bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam;
bahwa pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan;
bahwa sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat;
bahwa dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1, KETENTUAN UMUM
2. ASAS DAN TUJUAN
3. TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAHAN
4. HAK DAN KEWAJIBAN
5. PERIZINAN
6. PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH
7. PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI
8. KERJA SAMA DAN KEMITRAAN
9. PERAN MASYARAKAT
10. LARANGAN
11. PENGAWASAN
12. SANKSI ADMINISTRATIF
13. PENYELESAIAN SENGKETA
14. PENYIDIKAN
15. KETENTUAN PIDANA
16. KETENTUAN PERALIHAN
17. KETENTUAN LAIN-LAIN
18. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 07 Mei 2008.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan sistem tanggap darurat diatur dengan peraturan menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas pemilahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, tata cara pelabelan atau penandaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dan kewajiban produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diatur dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha pengelolaan sampah yang mendapatkan izin dan tata cara pengumuman diatur dengan peraturan daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah diatur dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur dengan peraturan pemerintah.
dll
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan sangat luas dengan batas-batas, hak-hak, dan kedaulatan yang ditetapkan dengan undang-undang;
bahwa dalam upaya mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mewujudkan Wawasan Nusantara serta memantapkan ketahanan nasional diperlukan sistem transportasi nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, dan memperkukuh kedaulatan negara;
bahwa pelayaran yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, dan perlindungan lingkungan maritim, merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang harus dikembangkan potensi dan peranannya untuk mewujudkan sistem transportasi yang efektif dan efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis;
bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan pelayaran yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peran serta swasta dan persaingan usaha, otonomi daerah, dan akuntabilitas penyelenggara negara, dengan tetap mengutamakan keselamatan dan keamanan pelayaran demi kepentingan nasional;
bahwa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan penyelenggaraan pelayaran saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 25A, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
pengaturan untuk bidang angkutan di perairan memuat prinsip pelaksanaan asas cabotage dengan cara pemberdayaan angkutan laut nasional yang memberikan iklim kondusif guna memajukan industri angkutan di perairan, antara lain adanya kemudahan di bidang perpajakan, dan permodalan dalam pengadaan kapal serta adanya kontrak jangka panjang untuk angkutan;
Dalam rangka pemberdayaan industri angkutan laut nasional, dalam Undang Undang ini diatur pula mengenai hipotek kapal. Pengaturan ini merupakan salah satu upaya untuk meyakinkan kreditor bahwa kapal Indonesia dapat dijadikan agunan berdasarkan peraturan perundang-undangan, sehingga diharapkan perusahaan angkutan laut nasional akan mudah memperoleh dana untuk pengembangan armadanya;
pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proposional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan;
pengaturan untuk bidang keselamatan dan keamanan pelayaran memuat ketentuan yang mengantisipasi kemajuan teknologi dengan mengacu pada konvensi internasional yang cenderung menggunakan peralatan mutakhir pada sarana dan prasarana keselamatan pelayaran, di samping mengakomodasi ketentuan mengenai sistem keamanan pelayaran yang termuat dalam “International Ship and Port Facility Security Code”; dan
pengaturan untuk bidang perlindungan lingkungan maritim memuat ketentuan mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan laut yang bersumber dari pengoperasian kapal dan sarana sejenisnya dengan mengakomodasikan ketentuan internasional terkait seperti “International Convention for the Prevention of Pollution from Ships”.
Selain hal tersebut di atas, yang juga diatur secara tegas dan jelas dalam Undang-Undang ini adalah pembentukan institusi di bidang penjagaan laut dan pantai (Sea and Coast Guard) yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 07 Mei 2008.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan angkutan laut dalam negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan angkutan laut luar negeri, keagenan umum, dan perwakilan perusahaan angkutan laut asing diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan angkutan laut khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan angkutan laut pelayaran-rakyat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan angkutan sungai dan danau diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan angkutan penyeberangan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayaran-perintis dan penugasan pada angkutan di perairan untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan perizinan angkutan di perairan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan perizinan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, struktur, dan golongan tarif angkutan dan usaha jasa terkait diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib angkut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab pengangkut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkutan barang khusus dan barang berbahaya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan multimoda diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan industri angkutan perairan dan perkuatan industri perkapalan nasional diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebanan hipotek diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara penetapan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Usaha Pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan pembangunan dan pengoperasian pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai terminal khusus dan perubahan status terminal khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembatalan sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengesahan gambar dan pengawasan pembangunan kapal, serta pemeriksaan dan sertifikasi keselamatan kapal diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan pencemaran dari kapal diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyijilan, pengawakan kapal, dan dokumen pelaut diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai garis muat dan pemuatan diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja dan persyaratan fasilitas kesehatan penumpang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengukuran dan penerbitan surat ukur, tata cara, persyaratan, dan dokumentasi pendaftaran kapal, serta tata cara dan persyaratan penerbitan Surat Tanda Kebangsaan Kapal diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara audit dan penerbitan sertifikat manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara audit dan penerbitan sertifikat manajemen keamanan kapal diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan Telekomunikasi-Pelayaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan meteorologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan penetapan alur dan perlintasan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai desain dan pekerjaan pengerukan alur-pelayaran, kolam pelabuhan, dan reklamasi serta sertifikasi pelaksana pekerjaan diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan perairan pandu, persyaratan dan kualifikasi petugas pandu, serta penyelenggaraan pemanduan diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pengangkatan kerangka kapal dan/atau muatannya diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan salvage dan pekerjaan bawah air diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan kelembagaan Syahbandar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan keamanan dan ketertiban serta permintaan bantuan di pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberitahuan kedatangan kapal, pemeriksaan, penyerahan, serta penyimpanan surat, dokumen, dan warta kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh persetujuan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai tata cara penerbitan Surat Persetujuan Berlayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penahanan kapal di pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran akibat pengoperasian kapal diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran di pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembuangan limbah di perairan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Persyaratan perlindungan lingkungan maritim untuk kegiatan penutuhan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Mahkamah Pelayaran memiliki susunan organisasi dan tata kerja yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, kewenangan, dan tugas Mahkamah Pelayaran serta tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas Komite Nasional Keselamatan Transportasi serta tata cara pemeriksaan dan investigasi kecelakaan kapal diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencarian dan pertolongan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan dan pengembangan sumber daya manusia, tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif, serta besarnya denda administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif serta besarnya denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan penjaga laut dan pantai diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai identitas penjaga laut dan pantai diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan serta organisasi dan tata kerja penjaga laut dan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan Treaty On Mutual Legal Assistance In Criminal Matters (Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam
Masalah Pidana
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 30 April 2008.
Undang-undang (UU) tentang Keterbukaan Informasi Publik
ABSTRAK:
bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional;
bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik;
bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik;
bahwa pengelolaan Informasi Publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi.
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. KETENTUAN UMUM
2. ASAS DAN TUJUAN
3. HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI PUBLIK
SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK
4. INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN
5. INFORMASI YANG DIKECUALIKAN
6. MEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI
7. KOMISI INFORMASI
8. KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI KOMISI INFORMASI
9. HUKUM ACARA KOMISI
10. GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI
11. KETENTUAN PIDANA
12. KETENTUAN LAIN-LAIN
13. KETENTUAN PERALIHAN
14. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 30 April 2008.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengecualian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UU No. 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
Pers, Pos, dan PeriklananTelekomunikasi, Informatika, Siber, dan Internet
Status Peraturan
Dicabut sebagian dengan
UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 36, Pasal 45 ayat (1), Pasal 45 ayat (3), Pasal 45A ayat (2), Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
Diubah dengan
UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Undang-undang (UU) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
ABSTRAK:
bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia.
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. KETENTUAN UMUM
2. ASAS DAN TUJUAN
3. INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
4. PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
5. TRANSAKSI ELEKTRONIK
6. NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
7. PERBUATAN YANG DILARANG
8. PENYELESAIAN SENGKETA
9. PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
10. PENYIDIKAN
11. KETENTUAN PIDANA
12. KETENTUAN PERALIHAN
13. KETENTUAN PENUTUP
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 21 April 2010.
-
Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Diubah dengan
UU No. 17 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi Undang-Undang
Mencabut
UU No. 10 Tahun 2006 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi Undang-Undang
UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Undang-undang (UU) tentang Penggunaan Bahan Kimia Dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia Sebagai Senjata Kimia
ABSTRAK:
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 10 Maret 2008.
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat