila dokumen permohonan dan persyaratan telah dipenuhi dengan lengkap dan valid, maka Walikota dapat menerbitkan izin lingkungan.
(2) Jangka waktu penyelesaian pelayanan perizinan ditetapkan paling lama
14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen
permohonan dengan lengkap dan valid.
(3) Dalam hal permohonan lengkap, valid, dan tidak bertentangan dengan peraturan daerah ini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan perizinan lingkungan belum diterbitkan, permohonan izin dianggap disetujui.
(4) Apabila berlaku keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5),Walikota wajib menerbitkan izin lingkungan.
(5) Ketentuan tentang Perizinan Lingkungan Hidup diatur dengan Peraturan
Walikota
Pasal 70
(1) Segala informasi kekurangan dokumen yang berkaitan dengan permohonan perizinan, harus disampaikan kepada pemohon secara tertulis. ·
(2) Penyampaian informasi kekurangan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling kurang memuat:
a. penjelasan persyaratan apa saja yang belum dipenuhi;
b. hal-hal yang dianggap perlu oleh pemohon perizinan sesuai dengan
prinsip pelayanan umum; dan
c. memberi batasan waktu yang cukup.
(3) Apabila sampai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dokumen permohonan tidak lengkap, maka Walikota, dapat menolak permohonan perizinan lingkungan yang dimohon.
(4) Apabila dokumen permohonan perizinan tidak valid, maka Walikota, wajib menolak permohonan perizinan lingkungan yang dimohon
(5) Penolakan permohonan perizinan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), harus disertai alasan penolakan.
Bagian Kelima
Peran Serta Masyarakat dalam Pemberian Izin Linglrungan
Pasal 71
(1) Dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan perizinan lingkungan diperlukan peran serta masyarakat.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diwujudkan dalam bentuk pengawasan masyarakat.
(3) Masyarakat berhak mendapatkan akses informasi dan akses partisipasi pada setiap tahapan dan waktu dalam penyelenggaraan perizinan linglrungan.
(4) Akses informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi:
a. tahapan dan waktu dalam proses pengambilan keputusan pemberian
izin;
dan
b. rencana kegiatan dan/atau usaha dan perkiraan dampaknya terhadap
masyarakat.
(5) Akses partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi
pengajuan pengaduan atas keberatan dan/atau pelanggaran atas perizinan lingkungan yang diterbitkan.
(6) Ketentuan pengajuan pengaduan atas keberatan atau pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIV PENGAWASAN Pasal 72
(1) Walikota berwenang melakukan pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan hidup secara periodik dan/atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. pemantauan penaatan persyaratan yang dicantumkan dalam perizinan
dan/atau peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup;
b. pengamatan dan pemantauan terhadap sumber-sumber yang diduga
dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup;
c. pengamatan dan pemantauan terhadap media lingkungan yang terkena
dampak lingkungan;
d. evaluasi terhadap daya tampung dan daya dukung lingkungan.
(3) Untuk melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat(l),Walikota dapat menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup
daerah sebagaijabatan fungsional lingkungan hidup.
(4) Pejabat pengawas lingkungan hidup daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio visual dan pengukuran;
b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepentingan, karyawan
yang bersangkutan, konsultan, kontraktor dan perangkat pemerintah
setempat;
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, yang meliputi dokumen perizinan, dokumen AMDAL, dokumen UKL-UPL, data basil swapantau, dokumen surat keputusan
organisasi perusahaan serta dokumen lainnya yang berkaitan
dengan
kepentingan pengawasan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. mengambil contoh dari limbah yang dihasilkan, limbah yang dibuang,
bahan baku dan bahan penolong;
f. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas dan
instalasi pengolahan limbah;
g. memeriksa instalasi dan/ atau alat transportasi;
h, meminta keterangan dari pihak yang bertanggung jawab atas usaha
dan/atau kegiatan;
i. wewenang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(5) Pejabat pengawas lingkungan hidup daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berkewajiban untuk:
a. membawa surat tugas dan tandapengenal pengawas linglrungan
hidup;
b. memperhatikan situasi dan kondisi di tempat pengawasan; dan c. melaporkan basil pengawasan.
(6) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.
BAB XV
PEMANTAUAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 73
(1) Pemerintah daerah wajib melakukan pemantauan kualitas lingkungan hidup di Daerah untuk mengetahui kecenderungan kualitas lingkungan
hidup.
(2) Pemantauan kualitas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
( 1), dilaksanakan terhadap:
a. tanah;
b. air; dan c. udara.
(3) Frekuensi pemantauan kualitas lingkungan hidup yang dilakukan oleh Pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) pemantauan lingkungan hidup dapat dilakukan oleh pihak penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan.
BAB XVI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 74
(1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Peran serta masyarakat dapat berupa:
a. pengawasan sosial;
� b. pemberian saran, pendapat, usu!, keberatan, pengaduan; dan
c. penyampaian informasi dan/ atau laporan.
