ABSTRAK: |
- a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah yang
luas, nyata dan bertanggungjawab, maka Peraturan Daerah sebagai Produk Hukum Daerah harus dilaksanakan dan ditegakkan secara konsekwen, sehingga keberadaan dan peranan PPNS sangat penting dalam penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah;
b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Barru Nomor 5 Tahun 1990 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Barru perlu ditinjau karena sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan perkembangan yang ada;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
- 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah di ubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3890);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209);
5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4168);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara .Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5145);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan, Dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, PPNS, Dan Bentuk- Bentuk Pengamanan Swakarsa;
13. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun
2008 Nomor 24, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Barru Nomor 1);
14. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekteratiat Daerah Dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008 Nomor 25, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barru Nomor 2);
15. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008 Nomor 26, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barru Nomor 3);
16. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun
2008 Nomor 27, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Barru Nomor 4);
- PERATURAN DAERAH TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Barru.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Bupati adalah Bupati Barru.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Barru sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
6. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang- undang untuk melakukan penyidikan.
7. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
8. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS, adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Barru yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah.
9. Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Penyidik POLRI adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan.
10. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
11. Koordinasi adalah suatu bentuk hubungan kerja antara penyidik Polri dengan PPNS dalam melakukan penyidikan tindak pidana tertentu yang menjadi dasar hukumnya, sesuai sendi-sendi hubungan fungsional.
12. Pengawasan adalah proses penilikan dan pengarahan terhadap
pelaksanaan penyidikan oleh PPNS untuk menjamin agar seluruh kegiatan penyidikan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
13. Pembinaan adalah proses kegiatan yang dilakukan secara berhasil guna
dan berdaya guna meningkatkan kemampuan PPNS di bidang teknis dan taktis penyidikan.
14. Pendidikan dan Pelatihan PPNS di Lingkungan Pemerintah Daerah yang
selanjutnya disebut Diklat PPNS Daerah, adalah kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas Calon PPNS dan PPNS Daerah dibidang penyidikan.
15. Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan yang selanjutnya disebut
STTPP, adalah surat tanda lulus bagi PNS yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan.
16. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia selanjutnya disingkat Menteri Hukum dan HAM.
17. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Barru yang selanjutnya disingkat APBD.
BAB II
KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 2
PPNS berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui
pimpinan unit kerjanya.
Pasal 3
PPNS mempunyai tugas melakukan Penyelidikan dan Penyidikan terhadap
pelanggaran Peraturan Daerah sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang- undangan.
(1) PPNS mempunyai wewenang:
Pasal 4
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah;
b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan ditempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan saksi/orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik Polri memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(2) PPNS tidak berwenang untuk melakukan penangkapan dan atau penahanan kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
Pasal 5
PPNS dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud Pasal 3, berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik POLRI.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 6
(1) PPNS disamping hak-haknya sebagai PNS sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, dapat diberikan tunjangan yang dibebankan kepada APBD.
(2) Besarnya tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan dan kemampuan keuangan daerah.
Pasal 7
PPNS sesuai dengan bidang tugasnya mempunyai kewajiban:
a. Melakukan penyidikan, menerima laporan dan pengaduan mengenai terjadinya pelanggaran atas Peraturan Daerah;
b. Menyerahkan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik
POLRI dalam wilayah hukum yang sama;
c. Membuat Berita Acara setiap tindakan dalam hal:
1. pemeriksaan tersangka;
2. pemasukan rumah;
3. penyitaan barang bukti;
4. pemeriksaan saksi;
5. pemeriksaan tempat kejadian.
d. Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada Bupati melalui Pimpinan Unit kerja masing-masing.
BAB IV
PENGANGKATAN, MUTASI DAN PEMBERHENTIAN
Pengangkatan
Pasal 8
Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat menjadi PPNS diharuskan mengikuti pendidikan khusus.
Pasal 9
Pelaksanaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 10
(1) Bupati mengusulkan nama-nama calon PPNS kepada Menteri Hukum dan
HAM melalui Menteri Dalam Negeri dalam hal ini Direktur Jenderal
Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri.
(2) Keputusan Pengangkatan PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM setelah mendapat pertimbangan dari Jaksa Agung dan KAPOLRI.
(3) Untuk dapat diangkat menjadi Pejabat PPNS harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. masa kerja sebagai pegawai negeri sipil paling singkat 2 (dua) tahun;
b. berpangkat paling rendah Penata Muda/golongan III/a;
c. berpendidikan paling rendah sarjana hukum atau sarjana lain yang
setara;
d. bertugas di bidang teknis operasional penegakan hukum;
e. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter rumah sakit pemerintah;
f. setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
g. mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan di bidang penyidikan.
Mutasi
Pasal 11
(1) Mutasi PPNS dalam Lingkungan Pemerintah kabupaten ditetapkan oleh
Menteri Hukum dan HAM.
(2) Mutasi PPNS antar Kabupaten/Kota di lingkungan Pemerintah Propinsi, ditetapkan oleh Menteri Hukum dan HAM.
(3) Mutasi PPNS antar Propinsi, ditetapkan oleh Menteri Hukum dan HAM.
(4) Mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM dalam hal ini Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum.
Pemberhentian
Pasal 12
PPNS diberhentikan dari jabatannya karena :
a. diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil;
b. atas permintaan sendiri secara tertulis;
c. melanggar disiplin kepegawaian;
d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai PPNS; dan e. meninggal dunia.
Pasal 13
(1) Pemberhentian PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diusulkan oleh Bupati kepada Menteri Hukum dan HAM melalui Menteri Dalam
Negeri dalam hal ini Direktur Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian
Dalam Negeri dengan tembusan kepada Gubernur.
(2) Usul pemberhentian PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 harus disertai dengan alasan-alasan dan melampirkan:
a. fotocopi keputusan tentang pengangkatan pejabat PPNS;
b. fotokopi keputusan tentang kenaikan pangkat pegawai negeri sipil terakhir yang dilegalisir; dan
c. asli kartu tanda pengenal pejabat PPNS.
Pasal 14
Keputusan Pemberhentian PPNS ditetapkan oleh Menteri Hukum dan HAM.
BAB V
SUMPAH ATAU JANJI DAN PELANTIKAN
Pasal 15
Sebelum pelantikan, PPNS harus mengucapkan sumpah atau janji.
Pasal 16
Pelantikan dan Pengambilan sumpah atau janji PPNS dilakukan oleh Kepala
Kantor Wilayah Hukum dan HAM atau pejabat yang ditunjuk di Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.
Pasal 17
(1) Tata cara pelantikan dan sumpah atau janji PPNS terdiri dari :
a. Pembacaan Keputusan Pengangkatan PPNS;
b. Pengucapan sumpah atau janji dihadapan saksi Rohaniawan;
c. Penandatanganan Berita Acara Sumpah atau Janji dan Pelantikan;
d. Pelantikan.
(2) Lafal Sumpah atau Janji dan Pelantikan PPNS berbunyi sebagai berikut:
a. Bagi pemeluk Agama Islam.
“ Demi Allah, saya bersumpah/berjanji:
- Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil,
akan setia dan taat sepenuhnya pada Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah yang sah;
- Bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan pejabat penyidik pegawai negeri sipil yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggungjawab;
- Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah dan martabat pejabat pegawai negeri sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
- Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indoinesia dan tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya.”
b. Bagi pemeluk Agama Kristen.
“ Demi Allah, saya bersumpah/berjanji:
- Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya pada Pancasila, Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia serta pemerintah yang sah;
- Bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan pejabat penyidik pegawai negeri sipil yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggungjawab;
- Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah dan martabat pejabat pegawai negeri sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
- Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan
bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indoinesia dan tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya.”
c. Bagi pemeluk Agama Hindu.
“ Om Atah Paramawisesa, saya bersumpah/berjanji:
- Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya pada Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah yang sah;
- Bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan pejabat penyidik pegawai negeri sipil yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggungjawab;
- Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara,
pemerintah dan martabat pejabat pegawai negeri sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
- Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indoinesia dan tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya.”
d. Bagi pemeluk Agama Budha.
“ Demi Sang Hyang Adi Budha, saya bersumpah/berjanji:
- Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya pada Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah yang sah;
- Bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan pejabat penyidik pegawai negeri sipil yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggungjawab;
- Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara,
pemerintah dan martabat pejabat pegawai negeri sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
- Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indoinesia dan tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya.”
e. Bagi penganut Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
“ Demi Tuhan Yang Maha Esa, saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh:
- Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil,
akan setia dan taat sepenuhnya pada Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah yang sah;
- Bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan pejabat penyidik pegawai negeri sipil yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggungjawab;
- Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah dan martabat pejabat pegawai negeri sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
- Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indoinesia dan tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya.”
(3) Berita Acara Pelantikan dan pengambilan sumpah atau janji yang dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM wajib dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pelantikan dan pengambilan sumpah atau janji dilaksanakan.
Pasal 18
Susunan acara Pelantikan PPNS sesuai dengan ketentuan keprotokolan Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.
Pasal 19
Tempat Pelantikan dan pengambilan sumpah atau janji PPNS di Lingkungan
Pemerintah Daerah ditetapkan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.
BAB VI
KARTU TANDA PENGENAL
Pasal 20
(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat menjadi pejabat PPNS, diberi
Kartu Tanda Pengenal.
(2) Kartu Tanda Pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan
oleh Menteri Hukum dan HAM dalam hal ini Direktur Jenderal
Administrasi Hukum Umum.
(3) Masa berlaku Kartu Tanda Pengenal adalah 5 (lima) tahun, terhitung sejak tanggal dikeluarkan.
(4) Bentuk Kartu Tanda Pengenal, meliputi:
a. Bentuk empat persegi panjang;
b. Panjang 8,5 Cm, Lebar 5,5 Cm;
c. Warna Kartu bagian depan putih dan bagian belakang hijau;
d. Warna putih bagian depan memuat:
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
DIREKTORAT JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM
Jl. HR. Rasuna Said Kav. 6-7 Kuningan Jakarta Selatan
KARTU TANDA PENGENAL
PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pas
Photo
2X3
Nama : NIP. : Instansi : Wilayah Kerja :
barcode
e. Warna hijau bagian belakang memuat:
- Nomor/Tanggal : ...............................................................
- Pangkat/Golongan : ...............................................................
- Jabatan : ..............................................................
- No. SK PPNS : ...............................................................
An. MENTERI HUKUM DAN HAM Direktur Jenderal
Administrasi Hukum Umum
Berlaku s/d ............. ....................................................
NIP. .............................................
Pasal 21
(1) Setelah habis masa berlaku Kartu Tanda Pengenal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (3) dapat diusulkan perpanjangan.
(2) Perpanjangan Kartu Tanda Pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari sebelum berakhir masa berlakunya, pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Barru.
(3) Perpanjangan Kartu Tanda Pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan perpanjangan, diproses dan diterbitkan oleh Menteri Hukum dan HAM.
(4) Perpanjangan masa berlaku Kartu Tanda Pengenal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM.
(5) Penggantian Kartu Tanda Pengenal karena mutasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), diterbitkan oleh Menteri Hukum dan HAM.
Pasal 22
(1) Usul perpanjangan Kartu Tanda Pengenal harus dilengkapi :
a. Photo copy Kartu Tanda Pengenal yang telah habis masa berlakunya;
b. Photo copy Surat Keputusan Pengangkatan sebagai PPNS;
c. Photo copy Surat Keputusan Pengangkatan terakhir dalam jabatan/pangkat Pegawai Negeri Sipil;
d. Photo copy DP3 untuk 2 (dua) tahun terakhir;
e. Pas photo ukuran 2 x 3 cm berwarna (dasar merah) sebanyak 2 (dua)
lembar;
(2) Kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan
huruf d masing-masing dalam rangkap 2 (dua).
BAB VII
PELAKSANAAN PENYIDIKAN DAN OPERASI
Pasal 23
(1) Setiap PPNS dalam menjalankan tugas penyidikan harus dilengkapi dengan
Surat Perintah Penyidikan.
(2) Surat Perintah Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanda
tangani oleh atasan PPNS.
Pasal 24
(1) Pelaksanaan operasi penegakan Peraturan Daerah dapat dilakukan dengan bentuk operasi yustisi dan/atau non yustisi.
(2) Operasi yustisi dan non yustisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan secara terpadu dengan melibatkan instansi terkait di Daerah.
(3) Hasil operasi yustisi atas pelanggaran Peraturan Daerah merupakan penerimaan Daerah.
Pasal 25
Pelaksanaan operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 terdiri dari:
a. persiapan;
b. pelaksanaan kegiatan operasi;
c. penindakan (pemanggilan/pemeriksaan dan penyelesaian).
Pasal 26
Petunjuk teknis pelaksanaan operasional PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 diatur oleh Peraturan Bupati sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
BAB VIII
PEMBINAAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 27
(1) Pembinaan terhadap PPNS meliputi:
a. Pembinaan Umum;
b. Pembinaan Teknis; dan c. Pembinaan Operasional.
(2) Pembinaan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan
oleh Menteri Dalam Negeri, berupa pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi yang berkaitan dengan pemberdayaan PPNS.
(3) Pembinaan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM, Kapolri dan Jaksa Agung sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
(4) Pembinaan Operasional sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
dilakukan Bupati bekerjasama dengan Instansi terkait berupa petunjuk teknis operasional berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas PPNS.
Bagian Kedua
Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 28
(1) Pendidikan dan Pelatihan terdiri dari :
a. Pendidikan dan Pelatihan Calon PPNS;
b. Pendidikan dan Pelatihan peningkatan kemampuan PPNS.
(2) Pola Pendidikan dan Pelatihan PPNS terdiri atas :
a. Pola 300 jam pelajaran;
b. Pola 100 jam pelajaran; dan
c. Pola 40 jam pelajaran.
(3) Pola 300 jam pelajaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, diperuntukkan bagi Calon PPNS.
(4) Pola 100 jam pelajaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b,
diperuntukkan bagi Calon atasan langsung PPNS.
(5) Pola 40 jam pelajaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c, diperuntukkan bagi PPNS Daerah dibidang penyidikan tertentu.
BAB IX PEMBIAYAAN
Pasal 29
(1) Biaya pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
(1) dibebankan kepada APBD.
(2) Biaya pelaksanaan tugas-tugas penyidikan pelanggaran Peraturan Daerah oleh PPNS dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan disediakan dalam pos Anggaran Dinas/Instansi/Unit tempat kerja PPNS yang bersangkutan bertugas.
(3) Biaya pelaksanaan pembinaan teknis yuridis dan administratis, termasuk
kegiatan pengawasan dan pengendalian tugas-tugas operasi penegakan Peraturan Daerah oleh PPNS dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam hal Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Barru.
BAB X KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Barru Nomor 5 Tahun 1990 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Barru dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaannya diatur dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 32
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Barru.
|