ABSTRAK: |
- bahwa untuk menciptakan kawasan Pusat Niaga Palopo
yang berkarakter, berbudaya, terintegrasi dengan
kawasan Lalebata, perdagangan yang berwawasan
lingkungan, maka diperlukan upaya penataan dan
pengembangan kawasan secara terarah dan terpadu maka
perlu membentuk Peraturan Walikota Palopo tentang
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Pusat
Niaga Kota Palopo.
-
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2002 tentang Pembentukan Kabupaten Mamasa Dan
Kota Palopo di Provinsi Sulawesi Selatan;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68 , Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
"
' t
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah ubah beberapa kali dan terakhir dengan Undang• Undang Nomor 9 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
7. Peratu.ran Menteri Pekerjaan Umum Nomor
06/PR:f/M/2007 tentang Pedoman Umum Penyusunan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
9. Perda 7 tahun 2008 Kota Palopo tentang Batas Garis Sempadan Bangunan (GSB) Pada Masing - Masing Jalan, Sungai Dan Pantai Dalam Wilayah Kota Palopo
10. Peraturan Daerah Kota Palopo Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bangunan dan Gedung (Lembaran Daerah Kota Palopo Tahun 2013 Nomor 3 seri E Nomor 03 );
11. Peratu.ran Daerah Kota Palopo Nomor 9 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palopo Tahun
2012-2032 (Lembaran Daerah Kota Palopo Tahun 2012
Nomor 09 Tambahan Lembaran Daerah Kota Palopo
Nomor 09);
- Menetapkan: PERATURAN WALIKOTA TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN PUSAT NIAGA KOTA PALOPO
BABI KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian
Pasal l
1. Kota adalah Kota Palopo.
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Walikota adalah Walikota Palopo.
4. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
5. Tata Ruang adalah wujud dari struktur dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. direncanakan.
6. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian ruang.
7. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang.
8. Struktur Pemanfaatan Ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk lingkungan secara hierarkis dan saling berhubungan satu dengan lainnya.
9. Pola Pemanfaatan Ruang adalah tata guna tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya dalam wujud penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya.
10. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palopo 2012-2032.
11. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
12. Kawasan adalah satuan ruang wilayah yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki ciri tertentu.
13. Kawasan Pusat Niaga Palopo adalah Kawasan Strategis Kota dari kepentingan menjaga pertumbuhan ekonomi.
14. Kawasan Lalebbata adalah Sub Kawasan yang berada dalam Kawasan Pusat Niaga Palopo yang merupakan kawasan kota lama dekat Ibukota Kedatuan.
15. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnya disingkat RTBL adalah panduan rancang bangun suatu kawasan/lingkungan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan atau kawasan.
16. RTBL Kawasan Pusat Niaga kota Palopo adalah panduan rancang bangun Kawasan Pusat Niaga kota Palopo untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta membuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana um.um dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan kawasan.
17. Program Bangunan dan Lingkungan adalah penjabaran lebih lanjut dari perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu tertentu yang memuat jenis, jumlah, besaran, dan luasan bangunan gedung serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas um.um, fasilitas sosial, prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan dan sarana penyehatan lingkungan, baik berupa penataan prasarana dan sarana yang sudah ada maupun baru.
18. Rencana Umum dan Panduan Rancangan adalah ketentuan-ketentuan tata bangunan dan lingkungan pada suatu lingkungan atau kawasan yang memuat rencana peruntukan lahan makro dan mikro, rencana perpetakan, rencana tapak, rencana sistem pergerakan, rencana
,,
I C
aksesibilitas lingkungan, rencana prasarana dan sarana lingkungan, rencana wujud visual bangunan, dan ruang terbuka hijau.
19. Ketentuan Pengendalian Rencana adalah ketentuan-ketentuan yang bertujuan untuk mengendalikan berbagai rencana kerja, program kerja maupun kelembagaan kerja pada masa pemberlakuan aturan dalam RTBL dan pelaksanaan penataan suatu kawasan.
20. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan adalah pedoman yang dimaksudkan untuk mengarahkan perwujudan pelak:sanaan penataan bangunan dan kawasan yang berdasarkan dokumen RTBL, dan memandu pengelolaan kawasan agar dapat berkualitas, meningkat, dan berkelanjutan.
21. Struktur Peruntukan Laban merupakan komponen rancang kawasan yang berperan penting dalam alokasi penggunaan dan penguasaan lahan atau tata guna lahan yang telah ditetapkan dalam suatu kawasan perencanaan tertentu berdasarkan ketentuan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.
22. lntensitas Pemanfaatan Laban adalah tingkat alokasi dan distribusi luas lantai paling tinggi bangunan terhadap lahan atau tapak peruntukannya.
23. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka presentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dan luas lahan atau tanah perpetakan atau daerah perencanaan yang dikuasai.
24. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan atau daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana ta.ta ruang dan RTBL.
25. Tata Bangunan adalah produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungan sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek termasuk pembentukan citra atau karakter fisik lingkungan, besaran, dan konfigurasi dari elemen-elemen: blok, kaveling atau petak lahan, bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai bangunan yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung dalam ruang-ruang publik.
26. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah garis pada halaman pekarangan bangunan yang ditarik sejajar dari garis as jalan, tepi sungai atau as pagar dan merupakan bat.as antara kavling atau pekarangan yang boleh dibangun dan yang tidak boleh dibangun.
27. Garis Sempadan Pantai yang selanjutnya disingkat GSP adalah jarak bebas atau wilayah pantai yang tidak boleh dimanfaatkan untuk lahan budi daya, atau untuk didirikan bangunan. GSP diukur dari titik pasang tertinggi.
28. Garis Sempadan Sungai yang selanjutnya disingkat GSS adalah jarak bebas atau batas wilayah sungai yang tidak boleh dimanfaatkan untuk lahan budi daya atau untuk didirikan bangunan. GSS diukur dari garis bibir sungai.
29. Tinggi Bangunan adalah jarak yang diukur dari permukaan tanah, dimana bangunan tersebut didirikan, sampai dengan titik puncak bangunan.
30. Sistem Jaringan Jalan dan Pergerakan adalah rancangan pergerakan yang terkait antara jenis-jenis hierarki atau kelas jalan yang tersebar pada kawasan perencanaan (jalan lokal atau lingkungan) dan jenis pergerakan yang melalui, baik masuk dan keluar kawasan, maupun masuk dan keluar kaveling.
31. Sistem Sirkulasi Kendaraan Umum adalah rancangan sistem arus pergerakan kendaraan umum formal, yang dipetakan pada hierarki atau kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan.
32. Sistem Sirkulasi Kendaraan Pribadi adalah rancangan sistem arus pergerakan bagi kendaraan pribadi sesuai dengan hierarki atau kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan.
33. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau merupakan komponen rancangan kawasan, yang tidak sekedar terbentuk sebagai elemen tambahan ataupun elemen sisa setelah proses rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang lebih luas.
34. Tata Kualitas Lingkungan merupakan rekayasa elemen-elemen kawasan yang sedemikian rupa, sehingga tercipta suatu kawasan atau sub-area dengan sistem lingkungan yang informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu.
35. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana mestinya.
36. Green corridor dalah kawasan hijau sepanjang koridor jalan maupun sungai yang berada di tanah milik pemerintah.
37. Sitting group adalah kelompok tempat duduk yang berfungsi sebagai peristirahatan padajalur pejalan kaki maupun ruang-ruang publik.
38. Green line adaJah kawasan hijau sepanjang koridor jalan yang berada di
tanah milik swasta.
39. Fire hydrant adalah alat perlindungan api aktif yang disediakan di sebagian wilayah perkotaan, pinggiran kota, dan perdesaan yang memiliki ketersediaan (pasokan) air yang cukup yang memungkinkan petugas pemadam kebakaran untuk menggunakan pasokan air tersebut untuk membantu memadamkan kebakaran.
40. Pedestrian ways adalah jalur khusus yang disediakan untuk pejalan kaki guna meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan pejalan kaki dalam menikmati suatu kawasan.
41. Mix Used Area adalah penggunaan satu kawasan untuk fungsi yang bervariasi di mana masing-masing fungsi memiliki jarak yang berdekatan dan dapat dicapai melalui berjalan kaki.
42. Riverfront Park adalah kawasan bantaran sungai Boting yang diolah sebagai ruang publik.
Bagian Kedua Maksud, Tujuan dan Lingkup Pasal 2
(1) Maksud penyelenggaraan RTBL adalah terbentuknya program penataan bangunan dan lingkungan pada kawasan Pusat Niaga Kota Palopo yang dapat memberikan kontribusi terhadap terwujudnya kawasan perencanaan sebagai salah satu bagian dari kota hijau yang berkelanjutan.
(2) Tujuan Penataan Kawasan Pusat Niaga Kota Palopo adalah terarahnya penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan di Kawasan Pusat Niaga Kota Palopo, sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) guna mewujudkan tata bangunan dan dan lingkungan layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
(3) Lingkup RTBL Kawasan Pusat Niaga Kota Palopo meliputi pengaturan, pelaksanaan, · dan pengendalian pelaksanaan pengembangan kawasan/lingkungan Kawasan Pusat Niaga Kota Palopo.
BAB II
MATER! POKOK RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
Bagian Kesatu Sistematika RTBL Pasal 3
(1) Peraturan Walikota tentang RTBL Kawasan Pusat Niaga Kota Palopo disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I : KETENTUAN UMUM
BAB II : MATERI POKOK RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL)
BAB III
BABN BABV
BAB VI BAB VII BAB VIII
: PROGRAM BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
: RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN
: RENCANA INVESTASI
: KETENTUAN PENGENDALIAN RENCANA
: PENGELOLAAN KAWASAN
:KETENTUANPENUTUP
(2) RTBL ini dilengkapi dengan lembar lampiran dan dokumen teknis yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Bagian Kedua Batasan Lokasi Kawasan Pasal 4
(1) Kawasan Pusat Niaga Palopo termasuk dalam Kawasan Strategis Kota
Palopo dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, antara lain:
a. kawasan Pasar Besar
b. kawasan Koridor Jalan Andi Djemma
(2) Kawasan Pusat Niaga Palopo termasuk dalam Kawasan Strategis Kota
Palopo dari sudut kepentingan sosial budaya, antara lain:
a. Kawasan Bersejarah lstana Datu Luwu dan Mesjid Djami Tua b. Kawasan Mesjid Agung Luwu Palopo
(3) Secara geografis batas-batas perencanaan RTBL Kawasan Pusat Niaga Kota
Palopo, meliputi :
a. sebelah Utara Permukiman, Pelabuhan Tanjung Ringgit;
b. sebelah Barat Sungai Boting;
c. sebelah Selatan Sungai Amassangan;
d. sebelah Timur Permukiman
(4) Batas-batas perencanaan RTBL Kawasan Pusat Pusat Niaga Kota Palopo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam La.mpiran I Peraturan ini.
(5) Luas kawasan perencanaan RTBL Kawasan Pusat Niaga Kota Palopo
adalah Kawasan Inti seluas 60 (enam puluh) Ha.
(6) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi:
a. Laban milik Kedatuan Luwu;
b. Laban milik Pemerintah Daerah; c. Laban milik BUMN dan BUMD; d. Laban milik masyarakat; dan
e. Laban milik swasta.
BAB III
PROGRAM BANGUNAN DAN LINGKUNGAN Bagian Kesatu
Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan
Pasal 5
(1) Ruang Utama Kawasan Kawasan Pusat Niaga Palopo, meliputi:
a. Blok A adalah Pusat Pemerintahan Lalebbata
b. Blok B adalahKawasan Campuran/ Mix Used Area dengan prosentase paling tinggi 800/o untuk Perkantoran dan Niaga dan dengan prosentase paling tinggi 20% untuk Permukiman
c. Blok C adalah Pennukiman Traclisional dan Permukiman Penduduk d. Blok D adalah Kawasan Arsitektur Kolonia!
e. Blok E adalah Kawasan Masjid Agung
f. Blok F adalah Kawasan Riveifront Park
g. Blok G adalah Kawasan Perkantoran
h. Blok H adalah Kawasan Campuran/ Mix Used Area dengan prosentase paling tinggi 20% untuk Perkantoran dan Niaga dengan prosentase paling tinggi 80°/o untuk. Pennukiman
(2) Kerangka utama kawasan adalah koridor JI. Andi Djema, JI Ahmad Yani dan JI Opu Tosappaile Kota Palopo, dan kerangka kawasan per blok meliputi:
a. Kerangka kawasan Blok A merupakan Pusat Pemerintahan Lalebatta adalah koridor JI Andi Djemma.
b. Kerangka. kawasan Blok B merupakan Kawasan Campuran/Mix Used
Area adalah koridorJl Andi Djema, JI Landau, Jl Palopo-Massamba.
c. Kerangka kawasan Blok C merupakan Permukiman Tradisional dan Permukiman Penduduk adalah koridor JI Landau, JI Opu Tosappaile dan Jl H. Hasan.
d. Kerangka kawasan Blok D merupakan Kawasan Arsitektur Kolonial adalah koridor sekeliling Lapangan KODIM dan JI Opu Tosappaile.
e. Kerangka kawasan Blok E meruapakan Kawasan Masjid Agung adalah koridorJl Ahmad Yani
f. Kerangka kawasan Blok F merupakan Kawasan Riverfront Park adalah koridor tepi Sungai Boting
g. Kerangka kawasan Blok G merupakan Kawasan Perkantoran adalah koridor JI Batara
h. Kerangka kawasan Blok H merupakan Kawasan Campuran/ Mix Used Area adalah koridor Jalan Opu Tosappaile, JI Andi Djemma, JI Mannennungeng, JI Pongsimpin.
Bagian Kedua
Blok Pengembangan Kawasan dan Program Penanganannya
Pasal 6
(1) Blok pengembangan kawasan RTBL, terdiri dari:
a. Blok Pengembangan A adalah Pusat Pemerintahan Lalebbaa
b. Blok Pengembangan B adalah Kawasan Campuran/Mix Used Area Blok Pengembangan C adalah Permukiman Tradisional dan Permukiman Penduduk
c. Blok Pengembangan D adalah Kawasan Arsitektur Kolonial
d. Blok Pengembangan E adalah Kawasan Masjid Agung
e. Blok Pengembangan F adalah Kawasan Riuerfroni Park
f. Blok Pengembangan G adalah Kawasan Perkantoran
g. Blok Pengembangan H adalah Kawasan Campuran/Mix Used Area
(2) Blok pengembangan kawasan RTBL Kawasan Pusat Niaga Kota Palopo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 7
Program penanganan blok pengembangan kawasan sebagaimana dimaksud dalam. pasal 6 ayat ( 1) terdiri dari :
a. Blok A adalah Pusat Pemerintahan Lalebbata, terdiri dari :
1. Program penanganan bangunan, berupa:
a) Pelestarian dan revitalisasi bangunan cagar budaya, antara lain
Masjid Jami, Kedatuan Luwu dan Kantor Pos b) Revitalisasi Luwu Plaza
c) Pelestarian Gerbang Kawasan eksisting
2. Program penanganan lingkungan, berupa :
a) Green corridor;
b) Alun-alun;
c) Perabotjalan, penandaan dan sitting group;
3. Program penanganan infrastruktur, peningkatan, berupa :
a) Pedestrian Jal.an dan pengalihan menjadi jalan khusus serta perabot jalan;
b) Drainase dan box air bersih;
c) Lampu jalan dan lampu pedestrian;
d) Fasilitas air bersih dan pedistribusian serta pengaturan penempatan perpipaan;
e) Penempatan dan pengadaan Fire hydrant;
f) Penempatan dan pengadaan TPS/ tong bin;
b. Blok B adalahKawasan Campuran/Mix Used Area terdiri dari :
1. Program penanganan bangunan, berupa:
a) Pelestarian bangunan cagar budaya antara lain kantor polisi militer, rumahjabatan kodim dan kantor LVRI;
b) Pelestarian ruko :
c) Pembangunan gerbang kawasan dari arah pelabuhan.
2. Program penanganan lingkungan, berupa :
a) Green corridor:
b) Perabot jalan, penandaan dan, sitting group ;
c) Penambahan RTH
3. Program penanganan infrastruktur, berupa :
a) Penataan Pedestrian jalan dan perabot jalan ;
b) Drainase dan box air bersih ;
c) Lampu jalan dan lampu pedestrian ;
d) Fasilitas air bersih dan pedistribusian serta pengaturan penempatan perpipaan ;
e) Penempatan dan pengadaan Fire hydrant;
f) Penempatan dan pengadaan TPS/ tong bin.
c. Blok C adalah Pennukiman Tradisional dan Permukiman Penduduk, terdiri dari :
1. Program penanganan bangunan berupa:
a) Penataan tipologi gerbang rumah
2. Program penanganan lingkungan, peningkatan berupa :
a) Green corridor :
b) Green line :
c) Perabot jalan, penandaan dan, sitting group
3. Program penanganan infrastruktur, berupa :
a) Penataan Pedestrian jalan dan perabot jalan ;
b) Drainase dan box air bersih :
c) Lampu jalan dan lampu pedestrian :
d) Fasilitas air bersih dan pedistribusian serta pengaturan penempatan perpipaan ;
e) Penempatan dan pengadaan Fi.re hydrant :
f) Penempatan dan pengadaan TPS / tong bin.
d. Blok D adalah Kawasan Arsitektur Kolonial, terdiri dari :
1. Program penanganan bangunan berupa:
a) Pelestarian bangunan cagar budaya seperti Gereja PNIEL, Kantor Kodim, Balaikota, Rujab Komandan Kodim, Rumah Pak Sabani, dan ex Rumah Sakit ;
b) Pembangunan gerbang kawasan dari arah La.tuppa.
2. Program penanganan lingkungan, peningkatan berupa :
a) Green corridor;
b) Perabot jalan, penandaan dan, sitting group
3. Program penanganan infrastruktur, berupa:
a) Pedestrian dan kondisi jalan serta perabot jalan ;
b) Drainase dan box air bersih :
c) Lampu jalan dan lampu pedestrian ;
d) Fasilitas air bersih dan pedistribusian serta pengaturan penempatan perpipaan ;
e) Penempatan dan pengadaan Fi.re hydrant :
f) Penempatan dan pengadaan TPS/ tong bin.
e. Blok E adalah Kawasan Masjid Agung, terdiri dari :
1. Program penanganan lingkungan, berupa:
a) Green corridor;
b) Perabot jalan, penandaan dan, sitting group
2. Program penanganan infrastruktur, peningkatan berupa:
a) Pedestrian jalan dan perabot jalan ;
b) Drainase dan box air bersih :
c) Lampu jalan dan lampu pedestrian ;
d) Fasilitas air bersih dan pedistribusian serta pengaturan penempatan perpipaan ;
e) Penempatan dan pengadaan Fire hydrant :
f) Penempatan dan pengadaan TPS/ tong bin.
f. Blok F adalah Kawasan Ri.verfront Park, terdiri dari :
1. Program penanganan bangunan berupa:
a) Pembangunan gerbang kawasan dari arah Rantepao ;
b) Pembangunan gerbang kawasan dari arah Masamba.
2. Program penanganan lingkungan, berupa :
a) Penataan sungai ; pedestrian ways, kano, lansekap ;
b) Green corridor;
c) Green line ;
d) Perabot jalan, penandaan dan, sitting group.
3. Program penanganan infrastruktur, berupa:
a) Pedestrian jalan dan perabot jalan ;
b) Drainase dan box air bersih;
c) Lampu jalan dan lampu pedestrian;
d) Fasilitas air bersih dan pedistribusian serta pengaturan penempatan perpipaan ;
e) Konservasi sumber air baku ;
f) Penempatan dan pengadaan Fire hydrant;
g) Penempatan dan pengadaan TPS/ tong bin.
g. Blok G adalah Kawasan Perkantoran, terdiri dari :
1. Program penanganan bangunan berupa:
Penataan tipologi gerbang rumah dan perkantoran.
2. Program penanganan lingkungan, peningkatan :
a) Green corridor;
b) Green line ;
c) Perabot jalan, penandaan dan, sitting group.
3. Program penanganan infrastruktur, berupa :
a) Pedestrian jalan dan area parkir serta perabot jalan ;
b) Drainase dan box air bersih ;
c) Lampu jalan dan lampu pedestrian ;
d) Fasilitas air bersih dan pedistribusian serta pengaturan penempatan perpipaan ;
e) Penempatan dan pengadaan Fire hydrant;
f} Penempatan dan pengadaan TPS/ tong bin.
h. Blok H adalah Kawasan Campuran/ Mix Used Area, terdiri dari :
1. Program penanganan bangunan, berupa : Pembangunan gerbang kawasan dari arah Makassar.
2. Program penanganan lingkungan, berupa :
a) Green corridor;
b) Green line ;
c) Perabotjalan, penandaan dan, sitting group
3. Program penanganan infrastruktur, peningkatan berupa:
a) Pedestrian jalan dan area parker ;
b) Drainase dan box air bersih ;
c) Lampu jalan dan lampu pedestrian ;
d) Fasilitas air bersih dan pedistribusian serta pengaturan penempatan perpipaan ;
e) Penempatan dan pengadaan Fire hydrant;
f} Penempatan dan pengadaan TPS/ tong bin.
BAB IV
RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN
Bagian Kesatu Struktur Peruntukan Lahan Pasal 8
(1) Struktur peruntukan lahan di kawasan RTBL terdiri atas peruntukan di setiap blok.
(2) Struktur peruntukan lahan di kawasan RTBL sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) tercliri atas :
a. Blok A adalah Pusat Pemerintahan Lalebbata, dengan struktur peruntukan lahan untuk:
1. Pelestarian cagar budaya berupa istana Kedatuan Luwu dan
Masjid Jami;
2. Perdagangan ;
3. Ruang terbuka hijau.
b. Blok B adalah Kawasan Campuran/ Mix Used Area, dengan struktur peruntukan lahan untuk:
1. Perdagangan ;
2. Permukiman ; dan
3. Ruang terbuka hijau.
c. Blok C adalah Permukiman Tradisional dan Permukiman
Penduduk, dengan struktur peruntukan lahan untuk :
1. Pennukiman ; dan
2. Permukiman tradisional.
d. Blok D adalah Kawasan Arsitektur Kolonial, dengan struktur peruntukan lahan untuk ;
1. Pelestarian cagar budaya ;
2. Militer;
3. Perkantoran;
4. Permukiman ;
5. lbadah ; dan
6. Ruang Terbuka Hijau.
e. Blok E adalah Kawasan Masjid Agung, dengan struktur peruntukan
lahan untuk :
1. Ibadah;
2. Perdagangan dan jasa.
f Blok F adalah Kawasan Riverfront Park, dengan struktur peruntukan lahan untuk ruang terbuka hijau.
g. Blok G adalah Kawasan Perkantoran, dengan struktur peruntukan lahan untuk :
1. Perkantoran ;
2. Permukiman ; dan
3. Perdagangan dan jasa.
h. Blok H adalah Kawasan Campuran/Mix Used Area, dengan struktur peruntukan lahan, untuk :
1. Perdagangan dan jasa.
2. Permukiman ; dan
3. Perkantoran.
Pasal 9
Struktur Peruntukan Laban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Bagian Kedua
Rencana Perpetakan
Pasal 10
Rencana perpetakan lahan merupakan pembagian lahan dalam blok menjadi sejumlah kaveling/petak lahan pada kawasan RTBL dengan memperhatikan ukuran, bentuk, pengelompokan dan konfigurasi tertentu.
Pasal 11
(1) Rencana perpetakan sebagaimana climaksud dalam Pasal 10 terdapat dalam tiap blok kawasan
(2) Rencana orientasi kaveling diarahkan menghadap:
a. Jalan kerangka utama kawasan ;
b. Jalan lingkungan ;
c. Persimpangan jalan ;
d. Sungai;
e. Jembatan sungai.
(3) Pola pengaturan kaveling dianjurkan berbentuk linier.
Bagian Ketiga Rencana Tapak Pasal 12
(1) Rencana tapak pada kawasan RTBL dipertahankan sebagai kawasan pusat kota yang berkarakter di masing-masing blok kawasannya ;
(2) Rencana tapak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
1. Rencana Tapak Blok A adalah Pusat Pemerintahan Lalebbata, untuk:
a) Pelestarian bangunan cagar budaya pada zona inti, pengembangan zona penyangga tidak berpotensi merusak bangunan maupun nilai ftlosofi dan lebih berupa penataan lansekap dan perabot. Pembangunan pada zona penunjang lebih mengarah pada pembangunan yang dapat menunjang fungsi warisan budaya. Sedangkan pada zona pengembangan adalah yang boleh dikembangkan
b) Jaringan jalan (jalan kendaraan dan pedestrian) yang mengintegrasikan antar blok kawasan maupun mengintegrasikan kawasan dengan wilayah lain di sekitamya.
c) Membentuk jaringan pedestrian way yang menghubungkan semua unit perencanaan
d) Menetapkan jarak bangunan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga tercipta building alignment yang serasi.
e) Mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan
roof-lineyang berirama dan menghasilkan koridor jalan sebagai ruang
closure.
f) Untuk memperkuat karakter kawasan dapat dibuat landmark berupa alun-alun yang dilengkapi dengan panggung rakyat, pohon palem, pohon kemuning/palopo, pohon asam dan tanaman khas Palopo
lainnya.
g) Penghijauan pada sekitar kawasan pemerintahan Lalebbata yaitu
dengan green corridor, green space, green line.
2. Rencana tapak Blok B adalah Kawasan Campuran/ Mix Used Area, untuk:
a) Pelestarian bangunan cagar budaya pada zona inti, pengembangan zona penyangga tidak berpotensi merusak bangunan maupun nilai filosofi dan lebih berupa penataan lansekap dan perabot. Pembangunan pada zona penunjang lebih mengarah pada pembangunan yang dapat menunjang fungsi warisan budaya. Sedangkan pada zona pengembangan adalah yang boleh dikembangkan
b) Pelestarian bangunan ruko yang khas
c) Jaringan jalan (jalan kendaraan dan pedestrian) yang
mengintegrasikan antar blok kawasan maupun mengintegrasikan kawasan dengan wilayah lain di sekitarnya.
d) Membentuk jaringan pedestrian ways yang menghubungkan semua
unit perencanaan
e) Menetapkan jarak bangunan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga
tercipta building alignment yang serasi.
f) Mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan roof•
line yang berirama dan menghasilkan koridor jalan sebagai ruang
closure.
g) Penghijauan pada sekitar kawasan yaitu dengan green corridor, green
space, green line.
3. Rencana tapak Blok C adalah Permukiman Tradisional dan Permukiman
Penduduk, Untuk :
a) Pengaturan tipologi gerbang rumah
b) Jaringan jalan (jalan kendaraan dan pedestrian) yang mengintegrasikan antar blok kawasan maupun mengintegrasikan kawasan dengan wilayah lain di sekitarnya.
c) Membentuk jaringan pedestrian ways yang menghubungkan semua unit perencanaan
d) Menetapkan jarak bangunan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga tercipta building alignment yang serasi.
e) Mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan roof• line yang berirama dan menghasilkan koridor jalan sebagai ruang closure.
f) Penghijauan pada se.kitar kawasan yaitu dengan green corridor, green space, green line.
4. Rencana tapak Blok D adalah Kawasan Arsitektur Kolonial, Untuk :
a) Pelestarian bangunan cagar budaya pada zona inti, pengembangan zona penyangga tidak berpotensi merusak bangunan maupun nilai ftlosofi dan lebih berupa penataan lansekap dan perabot. Pembangunan pada zona penunjang lebih mengarah pada pembangunan yang dapat menunjang fingsi warisan budaya. Sedangkan pada zona pengembangan adalah yang boleh dikembangkan
b) Jaringan jalan (jalan kendaraan dan pedestrian) yang mengintegrasikan
antar blok kawasan maupun mengintegrasikan kawasan dengan wilayah lain di sekitarnya.
c) Membentuk jaringan pedestrian way yang menghubungkan semua unit
perencanaan
d) Menetapkan jarak bangunan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga
tercipta building alignment yang serasi.
e} Mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan roof•
line yang berirama dan menghasilkan koridor jalan sebagai ruang
closure.
t) Penghijauan pada seki.tar kawasan yaitu dengan green corridor, green space, green line.
5. Rencana tapak Blok E adalah Kawasan Masjid Agung, Untuk :
a) Jaringan jalan (jalan kendaraan dan pedestrian) yang mengintegrasikan antar blok kawasan maupun mengintegrasikan kawasan dengan wilayah lain di sekitamya.
b) Membentuk jaringan pedestrian ways yang menghubungkan semua unit
perencanaan
c) Menetapkan jarak bangunan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga
tercipta building alignment yang serasi.
d) Mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan roof•
line yang berirama dan menghasilkan koridor jalan sebagai ruang
closure.
e) Penghijauan pada sekitar kawasan yaitu dengan green corridor, green space, green line.
6. Rencana tapak Blok F adalah Kawasan Riuerfroni Park, Untuk :
a} jaringan jalan dan jembatan (kendaraan atau pedestrian) yang mengintegrasikan antar blok kawasan maupun mengintegrasikan kawasan dengan wilayah lain di sekitamya.
b) Membentuk jaringan pedestrian ways berupa pelantar yang
menghubungkan semua unit perencanaan di kawasan Riverfront Park
c) Mengupayakan Sungai Boting tetap dilestarikan, dimanfaatkan sebagai ruang wisata, sekaligus berkontribusi dalam menunjang ruang terbuka
hijau kawasan dan kota.
d) Menetapkan jarak bangunan terhadap sungai sedemikian rupa sehingga tercipta building alignment yang serasi.
e) Mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga view sungai dapat dinikmati hingga .
7. Rencana tapak Blok G adalah Kawasan Perkantoran, untuk:
a} Pengaturan tipologi gerbang bangunan
b) Jaringan jalan Galan kendaraan dan pedestrian) yang mengintegrasikan antar blok kawasan maupun mengintegrasikan kawasan dengan wilayah lain di sekitarnya.
c) Membentuk jaringan pedestrian way yang menghubungkan semua unit perencanaan
d) Menetapkan jarak bangunan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga tercipta building alignment yang serasi.
e) Mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan roof•
line yang berirama dan menghasilkan koridor jalan sebagai ruang
closure.
f) Penghijauan pada sekitar kawasan yaitu dengan green corridor, green
space, green line.
8. Rencana tapak Blok H adalah Kawasan Kawasan Campuran/Mix Used
Area, untuk :
a) Pelestarian bangunan cagar budaya pada zona inti, pengembangan zona penyangga tidak berpotensi merusak bangunan maupun nilai filosofi dan lebih berupa penataan lansekap dan perabot. Pembangunan pada zona penunjang lebih mengarah pada pembangunan yang dapat menunjang fingsi warisan budaya. Sedangkan pada zona pengembangan adalah yang boleh dikembangkan
b) Jaringan jalan (.ialan kendaraan dan pedestrian) yang mengintegrasikan
antar blok kawasan maupun mengintegrasikan kawasan dengan wilayah lain di sekitamya.
c) Membentuk jaringan pedestrian way yang menghubungkan semua unit
perencanaan
d) Menetapkan jarak bangunan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga tercipta building alignment yang serasi.
e) Mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan roof•
line yang berirama dan menghasilkan koridor jalan sebagai ruang
closure.
t) Penghijauan pada sekitar kawasan yaitu dengan green corridor, green
space, green line.
Bagian Keempat Intensitas Pemanfaatan lahan Paragraf l
Ketinggian Bangunan
Pasal 13
(1) Pertumbuhan kawasan sebagai kota pusaka dibatasi dengan pengaturan intensitas pemanfaatan lahan rendah dan perkembangan lebih diarahkan di luar kawasan.
(2) Ketinggian bangunan di kawasan kota pusaka adalah bangunan gedung
bertingkat rendah hingga bangunan gedung bertingkat sedang, kecuali bangunan monumental seperti landmark kawasan, tower, tugu, masjid dan sejenisnya.
(3) Ketinggian bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut:
a. Bangunan gedung bertingkat rendah adalah bangunan yang mempunyai ketinggian sampai dengan 2 lantai.
b. Bangunan gedung bertingkat sedang adalah bangunan yang
mempunyai ketinggian 3 sampai dengan 5 lantai.
c. Tinggi lantai dasar suatu bangunan gedung diperkenankan mencapai paling tinggi 1,20 m di atas tinggi rata-rata tanah pekarangan atau tinggi rata rata jalan, dengan memperhatikan keserasian lingkungan.
d. Apabila tinggi tanah pekarangan berada di bawah titik ketinggian (pell) bebas banjir atau terdapat kemiringan curam atau perbedaan tinggi yang besar pada suatu tanah perpetakan, maka tinggi maksimal lantai dasar ditetapkan tersendiri.
(4) Ketinggian bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagai berikut:
a. Blok A untuk Pusat Pemerintahan Lalebbata, dengan ketentuan :
1. Tinggi bangunan pada peruntukan kantor pos paling tinggi 2 lantai
2. Tinggi bangunan pada peruntukan ibadah paling tinggi 2 lantai
3. Tinggi bangunan pada peruntukan perdagangan dan jasa apabila terletak di kapling sudut paling tinggi 4 lantai
4. Tinggi bangunan pada peruntukan perdagangan dan jasa apabila terletak di kapling deret paling tinggi 3 lantai
5. Tinggi bangunan pada bangunan monument paling tinggi 20 lantai b. Blok B untuk Kawasan Campuran/Mix Used Area, dengan ketentuan
1. Tinggi bangunan pada peruntukan perdagangan dan jasa apabila terletak di kapling sudut paling tinggi 4 lantai
2. Tinggi bangunan pada peruntukan perdagangan dan jasa apabila
terletak di kapling deret paling tinggi 3 lantai
3.. Tinggi. bangunan. pad.a peruntukan permukiman. paling tinggi 2 lantai
c. Blok C untuk Permukiman Tradisional dan Permukiman Penduduk
1. Tinggi bangunan pada peruntukan permukiman paling tinggi 2 lantai
2. Tinggi. bangunan pad.a peruntukan permukiman. tradisional paling
tinggi 2 lantai
d. Blok D untuk Kawasan Arsitektur Kolonial, dengan ketentuan :
1. Tinggi bangunan pada peruntukan militer paling tinggi 2 lantai
2. Tinggi bangunan pada peruntukan ibadah paling tinggi 2 lantai
3. Tinggi bangunan. pada peruntukan permukiman. paling tinggi 2 lantai
4. Tinggi bangunan pada peruntukan perkantoran paling tinggi 2
lantai
e. Blok E untuk Kawasan Masjid Agung, dengan ketentuan :
1. Tinggi bangunan pada peruntukan ibadah paling tinggi 3 lantai
2. Tinggi bangunan pada peruntukan perdagangan dan jasa paling tinggi 2 lantai
f. Blok F untuk Kawasan Riverfront Park, dengan ketentuan
1. Tinggi bangunan pada peruntukan riverfrontpark paling tinggi 1
lantai
g.Blok G untuk Kawasan Perkantoran, dengan ketentuan :
1. Tinggi bangunan pada peruntukan perkantoran paling tinggi 2 lantai
2. Tinggi bangunan pada peruntukan perdagangan dan jasa paling tinggi 2 lantai
3. Tinggi bangunan pada peruntukan permukiman paling tinggi 2 lantai
h. Blok H untuk Kawasan Campuran/Mix Used Area, dengan ketentuan :
1. Tinggi bangunan pada peruntukan perkantoran paling tinggi 3 lantai
2. Tinggi bangunan pada peruntukan perdagangan dan jasa apabila
terletak di kapling sudut paling tinggi 4 lantai
3. Tinggi bangunan pada peruntukan perdagangan dan jasa apabila terletak di kapling deret paling tinggi 3 lantai
4. Tinggi bangunan pada peruntukan permukiman paling tinggi 2 lantai
Paragraf2
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Pasal 14
KDB Kawasan Pusat Niaga Palopo terdiri dari :
a. Blok A berupa Pusat Pemerintahan Lalebbata dengan ketentuan :
1. KDB istana paling tinggi 40%
2. KDB kantor pos paling tinggi 40%
3. KDB ibadah paling tinggi 40%
4. KDB perdagangan dan jasa paling tinggi 50%
5. KDB ruang terbuka hijau paling tinggi 20%
b. Blok B berupa Kawasan Campuran/Mix Used Area dengan ketentuan :
1. KDB perdagangan dan jasa paling tinggi 80% sampai 100%.
2. KDB permukiman paling tinggi 60°/o
3. KDB ruang terbuka hijau paling tinggi 20%
c. Blok C berupa Permukiman Tradisional dan Permukiman Penduduk dengan ketentuan, :
1. KDB permukiman paling tinggi 60%
2 .. KDB pennukiman tradisional paling tinggi 60o/o
d.Blok D berupa Kawasan Arsitektur Kolonial dengan ketentuan :
1. KDB militer paling tinggi 70%
2. KDB ibadah paling tinggi 70%
3. KDB permukiman paling tinggi 1 60%
4. KDB perkantoran paling ti.nggi 50%
e. Blok E berupa Kawasan Masjid Agung dengan ketentuan :
1. KDB ibadah paling tinggi 40%
2. KDB perdagangan dan jasa paling tinggi 70%
f. Blok F berupa Kawasan Ri.verfront Park dengan ketentuan ·
1. KDB riverfront park paling tinggi 20%
g.Blok G berupa Kawasan Perkantoran dengan ketentuan:
1. KDB perkantoran paling tinggi 70%
2. KDB perdagangan dan jasa paling tinggi 80%
3. KDB permukiman paling tinggi 60%
h. Blok H berupa Kawasan Kawasan Campuran/Mix Used Area dengan ketentuan :
1. KDB perkantoran paling tinggi 70%
2. KDB perdagangan danjasa paling tinggi 80% sampai 100%
3. KDB permukiman paling tinggi 60%
Paragraf 3
Koefisien Lantai bangunan (KLB) Pasal 15
KLB dan jumlah lantai bangunan pada Kawasan Pusat Niaga Palopo, terdiri
dari:
a. Blok A berupa Pusat Pemerintahan Lalebbata dengan ketentuan ·
1. KLB istana paling tinggi 1,4
2. KLB kantor pos paling tinggi. 0,8
3. KLB ibadah paling tinggi 1,4
4. KLB perdagangan dan jasa paling tinggi 7,5
5. KLB ruang terbuka hijau paling tinggi 0,4
b. Blok B berupa Kawasan Campuran/Mix Used Area dengan koefisien paling tinggi 80% untuk Niaga dengan koefisien paling tinggi 20% untuk Permukiman dengan ketentuan :
1. KLB perdagangan dan jasa pada kapling deret paling tinggi 3
2. KLB perdagangan danjasa pada kapling sudut paling tinggi 4
3. KLB permukiman paling tinggi 1,2
4. KLB ruang terbuka hijau paling tinggi 0,4
c. Blok C berupa Permukiman Tradisional dan Permukiman Penduduk dengan ketentuan :
1. KLB permukiman paling tinggi 1,2
2. KLB permukiman tradisional paling tinggi 1,2
d. Blok D berupa Kawasan Arsitektur Kolonia! dengan ketentuan
1. KLB militer paling tinggi 1,4
2. KLB ibadah paling tinggi 1,4
3. KLB permukiman paling tinggi 1,2
4. KLB perkantoran paling tinggi 1
e. Blok E berupa Kawasan Masjid Agung dengan ketentuan
1. KLB ibadah paling tinggi 1,2
2. KLB perdagangan danjasa paling tinggi 1,4
f. Blok F berupa Kawasan Ri.verfront Park dengan ketentuan :
1. KLB riverfront park paling tinggi O ,2
g. Blok G berupa Kawasan Perkantoran dengan ketentuan :
1. KLB perkantoran paling tinggi 1,4
2. KLB perdagangan danjasa paling tinggi 1,6
3. KLB permukiman paling tinggi 1,2
h. Blok H berupa Kawasan Kawasan Campuran/Mix Used Area dengan ketentuan :
1. KLB perkantoran paling tinggi 2,1
2. KLB perdagangan danjasa pada kapling deret paling tinggi 3
3. KLB perdagangan dan jasa pada kapling sudut paling tinggi 4
4. KLB permukiman paling tinggi 1,2
Intensitas Pemanfaatan Lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal
14, dan Pasal 15 tercantum dalam Lampiran IV, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Bagian Kellina Tata Bangunan Paragraf 1
Garis Sempadan Bangunan (GSB) Pasal 17
(1) Ketentuan Garis Sempadan bangunan sebagai berikut:
a. Garis sempadan bangunan diukur dari tepi bahu jalan.
b. Mengacu arahan peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat, kawasan bantaran sungai bilamana ada pendirian bangunan untuk fasilitas umum, fasilitas sosial atau sarana wisata mangrove diupayakan GSB berjarak sampai 100 m dari tepi sungai, atau GSB diperkenankan O artinya bangunan diperkenankan berada di atas bantaran sungai dengan syarat memperhatikan:
1. Rekayasa teknis dan faktor keselamatan pengguna bangunan yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Tidak merusak pelestarian habitat flora dan fauna setempat.
3. Memanfaatkan material ramah lingkungan.
(2) Garis sempadan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan Daerah Kota Palopo Nomor 7 tahun 2008 tentang Garis Sempadan Bangunan (GSB) pada masing-masing jalan Sungai dan Pantai Dalam Wilayah Kota Palopo Perda No 7 tahun 2008 tentang Garis Sempadan Bangunan (GSB) pada masing-,masing jalan, Sungai dan Pantai daJam wilayah Kota Palopo
(3) Jarak antar bangunan diatur:
1. untuk bangunan kurang dari 3 lantaijarak bangunan diperbolehkan 0.
2. untuk bangunan ± 4 lantai jarak antar bangunan Paling Kurang I m.
3. untuk bangunan >4 lantai jarak antar bangunan paling kurang 3 m
Paragraf 2
Garis Sempadan Sungai (GSS) Pasal 18
(1) Garis Sempadan Sungai pada Sungai bertanggul di dalam kawasan
perkotaan; sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter terhitung dari tepi tanggul sebelah luar sepanjang kaki tanggul
(2) Garis Sempadan Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan, dengan GSS didasarkan pada kriteria :
a. sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis
sempadan diteta.pkan sekurang-k.urangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; dan
b. sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter garis
sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
(3) Peneta.pan garis sempadan sungai yang terpengaruh pasang surut air laut,
. ..
GSS ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai,
dan berfungsi sebagai jalur hijau.
(4) Bila diperlukan untuk pembangunan bangunan fasilitas umum dan sosial di zonasi pemanfaatan guna mendukung upaya pelestarian alam dan atau untuk pembangunan fasilitas publik dan sosial yang rekreatif dan mendukung transportasi air, GSB di sungai diperkenankan O atau dibangun di atas bantaran sungai ataupun sungai dengan syarat memperhatikan ketentuan:
a. Rekayasa teknis bangunan dan ruang publik seperti fasilitas umum/
fasilitas sosial di atas sungai sedemikian rupa sehingga tidak signifikan mengurangi kapasitas tampungan air dan tidak menggangu laju aliran sungai atau menjadi jebakan sampah
b. Faktor keselamatan pengguna bangunan dapat dipertanggungjawabkan
c. Tidak merusak pelestarian habitat flora dan fauna setempat d. Desain arsitektur dan material ramah terhadap lingkungan
Pasal 19
(1) Orientasi blok bangunan di sepanjang koridor tepi sungai wajib menghadap ruang perairan.
(2} Orientasi blok bangunan yang terletak di koridor jalan wajib menghadap ke koridor jalan.
(3) Orientasi blok bangunan yang terletak di sudut (hook), wajib menghadap sisi-sisi jalan dan sisi pertemuan jalan yang mengelilinginya.
Pasal 20
Bentuk bangunan dan posisi massa bangunan kawasan tepi sungai harus mempertimbangkan bahayabanjir, sebagai berikut:
a. Rencana elevasi lantai bangunan yaitu elevasi muka air banjir (MABT) ditambah dengan tinggi rambatan gelombang atau air (run up) ditambah tinggi jagaan (freeboard) paling rendah 1 (satu) meter dari elevasi muka air banjir
b. Bentuk bangunan dapat berupa bangunan panggung dan memiliki banyak bukaan.
c. Posisi sisi panjang bangunan disarankan tegak lurus terhadap garis
sungai.
Bagian Keenam
Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung
Pasal 21
Sistem jalur servis atau pelayanan lingkungan direncanakan untuk meningkatkan kapasitas aksesibilitas kawasan tercliri dari:
a. pengembangan jalur lambat kendaraan sepanjang koridor JI Andi Djemma dengan memanfaatkan jalur sisi luar jalan untuk peralihanke area parkir, entrance bangunan, drop off area, sedemikian rupa sehingga bermanfaat tidak menyebabkan tundaan perjalanan jalur utama untuk lintasan kendaraan
b. penyediaan jalur pelayanan persampahan; dan c. penyediaan jalur pemadam kebakaran.
( 1) Terhadap kendaraan berat dilarang parkir di badan jalan pada jam sibuk lalu-lintas koridor
(2) Setiap pembangunan kawasan perdagangan dan jasa lainnya harus menyediakan Satuan Ruang Parkir sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
(3) Bongkar muat barang (loading-unloading) yang dilakukan di dalam lahan ruang publik dan dilakukan di malam hari atau tidak pada jam sibuk dengan beban lalu lintas tinggi.
Pasal 23
Sistem Pergerakan Transit meliputi:
a. Lokasi rencana transit point ditempatkan pada kawasan publicdan kawasan pusat perdagangan dan jasasebagai sebagai pusat pengembangan (urban core);
b. Transit point (status tanah milik kelurahan) yang terlokasi di sekitar JI.
Andi Mahmud, JI. RA Kartini, JI. Andi Masjaya, JI. Andi Djemma, JI. Opu Tosappailedirencakan berfungsi sebagai interchange atau perpindahan moda transportasi dan atau parkir kendaraan dan dilengkapi dengan ruang tunggu.
c. Transit point yang terlokasi di sekitar JI. Veterandirencakan berfungsi sebagai interchange atau perpindahan moda transportasi dan atau parkir kendaraan dan dilengkapi dengan ruang tunggu, ruang parkir, fasilitas pendukung lainnya seperti toilet umum, kios, dan lain sebagainya
d. Pengembangan halte di sepanjang jalan yang dilintasi angkutan umum dengan jarak perletakan setiap 300 - 500 meter, atau pada pertemuan jalan yang strategis;
e. Halte dilengkapi dengan area drop-off penumpang sehingga tidak menyebabkan gangguan tundaan lalu lintas perjalanan kendaraan yang melewati ruas jalan.
Bagian Ketujuh
Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung
Pasal 24
(1) Pengaturan sirkulasi dan aksesibilitas pada Kawasan Tepian Bungai:
a. sistem parkir direkomendasikan menggunakan sistem parkir di luar badan jalan (offstreetparking) dan kantong parkir;
b. penyediaan sarana dan prasarana untuk transportasi darat (halte kendaraan public dan zebra cross) dan transportasi air (pelantar); dan
c. peningkatan kelengkapan perabot jalan (street furniture) dan rambu
jalan yang terkait dengan akses, sirkulasi dan transportasi.
(2) Pengaturan sirkulasi dan aksesibilitas pada jalan JI. Andi Djenma, Andi
Sulthani, Andi Tadda dan Landau, sebagai berikut:
a. sistem parkir direkomendasikan menggunakan sistem parkir di luar badanjalan(ojfstreetparking)
b. setiap kavling pengembangan kawasan koridor Andi Djenma, Andi
Sulthani menyecliakan area untuk parkir kendaraan, baik dalam bentuk ruang parkir yang diarahkan dilokasikan di belakang
bangunan atau di basemen sesuai dengan peraturan yang berlaku dan atau penyediaan ruang parkir berdasarkan skenario intenstas kawasan
c. penyediaan sarana dan prasarana untuk transportasi darat (Transit
point, halte kendaraan publik dan zebra cross) dan transportasi air
(pelantar, dermaga); dan
d. bongkar muat barang (loading-unloading) dilakukan di dalam lahan ruang publik dan dilakukan di malam hari; dan
e. peningkatan kelengkapan perabot jalan (street furniture) dan rambu
jalan yang terkait dengan akses, sirkulasi dan transportasi.
Bagian Kedelapan
Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan
Pasal 25
(1) Pengembangan Jangka Panjang untuk penyediaan utilitas kawasan direkomendasikan dengan system underground di dalam box utility integrated
(2) Penempatan jaringan listrik di kawasan perencanaan menggunakan sistem kabel listrik di tiang listrik (overhead) dan pengembangan jaringan energy listrik untuk rencana Transit point dan Wisata Cagar Budaya dan Kuliner
(3) Peningkatan jaringan telepon menggunakan sistem kabel di tiang telepon
(overhead) dan pengembangan fasilitas hotspot pada ruang publik
(4) Peningkatan distribusi jaringan air bersih kawasan perencanaan, meliputi :
a. Peningkatan Distribusi Calrupan Pelayanan Air Bersih
b. Pembangunan Hidran Umum di Terminal Barang Kap 3 m3
c. Pemanfaatan PAH dan Sumur Resapan pada Bangunan untuk kebutuhan non portable
d. Pengembangan Pelayanan Air Bersih dengan konsep Recycle untuk
menjaga muka air tanah
e. Peningkatan Kapasitas dan Kualitas Air Bersih untuk Pelayanan
Kawasan Pengembangan Baru dan Industri
(5) Pengembangan fire hydrant kawasan perkotaan dan industri, meliputi :
a. Peningkatan Pelayanan Hydrant kawasan JI. Andi Djenma, Andi
Sulthani, Andi Tadda dan Landau,
b. Pengembangan Air Sungai Boting sebagai sumber Air Hydrant dengan dilakukan terlebih dahulu studi penelitian terhadap debit dan sedimentasi air sungai tersebut
c. Penempatan Ground Reservoir dan Pompa hydrant di sekitar Rencana
Transit point
d. Rencana penyediaan jaringan hydrant kebakaran ditempatkan pada lokasi yang mudah ditemukan dan diakses oleh kendaraan pemadam kebakaran, dekat dengan sumber air cadangan, serta jangkauan pelayanan yang luas
(6) Peningkatan pelayanan sanitasi kawasan, meliputi :
a. Pada kawasan campuran koridor Jl. Andi Djenma, Andi Sulthani, Andi
Tadda dan Landau dengan bioseptictank individual atau komunal
b. Pengembangan Industri dengan instalasi pengolahan air limbah (STP/ IPAL)
c. Pengembangan Kawasan sekitar Daerah sungai dengan menggunakan bio septic tank jika ada pengembangan baru untuk menjaga MAT DAN pencemaran air tanah
d. Konsep Pengembangan kawasan dengan Zero waste
e. Rencana pengembangan sistem sanitasi kawasan perencanaan dengan Muka Air Tanah yang tinggi (kurang dari 2 m dari muka tanah) direkomendasikan dengan System Instalasi Pengolaan Air Limbah (IPAL) komunal (off site system) terutama untuk pengembangan baru dengan STP (Sewage Treatment Plant)
(7) Peningkatan pelayanan persampahan, meliputi :
a. Penyediaan TPS kap 6 m3 sepanjang koridor Jl. Andi Djenma, Andi Sulihani; Andi Tadda dan Landau yang diletakkan mudah diakses oleh kendaraan pengangkut sampah atau berada disekitar titik-titik perdagangan dan jasa
b. Peningkatan system managemen persampahan melalui ritasi pengangkutan dan pengelolaan dengan system 3R
(8) Penataan system drainase kawasan, meliputi:
a. Pelaksanaan sistem drainase kawasan mengacu pada masterplan drainase dan standar teknis yang berlaku.
b. Saluran kawasan yang berhubungan langsung dengan sungai yang terpengaruh arus balik (back water) direncanakan dengan elevasi dasar saluran yaitu muka air sungai normal (MAN) dan dilengkapi dengan pintu air untuk mengendalikan kondisi ekstrem (hujan intensitas tinggi)
c. Debit rancangan untuk saluran kawasan dengan Q 5 tahun, sedangkan
saluran yang terhubung dengan sungai dengan Q 25 tahun
d. Saluran kawasan dilengkap dengan bak kontrol pada titik pertemuan atau percabangan saluran, man hole dengan jarak setiap 10 m pada saluran tertutup, sedimen trap (iebakan sedimen) dan trash trap
{iebakan sampah).
e. Setiap persil (skala bangunan) di kawasan perencanaan wajib menyediakan tampungan air hujan dengan luas 7,5%-10% dari luas lahan pengembangan yang diletakkan bisa underground dan terkoneksi dengan saluran lingkungan, atau membuat sumur resapan atau biopori dengan kedalaman 1,5 m.
f. Tidak diperbolehkan melalrukan alih fungsi dan pemindahan jaringan
eksisting saluran drainase.
g. Pengembangan jaringan drainase baru harus dengan skala pelayanan minimal adalah lingkungan harus mempertimbangkan konektivitas dan cakupan pelayanan sehingga terintegrasi dengan baik dan bermanfaat
h. Pengembangan sistem drainase pada kawasan perencanaan dengan konsep zero delta Q policy, baik untuk skala pelayanan kota, lokal dan lingkungan kawasan.
Bagian Kesembilan
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau
Pasal 26
( 1) Sistem ruang terbuka terdiri d.ari :
a. ruang terbuka hijau; dan b. ruang terbuka non hijau.
(2) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. alun-alun;
b. riuerfroni park;
c. RTH Public Taman Kota;
d. green corridor, dan e. green line.
(3) Ruang terbuka non hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pelataran parkir kendaraan dengan material sejenis grass block
(menyerap air dan dapat ditanami rumput); dan
b. area duduk tepi sungai dan pusat kuliner dengan materialmenyerap airdi kawasan riverfront park.
Pasal 27
(1) Sistem tata hijau harus memperhatikan Setiap persil atau pekarangan yang akan didirikan bangunan harus direncanakan penghijauannya sesuai dengan KDH.
(2) KDH sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan atau resapan air permukaan tanah, terdiri dari:
1) Blok A berupa Pusat Pemerintahan Lalebatta, dengan ketentuan :
a. KDH istana paling rendah 60%
b. KDH kantor pos paling rend.ah 30%
c. KDH ibadah paling rendah I 60%
d. KDH perdagangan dan jasa paling rendah 60%
e. KDH alun-alun paling rendah 100%
2) Blok B berupa Kawasan Campuran/Mix Used Area, dengan ketentuan :
a. KDH perdagangan dan jasa paling rendah 20°/o
b. KDH permukiman paling rendah 40%
c. KDH taman Lagaligo paling rendah 90%
3) Blok C berupa Permukiman Tradisional dan Permukiman Penduduk, dengan ketentuan:
a. KDH permukiman paling rendah 40o/o
b. KDH permukiman tradisional paling rendah 40%
4) Blok D berupa Kawasan Arsitektur Kolonial, dengan ketentuan a. KDH militer paling rendah 30%
b. KDH ibadah paling rendah 30%
c. KDH permukiman paling rendah 40%
d. KDH perkantoran paling rendah 50%
e. KOH lapangan Kodim paling rendah 100%
5) Blok E berupa Kawasan Masjid Agung, dengan ketentuan a. KDH ibadah paling rendah 60%
b. KDH perdagangan dan jasa paling rendah 30%
6) Blok F berupa Kawasan Riverfront Park, dengan ketentuan a. KDH riverfront park paling rendah 80%
7) Blok G berupa Kawasan Perkantoran, dengan ketentuan :
a. KDH perkantoran paling rendah 1 30o/o
b. KDH perdagangan dan jasa paling rendah 20%
c. KDH permukiman paling rendah 40%
8) Blok H berupa Kawasan Kawasan Campuran/Mix Used Area, dengan ketentuan
a. KDH perkantoran paling rendah 30%
b. KDH perdagangan dan jasa paling rendah 20%
c. KOH permukiman paling rendah 40%
(1) Jenis vegetasi peneduh, pengarah dan taman kota menggunakan spesies lokal atau spesies endemic yang sesuai dengan karakteristik ekosistem kawasan dan sesuai fungsinya sebagai pohon peneduh, pengarah dan taman kota.
(2) Pengaturan KDH Kawasan RTBL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.
Bagian Kesepuluh Tata Kualitas Lingkungan Pasal 28
Tata informasi lingkungan agar informatif diatur:
a. tinggi media informasi paling rendah 2,5 m (dua koma lima meter) dari permukaan atau trotoar jalur pedestrian;
b. tinggi media informasi paling tinggi 6 m (enam meter} dari permukaan
jalan;
c. jarak media informasi paling rendah 5 m (lima meter) dari persimpangan, kecuali rambu-rambu jalan;
d. media informasi tidak boleh diletakkan di ruang milik jalan kecuali media
informasi dengan ukuran paling tinggi 1 m2 (satu meter persegi} dan tidak
mengganggu sirkulasi pejalan kaki;
e. desain dan material harus kontekstual dan mendukung citra kawasan; dan
f. pemilihan warna papan penanda dan tulisan bebas nam.un memperhatikan kesehatan mata.
Pasal 29
Wajah jalan ditata agar informative, berkarakter khas dan memiliki orientasi tertentu dengan cara mengatur perabot jalan (street furniture) lingkungannya yang merupakan kesatuan komposisi dari:
a. halte atau shelter angkutan kota meliputi:
1. perletakkan halte di kawasan perencanaan pada tiap jarak 300-500 m, dan tidak mengganggu sirkulasi pejalan kaki;
2. bangunan halte harus dilengkapi dengan nama halte dan diperkenankan untuk memasang reklame;
b. tempat sam.pah meliputi:
1. perletakkan tempat sam.pah ditetapkan pada tiap jarak 50 m atau disesuaikan dengan perletakan perabot jalan lainnya (halte, penerangan jalan dan pedestrian, tempat duduk);
2. perletakkan tempat sampah tidak boleh mengganggu sirkulasi pejalan
kaki;
3. tempat sampah hanya untuk menampung sampah-sam.pah kering;
c. bangku jalan meliputi:
1. perletakkan bangku jalan ditetapkan pada tiap jarak 100 m atau disesuaikan dengan tema dan kebutuhan kawasan dan berdekatan dengan tempat sampah;
2. perletakkan bangkujalan tidak mengganggu sirkulasi pejalan kaki; dan
..,•
3. bentuk bangku jalan secara fungsional tidak dapat dijadikan sebagai tempat tidur dan atau fungsi lain.
d. pos jaga polisi ditempatkan pada simpul jalan yang potensial terjadi kemacetan dan tidak mengganggu sirkulasi pejalan kaki;
e. Anjungan Tunai Mandiri (ATM), menjadi bagian dari bangunan gedung;
f. kisi-kisi pohon (tree grating) digunakan sebagai penutup akar pohon peletakkannya tidak mengganggu pejalan kaki; dan
g. lampu penerangan jalan, pedestrian, parkir, ruang terbuka dan taman:
1. peletakkan lampu penerangan jalan umum ditempatkan pada jalur tanaman pengarah;
2. peletakkan lampu pedestrian ditempatkan diantara pohon peneduh dibelakang bangku taman;
3. jarak peletakan, bentuk dan lumenasi mengacu pada standar teknis
yang berlaku:
a. ketinggian rendah; dibawah pandang mata, pijar/neon, lampu sorot;
b. ketinggian sedang: jalur lintas pejalan kaki/mall, tinggi 3 - 4.5 m, pijar/merkuri, iluminasi 0.9 - 2.0 footcandle;
c. ketinggian tinggi: daerah komersial /jalan raya, tinggi 9 - 15 m, natrium tegangan tinggi/merkuri, iluminasi 0.6- 2.0 footcandle;
d. ketinggian sangat tinggi: daerah parkir dan ruang terbuka, 9 - 30 m,
natrium tegangan tinggi/merkuri, iluminasi 1.0 - 2.0 footcandle;
e. padajalur jalan raya dilengkapi lampujalan (jarak ± 50 m/unit);
f. jalur pedestrian dilengkapi lampu pedestrian (jarak ± 25 M/unit);
dan
g. taman sebaiknya dilengkapi lampu taman;
h. lampu penerangan umum dan lampu pedestrian tidak digunakan untuk menempatkan reklame tempel, spanduk, selebaran atau lainnya; dan
1. bentuk perabot jalan pada huruf a hingga g dianjurkan bercirikan dan mencitrakan khas lokal serta menjadi kesatuan komponen desain yang harmonis dalam membentuk wajah jalan.
Bagian Kesebelas Mitigasi Bencana Pasal 30
(1) Sistem peringatan dini (early warning system) terhadap bencana alam (banjir, kebakaran) disiapkan oleh Pemerintah Daerah dengan proses sosialisasi
(2) Escape area atau lokasi mitigasi bencana adalah kawasan yang ditetapkan
oleh PEMDA setempat dengan kriteria lokasi : bebas ancaman bencana, area luas dan mampu menampung penduduk terdampak bencana, mudah dijangkau dan cepat diakses oleh penduduk sekitar
(3) Escape area dilengkapi dengan escape building dan fasilitas penunjang
lainnya
(4) Jalur evakuasi atau penyelamatan menggunakan jaringan jalan
(5) Rambu jalur, arah evakuasi, dan titik kumpul disiapkan oleh Pemerintah
Daerah.
BABV
RENCANA INVESTASI
Pasal 31
(1) Rencana investasi disusun berdasarkan dokumen RTBL yang memperhitungkan kebutuhan nyata para pemangku kepentingan dalam proses pengendalian investasi dan pembiayaan dalam penataan lingkungan/kawasan.
(2) Rencana ini menjadi alat mobilisasi dana investasi masing-masing
pemangku kepentingan dalam pengendalian pelaksanaan sesuai dengan kapasitas dan perannya dalam suatu sistem wilayah yang disepakati bersama, sehingga dapat tercapai kerja sama untuk mengurangi berbagai konflik kepentingan dalam investasi/ pembiayaan.
(3) Strategi rencana investasi terdiri atas:
a. Penetapan paket kegiatan pada tiap jangka waktu pentahapan dan penyiapan rincian sumber pembiayaan.
b. Perencanaan pembiayaan meliputi perhitungan prospek ekonomi, besaran investasi yang dibutuhkan, keuntungan setiap paket dan
perhitungan investasi publik.
c. Penyiapan pelibatan dan pemasaran paket pembangunan untuk
masing-masing pelaku pembangunan.
d. Penyiapan detail investasi tahunan sebagai pengendalian selama
pelaksanaan.
(4) Pola kerja sama operasional investasi dapat berbentuk: Build Operate
and Transfer (BOT), Build Own Operate and Transfer (BOOT), dan
Build Own and Operate (BOO)
(5) Pola kerja sama operasional investasi dilaksanakan oleh 3 (tiga) pihak, yaitu pemerintah, swasta dan/atau masyarakat (penghuni kawasan).
BAB VI
KETENTUAN PENGENDALIAN RENCANA
Pasal 32
(1) Ketentuan Pengendalian Rencana bertujuan:
a. Mengendalikan berbagai rencana kerja, program kerja maupun kelembagaan kerja pada masa pemberlakuan aturan dalam RTBL dan pelaksanaan penataan suatu kawasan.
b. Mengatur pertanggungjawaban semua pihak yang terlibat dalam
mewujudkan RTBL pada tahap pelaksanaan penataan bangunan
dan lingkungan.
(2) Ketentuan pengendalian rencana disusun sebagai bagian
proses penyusunan RTBL yang melibatkan masyarakat, baik secara langsung (individu) maupun secara tidak langsung melalui pihak yang dianggap dapat mewakili misalnya Dewan Kelurahan, Badan Keswadayaan Masyarakat/BKM dan Forum Rembug Kelurahan .
(3) Strategi pengendalian rencana meliputi:
a. Aspek-aspek pengendalian:
1. Ketentuan administratif untuk mengendalikan pelaksanaan
..• •'
seluruh rencana dan program serta kelembagaan yang
diperlukan pemerintah daerah dalam rangka mendorong
pelaksanaan materi RTBL agar terlaksana secara efektif termasuk melalui mekanisme perizinan (terutama IMB = Izin Mendirikan Bangunan).
2. Arahan yang bersifat mengantisipasi terjadinya perubahan pada tahap pelaksanaan, yang disebabkan oleh berbagai hal, tetapi masih dapat memenuhi persyaratan daya dukung dan daya tampung lahan, kapasitas prasarana lingkungan binaan, masih sejalan dengan rencana dan program penataan kota, serta masih dapat menampung aspirasi masyarakat.
b. Strategi pengendalian:
1. Strategi rencana diatur dengan Rencana Pengendalian Kelembagaan, yang mencantumkan organisasi pelaksana, SOM yang terlibat, dan aturan tata laksana kelembagaannya.
2. Untuk pengelolaan pelaksanaan RTBL dapat disiapkan suatu organisasi pelaksana tersendiri, dengan menggambarkan pola koordinasi, alur dan pola
pertanggungjawaban, serta proses lainnya.
(4) Arahan pengendalian rencana terdiri atas:
a. Penetapan rencana dan inclikasi program pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan, termasuk kesepakatan wewenang dan kelembagaan.
b. Penetapan paket kegiatan pelaksanaan dan pengendalian
jangka menengah.
c. Penyiapan pelibat.an dan pemasaran paket pembangunan untuk
setiap pemangku kepentingan.
d. Identifikasi dan penyesuaian aspek fisik, sosial, dan ekonomi terhadap kepentingan dan tanggungjawab para pemangku kepentingan.
e. Penetapan persyaratan teknis masing-masing aspek [fisik, sosial dan ekonomi), perencanaan pelaksanaan, dan pengendalian di lapangan.
BAB VII
PENGELOLAAN KAWASAN Pasal 33
(1) Pedoman Pengelolaan Kawasan merupakan piranti pengelolaan
yang berisi kewajiban, hak, wewenang, kelembagaan serta mekanisme dari pengendalian dan pengelolaan terhadap berbagai keinginan pemangku kepentingan, yang bersifat menerus dan berkelanjutan.
(2) Pengelolaan kawasan mencakup kegiatan pemeliharaan atas investasi
fisik yang telah terbangun beserta segala aspek nonfisik yang diwadahinya, kegiatan penjaminan, pengelolaan operasional, pemanfaatan, rehabilitasi/pembaharuan, serta pelayanan dari aset properti lingkungan/kawasan.
(3) Wewenang atas pelaksanaan pengelolaan kawasan dilakukan oleh
Pihak Pengelola Kawasan yang anggota dan programnya disusun sesuai kesepakatan antara masyarakat (pemilik lahan/bangunan), swasta (pengembang/investor/penyewa), pemerintah daerah dan pelaku pembangunan lain, termasuk pengguna/pemakai/penyewa dari luar kawasan.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 34
Pada saat Peraturan Walikota mulai berlaku, setiap orang atau badan yang akan membangun bangunan gedung dan/atau bangunan bukan gedung pada Kawasan Pusat Niaga kota Palopo wajib menyesuaikan dengan Peraturan Walikota ini paling lama 5 (lima) Tahun.
Pasal 35
Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan
Walikota ini dengan menempatkannya dalam berita daerah Kata Palopo.
|