(3) Peran serta masyarakat dilakukan untuk:
a. meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
d. menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk
melakukan pengawasan sosial; dan
e. mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam
rangka
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
BAB XVII KERJASAMA DAERAH Pasal 75
(1) Dalam rangka meningkatkan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup di daerah, Walikota dapat menyelenggarakan kerjasama daerah.
(2) Kerjasama daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. kerjasama antar Daerah secara vertikal maupun horizontal;
dan/atau
b. kerjasama dengan pihak ketiga.
(3) Kerjasama Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan masyarakat, dengan
prinsip kerjasama dan saling menguntungkan.
(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVIII
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP Pasal 76
Sengketa lingkungan hidup merupakan perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.
Pasal 77
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, dapat dilakukan diluar pengadilan maupun melalui pengadilan tergantung kesepakatan para pihak yang bersengketa.
(2) Ketentuan mengenai penyelesaian sengketa lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 78
(1) Badan Lingkungan Hidup bertindak sebagai pihak yang mewakili pemerintah daerah atas pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang bukan milik privat.
(2) Pemerintah daerah juga dapat bertindak sebagai pihak ketiga (fasilitator
� dan mediator) dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup.
I
Pasal 79
(1) Masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
(2) Pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan lembaga penyedia
jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan, dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIX
SANKS! ADMINISTRASI
�I
Bagian Kesatu Umum Pasal 80
Walikota berwenang menerapkan sanksi administrasi kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
Pasal 81
Jenis sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, meliputi:
a. teguran tertulis;
b. paksaan
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan.
Pasal 82
(1) Tata cara pengenaan sanksi administrasi dapat dikenakan secara:
a. bertahap;
b. bebas; atau c. kumulatif.
(2) Untuk menentukan pengenaan sanksi administrasi secara bertahap.bebas atau kumulatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengenaan sanksi diberikan berdasarkan atas pertimbangan :
a. tingkat atau berat-ringannya jenis pelanggaran yang dilakukan oleh
penyelenggara usaha dan/atau kegiatan ;
b. tingkat penataan penyelenggara usaha dan/atau kegiatan terhadap pemenuhan perintah atau kewajiban yang ditentukan dalam perizinan lingkungan ;
c. rekam jejak ketaatan penyelenggara usaha dan/atau kegiatan dan d. tingkat pengaruh atau implikasi pada kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup.
Pasal 83
Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 82, tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan penanggulangan pencemaran lingkungan hidup.
Bagian Kedua Teguran Tertulis Pasal 84
(1) Penyelenggara kegiatan usaha dan/atau kegiatan dikenakan sanksi administrasi berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal
81 huruf a, atas pelanggaran yang dilakukan.
(2) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. Terjadinya kerusakan atau gangguan terhadap masyarakat dan lingkungan
b. Diperlukannya penanganan teknis yang lebih baik untuk mencegah
gangguan terhadap masyarakat dan lingkungan; dan
c. Pelanggaran lainnya yang dapat menimbulkan potensi terjadinya
gangguan terhadap masyarakat dan lingkungan.
Bagian Ketiga Paksaan Pasal 85
Paksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 huruf b, dapat berupa:
a. Penghentian sementara kegiatan produksi;
b. Pemindahan sarana produksi;
c. Penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
d. Pembongkaran;
e. Penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran
f. Penghentian sementara izin usaha dan/atau kegiatan
g. Tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan
tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup
Pasal 86
Pengenaan paksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85, dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;
b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau
c. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan
pencemaran dan/atau perusakannya.
Pasal 87
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan
Bagian Keempat
Pembekuan dan Pencabutan Izin Lingkungan
Pasal 88
Pengenaan sanksi administrasi berupa pembekuan atau pencabutan izm lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan
BAB XX PENYIDIKAN Pasal 89
Penyidikan terhadap pelanggaran pidana, dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 90
( 1) Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik memiliki kewenangan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum acara pidana.
(2) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pemberitahuan
dimulainya penyidikan dan penyampaian basil penyidikan kepada
� penuntut umum melalui penyidik Kepolisian Republik Indonesia, sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana.
BABXXI KETENTUAN PIDANA Pasal 91
Setiap pelanggaran terhadap kewajiban atau larangan yang diatur dalam peraturan daerah ini, diancam dengan pidana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
BABXXII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 92
(1) Perizinan lingkungan yang dikeluarkan sebelum Peraturan Daerah ini diundangkan, tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya izin.
•
(2) Pemegang penzman lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wajib melaporkan izin yang dimilikinya kepada Walikota melalui SKPD.
BAB XXIII PENUTUP
Pasal 93
(1) Kewenangan pelayanan perizman lingkungan dapat dialihkan pelaksanaannya kepada perangkat daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi pelayanan perizinan terpadu.
(2) Pelaksanaan pengalihan tugas pokok dan fungsi pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.
Pasal 94
Peraturan pelaksana dari Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal pengundangan Peraturan Daerah ini.
Pasal 95
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kota Palopo Nomor 05 Tahun 2009 tentang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
Pasal 96
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kota Palopo.
|