ABSTRAK: |
- Menimbang
Mengingat
bahwa untuk melaksanal{an ketentuan Pasal 2 ayat {2)
Huruf j dan Pasal 95 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajal< Daerah dan Retribusi Daerah,
perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajal< Bumi dan
Bangunan Perkotaan dan Perdesaan;
- 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Nega-ra Republik
Indonesia Tahun 1945;
2, Ur,daI.g Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana {Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lemba-ran Nega-ra
Republik tndonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262),
sebagaimana telah diubal beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2OO9
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4999);
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penqgihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan
Lembarar Negara Republik Indonesia Nomor 3686),
sebagaimara telah diubai beberapa kali, teral<hir
dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 129, Tambahan l,embarafl Negara Republik
lndonesia Nomor 3987)i
5. Undang-Undang Nomor 14 Taiun 2002 tentang
Pengadilan Pajak (Lemba-ran Negara Republik
Indonesia Taiun 2002 Nomor 27, Tambahal Lembaran
Negara Repubhk Indonesia Nomor 4189);
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten
Mamuju Utara Di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 2003 Nomor 27
Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor
427O);
+
ql 1
t
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2OO3 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO4 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambalan kmbaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara (Lembarai Negara Republik
Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintaian Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 125, Tambahan
lrmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah {l€mbamn
Negara Republik Indonesia Tahun 2OO8 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4a44li
11. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuargan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daeral (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 126, Tambaian
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
12. Undarg-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (l€mbaran Negara Republik
lndonesia Taiun 2009 Nomor 130, Tambalan kmbaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
13. Undang-Undang Nomor 12 Talun 2Ol\ tentang Pembentukan Peraturar Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negam Republik Indonesia
Nomor 5234);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undarg Hukum Acara Pidana
(LembaraJl Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
36, Tambahan LembaraIl Negara Republik Indonesia
Nomor 3258), sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2OlO (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90,
Tambaian Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
s 14s);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4578);
t I
q'
2
L
L
16. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2O0O tentang
Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa (Lemba-ran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 1.+O, Tambahan lrmbaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
17. Peraturan Pemerintai Nomor 38 Tahun 2007 tentarg
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota {Lembaran Negara Republik Indonesia
Taiun 2OO7 Nomor 82, Tambahan kmbaran Nega.ra
Republik Indonesia Nomor 4737);
18. Peraturan Pemerintai Nomor 69 Talun 2010 tentang
Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif
Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(Lembaran Nega-ra Republik Indonesia Taiun 201O Nomor
119, Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5161);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang
Jenis Pajal< Daerah Yang Dipungut Berdasarkan
Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayarkan Sendiri Oleh
wajib Pajak (Lembaran Negam Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 153, Tambahan Lembararl Negam Republik
Indonesia Nomor 5179);
20. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 5
Tahun 2009 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur
Tahun 2009 Nomor 5);
- MEMUTUSK'AN:
Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan
1.
2.
3.
4.
5.
L
Daerai adalah Kabupaten Luwu Timur.
Pemerintah Daerah adalah bupati dan perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintaian Daerah.
Bupati adalai Bupati Luwu Timur.
Peraturan Bupati adalah Peraturan Bupati Luwu Timur.
Pengelola Pendapatan Daerah adalah satuan kerja perangkat Daerah yarlg mempunyai tugas pokok dan fungsi mengelola pendapatan
Daera}t.
3
t
ql
6. Pejabat adalal pegawai yarlg diberi tugas tertentu di bidang perpajakan
daera-tr sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adala-h kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang
bersilat memaksa berdasarkan undang undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakar untuk
keperluan Daerah bagi sebesar-besamya kemakmuran rakyat.
8. Subjek Pajak adalah Orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan
Pajak.
9. Wajib Pajak adalah Orang pribadi atau Badan, meliputi pembaya-r
Pajak, pemotong Pajal dan pemungut Pajak yarg mempunya.i hak dan
kewajiban perpajakan sesuai denga,n ketentuan peraturan perundangundangan perpajal<an daerah.
10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya
dapat disingkat PBB P2 adalah pajal< atas bumi dar/atau bangunan
yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Orarg Pribadi
atau Badan, kecuali kawasan yarlg digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
11. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan
pedalaman serta laut wilayah Daerah.
12. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
13. Nilai Jual Objek Pajak, yarlg selanjutnya disingkat NJOP, adatah harga
rata-rata yang diperoleh dad transal<si jual beli yang terjadi seca.ra
wajar, dan bilamana tidak terdapat transa-ksi jual beli, ditentukan
melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai
perolehan baru, atau nilaijual objek pajak pengganti.
14. Badan adalai sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang mela-kukart usaha maupun yang tida-k melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, Badar Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
lainnya, lembaga dan bentuk Badan lainnya termasuk kontral investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap.
15. Pajal< yang terutang adalah Pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam masa Pajak, dalam Taiun Pajat atau dalam Bagian Tahun Pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpaja_kan
daerah.
16. Pemungutan adatah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
penghimpunar data Objek Pajak dart Subjek Pajak, penentuan
besarnya Pajak yarlg terutang sampai kegiatan penagihan Pajak kepada
Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.
17. Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SpOp,
adalah surat yang digunakan oleh wajib Pajal< untuk melaporkan data
Subjek Pajak dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan
Perkotaan sesuai dengari ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah.
-[8:-.Furat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SppI,
I _
'-lhdalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya paja,k
L. Bumi dan Bangunan yang terurang wajib pajal<. -fi
%
19. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD,
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok
pajak yang terutang.
20. Surat Setoran Pajak Daerah, yang sela-njutnya disingkat SSPD, adalah
bukti pembayaran atau penyetoran pajak yarlg telah dilal<ukan dengan
menggunakan formulir atau telatr dilakukan dengan cara lain ke
rekening Kas Umum Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk
oleh Bupati.
21. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah
surat untuk melakukan tagihan Pajak dan/ atau sanksi administratif
berupa bunga dan/ atau denda.
22. Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkaa
kesalaha-n tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam
penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan
pe.pajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajal<
Terutang, Surat Ketetapan PAjak Daerah, Surat Tagihan Pajak Daerah,
Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.
23. Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah,
atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang
diajukan oleh wajib Pajal<.
24. Banding adalal upaya hukum yarlg dapat dilakukan oleh wajib Pajak
atau penanggung pajat terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan
banding berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
25. Putusan banding adalah putusan Badan peradilan Pajak atas banding
terhadap Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
26. Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib Pajak
atau penanggung pajak terhadap pelaksanaar penagihan pajak atau
terhadap keputusan yang dapat diajukar gugatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpaja.kan yang berlaku.
27. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah
data, keterangan dan/atau bukti yang dilal<sanakan secara obyektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/ atau untuk
tujuan lain dalam rangka mela]<sanal<an ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
28. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah yang
selanjutnya dapat disebut Penyidikan adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti ],ang dengan bukti itu membuat terang tindal< pidana di bidang
perpajakan daerai yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
29. Penyidik adalai Pejabat Kepolisiaa Negara Republik Indonesia atau
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yalg diberi wewenang khusus oleh
undarg-undang untuk melakukan penyidikan.
30. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat ppNS adalah
penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerai
yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk metakukal:l
penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
31. Xds Umum Daerai adalah tempat penyimpanan uang Daerah yalg
| . .ditentukan oleh Bupati untuk menainpung seluruh penerimaan Daerah u. dajl diguna-kan untuk membayar seluruh pengeluaran Daerah. -1-
T: 5
32. lnsentif pemungutan Pajak yang selanjutnya disebut Insentif adalah
tambahan penghasilar yang diberikan sebagai penghargaan atas
kineia tertentu dalam melaksanal<an pemungutan Pajak.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah untuk memberikan
landasan hukum ba€i Pemerintah Daerah dalam melal<ukan pemungutan
PBB P2.
Pasal 3
Tujuan ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah:
a. meningkatkan partisipasi masyarakat yang memiliki,
dan/atau memanfaatkan bumi dan/atau bangunan
pembangunan Daerah melalui pembayaran Pajak;
b. meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
menguasar
terhadap
BAB III
NAMA, ORIEK, DAN SUBJEK PAJAK
Pasal 4
Dengan nama PBB-F2, dipungut Pajak atas setiap pemilikan, penguasaan
dan/atau pemanfatan Bumi dan/atau Bangunan oleh orang pribadi atau
Badan.
Pasal 5
(l) Objek PBB-P2 adalai Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki,
dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan,
kecuali kawasar yang digunakal untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan.
(2) Termasuk dalam pengertian Bangunan meliputi:
a. jalan lingkungan yang tertetak dalam satu kompleks bangunan
seperti hotel, pabrik dan emplasemennya, yarg merupakan suatu
kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
b. jalan tol;
c. kolam renalg;
d. paga-r mewah;
e. tempat olahraga;
f. galangan kapal, dermaga;
g. taman mewah;
h. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan
i. menara.
{3} Objek PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2}, tidak
natan pajak apabila:
a digunakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan pemerintah
6
Daerai untuk penyelenggaraan pemerintahan;
b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan
nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang
sejenis dengan itu;
d. merupakan hutal lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanai penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah
negara yang belum dibebani suatu hal(;
e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik; dan
f. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(.1) Besarnya NJOP Tidak Kena Pajal PBB-P2 sebagaimana dimal<sud pada
ayat (3) ditetapkan sebesar RpIO.OOO.0OO,0O (sepuluh juta rupiah)
untuk setiap Wajib Pajak.
Pasal 6
Subjek PBB-P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memeroleh manfaat atas bumi,
dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memeroleh manfaat atas
bangunan.
Pasal 7
{1) Wajib PBB-P2 adalah orarg pribadi atau Badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas
bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat
atas bangunan.
(2) Dalam hal Objek PBB P2 belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, Bupati
dapat menetapkan Subjek PBB-P2 sebagai Wajib PBB-P2.
(31 Subjek PBB-P2 yang ditetapkan sebagai Wajib PBB-F2 sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dapat memberikan keterangan secara tertulis
kepada Bupati bahwa Subjek PBB-P2 tersebut bukan Wajib P2
terhadap Objek P2 dimaksud.
(4) Apabila keterangan sebagaimara dimaksud pada ayat (3) disetujui
Bupati, maka Bupati membatalkan penetapan sebagai Wajib PBB-P2
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lambat
I (satu) bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud.
(5) Apabila keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak disetujui
Bupati, maka Bupati mengeluarkan keputusan penolakan dengan
disertai alasan-alasannya.
(6) Apabila setelah jangka waktu I (satu) bulan sejak tanggal diterimanya
keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat {3), Bupati tidat
memberikan keputusan, mal<a keterangan yang diajukan dianggap
disetujui Bupati dan Bupati segera membatalkan penetapan sebagai
wajib PBB P2 sebagaimana dimalsud pada ayat (2).
BAB IV
DASAR PENGENAAN, TARIF
DAN CARA PENGHITUNGAN PBB-P2
pasal 8
$1.:'-kngenaan PBB-P2 didasarkan pada NJOP. L
--t t
7
(2) Besarnya NJOP sebagaimana dimat<sud pada ayat {1), ditetapkan setiap
3 (tiga) tahun, kecua.li untuk Objek PBB-P2 tertentu dapat ditetapkan
setiap I (satu) tahun sesuai dengan perkembangan wilayah tempat
Objek PBB-P2 berada.
(3) Penetapan besarnya NJOP sebagaimara dimaksud pada ayat (2),
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 9
Tarif PBB-P2 ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk Objek PBB-P2 dengan NJOP sampai dengan Rp
Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), ditetapkar sebesar 0,1 7o (nol
koma satu persen).
b. Objek PBB-P2 dengan NJOP di atas Rp Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah), ditetapkan sebesar 0,2 70 (nol koma dua persen).
Pasal 10
Besaran pokok Pajak yang terutang dihitung dengar cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dengan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat {3), setelah dikurangi NJOP
Tidal< Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4).
BAB V
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 11
PBB-P2 yang terutang dipungut dalam wilavah Daerah.
BAB VI
TAHUN PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG
Pasal 12
Tahun Pajak adalai 1 (satu) tahun kalender.
Pasal 13
Saat yang menentukan PBB-P2 terutang adalah menurut keadaan Objek
PBB-P2 pada tanggal 1 Januari tahun pajak berkenaan.
BAB VII
PENDATAAN DAN PENETAPAN OBJEK PBB-P2
Pasal 14
lr/
(1)
(2)
Pendataan Objek PBB-P2 dilakukan dengaJl menggunakan SpOp.
SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas,
benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh Subiek pB6-p2 dan disampaikan kepada Bupati paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
setelah tanggal diterimanya SpOp oleh Subjek pBB_p2.
Ketenluan mengenai tata cara pendataan Objek pBB_p2 sebagaimana u/
drmaksud pada ayat (t). diatur lebih lanjur dalam peraturan Bupati.
a
(s)
t
--f
q:
Pasal 15
(l) Berdasarkan SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (l),
Bupati menerbitkan SPPI.
(2) Bupati dapat mengeluarkan SKPD apabila:
a. SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), tidak
disampaikan dan setelatl wajib PBB-P2 ditegur secara tertulis oleh
Bupati sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
b. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
ternyata jumlah pajak yarlg terutang lebih besar dari jumlah pajak
yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib PBBP2.
Para4raf 2
Tata Cara Penagihan
Pasal 18
9
{r) Ei
L
upati dapat menerbitkan STPD, apabila
BAB VIII
PEMUNGUTAN PBB-P2
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan
Pasal 16
(1) Pemungutan PBB-P2 dilarang diborongkan.
(2) Setiap Wajib PBB-P2, wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan
SPPr atau SKPD.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, tata cara penerbitan dan \,/
penyampaian SPOP, SPPI, dan SKPD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2)) diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran dan Penagihaa
Paragraf 1
Tata Ca-ra Pembavaran
Pasal 17
(l) Pembayamn PBB-P2 harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Pembayaran PBB-F2 yang terutang dilakukan di Kas Umum Daerah
atau tempat lain yarg ditunjuk oleh Bupati.
(3) Apabila pembayaran Pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk,
hasil penerimaan Pajak ha_rus disetor ke Rekening Kas Umum Daerah
paling lambat I (satu) hari kerja.
(4) Setiap Wajib PBB-P2 wajib membayar pajak terutang berdasarkan SppT
atau SKPD yang ditetapkan Bupati.
(5) P-embayaran PBB-P2 yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan dengar menggunakan SSPD.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayargn dan tempat pembayarar PBB-P2 diatur dalam peraturan giOati. \,/
12)
a. PBB-P2 yang terutang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh
tempo pembayaran;
b. hasil penelitian SPOP terdapat kekurangar pembayaran sebaga.i
akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. wajib PBB-P2 dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
dan/atau denda.
Jumlah kekuraagar pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b, ditambah sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 29'o (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima
belas) bulan sejak saat pajak terutang.
SKPD/SPPr yang tidak atau kurang bayar setelah jatuh tempo
pembayaran, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 27o
(dua persen) setiap bulan dan ditagih melalui STPD.
Pasal 19
Jatuh tempo pembayaran PBB-P2 paling lambat 6 (enam) bulan sejak
diterimanya SPPI oleh wajib Pajak.
SKPD, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yarlg
harus dibayar bertambai merupakan dasar penagihan pajak dan harus
dilunasi dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterbitka,n.
Bupati atas permohonan Wajib Pajak, setelah memenuhi persyaratan
yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib Pajak
untuk mengangsur atau menunda pembayaran PBB-P2, dengan
dikenal<an bunga sebesar 29'o (dua persen) setiap butan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penagihan dan penundaan
pembayaran PBB-P2, diatur dalam Peraturan B\pati. V
Pasal 20
Pajak yang terutang berdasarkan SPPT, SKPD, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang
tidak atau kurang dibayar oteh Wajib Pajak pada waktunya, dapat
ditagih dengan Surat Paksa.
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilaksanalan berdasarkan peraturan perundang-undangan yaig
berlaku.
(3)
(1)
(21
(3)
(.+l
{1)
l2j
BAB IX
KEBERATAN DAN BANDING
Bagian Kesatu
Keberatan
Pasal 2 1
(1) Wajib PBB-P2 dapat mengajukan keberatan kepada Bupati atau Pejabat
yang dit u nj uk atas:
a. SPPI;
b, SKPD.
an diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan
alasan-alasa-rl yang jelas.
1A
--Fi'
w
L
{3) Keberatan harus diajukan dalarn jangka waktu paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali Wajib Pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaannya.
(4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling
sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib Pajal<.
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimatsud
pada ayat (1), avat (2), ayat (3) dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat
Keberatar sehingga tidak dipertimbangkan.
(6) Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui
surat pos tercatat merupakan tanda bukti penerimaan Surat Keberatan.
Pasal22
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama i2 (dua belas) bulan, sejak
tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya
atau sebagian, menolak atau menambah besarnya Pajak yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat
dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan
tersebut dianggap dikabulkan.
(4) Ketentuan tebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dal penyelesaian
keberatan, diatur dalam Peraluran Bupati.r,/
Bagian Kedua
Banding
Pasal 23
(1) wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang
ditetapkan oleh Bupati.
(2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan
secara tertulis dalam Balasa Indonesia, dengar alasan yang jelas
dalam jargka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak keputusan
diterima, yang dilampiri salinan dari keputusal keberatan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar
Pajal< sampai dengar 1 (satu) bulan sejal< tanggal penerbitan Putusan
banding.
Pasal, 24
(1) Apabila pengajuar keberatan atau permohonan banding dikabulkan
sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran Pajat dikembalikan
dengan ditambai imbalan bunga sebesar 27o (dua persen) setiap bulan
untuk paling tinggi 24 {dua puluh empat} bulan.
(2) lmbalan bunga sebagaimana dimal<sud pada ayat (1), dihitung sejak
bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.
(3) Dalam ha-l keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian,
Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 5O7o puluh persen) dari jumlah Pajal< berdasarkan keputusan
ke ratan dikurangi dengan Pajal< yang telah dibayar sebelum
lll
PARd4,JIERAT
-.i
)
ukan keberatan
11
honan pengembalian kepada Bupati, paling lambat pada akhir
pajak berikutnya.
BAB X
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN, DAN
PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 25
(1) Atas permohonaa wajib Pajak atau karena jabatannya, Bupati dapat
membetulkan SPPI, SKPD, STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalaian hitung
dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
(2) Bupati dapat:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa
bunga, denda, dan kenaikal Pajal< yang terutang menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, dalam hal
sanksi tersebut dikenakan karena kekhitafan Wajib Pajak atau
bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan SPPI, SKPD, STPD atau SKPDLB
yang tidal< bena-r;
c. mengurangkan atau membatalkan STPD;
d. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan Pajak yang
dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang
ditentukan;
e. mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajal< terutang dalam
ha1 objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang tuar
biasa; dan
I mengurangkan ketetapan Pajal< terutang berdasarkan pertimbangan
kemampuar membayar wajib Pajak atau kondisi tertentu Objek
Pajal{.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan
ketetapan Pajat sebagaimana dingaksud pada ayat (2), diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Bupati. /
BAB XI
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 26
Atas kelebihan pembayaran Pajak, Wajib pajal< dapat mengajukan
permohonan pengembalian kepada bupati , paling lambat akhir tahun pajak berikutnya
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak
diterimanya perrnohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka wal<tu sebagaimana dimalsud pada ayat (2) telah
dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan
pengembalian pembayaran Pajak dianggap dikabulkan.
(4) Apabila wajib Pajak mempunyai utang paja,k lainnya, kelebihan
pembayaran Pajak sebagaimana dimal<sud pada ayat (1), langsung
diperhitungkar untuk melunasi terlebih dahulu utang Pajak tersebut.
(5) Pengembalian kelebihar pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (l), dilakukal dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua)
bulan sejak permohonan pengembalial pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), dikabulkan atau
dianggap dikabulkan.
{6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Pajak dilakukan setelah
lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 29'o
(dua persen) setiap bulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan
pembayaran pajat.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Bupati. L-'
Pasal2T
{1) Permohonan pengembalian kelebihar pembayaran pajak dilakukan
seca,ra tertulis kepada Bupati paling sedikit memuat :
a. Nama dan alamat wajib pajak;
b. Tanggal pembayaran pajak;
c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak;
d. Alasan yangjelas.
(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukarr
secara langsung atau melalui pos tercatat.
(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengirjman pos
tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati.
Pasal 28
(1) Atas pengajuan keberatan permohonar pengembalian kelebihan
pembayaran pajak, Bupati atau pejabat yang ditunjrrk melakukan
pemeriksaan.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (i) berupa pemeriksaan
kantor dan/atau pemeriksaan lapangan.
BAB XII
PEMERIKSAAN
Pasal 29
upati berwenang melakukan pemeriksaal untuk menguji kepatuhan
menuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanal<an
-Fl 4
raturan perundang undangal perpajakan daerah.
l3
{2) wajib Pajak yang diperiksa wajib:
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya atau dokumen lain yang
berhubungan dengan Objek Pajak yang terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruargan
yalg dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran
pemeriksaan;
c. memberikan keterangan yang diperlukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata crra pemeriksaan Pajak, diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.;,'-
BAB XIII
KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 30
{l} Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kedaluwarsa setelah
melampaui jangka waktu 5 Uima) tahun terhitung sejak saat
terutangnya Pajak, kecuali apabila Wajib Pajal( melal<ukan tindak
pidana di bidang perpajakan daerah.
(2) Kedaluwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tertangguh apabila:
a. diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa;
b. ada pengakuan utang Pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun
tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat paksa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihaa dihitung sejak
tanggal penyampaian Surat Pal<sa tersebut.
(4) Pengakuan utang pajal< secara langsung sebagaimana dimaksud pada
ayat.{2) huruf b, adalah Wajib pajal< dengan kesadararnya menyatakan masih. mempunyai utang pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintai Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diketalui aari pei-rgajuai p.._ot o"un angsuran atau penundaan pembavaran aan peimo-tr"onal 'f.eUeiatm oleh"Wallb Paiak.
Pasal 3 1
{1)
12|
I.l l
Piu.rang pajal
meta_kukar penagihan
yang lidak mungkin ditagih lagi karena ha} untuk sudal kediluwar-*.?"p"i?rn"ir"f""l*
Bupati menetapkan keDutusa n
t..iurr*-", Jor!"i;#:,: f::Eh-'px san piu.tang Paiak vans sudatr
5.1:,, u?".,e bih,anj u r _..__il::i:i"";i jl;,
",, yarg pi u rans pajak sudah kedaluwarsa diarur lebih t""tu i"lfir-i.1rir.Il"L-u p",i. g,,
14
t-- :}
q:
BAB XIV
INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK
Pasal 32
(l) lnstansi yang melaksanalan pemungutan Pajak diberi insentif atas
dasar pencapaial kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimal<sud pada ayat (1), ditetapkan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata ca-ra pemberian dan pemanfaatan
Insentif sebagaimana dimalsud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan
Bupati dengan berpedoman pada peraturar perundang-undangan yang
berlaku.
BAB XV
PENYIDIKAN
Pasal 33
(l) PPNS tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai Penyidik untuk melal<ukan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan Daerah, sebagaimana dimal<sud dalam UndangUndang Hukum Aca-ra Pidana.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimal<sud pada ayat (l) adalan:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan
Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih
lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatair yarg dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidara di bidarg perpajakan Daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan balan bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukarr
penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
i. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelal<sanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah;
g. menlruruh berhenti dan/atau melarang seseoralg meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana
perpajakan Daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya darl diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
i
7
t.-
(3)
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
PPNS sebagaimana dimal<sud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada
Penuntui dmum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara R€publik
inrtor,.sia, sesuai dengal ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
BAB XVI
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 34
.'':::'ff .Tfl ?1*'Fi}ff ^1B:l'iilffi f,l?''tl1."J""ffir".iiiil
rralam rangka *"t1"'-[ll'",u'rif i.* nJ""g- u^o"ngan di hidang
me tak sanakarr ketentuan
''ldJt*,,;{-;}*t'x1',.rlh:si?i'fl #tiT#g*:i;:}fr
f.'J#j##;*ttn ,..^..^ ur-"u"ud pada ayat (1) dan avar \2\
r1l Ketentuan sebagaimana \"r uitecuati*an bagi:
rhli yang bertindak sebagai saksi atau saksi
o neiabal alau lenaga
'
. *iffi:,ffi,m.h.-r"#l#,,t-n'[:i#?H
'I;'#i''n'i:':-w*tl"*t#'ff
,*ll**q j*-##: ''' ;!#,#ffir,**+tt:*'f '*#pcrkara
p dana
'" ig;u.'ffi fi'ffi$;I*if,
,., ;ffiil|fi:ffi" ffi ;i:f ;,x$;'}.r-;"r-#ilt#ffi?
diminta' sert a T1'A ?:l:''il vang d iminra'
bersanskuran ""--' ":;;iffi
^il;l'^-^ Pasal 35
, f:i:,;t*.-rtr ;m"n#t * il**+ :*:H"fft :';i1"
L
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp4.000.00O,0O (empat juta rupiah).
(2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang dengan sengaja
tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan
pejabat tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 2 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp1O.0O0.OO0,0O
(sepuluh juta rupiai).
(31 Penuntutan terhadap tindal< pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) hanya dapat dilal<ukan atas pengaduan wajib pajat
yang kerahasiaannya dilanggar.
(4) Tuntutan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) sesuai dengan sifatnya adalai menyangkut kepentinagn pribadi
seseorang atau Badan selaku wajib pajal< sehingga merupakan tindak
pidana pengaduan.
Peraturar Daerah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.
Aga-r setiap orang mengetahuinya, memerintalkan pengundargan Peraturan
Daerair ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Luwu Timur
|