bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu;
bahwa untuk menjamin setiap pemeluk agama untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, negara berkewajiban memberikan pelindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat;
bahwa produk yang beredar di masyarakat belum semua terjamin kehalalannya;
bahwa pengaturan mengenai kehalalan suatu produk pada saat ini belum menjamin kepastian hukum dan perlu diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal;
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), Pasal 28J, dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Pokok-pokok pengaturan dalam Undang-Undang ini antara lain adalah sebagai berikut.
Untuk menjamin ketersediaan Produk Halal, ditetapkan bahan produk yang dinyatakan halal, baik bahan yang berasal dari bahan baku hewan, tumbuhan, mikroba, maupun bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawai, proses biologi, atau proses rekayasa genetik. Di samping itu, ditentukan pula PPH yang merupakan rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan Produk yang mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk.
Undang-Undang ini mengatur hak dan kewajiban Pelaku Usaha dengan memberikan pengecualian terhadap Pelaku Usaha yang memproduksi Produk dari Bahan yang berasal dari Bahan yang diharamkan dengan kewajiban mencantumkan secara tegas keterangan tidak halal pada kemasan Produk atau pada bagian tertentu dari Produk yang mudah dilihat, dibaca, tidak mudah terhapus, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Produk.
Dalam rangka memberikan pelayanan publik, Pemerintah bertanggung jawab dalam menyelenggarakan JPH yang pelaksanaannya dilakukan oleh BPJPH. Dalam menjalankan wewenangnya, BPJH bekerja sama dengan kementerian dan/atau lembaga terkait, MUI, dan LPH.
Tata cara memperoleh Sertifikat Halal diawali dengan pengajuan permohonan Sertifikat Halal oleh Pelaku Usaha kepada BPJPH. Selanjutnya, BPJPH melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen. Pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk dilakukan oleh LPH. LPH tersebut harus memperoleh akreditasi dari BPJH yang bekerjasama dengan MUI. Penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh MUI melalui sidang fatwa halal MUI dalam bentuk keputusan Penetapan Halal Produk yang ditandatangani oleh MUI. BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal berdasarkan keputusan Penetapan Halal Produk dari MUI tersebut.
Biaya sertifikasi halal dibebankan kepada Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal. Dalam rangka memperlancar pelaksanaan penyelenggaraan JPH, Undang- Undang ini memberikan peran bagi pihak lain seperti Pemerintah melalui anggaran pendapatan dan belanja negara, pemerintah daerah melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah, perusahaan, lembaga sosial, lembaga keagamaan, asosiasi, dan komunitas untuk memfasilitasi biaya sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil.
Dalam rangka menjamin pelaksanaan penyelenggaraan JPH, BPJPH melakukan pengawasan terhadap LPH; masa berlaku Sertifikat Halal; kehalalan Produk; pencantuman Label Halal; pencantuman keterangan tidak halal; pemisahan lokasi, tempat dan alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, serta penyajian antara Produk Halal dan tidak halal; keberadaan Penyelia Halal; dan/atau kegiatan lain yang berkaitan dengan JPH.
Untuk menjamin penegakan hukum terhadap pelanggaran Undang-Undang ini, ditetapkan sanksi administratif dan sanksi pidana.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2014.
-
Ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi BPJPH diatur dalam Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai LPH diatur dalam Peraturan Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai lokasi, tempat, dan alat PPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Menteri
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Menteri
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelia Halal diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan LPH diatur dalam Peraturan Menteri
Ketentuan lebih lanjut mengenai Label Halal diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembaruan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya sertifikasi halal diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan BPJPH diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama JPH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai tata cara registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan diatur dalam Peraturan Menteri.
Undang-undang (UU) tentang Mengubah dan Menambah Undang-Undang Penempatan Bagian III Dari Anggaran Republik Indonesia Untuk Tahun Dinas 1953
ABSTRAK:
bahwa Bagian III dari anggaran Republik Indonesia yang mengenai tahundinas 1953, yang antara lain ditetapkan atas Undang-undang tahun 1954Nomor 40,Pasal 2 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1954Nomor 111), perlu diubah dan ditambah
Pasal 113 dan Pasal 114 dari Undang-undang Dasar Sementara RepublikIndonesia;
BAB I (Pengeluaran)3.1.Kementerian dan pengeluaran umum,ditambah dengan ....................Rp. 11.834.000,-3.3.Pengeluaran khusus berhubung denganpenyelenggaraan tatapradja, ditambahdengan .............................Rp. 10.256.000,-3.6.Daerah Otonom, ditambah dengan .....Rp.594.255.000,-3.7.Daerah Swapradja, ditambah dengan ..Rp. 23.851.000,-
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 01 Januari 1953.
Bagian III dari anggaran Republik Indonesia yang mengenai tahundinas 1953, yang antara lain ditetapkan atas Undang-undang tahun 1954Nomor 40,Pasal 2 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1954Nomor 111), perlu diubah dan ditambah
Undang-undang (UU) tentang Penetapan Bagian I (Pemerintah Agung dan Badan-Badan Pemerintah Tertinggi) dari Anggaran Republik Indonesia untuk Tahun-Tahun Dinas 1952 dan 1953
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal .
Hak Asasi ManusiaHukum Acara dan PeradilanHukum Pidana, Perdata, dan DagangTindak Pidana Korupsi, Pencegahan Korupsi
Status Peraturan
Dicabut sebagian dengan :
UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014
Undang-undang (UU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
ABSTRAK:
1. Jaminan perlindungan terhadap saksi dan korban memiliki peranan penting dalam proses peradilan pidana sehingga dengan keterangan saksi dan korban yang diberikan secara bebas dari rasa takut dan ancaman dapat mengungkap suatu tindak pidana;
2. untuk meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu juga diberikan perlindungan terhadap saksi, pelaku, pelapor, dan saksi.
Pasal 1 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28G, Pasal 28I, dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
1. Penguatan kelembagaan LPSK, antara lain peningkatan sekretariat menjadi sekretariat jenderal dan pembentukan dewan penasihat;
2. penguatan kewenangan LPSK;
3. perluasan subjek perlindungan;
4. perluasan pelayanan perlindungan terhadap korban;
5. peningkatan kerja sama dan kordinasi antarlembaga;
6. pemberian penghargaan dan penanganan khusus yang diberikan terhadap saksi pelaku;
7. mekanisme penggantian anggota LPSK antar waktu;
8. perubahan ketentuan pidana, termasuk tindak pidana yang dilakukan oleh korporsi.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2014.
Undang-undang (UU) tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
ABSTRAK:
Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang mampu menunaikannya. Upaya penyempurnaan sistem dan manajemen penyelenggaraan ibadah haji perlu terus ditingkatkan agar pelaksanaan ibadah haji berjalan aman, tertib, dan lancar sesuai dengan tuntutan agama sehingga perlu ditetapkan UU penyelenggaraan haji.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (1), Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara; UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah; UU Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian; UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan; UU Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran; dan UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Dalam UU ini diatur mengenai hak warga negara yang beragama Islam untuk menunaikan ibadah haji dan kewajiban pemerintah melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan fasilitas, kemudahan, keamanan dan kenyamanan yang diperlukan oleh setiap warga negara yang menunaikan ibadah haji. Pokok pengaturan dalam UU ini yaitu asas dan tujuan haji; pengorganisasian; biaya penyelenggaraan ibadah haji; pendaftaran; pembinaan; kesehatan; keimigrasian; transportasi; dan barang bawaan. Selain itu juga diatur mengenai akomodasi; penyelenggaraan ibadah haji khusus; penyelenggaraan ibadah umrah; dan ketentuan pidana.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 03 Mei 1999.
Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, Ordonansi Haji (Pegrims Ordonnantie Staatsblaad Tahun 1922 Nomor 698) termasuk segala perubahan dan tambahannya dinyatakan tidak berlaku.
Undang-undang (UU) tentang Pembentukan Kabupaten Bengkulu Tengah Di Provinsi Bengkulu
ABSTRAK:
Untuk memacu kemajuan Provinsi Bengkulu pada umumnya dan Kabupaten Bengkulu Utara pada khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, politik, jumlah penduduk, luas daerah, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan, dan meningkatnya beban tugas dan volume kerja di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Bengkulu Utara, dipandang perlu membentuk Kabupaten Bengkulu Tengah di Provinsi Bengkulu untuk mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Oleh karena itu, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten Bengkulu Tengah di Provinsi Bengkulu.
Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, dan Pasal 21 UUD Tahun 1945, UU Darurat No. 4 Tahun 1956, UU No. 9 Tahun 1967, UU No. 22 Tahun 2003, UU No. 32 Tahun 2004, UU No. 33 Tahun 2004, UU No. 22 Tahun 2007, dan UU No. 10 Tahun 2008
Undang-Undang ini dibentuk Kabupaten Bengkulu Tengah di wilayah Provinsi Bengkulu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 21 Juli 2008.
-
-
13 halaman
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat