bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan negara bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah, melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa, melaksanakan operasi militer selain perang, dan ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional;
bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan negara berfungsi sebagai penangkal dan penindak terhadap setiap ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa serta pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan;
bahwa dalam mengemban tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, prajurit Tentara Nasional Indonesia memerlukan disiplin tinggi, yang merupakan syarat mutlak dalam tata kehidupan militer agar mampu melaksanakan tugas dan kewajiban dengan baik sehingga hukum disiplin militer perlu dibina dan dikembangkan untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara;
bahwa Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan Tentara Nasional Indonesia sehingga perlu diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Hukum Disiplin Militer;
Dasar hukum UU 25 tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer adalah Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Subjek dalam Undang-Undang ini adalah Militer dan tidak menggunakan istilah prajurit dengan pertimbangan sebagai berikut:
Pada dasarnya hukum pidana terdiri atas hukum pidana umum dan hukum pidana militer (militair straafrecht).
Hukum pidana militer adalah hukum pidana yang subjeknya “Militer” atau mereka yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Militer.
Penggunaan sebutan Militer sesuai dengan sebutan subjek tindak pidana militer sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Perlu menyeragamkan, menyinkronkan, dan membakukan istilah yang berkaitan dengan subjek hukum militer dan lembaga yang berwenang menyelesaikan perkara militer, seperti:
Hukum Militer yang terdiri atas Hukum Pidana Militer, Hukum Acara Pidana Militer, Hukum Tata Usaha Militer, dan Hukum Disiplin Militer; dan
Polisi Militer, Oditurat Militer, Peradilan Militer, dan Lembaga Pemasyarakatan Militer.
Diterapkannya asas keadilan, pembinaan, persamaan di hadapan hukum, praduga tak bersalah, hierarki, kesatuan komando, kepentingan militer, tanggung jawab, efektif dan efisien, dan manfaat dalam penyelesaian perkara Pelanggaran Hukum Disiplin Militer.
Dirumuskannya alat-alat bukti dalam rangka pembuktian proses penyelesaian Pelanggaran Hukum Disiplin Militer.
Pemberian peringatan secara tertulis oleh Ankum Atasan kepada Ankum yang lalai atau sengaja tidak menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer.
Pembentukan DPPDM yang bersifat ad hoc di lingkungan internal yang bertugas memberikan pertimbangan, rekomendasi, dan pengawasan atas pelaksanaan penegakan Hukum Disiplin Militer.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 14 Oktober 2014.
UU 25 tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer mencabut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Undang-undang (UU) tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013
ABSTRAK:
APBN TA 2013 yang diundangkan berdasarkan UU No. 19 Tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan dengan UU No. 15 Tahun 2013, pelaksanaannya perlu dilakukan pemeriksaan dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan UU No. 15 Tahun 2004, dimana sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2004 dan Pasal 30 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003 telah dilakukan pemeriksaan oleh BPK terhadap pelaksanaan APBN TA 2013. Sesuai Pasal 3 ayat (2), Pasal 30, dan Pasal 32 UU No. 17 Tahun 2003 dan Pasal 34 UU No. 19 Tahun 2012, pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN TA 2013 harus ditetapkan dengan undang-undang, pembahasan undang-undang tentang pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN TA 2013 dilakukan DPR bersama Pemerintah dengan memperhatikan pertimbangan DPD sesuai surat keputusan DPD No. 77/DPD RI/IV/2013-2014 tanggal 2 September 2014. Atas pertimbangan tersebut, perlu membentuk undang-undang tentang pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN TA 2013.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), ayat (2) dan ayat (5), Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 23E UUD Tahun 1945; UU No. 17 Tahun 2003; UU No. 1 Tahun 2004; UU No. 15 Tahun 2004 ; UU No. 15 Tahun 2006; UU No. 19 Tahun 2012.
Pertangungjawaban atas pelaksanaan APBN TA 2012 tertuang dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat terdiri dari:
1. Laporan Realisasi APBN TA 2013;
2. Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2013;
3. Laporan Arus Kas TA 2013; dan
4. Catatan atas Laporan Keuangan.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 02 Oktober 2014.
UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 1 angka 30, Pasal 1 angka 38, Pasal L angka 47
sampai dengan angka 49, Pasal 245 sepanjang terkait
dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal
279, Pasal 285 ayat (2) huruf a angka 1 sampai
dengan angka 4, Pasal 288 sampai dengan Pasal 291,
Pasal 296, Pasal 302, Pasal 324, dan Pasal 325
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (l,embaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2Ol4 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2O2O Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, Angka I Matriks pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota: (a). huruf C Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Nomor 1 Suburusan Sumber Daya Air (SDA) kolom 3 huruf b, kolom 4 huruf b, dan kolom 5 huruf b; (b). huruf CC Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor I Sub-Urusan Geologi kolom 3 huruf a, kolom 4 huruf b, dan kolom 5, yang tertuang dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Diubah dengan
UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
PERPU No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan
UU No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
Mencabut
UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang;
bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara;
bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah;
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 17 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 22D ayat (2), dan Pasal 23E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah dapat dirunut dari alinea ketiga dan keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Alinea ketiga memuat pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sedangkan alinea keempat memuat pernyataan bahwa setelah menyatakan kemerdekaan, yang pertama kali dibentuk adalah Pemerintah Negara Indonesia yaitu Pemerintah Nasional yang bertanggung jawab mengatur dan mengurus bangsa Indonesia. Lebih lanjut dinyatakan bahwa tugas Pemerintah Negara Indonesia adalah melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat yang terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah. DPRD dan kepala daerah berkedudukansebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi mandat rakyat untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Dengan demikian maka DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar yang mempunyai fungsi yang berbeda. DPRD mempunyai fungsi pembentukan Perda, anggaran dan pengawasan, sedangkan kepala daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan atas Perda dan kebijakan Daerah. Dalam mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tersebut, DPRD dan kepala daerah dibantu oleh Perangkat Daerah.
Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dikenal dengan istilah urusan pemerintahan absolut dan ada urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi, dan Daerah kabupaten/kota. Urusan Pemerintahan Wajib dibagi dalam Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar. Untuk Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional masyarakat.
Mengingat kondisi geografis yang sangat luas, maka untuk efektifitas dan efisiensi pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota, Presiden sebagai penanggung jawab akhir pemerintahan secara keseluruhan melimpahkan kewenangannya kepada gubernur untuk bertindak atas nama Pemerintah Pusat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Daerah kabupaten/kota agar melaksanakan otonominya dalam koridor NSPK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Untuk efektifitas pelaksanaan tugasnya selaku wakil Pemerintah Pusat, gubernur dibantu oleh perangkat gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Karena perannya sebagai Wakil Pemerintah Pusat maka hubungan gubernur dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota bersifat hierarkis.
Salah satu aspek dalam Penataan Daerah adalah pembentukan Daerah baru. Pembentukan Daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Untuk itu maka Pembentukan Daerah harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan ekonomi, potensi Daerah, luas wilayah, kependudukan, dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan Daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya Daerah.
Setiap Daerah sesuai karakter Daerahnya akan mempunyai prioritas yang berbeda antara satu Daerah dengan Daerah lainnya dalam upaya menyejahterakan masyarakat. Ini merupakan pendekatan yang bersifat asimetris artinya walaupun Daerah sama-sama diberikan otonomi yang seluas-luasnya, namun prioritas Urusan Pemerintahan yang dikerjakan akan berbeda satu Daerah dengan Daerah lainnya. Konsekuensi logis dari pendekatan asimetris tersebut maka Daerah akan mempunyai prioritas Urusan Pemerintahan dan kelembagaan yang berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan karakter Daerah dan kebutuhan masyarakatnya.
Penyerahan sumber keuangan Daerah baik berupa pajak daerah dan retribusi daerah maupun berupa dana perimbangan merupakan konsekuensi dari adanya penyerahan Urusan Pemerintahan kepada Daerah yang diselenggarakan berdasarkan Asas Otonomi. Untuk menjalankan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya, Daerah harus mempunyai sumber keuangan agar Daerah tersebut mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di Daerahnya. Pemberian sumber keuangan kepada Daerah harus seimbang dengan beban atau Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Keseimbangan sumber keuangan ini merupakan jaminan terselenggaranya Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Ketika Daerah mempunyai kemampuan keuangan yang kurang mencukupi untuk membiayai Urusan Pemerintahan dan khususnya Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar, Pemerintah Pusat dapat menggunakan instrumen DAK untuk membantu Daerah sesuai dengan prioritas nasional yang ingin dicapai.
Dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, kepala daerah dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah membuat Perda sebagai dasar hukum bagi Daerah dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat serta kekhasan dari Daerah tersebut. Perda yang dibuat oleh Daerah hanya berlaku dalam batas-batas yurisdiksi Daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian Perda yang ditetapkan oleh Daerah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan. Disamping itu Perda sebagai bagian dari sistem peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam kaidah penyusunan Perda.
Dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, kepala daerah dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah membuat Perda sebagai dasar hukum bagi Daerah dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat serta kekhasan dari Daerah tersebut. Perda yang dibuat oleh Daerah hanya berlaku dalam batas-batas yurisdiksi Daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian Perda yang ditetapkan oleh Daerah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan. Disamping itu Perda sebagai bagian dari sistem peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam kaidah penyusunan Perda.
Majunya suatu bangsa sangat ditentukan oleh inovasi yang dilakukan bangsa tersebut. Untuk itu maka diperlukan adanya perlindungan terhadap kegiatan yang bersifat inovatif yang dilakukan oleh aparatur sipil negara di Daerah dalam memajukan Daerahnya. Perlu adanya upaya memacu kreativitas Daerah untuk meningkatkan daya saing Daerah. Untuk itu perlu adanya kriteria yang obyektif yang dapat dijadikan pegangan bagi pejabat Daerah untuk melakukan kegiatan yang bersifat inovatif. Dengan cara tersebut inovasi akan terpacu dan berkembang tanpa ada kekhawatiran menjadi obyek pelanggaran hukum.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 02 Oktober 2014.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962
Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2387);
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
c. Pasal 157, Pasal 158 ayat (2) sampai dengan ayat (9), dan Pasal 159 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); dan
d. Pasal 1 angka 4, Pasal 314 sampai dengan Pasal 412, Pasal 418 sampai dengan Pasal 421 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Partai Politik dan PemiluPemilihan Umum Daerah, DPRD, Pemilihan Kepala Daerah
Status Peraturan
Dicabut dengan
UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang
Undang-undang (UU) tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
ABSTRAK:
bahwa dalam rangka mewujudkan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu diatur penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota;
bahwa penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota secara langsung selama ini masih diliputi dengan berbagai permasalahan yang tidak sesuai dengan prinsipprinsip demokrasi;
bahwa pengaturan mengenai penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dalam peraturan perundangundangan mengenai pemerintahan daerah perlu diperbarui sesuai dengan dinamika sosial politik dan diatur dalam undang-undang tersendiri;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 02 Oktober 2014.
bahwa Panas Bumi merupakan sumber daya alam terbarukan dan merupakan kekayaan alam yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting untuk menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat;
bahwa Panas Bumi merupakan energi ramah lingkungan yang potensinya besar dan pemanfaatannya belum optimal sehingga perlu didorong dan ditingkatkan secara terencana dan terintegrasi guna mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil;
bahwa dalam rangka menjaga keberlanjutan dan ketahanan energi nasional serta efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung sebagai pembangkit tenaga listrik, kewenangan penyelenggaraannya perlu dilaksanakan oleh Pemerintah;
bahwa Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi belum mengatur pemanfaatan Panas Bumi secara komprehensif sehingga perlu diganti;
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
penyelenggaraan Panas Bumi; pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung dan Pemanfaatan Tidak Langsung; penggunaan lahan; hak dan kewajiban; data dan informasi; pembinaan dan pengawasan; dan peran serta masyarakat.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 September 2014.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 serta pengaturan harga energi Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Survei Pendahuluan atau Eksplorasi dan tata cara penugasan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai tata cara, syarat penawaran, prosedur, penyiapan dokumen, dan pelaksanaan lelang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai luas Wilayah Kerja diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai tata cara penetapan harga diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Izin Panas Bumi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pemegang Izin Panas Bumi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai penyerahan, pengelolaan, dan pemanfaatan data dan informasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Undang-undang (UU) tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian
ABSTRAK:
bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia;
bahwa dalam rangka melindungi kepentingan negara, keselamatan, keamanan, dan kesehatan warga negara serta perlindungan flora, fauna, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup diperlukan standardisasi dan penilaian kesesuaian;
bahwa standardisasi dan penilaian kesesuaian merupakan salah satu alat untuk meningkatkan mutu, efisiensi produksi, memperlancar transaksi perdagangan, mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan;
bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang standardisasi dan penilaian kesesuaian yang ada belum selaras sebagai landasan hukum bagi penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Kelembagaan, Standardisasi, Penilaian Kesesuaian, kerja sama, peran serta masyarakat, pembinaan, pengawasan, serta sistem informasi Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 17 September 2014.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemenuhan kewajiban internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai efektivitas penerapan SNI diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai ketertelusuran hasil Penilaian Kesesuaian diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Akreditasi LPK diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai LPK diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan Penilaian Kesesuaian diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SNI secara sukarela diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai tata cara pengenaan dan jenis sanksi administratif diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perumusan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan organisasi, tugas, dan fungsi KAN diatur dengan Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan organisasi, tugas, dan fungsi BSN diatur dengan Peraturan Presiden.
Undang-undang (UU) tentang Pengesahan Persetujuan Tentang Kerja Sama Industri Pertahanan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Turki (Agreement On Defense Industry Cooperation Between The Government of The Republic of Indonesia and The Government of The Republic of Turkey)
ABSTRAK:
Bahwa hubungan luar negeri yang dilandasi politik bebas aktif merupakan salah satu perwujudan dari tujuan, Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Perkembanga dunia yang ditandai dengan pesatnya ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, dan informasi mendorong kerja sama pengembangan industri pertahanan, Sehingga untuk meningkatkan kerja sama pengembangan industri pertahanan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Turki, pada tanggal 29 Juni 2010 di Ankara telah ditandatangani Persetujuan tentang Kerja Sama Industri Pertahanan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Turki. Oleh karena itu, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengesahan Persetujuan Kerja Sama Industri Pertahanan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Turki.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20, Pasal 30 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU No. 24 Tahun 2000, dan UU No. 16 Tahun 2002
UU ini mengatur tentang :
Pengesahan Persetujuan Kerja Sama Industri Pertahanan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah Republik Turki.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 07 Agustus 2014.
bahwa Negara menjamin setiap orang hidup sejahtera lahir dan batin serta memperoleh pelayanan kesehatan yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap orang dan jaminan hak orang dengan gangguan jiwa belum dapat diwujudkan secara optimal;
bahwa belum optimalnya pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap orang dan belum terjaminnya hak orang dengan gangguan jiwa mengakibatkan rendahnya produktivitas sumber daya manusia;
bahwa pengaturan penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa dalam peraturan perundang-undangan saat ini belum diatur secara komprehensif sehingga perlu diatur secara khusus dalam satu Undang-Undang;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kesehatan Jiwa;
Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa ini adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang tentang Kesehatan Jiwa ini memuat:
Ketentuan Umum;
Kesehatan Jiwa;
Sistem Pelayanan Kesehatan Jiwa;
Sumber Daya dalam Upaya Kesehatan Jiwa;
Hak dan Kewajiban;
Pemeriksaan Kesehatan Jiwa;
Tugas, Tanggung jawab, dan Wewenang;
Peran serta Masyarakat;
Ketentuan Pidana dan
Ketentuan Penutup.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 07 Agustus 2014.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan upaya promotif diatur dalam Peraturan Pemerintah
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan upaya preventif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan ODGJ dengan cara lain di luar ilmu kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan upaya kuratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan upaya rehabilitatif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan, pengadaan dan peningkatan mutu, penempatan dan pendayagunaan, serta pembinaan sumber daya manusia di bidang Kesehatan Jiwa diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan dan persyaratan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan terhadap fasilitas pelayanan di luar sektor kesehatan dan fasilitas pelayanan berbasis masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pemeriksaan Kesehatan Jiwa untuk kepentingan hukum diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pemeriksaan Kesehatan Jiwa untuk kepentingan pekerjaan atau jabatan tertentu diatur dengan Peraturan Menteri.
Pembentukan, Perubahan, dan Pembubaran Komisi/Komite/Badan/Dewan/Staf Khusus/Tim/PanitiaDasar Pembentukan Kementerian/Lembaga/Badan/Organisasi
Status Peraturan
Diubah dengan
PERPU No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan
UU No. 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
UU No. 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Undang-undang (UU) tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
ABSTRAK:
bahwa dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, diperlukan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dan untuk mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah perlu menata Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu membentuk undang undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 7A, Pasal 7B, pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 18 ayat (3), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 22 ayat (2), Pasal 22B, Pasal 22C, Pasal 22D, Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 23E ayat (2) dan ayat (3), Pasal 23F ayat (1), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B ayat (3), Pasal 24C ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dalam undang-undang tersebut telah secara eksplisit diatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka mewujudkan lembaga yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 05 Agustus 2014.
mencabut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Undang-undang (UU) tentang Pembentukan Kabupaten Buton Selatan di Provinsi Sulawesi Tenggara
ABSTRAK:
Untuk mendorong perkembangan dan kemajuan Provinsi Sulawesi Tenggara pada umumnya dan Kabupaten Buton pada khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, politik, jumlah penduduk, luas daerah, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan, dan meningkatnya beban tugas dan volume kerja di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Buton, perlu dilakukan pembentukan Kabupaten Buton Selatan di Provinsi Sulawesi Tenggara untuk mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah untuk penyelenggaraan otonomi daerah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten Buton Selatan di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22D UUD Tahun 1945, UU No. 29 Tahun 1959, UU No. 13 Tahun 1964, UU No. 32 Tahun 2004, UU No. 33 Tahun 2004, UU No. 27 Tahun 2009, UU No. 12 Tahun 2011, UU No. 15 Tahun 2011, UU No. 8 Tahun 2012.
Undang-Undang ini dibentuk Kabupaten Buton Selatan di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 23 Juli 2014.
-
-
15 halaman
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat