PMK No. 126 Tahun 2023 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeaan Dan/Atau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVIS-19) Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.04/2022 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeaab Dan/ATau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
Diubah dengan
PMK No. 164/PMK.04/2022 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
Mengubah
PMK No. 83/PMK.04/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 Tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan Dan/Atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
PMK No. 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan Dan/Atau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID 19)
PMK No. 149/PMK.04/2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 Tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan Dan/Atau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
ABSTRAK:
CATATAN:
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 12 Juli 2021.
Bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
Bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada , huruf a, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang berrnartabat.
Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301).
1. KETENTUAN UMUM
2. KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
3. PRINSIP PROFESIONALITAS
4. GURU
5. DOSEN
6. SANKSI
7. KETENTUAN PERALIHAN
8. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 30 Desember 2005.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bantuan, Sumbangan, Bencana/Kebencanaan, dan Penanggulangan BencanaJabatan/Profesi/Keahlian/Sertifikasi
Hasil pencarian pada file:
Status Peraturan
Mencabut sebagian
UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Pada saat Undang-Undang 14/2019 ini mulai berlaku, ketentuan yang mengatur mengenai pekerja sosial profesional dalam Pasal 1 angka 4, Pasal 33 ayat (2), Pasal 52 ayat (3) sampai dengan ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial saat ini belum optimal dan terjadi perubahan sosial di dalam masyarakat yang berdampak pada peningkatan jumlah dan kompleksitas permasalahan kesejahteraan sosial. Selain itu permasalahan kesejahteraan sosial perlu ditangani melalui praktik pekerjaan sosial yang profesional, terencana, terpadu, berkualitas, dan berkesinambungan untuk memperbaiki dan meningkatkan keberfungsian sosial.
Dasar hukum undang-undang ini adalah Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang tentang Pekerja Sosial mengatur mengenai pertama, Praktik Pekerjaan Sosial; kedua, standar Praktik Pekerjaan Sosial; ketiga, Pendidikan Profesi Pekerja Sosial; keempat, Registrasi dan izin praktik; kelima, hak dan kewajiban Pekerja Sosial dan Klien; keenam, Organisasi Pekerja Sosial sebagai wadah aspirasi Pekerja Sosial; ketujuh, Dewan Kehormatan Kode Etik yang dibentuk oleh Organisasi Pekerja Sosial; kedelapan tugas dan wewenang Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah; dan kesembilan, peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 02 Oktober 2019.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan yang mengatur mengenai pekerja sosial profesional dalam Pasal 1 angka 4, Pasal 33 ayat (2), Pasal 52 ayat (3) sampai dengan ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan
UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 81 ayat (1) dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016
Diubah dengan
UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia;
bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan;
bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi;
bahwa untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya;
bahwa berbagai undang-undang hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai anak dan secara khusus belum mengatur keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak.
Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, Pasal 28B ayat (2), dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3143);
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3277);
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3668);
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3670);
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 138 Concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi ILO mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja) (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3835);
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention No. 182 Concerning The Prohibition and Immediate Action for The Elimination of The Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak) (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3941).
1. KETENTUAN UMUM
2. ASAS DAN TUJUAN
3. HAK DAN KEWAJIBAN ANAK
4. KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB
5. KEDUDUKAN ANAK
6. KUASA ASUH
7. PERWALIAN
8. PENGASUHAN DAN PENGANGKATAN ANAK
9. PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN
10. PERAN MASYARAKAT
11. KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA
12. KETENTUAN PIDANA
13. KETENTUAN PERALIHAN
14. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 22 Oktober 2002.
diubah dengan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penunjukan wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kelengkapan organisasi, mekanisme kerja, dan pembiayaan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
PERPU No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan
UU No. 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang
Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan, dokter, dan dokter gigi, diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik kedokteran.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam UU ini diatur mengenai asas dan tujuan praktik kedokteran, pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia, standar pendidikan profesi kedokteran dan kedokteran gigi, pendidikan dan pelatihan kedokteran dan kedokteran gigi, registrasi dokter dan dokter gigi, penyelenggaraan praktik kedokteran, pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Dokter Indonesia, serta pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran. Dalam menjalankan profesinya, dokter dan dokter gigi juga dapat dipidana sesuai ketentuan yang telah diatur dalam UU ini.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 06 Oktober 2005.
Dengan disahkannya Undang-undang ini maka Pasal 54 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan dokter dan dokter gigi, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pada saat diundangkannya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik kedokteran, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
Program, Rencana Pembangunan dan Rencana KerjaKebijakan PemerintahIbu Kota Negara, IKN
Hasil pencarian pada file:
Status Peraturan
Diubah dengan
UU No. 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara
Mengubah
UU No. 7 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara Di Provinsi Kalimantan Timur Pasal 3 adan Pasal 5 UU No. 7 Tahun 2002
UU No. 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang Pasal 5 dan Pasal 6 UU No. 47 Tahun 1999
UU No. 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Propisi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur Pasal 1 angka 3 UU No. 25 Tahun 1956
Tata kelola Ibu Kota Negara selain menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia juga untuk mewujudkan Ibu Kota Negara yang aman, modern, berkelanjutan, dan berketahanan, serta menjadi acuan bagi pembangunan dan penataan wilayah lainnya di Indonesia dan hingga saat ini, belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus tentang Ibu Kota Negara.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 18B ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
UU ini mengatur mengenai Ibu Kota Nusantara dan pelaksanaan pemerintahannya yang dilaksanakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. Ibu Kota Nusantara memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk: 1) menjadi kota berkelanjutan di dunia; 2) sebagai penggerak ekonomi Indonesia di masa depan; dan 3) menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ibu Kota Nusantara berfungsi sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan pusat, serta tempat kedudukan perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 15 Februari 2022.
Lembaga Negara berpindah kedudukan serta menjalankan tugas, fungsi, dan peran secara bertahap di Ibu Kota Nusantara. Pemerintah Pusat menentukan Lembaga Pemerintah Non kementerian, Lembaga Non struktural, lembaga pemerintah lainnya, dan aparatur sipil negara yang tidak dipindahkan kedudukannya ke Ibu Kota Nusantara.
Dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus lbu Kota Nusantara, kekuasaan Presiden sebagai pengelola keuangan negara dikuasakan kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan sebagai pengguna anggaran/pengguna barang untuk Ibu Kota Nusantara. Pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara bersumber dari APBN dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
bahwa untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai salah satu tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu diselenggarakan pembangunan kesehatan;
bahwa penyelenggaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan;
bahwa penyelenggaraan pelayanan keperawatan harus dilakukan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang memiliki kompetensi, kewenangan, etik, dan moral tinggi;
bahwa mengenai keperawatan perlu diatur secara komprehensif dalam Peraturan Perundang-undangan guna memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada perawat dan masyarakat;
Dasar hukum pengesahan UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk menjamin pelindungan terhadap masyarakat sebagai penerima Pelayanan Keperawatan dan untuk menjamin pelindungan terhadap Perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan, diperlukan pengaturan mengenai keperawatan secara komprehensif yang diatur dalam undang-undang. Selain sebagai kebutuhan hukum bagi perawat, pengaturan ini juga merupakan pelaksanaan dari mutual recognition agreement mengenai pelayanan jasa Keperawatan di kawasan Asia Tenggara. Ini memberikan peluang bagi perawat warga negara asing masuk ke Indonesia dan perawat Indonesia bekerja di luar negeri untuk ikut serta memberikan pelayanan kesehatan melalui Praktik Keperawatan. Ini dilakukan sebagai pemenuhan kebutuhan Perawat tingkat dunia, sehingga sistem keperawatan Indonesia dapat dikenal oleh negara tujuan dan kondisi ini sekaligus merupakan bagian dari pencitraan dan dapat mengangkat harkat martabat bangsa Indonesia di bidang kesehatan.
Atas dasar itu, maka dibentuk Undang-Undang tentang Keperawatan untuk memberikan kepastian hukum dan pelindungan hukum serta untuk meningkatkan, mengarahkan, dan menata berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan Keperawatan dan Praktik Keperawatan yang bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, dan aman sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Undang-Undang ini memuat pengaturan mengenai jenis perawat, pendidikan tinggi keperawatan, registrasi, izin praktik, dan registrasi ulang, praktik keperawatan, hak dan kewajiban bagi perawat dan klien, kelembagaan yang terkait dengan perawat (seperti organisasi profesi, kolegium, dan konsil), pengembangan, pembinaan, dan pengawasan bagi perawat, serta sanksi administratif.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2014.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit dosen pada Wahana Pendidikan Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur dalam Peraturan Menteri
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan dan praktik Perawat Warga Negara Asing diatur dengan Peraturan Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara proses evaluasi kompetensi bagi Perawat warga negara Indonesia lulusan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau Keperawatan dalam suatu wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan wewenang Perawat diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri
Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kesehatan Klien diatur dalam Peraturan Menteri
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, pengangkatan, pemberhentian, dan keanggotaan Konsil Keperawatan diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan Praktik Keperawatan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Konsil Keperawatan, dan Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Perlindungan Usaha, Perusahaan, Badan Usaha, Perdagangan
Hasil pencarian pada file:
Status Peraturan
Dicabut sebagian dengan
UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan Ketentuan mengenai:
a. permohonan kepailitan bagi Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, dan Dana Pensiun sebagaimana diatur dalam Pasal 2; dan
b. penundaan kewajiban pembayaran utang bagi Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, dan Dana Pensiun sebagaimana diatur dalam Pasal 223,
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Mencabut
UU No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang
Undang-undang (UU) tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
ABSTRAK:
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional sehingga menimbulkan kesulitan besar terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan utang piutang untuk meneruskan kegiatannya. Sebagai salah satu sarana hukum untuk penyelesaian utang piutang, Undang-undang tentang Kepailitan (Faillissements-verordening, Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak
sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat, namun perubahan tersebut belum juga memenuhi perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu ditetapkan UU baru.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 1 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 24, dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Het Herziene Indonesisch Reglement, Staatsblad 1926:559 juncto Staatsblad 1941:44); Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengewesten, Staatsblad 1927:227); UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung; UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum; UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Dalam UU ini diatur mengenai kepailitan; penundaan kewajiban pembayaran utang; dan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 18 Oktober 2004.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang tentang Kepailitan (Faillissements-verordening Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) dan UU Nomor 4 Tahun 1998 tentang Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU tentang Kepailitan menjadi Undang- Undang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang tentang Kepailitan (Faillissements-verordening Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) yang diubah dengan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang ditetapkan menjadi Undang-Undang berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1998 pada saat Undang-Undang ini diundangkan, masih tetap berlaku sejauh tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Penjelasan : 54 hlm.
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat