Undang-undang (UU) tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011
ABSTRAK:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2011 yang diundangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010, pelaksanaannya perlu dilakukan pemeriksaan dan dipertanggungjawabkan sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Sesuai dengan ketentuan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, terhadap pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2011 telah dilakukan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dasar Hukum Undang-Undang ini adalah : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), ayat (2) dan ayat (5), Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 23E UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU No.17 Tahun 2003, UU No.1 Tahun 2004, UU No.15 Tahun 2004, UU No.15 Tahun 2006, UU No.10 Tahun 2010, dan UU No.12 Tahun 2011.
Undang-Undang ini mengatur tentang Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2011 tertuang dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2011 sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Undang-Undang ini.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 22 September 2012.
26 hlm (batang tubuh hlm 1 sd. 10 dan lampiran hlm 11 sd. 26)
Undang-undang (UU) tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
ABSTRAK:
bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang;
bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman yang telah mempunyai wilayah, pemerintahan, dan penduduk sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 berperan dan memberikan sumbangsih yang besar dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta belum mengatur secara lengkap mengenai keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 3) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).
1. BATAS DAN PEMBAGIAN WILAYAH
2. ASAS DAN TUJUAN
3. KEWENANGAN
4. BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN
5. DPRD DIY
6. PENGISIAN JABATAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR
7. GUBERNUR DAN/ATAU WAKIL GUBERNUR BERHALANGAN
8. KELEMBAGAAN
9. KEBUDAYAAN
10. PERTANAHAN
11. TATA RUANG
12. PERDA, PERDAIS, PERATURAN GUBERNUR,
DAN KEPUTUSAN GUBERNUR
13. PENDANAAN
14. Ketentuan Lain-lain
15. Ketentuan Peralihan
16. Ketentuan Penutup.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 03 September 2012.
bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kepada Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia;
bahwa pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan;
bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan/atau profesional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa;
bahwa untuk mewujudkan keterjangkauan dan pemerataan yang berkeadilan dalam memperoleh pendidikan tinggi yang bermutu dan relevan dengan kepentingan masyarakat bagi kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan, diperlukan penataan pendidikan tinggi secara terencana, terarah, dan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek demografis dan geografis;
bahwa untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan tinggi diperlukan pengaturan sebagai dasar dan kepastian hukum.
Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI
2. PENJAMINAN MUTU
3. PERGURUAN TINGGI
4. PENDANAAN DAN PEMBIAYAAN
5. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI
OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN
6. PERAN SERTA MASYARAKAT
7. SANKSI ADMINISTRATIF
8. KETENTUAN PIDANA
9. KETENTUAN LAIN-LAIN
10. KETENTUAN PERALIHAN
11. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 10 Agustus 2012.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab Menteri atas penyelenggaraan Pendidikan Tinggi, tugas dan wewenang Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program sarjana diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program magister diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program doktor diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program diploma diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program magister terapan diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program doktor terapan diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program profesi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program spesialis diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar profesi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai gelar doktor kehormatan diatur dalam Peraturan Menteri.
Penetapan kompetensi lulusan ditetapkan oleh Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan tinggi keagamaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Program Studi yang melaksanakan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus dan/atau pembelajaran layanan khusus diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai metode pembelajaran, pemberian izin Program Studi, dan pencabutan izin Program Studi diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Program Studi di kampus utama Perguruan Tinggi dan/atau di luar kampus utama diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai perpindahan Mahasiswa diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyetaraan lulusan pendidikan vokasi atau lulusan pendidikan profesi dan penyetaraan lulusan pendidikan akademik diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai penyetaraan lulusan Perguruan Tinggi negara lain diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat profesi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat kompetensi diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai ruang lingkup, kedalaman, dan kombinasi pelaksanaan Tridharma diatur dalam Peraturan Menteri.
