ABSTRAK: |
- Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat melalui perumahan dan permukiman yang sehat, aman, serasi, dan teratur dibutuhkan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
b. bahwa Pemerintah Daerah wajib melaksanakan pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
c. bahwa berdasarkan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dalam upaya peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menetapkan kebijakan, strategi, serta
Pola penanganan .....
Pola penanganan yang manusiawi, berbudaya, berkeadilan, dan ekonomis;
d. bahwa untuk melaksanakan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh sesuai ketentuan Pasal 98 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
- Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
5. Undang-Undang .....
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2014 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 320, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5615);
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Teknis Jalan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 900);
9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 470);
10. Peraturan Menteri ....
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh;
12. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Luwu Tahun 2011 – 2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Tahun 2011 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Nomor 14);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 8 Tahun 2013 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Nomor 8);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tata Cara Izin Mendirikan Bangunan dan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung Kabupaten Luwu (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Tahun 2016 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Nomor 25);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 6 Tahun 2016 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Perkotaan Belopa 2016 – 2036 (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Tahun 2016 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Nomor 27
- MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PENCEGAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Daerah adalah Kabupaten Luwu.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati Luwu dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi daerah dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945.
5. Bupati adalah Bupati Luwu.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Luwu yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
7. Perumahan ...
7. Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.
8. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
9. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
10. Lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman.
11. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
12. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta asset bagi pemiliknya.
13. Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
14. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat.
15. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
16. Rumah khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus.
17. Rumah Negara ....
17. Rumah Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.
18. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk didalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
19. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
20. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
21. Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut Kasiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang.
22. Lingkungan siap bangun yang selanjutnya disebut Lisiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dengan batas-batas kaveling yang jelas dan merupakan bagian dari kawasan siap bangun sesuai dengan rencana rinci tata ruang.
23. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan untuk rumah sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, rencana rinci tata ruang, serta rencana tata bangunan dan lingkungan.
24. Konsolidasi tanah adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan perumahan dan permukiman guna meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan partisipasi aktif masyarakat.
25. Pencegahan adalah tindakan yang dilakukan untuk menghindari tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru.
26. Peningkatan .....
26. Peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh adalah upaya untuk meningkatkan kualitas bangunan serta prasarana, sarana, dan utilitas umum.
27. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenui standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman.
28. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi.
29. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian.
30. Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh adalah penetapan atas lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota, yang dipergunakan sebagai dasar dalam peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
31. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan perumahan dan permukiman beserta prasarana, sarana dan utilitas umum agar tetap laik fungsi.
32. Perbaikan adalah pola penanganan dengan titik berat kegiatan perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana lingkungan termasuk sebagian aspek tata bangunan.
33. Pemugaran adalah kegiatan yang dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali perumahan dan permukiman menjadi perumahan dan permukiman yang layak huni.
34. Peremajaan adalah kegiatan perombakan dan penataan mendasar secara menyeluruh meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan permukiman.
35. Pemukiman Kembali adalah kegiatan memindahkan masyarakat terdampak dari lokasi perumahan kumuh atau permukiman kumuh yang tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana.
36. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk mewujudkan perumahan dan permukiman yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
37. Pemberdayaan ....
37. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan peran masyarakat dengan memobilisasi potensi dan sumber daya secara proporsional untuk mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman yang laik huni.
38. Pendampingan adalah kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk pembimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis untuk mewujudkan kesadaran masyarakat dalam mencegah tumbuh berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
39. Pendanaan adalah penyediaan sumber daya keuangan yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau sumber dana lain yang dibelanjakan untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
40. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau setiap pengeluaran yang akan diterima kembali untuk kepentingan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman baik yang berasal dari dana masyarakat, tabungan perumahan, maupun sumber dana lainnya.
41. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap pelaksanaan pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
42. Disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk mencegah, membatasi, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan upaya pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
43. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan peryaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku di Kabupaten Luwu.
44. Pelaku pembangunan adalah setiap orang dan/atau pemerintah yang melakukan pembangunan perumahan dan permukiman.
45. Setiap Orang .....
45. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
46. Badan Hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
47. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkat MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.
48. Kelompok swadaya masyarakat adalah kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya visi, kepentingan, dan kebutuhan yang sama sehingga kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Maksud
Pasal 2
Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai pengaturan lebih lanjut dan operasionalisasi di daerah dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang merupakan landasan upaya pencegahan dan peningkatan kualitas teradap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Peraturan Daerah ini bertujuan untuk :
a. Mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru dalam mempertahankan perumahan dan permukiman yang telah dibangun agar tetap terjaga kualitasnya;
b. Meningkatkan ....
b. Meningkatkan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dalam mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman yang layak huni dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi :
a. kriteria dan tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
b. pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru;
c. peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
d. penyediaan tanah;
e. pendanaan dan sistem pembiayaan;
f. tugas dan kewajban Pemerintah Daerah; dan
g. pola kemitraan, peran Masyarakat, dan kearifan lokal.
BAB IV
KRITERIA DAN TIPOLOGI
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
Bagian Kesatu
Kriteria Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh
Pasal 5
(1) Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh merpakan kriteria yang digunakan untuk menentukan kondisi kekumuhan pada suatu perumahan dan permukiman.
(2) Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kriteria kekumuhan ditinjau dari :
a. bangunan gedung;
b. jalan lingkungan;
c. penyediaan air minum;
d. drainase .....
d. drainase lingkungan;
e. pengelolaan air limbah;
f. pengelolaan persampahan; dan
g. proteksi kebakaran.
Pasal 6
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a mencakup :
a. ketidakteraturan bangunan;
b. tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang; dan/atau
c. kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat.
(2) Ketidakteraturan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan permukiman;
a. tidak memenuhi tata bangunan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), paling sedikit pangaturan bentuk, besaran, perletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona; dan/atau
b. tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dan tata kualitas lingkungan dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), paling sedikit bangunan blok lingkungan, kapling, bangunan, ketinggian dan elevasi lantai, konsep identitas lingkungan, konsep orientasi lingkungan, dan wajah jalan.
(3) Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan permukiman dengan :
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang melebihi ketentuan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); dan/atau
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang melebihi ketentuan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
(4) Kualitas bangunan yang tidak memenui syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kondisi bangunan gedung perumahan dan permukiman yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis.
(5) Persyaratan ......
(5) Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri dari :
a. pengendalian dampak lingkungan;
b. pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum;
c. keselamatan bangunan gedung;
d. kesehatan bangunan gedung;
e. kenyamanan bangunan gedung; dan
f. kemudahan bangunan gedung.
Pasal 7
(1) Dalam hal Kabupaten Luwu belum memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), maka penilaian ketidakteraturan dan kepadatan bangunan dilakukan dengan merujuk pada persetujuan mendirikan Bangunan untuk jangka waktu sementara.
(2) Dalam hal Bangunan Gedung tidak memiliki IMB dan persetujuan mendirikan Bangunan untuk jangka waktu sementara, maka penilaian ketidakteraturan dan kepadatan Bangunan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan mendapatkan pertimbangan dan Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG).
Pasal 8
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (2) huruf b mencakup:
a. jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan atau permukiman; dan/atau
b. kualitas permukaan jalan lingkungan buruk.
(2) Jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi sebagian lingkungan perumahan dan permukiman tidak terlayani dengan jalan lingkungan.
(3) Kualitas ....
(3) Kualitas permukaan jalan lingkungan buruk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kondisi sebagian atau seluruh jalan lingkungan terjadi kerusakan permukaan jalan.
Pasal 9
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c mencakup :
a. ketidaktersediaan akses aman air minum; dan/atau
b. tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu sesuai standar yang berlaku.
(2) Ketersediaan akses aman air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi dimana masyarakat tidak dapat mengakses air minum yang memiliki kualitas tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
(3) Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kondisi dimana kebutuhan air minum masyarakat dalam lingkungan perumahan dan permukiman tidak mencapai minimal sebanyak 60 Liter/Orang/Hari.
Pasal 10
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari drainase lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d mencakup:
a. drainase ligkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga menimbulkan genangan;
b. ketidaktersediaan drainase;
c. tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan;
d. tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair di dalamnya; dan/atau
e. kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk.
(2) Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga menimbukan genangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi dimana jaringan drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air
sehingga menimbulkan .....
sehingga menimbulkan genangan dengan tinggi lebih dari 30 cm (Tiga Puluh Centimeter) selama lebih kurang 2 (Dua) Jam dan terjadi lebih dari 2 (Dua) Kali setahun.
(3) Ketidaktersediaan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kondisi dimana saluran tersier, dan/atau saluran lokal tidak tersedia.
(4) Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kondisi dimana saluran lokal tidak terhubung dengan saluran pada hierarki diatasnya sehingga menyebabkan air tidak dapat mengalir dan menimbulkan genangan.
(5) Tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair didalamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan kondisi dimana pemeliharaan saluran drainase tidak dilaksanakan berupa :
a. pemeliharaan rutin; dan/atau
b. pemeliharaan berkala.
(6) Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan kondisi dimana kualitas konstruksi drainase buruk, karena berupa galian tanah tanpa material elapis atau penutup atau telah terjadi kerusakan.
Pasal 11
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e mencakup:
a. sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang berlaku; dan/atau
b. prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis.
(2) Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi dimana pengelolaan air limbah pda lingkungan perumahan dan permukiman tidak memenuhi sistem yang memadai, yaitu terdiri dari Kakus/Kloset yang terhubung dengan Tangki Septik baik secara individual/domestik, komunal maupun terpusat.
(3) Prasarana .....
(3) Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kondisi prasarana dan sarana pengelolaan air limbah pada perumahan dan permukiman dimana:
a. Kloset Leher Angsa tidak terhubung dengan Tangki Septik; atau
b. Tidak tersedianya sistem pengelolaan limbah setempat atau terpusat.
Pasal 12
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f mencakup:
a. prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis;
b. sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis; dan/atau
c. tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan sehingga terjadi pencemaran lingkungan sekitar oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah maupun jaringan drainase.
(2) Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi dimana prasarana dan sarana persampahan pada lingkungan perumahan dan permukiman tidak memadai sebagai berikut:
a. Tempat Sampah dengan pemilahan sampah pada skala domestik atau rumah tangga;
b. Tempat Pengumpulan Sampah (TPS) atau TPS 3R (reduce, reuse, reycle) pada skela lingkungan
c. Gerobak Sampah dan/atau Truk Sampah pada skala lingkungan; dan
d. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) pada skala lingkungan.
(3) Sistem pengelolaan ....
(3) Sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kondisi dimana pengelolaan persampahan pada lingkungan perumahan dan permukiman tidak memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. pewadahan dan pemilahan domestik;
b. pengumpulan lingkungan;
c. pengangkutan lingkungan; dan
d. pengolahan lingkungan.
(4) Tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan sehingga terjadi pencemaran lingkungan sekitar oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah maupun jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kondisi dimana pemeliharaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan tidak dilaksanakan baik berupa:
a. pemeliharaan rutin; dan/atau
b. pemeliharaan berkala.
Pasal 13
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf g mencakup ketidaktersediaan:
a. prasarana proteksi kebakaran; dan/atau
b. sarana proteksi kebakaran.
(2) Ketidaktersediaan prasarana proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi dimana tidak tersedianya prasarana proteksi kebakaran yang meliputi:
a. pasokan air dari sumber alam maupun buatan;
b. jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya kendaraan pemadam kebakaran;
c. saran komunikasi untuk pemberitahuan terjadinya kebakaran kepada Instansi Pemadam Kebakaran; dan
d. data tentang sstem proteksi kebakaran lingkungan.
(3) Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kondisi dimana tidak tersedianya prasarana proteksi kebakaran yang meliputi:
a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR);
b. Mobil Pompa;
c. Mobil Tangga ....
c. Mobil Tangga sesuai kebutuhan; dan
d. Peralatan pendukung lainnya.
Bagian Kedua
Tipologi Permukiman Kumuh dan Perumahan Kumuh
Pasal 14
(1) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan pengelompokan perumahan kumuh dan permukiman kumuh berdasarkan letak lokasi secara geografis.
(2) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari perumahan kumuh dan permukiman kumuh :
a. di Tepi Air;
b. di Dataran;dan
c. di Perbukitan.
(3) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan perumahan kumuh dan permukiman kumuh di Tepi Sungai dan Tepi Pantai.
(4) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan perumahan kumuh dan permukiman kumuh di Dataran Rendah.
(5) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan perumahan kumuh dan permukiman kumuh di Dataran Tinggi.
(6) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disesuaikan dengan alokasi peruntukkan dalam rencana tata ruang.
(7) Dalam hal rencana tata ruang tidak mengalokasikan keberadaan tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka keberadaannya harus dipindahkan pada lokasi yang sesuai.
BAB V .....
BAB V
PENCEGAHAN TERHADAP TUMBUH DAN BERKEMBANGNYA PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH BARU
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru dilaksanakan melalui:
a. pengawasan dan pengendalian;
b. pemberdayaan masyarakat.
Bagian Kedua
Pengawasan dan Pengendalian
Paragraf 1
Umum
Pasal 16
(1) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a dilakukan atas kesesuaian terhadap :
a. perizinan;
b. standar teknis; dan
c. kelaikan fungsi.
(2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada :
a. tahap perencanaan;
b. tahap pembangunan; dan
c. tahap pemanfaatan.
Paragraf 2
Bentuk Pengawasan dan Pengendalian
Pasal 17
(1) Pengawsan dan pengendalian kesesuaian terhadap perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a meliputi :
a. Izin Prinsip;
b. Izin Lokasi;
c. Izin Penggunaan ......
c. Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah;
d. Izin Mendirikan Bangunan; dan
e. Izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tahap perencanaan perumahan dan permukiman.
(3) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menjamin:
a. kesesuaian lokasi perumahan dan permukiman yang direncanakan dengan rencana tata ruang; dan
b. keterpaduan rencana pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai dengan ketentuan dan standar teknis yang berlaku.
Pasal 18
(1) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap standar teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 aat (1) huruf b dilakukan terhadap:
a. bangunan gedung;
b. jalan lingkungan;
c. penyediaan air minum;
d. drainase lingkungan;
e. pengelolaan air limbah; dan
f. pengelolaan persampahan.
(2) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tahap pembangunan perumahan dan permukiman.
(3) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menjamin:
a. terpenuhinya sistem pelayanan yang dibangun sesuai ketentuan standar teknis yang berlaku;
b. terpenuhinya kuantitas kapasitas dan dimensi yang dibangun sesuai ketentuan standar teknis yang berlaku;
c. terpenuhinya kualitas bahan atau material yang digunakan serta kualitas pelayanan yang diberikan sesuai ketentuan standar teknis yang berlaku.
Pasal 19 .....
Pasal 19
(1) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap kelayakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c dilakukan terhadap:
a. bangunan gedung;
b. jalan lingkungan;
c. penyediaan air minum;
d. drainase lingkungan;
e. pengelolaan air limbah; dan
f. pengelolaan persampahan.
(2) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap kelayakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tahap pemanfaatan perumahan dan permukiman.
(3) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap kelayakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menjamin:
a. kondisi sistem pelayanan, kualitas kapasitas dan dimensi serta kualitas bahan atau material yang digunakan masih sesuai dengan kebutuhan fungsionalnya masing-masing;
b. kondisi keberfungsian bangunan gedung beserta prasarana, sarana dan utilitas umum dalam perumahan dan permukiman;
c. kondisi kerusakan bangunan gedung beserta prasarana, sarana dan utilitas umum tidak mengurangi keberfungsiannya masing-masing.
Pasal 20
Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Tata Cara Pengawasan dan Pengendalian
Pasal 21
Pengawasan dan pengendalian terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dilakukan dengan cara:
a. pemantauan;
b. evaluasi .....
b. evaluasi; dan
c. pelaporan.
Pasal 22
(1) Pemantauan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru sebagimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a merupakan kegiatan pengamatan yang dilakukan secara:
a. langsung; dan/atau
b. tidak langsung.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran masyarakat.
(3) Pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui pengamatan lapangan pada lokasi yang diindikasi berpotensi menjadi kumuh.
(4) Pemantauan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan berdasarkan:
a. data dan informasi mengenai lokasi kumuh yang ditangani; dan
b. pengaduan masyarakat maupun media massa.
(5) Pemantauan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala maupun sesuai kebutuhan atau insidentil.
Pasal 23
(1) Evaluasi dalam rangka pencegahan tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b merupakan kegiatan penilaian secara terukur dan obyektif terhadap hasil pemantauan.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran masyarakat.
(3) Pemerintah Daerah dapat dibantu oleh Ahli yang memiliki pengalaman dan pengetahuan memadai dalam hal pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(4) Evaluasi .....
(4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menilai kesesuaian perumahan dan permukiman terhadap :
a. perizinan pada tahap perencanaan;
b. standar teknis pada tahap pembangunan; dan/atau
c. kelayakan fungsi pada tahap pemanfaatan.
(5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan rekomendasi pengecahan tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru.
Pasal 24
(1) Pelaporan dalam rangka pencegahan tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c merupakan kegiatan penyampaian hasil pemantauan dan evaluasi.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran masyarakat.
(3) Pemerintah Daerah dapat dibantu oleh Ahli yang memiliki pengalaman dan pengetahuan memadai dalam hal pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(4) Pelaporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan upaya pencegahan tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru sesuai kebutuhan.
(5) Laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disebarluaskan kepada masyarakat.
Bagian Ketiga .....
Bagian Ketiga
Pemberdayaan Masyarakat
Paragraf 1
Umum
Pasal 25
Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b dilakukan terhadap pemangku kepentingan bidang perumahan dan kawasan permukiman melalui:
a. pendampingan; dan
b. pelayanan informasi.
Paragraf 2
Pendampingan
Pasal 26
(1) Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat melalui fasilitas pembentukan dan fasilitas peningkatan kapasitas kelompok swadaya masyarakat.
(2) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merpakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk:
a. penyuluhan;
b. pembimbingan; dan
c. bantuan teknis.
Pasal 27
(1) Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a merupakan kegiatan untuk memberikan informasi dalam peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa sosialisasi dan diseminasi.
(3) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan Alat Bantu dan/atau Alat Peraga.
Pasal 28 .....
Pasal 28
(1) Pembimbingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b merupakan kegiatan untuk memberikan petunjuk atau penjelasan mengenai cara untuk mengerjakan kegiatan atau larangan aktivitas tertentu terkait pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Pembimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pembimbingan kepada Kelompok Masyarakat;
b. pembimbingan kepada Masyarakat perorangan; dan
c. pembimbingan kepada Dunia Usaha.
Pasal 29
(1) Bantuan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf c merupakan kegiatan untuk memberikan bantuan yang bersifat teknis berupa :
a. fisik; dan
b. nonfisik.
(2) Bantuan teknis dalam bentuk fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. fasilitasi pemeliharaan, dan/atau perbaikan Bangunan Gedung;
b. fasilitasi pemeliharaan, dan/atau perbaikan Jalan Lingkungan;
c. fasilitasi pemeliharaan, dan/atau perbaikan Drainase Lingkungan;
d. fasilitasi pemeliharaan, dan/atau perbaikan Sarana dan Prasarana Air Minum;
e. fasilitasi pemeliharaan, dan/atau perbaikan Sarana dan Prasarana Air Limbah; dan/atau
f. fasilitasi pemeliharaan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana persampahan.
(3) Bantuan teknis dalam bentuk non fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. fasilitasi penyusunan perencanaan;
b. fasilitasi penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria;
c. fasilitasi penguatan kapasitas kelembagaan;
d. fasilitasi .....
d. fasilitasi pengembangan alternatif pembiayaan; dan/atau
e. fasilitas persiapan pelaksanaan kerjasama Pemerintah dan Swasta.
Pasal 30
Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilaksanakan dengan ketentuan tata cara sebagai berikut :
a. pendampingan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dalam urusan perumahan dan permukiman;
b. pendampingan dilaksanakan secara berkala untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru;
c. pendampingan dilaksanakan dengan melibatkan Ahli, Akademisi dan/atau Tokoh Masyarakat yang memiliki pengetahuan dan pengalaman memadai dalam hal pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
d. pendampingan dilaksanakan dengan menentukan lokasi perumahan dan permukiman yang membutuhkan pendampingan;
e. pendampingan dilaksanakan dengan terlebih dahulu mempelajari pelaporan hasil pemantauan dan evaluasi yang telah dibuat baik secara berkala maupun sesuai kebutuhan atau insidental;
f. pendampingan dilaksanakan berdasarkan rencana pelaksanaan dan alokasi anggaran yang telah ditentukan sebelumnya.
Paragraf 3
Pelayanan Informasi
Pasal 31
(1) Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b merupakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk pemberitahuan hal-hal terkait upaya pencegahan perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. rencana tata ruang;
b. penataan bangunan .....
b. penataan bangunan dan lingkungan;
c. perizinan; dan
d. standar perumahan dan permukiman.
(3) Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud ada ayat (1) dilakukan Pemerintah Daerah untuk membuka akses informasi bagi Masyarakat.
Pasal 32
(1) Pemerintah Daerah menyampaikan informasi melalui Media Elektronik dan/atau Cetak.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
BAB VI
PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 33
(1) Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh didahului dengan penetapan lokasi dan perencanaan penanganan.
(2) Pola penanganan terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan pengelolaan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas perumahan dan permukiman secara berkelanjutan.
(3) Peningkatan kualitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan luasan kurang dari 10 Ha (Sepuluh Hektare) yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah.
(4) Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan luasan diatas 10 Ha (Sepuluh Hektare) menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
Bagian Kedua .....
Bagian Kedua
Penetapan Lokasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 34
(1) Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib didahului proses pendataan yang dilakukan Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran Masyarakat.
(2) Proses pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi proses:
a. identifikasi lokasi; dan
b. penilaian lokasi.
(3) Penetapan lokasi dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk Keputusan Bupati berdasarkan hasil penilaian lokasi.
(4) Penetapan lokasi ditindaklanjuti dengan perencanaan penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan Masyarakat.
Pasal 35
(1) Identifikasi lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b dilakukan sesuai dengan prosedur pendataan identifikasi lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Proses identifikasi lokasi didahului dengan identifikasi satuan perumahan dan permukiman.
(3) Identifikasi lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), meliputi identifikasi terhadap:
a. kondisi kekumuhan;
b. legalitas lahan; dan
c. pertimbangan lain.
Pasal 36
(1) Identifikasi satuan perumahan dan/atau permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a merupakan upaya untuk menentukan batasan atau lingkup entitas perumahan dan permukiman formal atau swadaya dari setiap lokasi dalam suatu Wilayah Kabupaten.
(2) Penentuan satuan .....
(2) Penentuan satuan perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk perumahan dan permukiman formal dengan pendekatan fungsional melalui identifikasi deliniasi.
(3) Penentuan satuan perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk perumahan dan permukiman swadaya dilakukan dengan pendekatan administratif.
(4) Penentuan satuan perumahan swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan pendekatan administratif pada tingkat rukun warga.
(5) Penentuan satuan permukiman swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan pendekatan administratif pada tingkat Kelurahan/Desa.
Pasal 37
(1) Identifikasi kondisi kekumuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf a merupakan upaya untuk menentukan tingkat kekumuhan pada suatu perumahan dan permukiman dengan menemukenali permasalahan kondisi Bangunan Gedung beserta sarana dan prasarana pendukungnya.
(2) Identifikasi kondisi kekumuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria perumahan dan permukiman kumuh.
Pasal 38
(1) Identifikasi legalitas lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf b merupakan tahap identifikasi untuk menentukan status legalitas lahan pada setiap lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagai dasar yang menentukan bentuk penanganan.
(2) Identifikasi legalitas lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek:
a. kejelasan status penguasaan lahan; dan
b. kesesuaian dengan rencana tata ruang.
(3) Kejelasan status penguasaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan kejelasan terhadap status penguasaan lahan berupa:
a. kepemilikan sendiri, dengan bukti Dokumen Sertifikat Hak Atas Tanah atau bentuk Dokumen keterangan status tanah lainnya yang sah; dan
b. kepemilikan .....
b. kepemilikan Pihak lain (termasuk milik adat/ulayat), dengan bukti izin pemanfaatan tanah dari pemegang hak atas tanah atau Pemiliik Tanah dalam bentuk perjanjian tertulis antara Pemegang Hak Atas Tanah atau Pemilik Tanah dengan Pengguna Tanah.
(4) Kesesuaian dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan kesesuaian terhadap peruntukan lahan dalam rencana tata ruang, dengan bukti Surat Keterangan Rencana Kabupaten (SKRK).
Pasal 39
(1) Identifikasi pertimbangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c merupakan tahap identifikasi terhadap beberapa pertimbangan lain yang bersifat non fisik untuk menentukan skala prioritas penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Identifikasi pertimbangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek:
a. nilai strategis lokasi;
b. kependudukan; dan
c. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.
(3) Nilai strategis lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan pertimbangan letak lokasi perumahan atau permukiman pada:
a. fungsi strategis kabupaten; atau
b. bukan fungsi strategis kabupaten.
(4) Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) uruf b merupakan pertimbangan kepadatan Penduduk pada lokasi perumahan dan permukiman dengan klasifikasi:
a. rendah yaitu kepadatan penduduk dibawah 150 Jiwa/Ha;
b. sedang yaitu kepadatan penduduk antara 151-200 Jiwa/Ha;
c. tinggi yaitu kepadatan penduduk antara 201-400 Jiwa/Ha;
d. sangat padat yaitu kepadatan penduduk diatas 400 Jiwa/Ha
(5) Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan pertimbangan potensi yang dimiliki lokasi perumahan atau permukiman berupa:
a. potensi sosial yaitu tingkat partisipasi Masyarakat dalam mendukung pembangunan;
b. potensi ekonomi ......
b. potensi ekonomi yaitu adanya kegiatan ekonomi tertentu yang bersifat strategis bagi Masyarakat setempat;
c. potensi budaya yaitu adanya kegiatan atau warisan budaya tertentu yang dimiliki Masyarakat setempat.
Pasal 40
(1) Prosedur pendataan identifikasi lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
(2) Prosedur pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat pada lokasi yang terindikasi sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(3) Untuk mendukung prosedur pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah menyiapkan format isian dan prosedur pendataan identifikasi lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(4) Format isian dan prosedur pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran I yang sebagai bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 41
(1) Penilaian lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b dilakukan untuk menilai hasil identifikasi lokasi yang telah dilakukan terhadap aspek :
a. kondisi kekumuhan;
b. legalitas lahan; dan
c. pertimbangan lain.
(2) Penilaian lokasi berdasarkan aspek kondisi kekumuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengklasifikasikan kondisi kekumuhan sebagai berikut:
a. ringan;
b. sedang; dan
c. berat.
(3) Penilaian lokasi berdasarkan aspek legalitas lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas klasifikasi :
a. status lahan legal; dan
b. status lahan tidak legal.
(4) Penilaian .....
(4) Penilaian lokasi berdasarkan aspek pertimbangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas :
a. pertimbangan lain kategori rendah;
b. pertimbangan lain kategori sedang; dan
c. pertimbangan lain kategori tinggi.
(5) Penilaian lokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung berdasarkan formulasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang sebagai bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2
Ketentuan Penetapan Lokasi
Pasal 42
(1) Penetapan Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk Keputusan Bupati berdasarkan hasil penilaian lokasi.
(2) Penetapan Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kondisi kekumuhan, aspek legalitas lahan, dan tipologi digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan pola penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(3) Penetapan Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan aspek pertimbangan lain digunakan sebagai dasar penentuan prioritas penanganan.
Pasal 43
(1) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) dilengkapi dengan :
a. tabel daftar lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan
b. peta sebaran perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Tabel daftar lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berisi data terkait nama lokasi, luas, lingkup administratif, titik koordinat, kondisi kekumuhan, status lahan dan prioritas penanganan untuk setiap lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang ditetapkan.
(3) Prioritas penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan hasil penilaian aspek pertimbangan lain.
(4) Peta sebaran .....
(4) Peta sebaran lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dibuat dalam suatu wilayah kabupaten.
(5) Format kelengkapan penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 44
(1) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) dilakukan peninjauan ulang paling sedikit 1 (Satu) Kali selama 5 (Lima) Tahun.
(2) Peninjauan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk mengetahui pengurangan jumlah lokasi dan/atau luasan perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagai hasil dari penanggulangan yang telah dilakukan.
(3) Peninjauan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses pendataan.
(4) Hasil peninjauan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 45
(1) Perencanaan penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) dilakukan melalui tahap :
a. persiapan;
b. survey;
c. penyusunan data dan fakta;
d. analisis;
e. penyusunan konsep penanganan; dan
f. penyusunan rencana penanganan.
(2) Penyusunan rencana penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berupa rencana penanganan jangka pendek, jangka menengah, dan/atau jangka panjang beserta pembiayaannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga .....
Bagian Ketiga
Pola Penanganan
Paragraf 1
Umum
Pasal 46
(1) Pola penanganan didasarkan pada hasil penilaian aspek-aspek kondisi kekumuhan dan aspek legalitas lahan.
(2) Pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direncanakan dengan mempertimbangkan tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(3) Pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pemugaran;
b. peremajaan; dan
c. permukiman kembali.
(4) Pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan peran Masyarakat.
(5) Pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk perumahan dan permukiman formal dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau pelaku pembangunan lainnya sesuai dengan kewenangannya.
(6) Penanganan untuk perumahan dan permukiman formal yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan pada perumahan dan permukiman yang prasarana, sarana, dan utilitasnya sudah diserahterimakan kepada Pemerintah Daerah.
(7) Penanganan untuk perumahan dan permukiman yang dilakukan oleh pelaku pembangunan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan pada perumahan dan permukiman yang prasarana, sarana, dan utilitasnya belum diserahterimakan kepada Pemerintah Daerah.
(8) Dalam hal penanganan untuk perumahan dan permukiman formal sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dilakukan dan prasarana, sarana, dan utilitas pada perumahan dan
permukiman .....
permukiman ditelantarkan/tidak dipelihara, maka Pemerintah Daerah menyampaikan surat peringatan kepada pelaku pembangunan untuk memperbaiki/memelihara prasarana, sarana, dan utilitas dimaksud.
(9) Dalam hal surat peringatan kepada pelaku pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak ditindaklanjuti karena ketidaksanggupan pelaku pembangunan, maka prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukimannya akan diserahterimakan kepada Pemerintah Daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
Pola penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) diatur dengan ketentuan:
a. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dengan status lahan legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah peremajaan;
b. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dengan status lahan ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah permukiman kembali;
c. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan status lahan legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah peremajaan;
d. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan status lahan ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah permukiman kembali;
e. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status lahan legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemugaran;
f. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status lahan ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah permukiman kembali.
Pasal 48 .....
Pasal 48
Pola penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan mempertimbangkan tipologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) diatur dengan ketentuan:
a. dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumaan kumuh dan permukiman kumuh di tepi air, maka penanganan yang dilakukan harus memperhatikan karakteristik daya dukung tanah tepi air, pasang surut air serta kelestarian air dan tanah;
b. dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumaan kumuh dan permukiman kumuh di dataran, maka penanganan yang dilakukan harus memperhatikan karakteristik daya dukung tanah, jenis tanah serta kelestarian tanah.
Paragraf 2
Pemugaran
Pasal 49
(1) Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) huruf a dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali perumahan dan permukiman menjadi perumahan dan permukiman yang layak huni.
(2) Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan perbaikan rumah, prasarana, sarana, dan/atau utilitas umum untuk mengembalikan fungsi sebagaimana semula.
(3) Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahap:
a. pra konstruksi
b. konstruksi; dan
c. pascakonstruksi.
Pasal 50
(1) Pemugaran pada tahap pra konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf a meliputi:
a. identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan pemugaran;
b. sosialisasi dan rembuk warga pada Masyarakat terdampak;
c. pendataan Masyarakat terdampak;
d. penyusunan .....
d. penyusunan rencana pemugaran; dan
e. musyawarah untuk penyepakatan.
(2) Pemugaran pada tahap konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf b meliputi :
a. proses pelaksanaan konstruksi; dan
b. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi.
(3) Pemugaran pada tahap pasca konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf c meliputi :
a. pemanfaatan; dan
b. pemeliharaan dan perbaikan.
Paragraf 3
Peremajaan
Pasal 51
(1) Peremajaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) huruf b dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan pengguna dan Masyarakat sekitar.
(2) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pembongkaran dan penataan secara menyeluruh terhadap rumah, prasarana, sarana, dan/atau utilitas umum.
(3) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal sementara bagi masarakat terdampak.
(4) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahap :
a. pra konstruksi
b. konstruksi; dan
c. pasca konstruksi.
Pasal 52
(1) Peremajaan pada tahap pra konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (4) huruf a meliputi :
a. identifikasi permasalaan dan kajian kebutuan pemugaran;
b. penghunian sementara untuk masyarakat terdampak;
c. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
d. pendataan .....
d. pendataan Masyarakat terdampak;
e. penyusunan rencana peremajaan; dan
f. musyawarah dan diskusi penyepakatan.
(2) Peremajaan pada tahap konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (4) huruf b meliputi :
a. proses ganti rugi bagi masyarakat terdampak berdasarkan hasil kesepakatan;
b. penghunian sementara untuk masyarakat terdampak pada lokasi lain;
c. proses pelaksanaan konstruksi peremajaan pada lokasi permukiman eksisting;
d. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi peremajaan; dan
e. proses penghunian kembali Masyarakat terdampak.
(3) Peremajaan pada tahap pasca konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (4) huruf c meliputi :
a. pemanfaatan; dan
b. pemeliharaandan perbaikan.
Paragraf 4
Permukiman Kembali
Pasal 53
(1) Permukiman kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) huruf c dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumaan, dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan Pengguna dan Masyarakat.
(2) Permukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahap :
a. pra konstruksi
b. Konstruksi; dan
c. Pasca konstruksi.
Pasal 54
(1) Permukiman kembali pada tahap pra konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a meliputi :
a. kajian pemanfaatan ruang dan/atau kajian legalitas lahan;
b. sosialisasi dan rembuk warga pada Masyarakat terdampak;
c. pendataan Masyarakat terdampak;
d. penyusunan .....
d. penyusunan rencana permukiman baru, rencana pembongkaran permukiman eksisting dan rencana pelaksanaan permukiman kembali; dan
e. musyawarah dan diskusi penyepakatan.
(2) Permukiman kembali pada tahap konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b meliputi :
a. proses ganti rugi bagi Masyarakat terdampak berdasarkan hasil kesepakatan;
b. proses legalisasi lahan pada lokasi permukiman baru;
c. proses pelaksanaan konstruksi perumahan dan permukiman baru;
d. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi permukiman kembali;
e. proses penghunian kembali Masyarakat terdampak; dan
f. proses pembongkaran pada lokasi permukiman eksisting.
(3) Permukiman kembali pada tahap pasca konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf c meliputi:
a. pemanfaatan; dan
b. pemeliharaan dan perbaikan.
Bagian Keempat
Pengelolaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 55
(1) Pasca peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilakukan pengelolaan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas perumahan dan permukiman secara berkelanjutan.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Masyarakat secara swadaya.
(3) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. pembentukan kelompok swadaya masyarakat; dan
b. pemeliharaan dan perbaikan.
(4) Pengelolaan dapat difasilitasi oleh Pemerintah Daerah untuk meningkakan keswadayaan masyarakat dalam pengelolaan perumahan dan permukiman layak huni.
(5) Fasilitasi .....
(5) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam bentuk :
a. penyediaan dan sosialisasi umum, standar, pedoman, dan kriteria;
b. pemberian bimbingan, pelatihan/penyuluhan, supervisi, dan konsultasi;
c. pemberian kemudahan dan/atau bantuan;
d. koordinasi antar pemangku kepentingan secara periodik atau sesuai kebutuhan;
e. pelaksanaan kajian perumahan dan permukiman; dan/atau
f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi.
Paragraf 2
Pemeliharaan
Pasal 56
(1) Pemeliharaan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4) dilakukan melalui perawatan dan pemeriksaan secara berkala.
(2) Pemeliharaan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh setiap Orang.
(3) Pemeliharaan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk perumahan dan permukiman wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau setiap Orang.
(4) Pemeliharaan sarana dan utilitas umum untuk lingkungan hunian wajib dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Badan Hukum.
(5) Pemeliharaan prasarana untuk kawasan permukiman wajib dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Badan Hukum.
Paragraf 3
Perbaikan
Pasal 57
(1) Perbaikan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4) dilakukan melalui rehabilitasi atau pemugaran.
(2) Perbaikan .....
(2) Perbaikan rumah wajib dilakukan oleh setiap Orang.
(3) Perbaikan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk perumahan dan permukiman wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau setiap Orang.
(4) Perbaikan sarana dan utilitas umum untuk lingkungan hunian wajib dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap Orang.
(5) Perbaikan prasarana untuk kawasan permukiman wajib dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau Badan Hukum.
BAB VII
PENYEDIAAN TANAH
Pasal 58
(1) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab atas penyediaan tanah dalam rangka peningkatan kualitas perumahan kumuh dan kawasan permukiman kumuh.
(2) Ketersediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk penetapannya didalam Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah.
Pasal 59
(1) Penyediaan tanah untuk peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan salah satu pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum.
(2) Penyediaan tanah untuk peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a. pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung dikuasai negara;
b. konsolidasi tanah oleh Pemilik Tanah;
c. peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh Pemilik Tanah;
d. pemanfaatan dan pemindatanganan tanah barang miliki negara atau milik daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
e. pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar.
(3) Penyediaan tanah ......
(3) Penyediaan tanah sebagainana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
PENDANAAN DAN SISTEM PEMBIAYAAN
Pasal 60
(1) Pendanaan dimaksudkan untuk menjamin kemudahan pembiayaan pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah.
(3) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat difasilitasi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Provinsi.
(4) Sumber dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari :
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan atau
c. sumber dana lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem pembiayaan dalam rangka pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB IX
TUGAS DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 61
(1) Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dengan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi.
Bagian Kedua .....
Bagian Kedua
Tugas Pemerintah Daerah
Pasal 62
(1) Dalam melaksanakan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, Pemerintah Daerah memiliki tugas :
a. merumuskan kebijakan dan strategi kabupaten serta rencana pembangunan kabupaten terkait dengan pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
b. melakukan survey dan pendataan skala kabupaten mengenai lokasi perumahan kumuh dan permukikan kumuh.
c. melakukan pemberdaaan kepada masyarakat;
d. melakukan pembangunan kawasan permukiman serta sarana dan prasarana dalam upaya pencegaan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
e. melakukan pembangunan rumah dan perumahan yang layak huni bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan masyarakat berpenghasilan rendah;
f. memberikan bantuan sosial dan pemberdayaan terhadap masyarakat miskin dan masyarakat berpenghasilan rendah;
g. melakukan pembinaan terkait peran masyarakat dan kearian lokal di bidang perumahan dan permukiman; dan
h. melakukan penyediaan pertanahan dalam upaya pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Pelaksanaan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai kewenangannya.
(3) Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dan sinkronisasi program antar Satuan Kerja Perangkat Daerah.
(4) Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi program dilakukan melalui pembentukan Tim Koordinasi tingkat daerah.
Bagian Ketiga .....
Bagian Ketiga
Kewajiban Pemerintah Daerah
Pasal 63
(1) Kewajiban Pemerintah Daerah dalam pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilakukan pada tahap:
a. pengawasan dan pengendalian;
b. pemberdayaan masyarakat.
(2) Kewajiban Pemerintah Daerah pada tahap pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap kesesuaian perizinan pada tahap perencanaan perumahan dan permukiman;
b. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap kesesuaian standar teknis pada tahap pembangunan perumahan dan permukiman; dan
c. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap kesesuaian kelaikan fungsi pada tahap pemanfaatan perumahan dan permukiman.
(3) Kewajiban Pemerintah Daerah pada tahap pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. memberikan pendampingan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam rangka pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh melalui penyuluhan, pembimbingan, dan bantuan teknis; dan
b. memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat mengenai rencana tata ruang, perizinan serta pemberitaan hal-hal terkait upaya pencegahan perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Pasal 64
(1) Kewajiban Pemerintah Daerah dalam peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilakukan pada tahap:
a. penetapan lokasi;
b. penanganan .....
b. penanganan; dan
c. pengelolaan.
(2) Kewajiban Pemerintah Daerah pada tahap penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. melakukan identifikasi lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh melalui survey lapangan dengan melibatkan peran masyarakat;
b. melakukan penilaian lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh sesuai kriteria yang telah ditentukan;
c. melakukan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh melalui Keputusan Kepala Daerah; dan
d. melakukan peninjauan ulang terhadap ketetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh setiap tahun.
(3) Kewajiban Pemerintah Daerah pada tahap penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. melakukan penanganan terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
b. melakukan sosialisasi dan konsultasi publik terhadap hasil perencanaan penanganan terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan
c. melaksanakan penanganan terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh melalui Pola pemugaran, peremajaan, dan/atau permukiman kembali.
(4) Kewajiban Pemerintah Daerah pada tahap pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. melakukan pemberdayaan kepada Masyarakat untuk membangun partisipasi dalam pengelolaan;
b. memberikan fasilitas dalam upaya pembentukan kelompok swadaya masyarakat; dan
c. memberikan fasilitasi dan bantuan kepada Masyarakat dalam upaya pemeliharaan dan perbaikan.
Bagian Keempat
Pola Koordinasi
Pasal 65
(1) Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, melakukan koordinasi dengan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi.
(2) Koordinasi .....
(2) Koordinasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. melakukan sinkronisasi kebijakan dan strategi kabupaten dalam pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan kebijakan dan strategi provinsi dan nasional;
b. melakukan penyampaian hasil penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh kepada Pemerintah dan Pemerintah Provinsi;
c. melakukan sinkronisasi rencana penanganan terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh di kabupaten dengan rencana pembangunan provinsi dan nasional; dan
d. memberikan permohonan fasilitasi dan bantuan teknis dalam bentuk pembinaan, perencanaan, dan pembangunan terkait pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
BAB X
POLA KEMITRAAN, PERAN MASYARAKAT, DAN KEARIFAN LOKAL
Bagian Kesatu
Pola Kemitraan
Pasal 66
Pola kemitraan antar pemangku kepentingan yang dapat dikembangkan dalam upaya peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh yaitu :
a. kemitraan antara Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha Miliki Negara, Daerah, atau Swasta; dan
b. kemitraan antara Pemerintah dan/atau Pemerintah dengan Masyarakat.
Bagian Kedua .....
Bagian Kedua
Peran Masyarakat
Paragraf 1
Peran Masyarakat Dalam Pencegahan
Pasal 67
(1) Peran Masyarakat dalam pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilakukan pada tahap :
a. pengawasan dan pengendalian; dan
b. pemberdayaan Masyarakat.
(2) Peran Masyarakat dalam peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilakukan pada tahap :
a. penetapan lokasi dan perencanaan penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
b. peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan
c. pengelolaan perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Pasal 68
Peran Masyarakat pada tahap pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf a dilakukan dalam bentuk:
a. berpartisipasi aktif menjaga kesesuaian perizinan dari bangunan, perumahan, dan permukiman pada tahap perencanaan serta turut membantu Pemerintah Daerah dalam pengawasan dan pengendalian kesesuaian perizinan dan perencanaan bangunan, perumahan, dan permukiman di lingkungannya;
b. berpartisipasi aktif menjaga kesesuaian standar teknis dari bangunan, perumahan, dan permukiman pada tahap pembangunan serta turut membantu Pemerintah Daerah dalam pengawasan dan pengendalian kesesuaian standar teknis dari perencanaan bangunan, perumahan, dan permukiman di lingkungannya; dan
c. berpartisipasi .....
c. berpartisipasi aktif menjaga kesesuaian kelaikan fungsi dari bangunan, perumahan, dan permukiman pada tahap pemanfaatan serta turut membantu Pemerintah Daerah dalam pengawasan dan pengendalian kesesuaian kelaikan fungsi dari pemanfaatan bangunan, perumahan, dan permukiman di lingkungannya.
Pasal 69
Peran masyarakat pada tahap pemberdayaan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf b dilakukan dalam bentuk:
a. berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan penyuluhan, pembimbingan, dan/atau bantuan teknis yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan/atau Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam rangka pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan
b. memanfaatkan dan turut membantu pelayanan informasi yang diberikan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Daerah mengenai rencana tata ruang perizinan dan standar teknis perumahan dan permukiman serta pemberitaan hal-hal terkait upaya pencegahan perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Paragraf 2
Peran Masyarakat Dalam Peningkatan Kualitas
Pasal 70
Peran Masyarakat dalam peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilakukan pada tahap:
a. penetapan lokasi dan perencanaan penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
b. peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan
c. pengelolaan perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Pasal 71 .....
Pasal 71
(1) Dalam penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 70 huruf a, Masyarakat dapat:
a. berpartisipasi dalam proses pendataan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan mengikuti survey lapangan dan/atau memberikan data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
b. berpartisipasi dalam memberikan pendapat terhadap hasil penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan dasar pertimbangan berupa dokumen atau data dan informasi terkait yang telah diberikan saat proses pendataan.
(2) Dalam perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf a, Masyarakat dapat :
a. berpartisipasi aktif dalam pembahasan yang dilaksanakan pada tahap perencanaan penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang dilakukan Pemerintah Daerah;
b. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Instansi yang berwenang dalam penyusunan rencana penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
c. memberikan komitmen dalam mendukung pelaksanaan rencana penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada lokasi terkait sesuai dengan kewenangannya; dan
d. menyampaikan pendapat dan pertimbangan terhadap hasil penetapan rencana penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan dasar pertimbangan yang kuat berupa dokumen atau data dan informasi terkait yang telah diajukan dalam proses penyusunan rencana.
Pasal 72
(1) Peran Masyarakat pada tahap peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf b, dapat dilakukan dalam proses:
a. pemugaran atau peremajaan; dan
b. permukiman kembali.
(2) Dalam proses .....
(2) Dalam proses pemugaran dan/atau peremajaan sebagamana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Masyarakat dapat :
a. berpartisipasi aktif dalam sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat yang terdampak;
b. berpartisipasi aktif dalam musyawarah dan diskusi penyepakatan rencana pemugaran dan peremajaan;
c. berpartisipasi dalam pelaksanaan pemugaran dan peremajaan, baik berupa dana, tenaga maupun material;
d. membantu Pemerintah Daerah dalam upaya penyediaan lahan yang berkaitan dengan proses pemugaran dan peremajaan terhadap rumah, prasarana, sarana, dan/atau utilitas umum;
e. membantu menjaga ketertiban dalam pelaksanaan pemugaran dan peremajaan;
f. mencegah perbuatan yang dapat menghambat atau menghalangi proses pelaksanaan pemugaran dan peremajaan; dan/atau
g. melaporkan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf f, kepada Instansi berwenang agar proses pemugaran dan peremajaan dapat berjalan lancar.
(3) Dalam proses permukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, masyarakat dapat:
a. berpartisipasi aktif dalam sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat yang terdampak;
b. berpartisipasi aktif dalam musyawarah dan diskusi penyepakatan rencana permukiman kembali;
c. membantu Pemerintah Daerah dalam upaya penyediaan lahan yang dibutuhkan dengan proses permukiman kembali;
d. membantu menjaga ketertiban dalam pelaksanaan permukiman kembali;
e. berpartisipasi dalam pelaksanaan pemukiman kembali, baik berupa dana, tenaga, maupun material;
f. mencegah perbuatan yang dapat menghambat atau menghalangi proses pelaksanaan permukiman kembali; dan/atau
g. melaporkan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf d, kepada Instansi berwenang agar proses pemukiman kembali dapat berjalan lancar.
Pasal 73 ....
Pasal 73
Dalam tahap pengelolaan perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf c, masyarakat dapat:
a. berpartisipasi aktif dalam berbagai program Pemerintah Daerah dalam pemeliharaan dan perbaikan di setiap lokasi perumahan dan permukiman kumuh yang telah tertangani;
b. berpartisipasi aktif secara swadaya dan/atau dalam kelompok swadaya masyarakat pada upaya pemeliharaan dan perbaikan baik berupa dana, tenaga maupun material;
c. menjaga ketertiban dalam pemeliharaan dan perbaikan rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan dan permukiman;
d. mencegah perbuatan yang dapat menghambat atau menghalangi proses pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan; dan/atau
e. melaporkan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf d, kepada instansi berwenang agar proses pemeliharaan dan perbaikan dapat berjalan lancar.
Paragraf 3
Kelompok Swadaya Masyarakat
Pasal 74
(1) Pelibatan kelompok swadaya masyarakat merupakan upaya untuk mengoptimalkan peran Masyarakat dalam peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Kelompok swadaya masyarakat dibentuk oleh Masyarakat secara swadaya atau atas prakarsa Pemerintah.
(3) Pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak perlu dilakukan dalam hal sudah terdapat kelompok swadaya masyarakat yang sejenis.
(4) Pembentukan kelompok swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga ....
Bagian Ketiga
Kearifan Lokal
Pasal 75
(1) Kearifan lokal merupakan petuah atau ketentuan norma yang mengandung kebijaksanaan dalam berbagai perikehidupan masyarakat setempat sebagai warisan turun temurun dari leluhur.
(2) Peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh di daerah perlu dilakukan dengan mempertimbangkan kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berlaku pada masyarakat setempat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pertimbangan kearifan lokal dalam peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh di daerah diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB XI
LARANGAN
Pasal 76
(1) Setiap Orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan.
(2) Setiap Orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan dan/atau permukiman di luar kawasan yang khusus diperuntukkan bagi perumahan dan permukiman.
(3) Setiap Orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan dan/atau permukiman di Tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun Orang.
(4) Setiap Pejabat dilarang mengeluarkan izin pembangunan rumah, perumahan dan/atau permukiman yang tidak sesuai dengan fungsi dan pemanfaatan ruang.
(5) Setiap Orang .....
(5) Setiap Orang dilarang menolak atau menghalang-halangi kegiatan permukiman kembali rumah, perumahan dan/atau permukiman yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah setelah terjadi kesepakatan dengan masyarakat setempat.
(6) Badan Hukum yang menyelenggarakan pembangunan perumahan dan permukiman, dilarang mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas umum diluar fungsinya.
(7) Badan Hukum yang belum menyelesaikan status hak atas tanah lingkungan hunian atau Lisiba, dilarang menjual satuan permukiman.
(8) Orang perseorangan dilarang membangun Kasiba.
(9) Badan Hukum yang membangun Lisiba dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa Rumah.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 77
(1) Setiap Orang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), atau ayat (9) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan pembangunan;
c. penghentian sementara atau penghentian tetap pada pelaksanaan pembangunan;
d. penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan perumahan dan permukiman;
e. penguasaan sementara oleh Pemerintah Daerah (segel);
f. kewajiban membongkar sendiri bangunan dalam jangka waktu tertentu;
g. pembatasan kegiatan usaha;
h. pembekuan Izin Mendirikan Bangunan;
i. pencabutan Izin Mendirikan Bangunan;
j. pembekuan/pencabutan surat bukti kepemilikan Rumah;
k. perintah ......
k. perintah pembongkaran bangunan rumah;
l. pembekuan izin usaha;
m. pencabutan izin usaha;
n. pembatalan izin;
o. kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka waktu tertentu;
p. pencabutan insentif;
q. pengenaan denda asministratif; dan/atau
r. penutupan lokasi.
(3) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB XIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 78
(1) Penyidikan terhadap suatu kasus dilaksanakan setelah diketahui terjadi suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berdasarkan laporan kejadian.
(2) Penyidikan dugaan tindak pidana dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh PPNS bekerjasama dengan Penyidik Umum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIV ......
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Bagian Kesatu
Ketentuan Pidana
Pasal 79
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 76 tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 6 (Enam) Bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah).
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pelanggaran.
Bagian Kedua
Ketentuan pidana sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 80
(1) Setiap Orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan, diancam dengan pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Milyar Rupiah).
(2) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembangunan kembali perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan.
Pasal 81
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja membangun perumahan dan/atau permukiman di luar kawasan yang diperuntukkan bagi perumahan dan permukiman, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (Dua) Tahun atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (Dua Milyar Rupiah).
(2) Dalam hal .....
(2) Dalam hal pelanggaran dilakukan oleh Badan Hukum, maka selain pidana penjara dan pidana denda terhadap pengurusnya, pidana dapat dijatuhkan terhadap badan usaha berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (Tiga) kali dari pidana denda terhadap Orang.
Pasal 82
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja membangun perumahan dan/atau permukiman di Tempat yang berpotensi menimbulkan bahaya bagi Barang ataupun Orang, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (Satu) Tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah).
(2) Dalam hal pelanggaran dilakukan oleh Badan Hukum, maka selain pidana penjara dan pidana denda terhadap pengurusnya, pidana dapat dijatuhkan terhadap Badan Usaha berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (Tiga) Kali dari pidana denda terhadap Orang.
Pasal 83
Setiap Pejabat yang dengan sengaja mengeluarkan izin pembangunan rumah, perumahan, dan/atau permukiman yang tidak sesuai dengan fungsi dan pemanfaatan ruang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) Tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Milyar Rupiah).
Pasal 84
Setiap Orang yang dengan sengaja menolak atau menghalang-halangi kegiatan permukiman kembali rumah, perumahan, atau permukiman yang telah ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah setelah terjadi kesepakatan dengan masyarakat setempat, diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (Satu) Tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah).
Pasal 85
Setiap Badan Hukum yang mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas umum diluar fungsinya, diancam dengan pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Milyar Rupiah).
BAB XV .....
BAB XV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 86
(1) Perencanaan dan perancangan rumah, perumahan dan permukiman harus memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis.
(2) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi persyaratan administrasi, teknis, dan ekologis.
(3) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum dapat dilakukan oleh setiap Orang.
Pasal 87
(1) Pembangunan rumah, perumahan dan/atau permukiman harus dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
(2) Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas uum wajib dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan, dan perizinan.
(3) Pengembangan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan/atau permukiman harus memenuhi persyaratan :
a. kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah hunian;
b. keterpaduan antara prasarana, sarana dan utilitas umum dan lingkungan hunian; dan
c. ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum.
(4) Prasarana, sarana dan utilitas umum yang telah selesai dibangun oleh setiap Orang harus diserahkan kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 88 ....
Pasal 88
(1) Dalam rangka mendorong setiap Orang agar memanfaatkan kawasan permukiman, maka Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif kepada Badan Hukum dan MBR.
(2) Pemberian insentif dari Pemerintah Daerah kepada Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. insentif perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. pemberian kompensasi; dan/atau
c. kemudahan perizinan.
(3) Pemberian insentif dari Pemerintah Daerah kepada MBR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. Pemberian keringanan atau pembebasan pajak sesuai peraturan perundang-undangan;
b. pemberian kompensasi;
c. bantuan peningkatan kualitas rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan/atau
d. kemudahan perizinan.
(4) Mekanisme pemberian insentif dan disinsentif dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 89
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua ketentuan dan/atau Dokumen yang telah dikeluarkan yang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, dinyatakan masih berlaku.
BAB XVII .....
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 90
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap Orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu.
|