Kebijakan nasional mengenai kerja sama internasional Pendidikan Tinggi ditetapkan dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai evaluasi diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi, Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi, dan lembaga akreditasi mandiri diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian PTN dan PTS serta perubahan atau pencabutan izin PTS diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi dasar dan tujuan serta kemampuan Perguruan Tinggi untuk melaksanakan otonomi diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Perguruan Tinggi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan Dosen dan pemberian insentif kepada Dosen diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan Dosen tetap pada PTN diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai jenjang jabatan akademik pemberian tunjangan profesi serta tunjangan kehormatan , dan pengangkatan seseorang dengan kompetensi luar biasa diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerimaan Mahasiswa baru PTN secara nasional diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penerimaan Mahasiswa warga negara asing diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemenuhan hak Mahasiswa diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan Perguruan Tinggi diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perguruan Tinggi lembaga negara lain diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur dalam Peraturan Menteri.
Penyelenggaraan Perguruan Tinggi oleh Kementerian lain dan LPNK diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Undang-undang (UU) tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
ABSTRAK:
bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
bahwa untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan pelindungan khusus, terutama pelindungan hukum dalam sistem peradilan;
bahwa Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip pelindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan pelindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum;
bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara komprehensif memberikan pelindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28G, dan Pasal 28I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635);
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5248).
1. DIVERSI
2. ACARA PERADILAN PIDANA ANAK
3. PETUGAS KEMASYARAKATAN
4. PIDANA DAN TINDAKAN
5. PELAYANAN, PERAWATAN, PENDIDIKAN,
PEMBINAAN ANAK, DAN PEMBIMBINGAN KLIEN ANAK
6. ANAK KORBAN DAN ANAK SAKSI
7. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
8. PERAN SERTA MASYARAKAT
9. KOORDINASI, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI
10. SANKSI ADMINISTRATIF
11. KETENTUAN PIDANA
12. KETENTUAN PERALIHAN
13. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 30 Juli 2014.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668).
Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan proses Diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan Diversi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman register perkara anak diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hak Anak Korban dan Anak Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan Optional Protocol to The Convention on The Rights of The Child on The Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography (Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, dan Pornografi Anak)
ABSTRAK:
Anak mempunyai hak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan bekerja pada pekerjaan yang membahayakan atau mengganggu pendidikan anak, merusak kesehatan fisik, mental, spiritual, moral, dan perkembangan sosial anak. Kegiatan penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang harus diberantas. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional harus turut serta secara aktif dalam rangka mencegah, memberantas, dan menghukum pelaku tindak pidana penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak yang diwujudkan dalam Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak.
Dasar Hukum Undang-Undang ini adalah : Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20, dan Pasal 28B UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Uu No.24 Tahun 2000.
Undang-Undang ini membahas tentang pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak guna melindungi hak-hak yang dimiliki oleh anak.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 23 Juli 2012.
10 hlm (batang tubuh hlm 1 sd. 4 dan lampiran hlm 5 sd. 10)
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan Optional Protocol to The Convention on The Rights of The Child on The Involvement of Children in Armed Conflict (Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata)
ABSTRAK:
Anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar baik jasmani dan rohani maupun sosial dan intelektualnya, termasuk dalam keadaan konflik bersenjata. Keterlibatan anak dalam konflik bersenjata baik perekrutan maupun sasaran konflik bersenjata merupakan pelanggaran terhadap hak-hak anak dan dapat menimbulkan dampak yang serius dan jangka panjang bagi tumbuh dan kembang anak. Selaras dengan keinginan bangsa Indonesia untuk memberikan perlindungan terhadap anak khususnya keterlibatan anak dalam konflik bersenjata yang merupakan komitmen bersama masyarakat internasional sebagaimana diwujudkan dalam Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata.
Dasar hukum Undang-Undang ini adalah : Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20, dan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU No.24 Tahun 2000.
Dalam Undang-Undang ini mengatur mengenai Pengesahan terhadap Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata sebagai perlindungan terhadap anak. Dalam Undang-Undang ini membahas Tindakan-tindakan yang diperlukan untuk melindungi anak sebagaimana tercantum dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 23 Juli 2012.
UU No. 17 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi Undang-Undang
UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Undang-undang (UU) tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
ABSTRAK:
Untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pemilihan umum sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat yang aspiratif, berkualitas, dan bertanggung jawab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan umum wajib menjamin tersalurkannya suara rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Dasar Hukum Undang-Undang ini adalah Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22C ayat (1) dan ayat (2), Pasal 22E, Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam Undang-Undang ini mengatur tentang Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 11 Mei 2012.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 No.51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4836) sebagaimana telah diubah dengan UU No.17 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi UU (Lembaran Negara Tahun 2009 No.78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5009), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Lampiran file: 2 berkas, 212 hlm (batang tubuh hlm 1 sd 149 dan penjelasan hlm 150 sd 63)
Undang-undang (UU) tentang Penanganan Konflik Sosial
ABSTRAK:
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan menegakkan hak asasi setiap warga negara melalui upaya penciptaan suasana yang aman, tenteram, tertib, damai, dan sejahtera, baik lahir maupun batin sebagai wujud hak setiap orang atas pelindungan agama, diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda;
bahwa perseteruan dan/atau benturan antarkelompok masyarakat dapat menimbulkan konflik sosial yang mengakibatkan terganggunya stabilitas nasional dan terhambatnya pembangunan nasional;
bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penanganan konflik sosial masih bersifat parsial dan belum komprehensif sesuai dengan dinamika dan kebutuhan hukum masyarakat.
Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
2. PENCEGAHAN KONFLIK
3. PENGHENTIAN KONFLIK
4. PEMULIHAN PASCAKONFLIK
5. KELEMBAGAAN DAN MEKANISME PENYELESAIAN KONFLIK
6. PERAN SERTA MASYARAKAT
7. PENDANAAN
8. KETENTUAN PERALIHAN
9. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 10 Mei 2012.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bantuan penggunaan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat dalam Penanganan Konflik diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai perencanaan, penganggaran, penyaluran, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban pengelolaan pendanaan Penanganan Konflik diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan International Convention on The Protection of The Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families (Konvensi International Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya)
ABSTRAK:
Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga hak asasi manusia, termasuk hak-hak seluruh pekerja migran dan anggota keluarganya harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapa pun. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Dasar Hukum Undang-Undang ini adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU No.37 Tahun 1999.
Dalam Undang-Undang ini mengatur Pengesahan Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya untuk menetapkan standar-standar yang menciptakan suatu model bagi hukum serta prosedur administrasi dan peradilan masing-masing negara pihak, yang dimana Setiap pekerja migran dan anggota keluarganya memiliki hak atas kebebasan untuk meninggalkan, masuk dan menetap di negara manapun, hak hidup, hak untuk bebas dari penyiksaan, hak untuk bebas dari perbudakan, hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, hak atas kebebasan berekspresi, hak atas privasi, dan hak diperlakukan sama di muka hukum.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 02 Mei 2012.
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism (Konvensi ASEAN Mengenai Pemberantahasan Terorisme)
ABSTRAK:
Pelaksanaan hubungan luar negeri bebas aktif yang didasarkan atas asas persamaan derajat, saling menguntungkan, dan saling menghormati, merupakan salah satu perwujudan dari tujuan Pemerintah Republik Indonesia, yaitu ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Tindakan terorisme merupakan kejahatan yang bersifat lintas batas negara dan telah mengakibatkan hilangnya nyawa tanpa memandang korban, menimbulkan ketakutan masyarakat secara luas, hilangnya kemerdekaan, serta kerugian harta benda, oleh karena itu perlu dilaksanakan langkah-langkah pemberantasan melalui kerja sama regional.
Dasar Hukum Undang-Undang ini adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU No.37 Tahun 1999.
Undang-Undang ini mengatur Pengesahan Konvensi ASEAN Mengenai Pemberantasan Terorisme sebagai upaya memberantas kejahatan terorisme dengan melalui kerja sama keamanan dalam penanganan terorisme di ASEAN dan untuk menganggulangi tindakan kejahatan yang bersifat lintas batas negara yang mengakibatkan hilangnya nyawa tanpa memandang korban, menimbulkan ketakutan masyarakat secara luas, hilangnya kemerdekaan, serta kerugian harta benda. O;Indonesia perlu mempersiapkan diri agar dapat berperan secara optimal dalam pengembangan kerja sama di kawasan, khususnya yang terkait dengan kejahatan terorisme dan kejahatan lintas batas lainnya
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 09 April 2012.
Lampiran File: 2 berkas
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat