ABSTRAK: |
- Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 105
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, perlu
menetapkan Peraturan Daerah tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah;
- : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten
Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 27,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4270);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5533);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2014 tentang
Penjualan Barang Milik Negara/Daerah Berupa
Kendaraan Perorangan Dinas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 305,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5610);
2
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun
2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik
Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 547).
- MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEDOMAN
PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Timur.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
4. Bupati adalah Bupati Luwu Timur.
5. Pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah adalah Kepala
Daerah.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
7. Sekretaris Daerah adalah pengelola barang milik daerah.
8. Pengelola Barang Milik Daerah yang selanjutnya disebut Pengelola
Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
melakukan koordinasi pengelolaan barang milik daerah.
9. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
unsur pembantu Kepala Daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
10. Pejabat Penatausahaan Barang adalah kepala SKPD yang mempunyai
fungsi pengelolaan barang milik daerah selaku pejabat pengelola
keuangan daerah.
11. Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan
barang milik daerah.
12. Unit kerja adalah bagian SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa
program.
13. Barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
3
14. Kuasa Pengguna Barang Milik Daerah selanjutnya disebut sebagai Kuasa
Pengguna Barang adalah kepala unit kerja atau pejabat yang ditunjuk
oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang milik daerah yang
berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
15. Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang adalah Pejabat yang
melaksanakan fungsi tata usaha barang milik daerah pada Pengguna
Barang.
16. Pengurus Barang Milik Daerah yang selanjutnya disebut Pengurus
Barang adalah Pejabat dan/atau Jabatan Fungsional Umum yang
diserahi tugas mengurus barang.
17. Pengurus Barang Pengelola adalah pejabat yang diserahi tugas
menerima, menyimpan, mengeluarkan, dan menatausahakan barang
milik daerah pada Pejabat Penatausahaan Barang.
18. Pengurus Barang Pengguna adalah Jabatan Fungsional Umum yang
diserahi tugas menerima, menyimpan, mengeluarkan, menatausahakan
barang milik daerah pada Pengguna Barang.
19. Pembantu Pengurus Barang Pengelola adalah pengurus barang yang
membantu dalam penyiapan administrasi maupun teknis
penatausahaan barang milik daerah pada Pengelola Barang.
20. Pembantu Pengurus Barang Pengguna adalah pengurus barang yang
membantu dalam penyiapan administrasi maupun teknis
penatausahaan barang milik daerah pada Pengguna Barang.
21. Pengurus Barang Pembantu adalah yang diserahi tugas menerima,
menyimpan, mengeluarkan, menatausahakan dan mempertanggung
jawabkan barang milik daerah pada Kuasa Pengguna Barang.
22. Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen
berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
23. Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai
atas suatu objek penilaian berupa barang milik daerah pada saat
tertentu.
24. Penilai Pemerintah adalah Penilai Pemerintah Pusat dan Penilai
Pemerintah Daerah.
25. Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan,
penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian,
pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan dan
pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
26. Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian
kebutuhan barang milik daerah untuk menghubungkan pengadaan
barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai
dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
27. Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah, yang selanjutnya disingkat
RKBMD, adalah dokumen perencanaan kebutuhan barang milik daerah
untuk periode 1 (satu) tahun.
28. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang
dalam mengelola dan menatausahakan barang milik daerah yang sesuai
dengan tugas dan fungsi SKPD yang bersangkutan.
29. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik daerah yang tidak
digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD dan/atau
optimalisasi barang milik daerah dengan tidak mengubah status
kepemilikan.
30. Sewa adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dalam
jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
4
31. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan Barang antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah dalam
jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka
waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Bupati.
32. Kerja Sama Pemanfaatan yang selanjutnya disingkat KSP adalah
pendayagunaan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu
tertentu dalam rangka peningkatan pendapatan daerah atau sumber
pembiayaan lainnya.
33. Bangun Guna Serah yang selanjutnya disingkat BGS adalah
pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan
cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya,
kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu
tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali
tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah
berakhirnya jangka waktu.
34. Bangun Serah Guna yang selanjutnya disingkat BSG adalah
pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan
cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan
setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh
pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
35. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat KSPI
adalah kerjasama antara pemerintah dan badan usaha untuk kegiatan
penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
36. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama yang selanjutnya disingkat PJPK
adalah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, atau badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah sebagai penyedia atau penyelenggara
infrastruktur berdasarkan peraturan perundang-undangan.
37. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah.
38. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah kepada
pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
39. Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah
yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,
antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah daerah dengan pihak
lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling
sedikit dengan nilai seimbang.
40. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau dari
pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.
41. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah adalah pengalihan kepemilikan
barang milik daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak
dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan
sebagai modal/saham daerah pada badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.
42. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan
barang milik daerah.
43. Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari
daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang
berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang
dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan
fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
44. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan,
inventarisasi, dan pelaporan barang milik daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
5
45. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan,
dan pelaporan hasil pendataan barang milik daerah.
46. Dokumen kepemilikan adalah dokumen sah yang merupakan bukti
kepemilikan atas barang milik daerah.
47. Daftar barang milik daerah adalah daftar yang memuat data seluruh
barang milik daerah.
48. Daftar barang pengguna adalah daftar yang memuat data barang milik
daerah yang digunakan oleh masing-masing Pengguna Barang.
49. Daftar Barang Kuasa Pengguna adalah daftar yang memuat data barang
milik daerah yang dimiliki oleh masing-masing Kuasa Pengguna Barang.
50. Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki Pemerintah Daerah dan
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai
negeri sipil pemerintah daerah.
51. Pihak lain adalah pihak selain Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah
Daerah.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi:
a. pejabat pengelola barang milik daerah;
b. perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
c. pengadaan;
d. penggunaan;
e. pemanfaatan;
f. pengamanan dan pemeliharaan;
g. penilaian;
h. pemindahtanganan;
i. pemusnahan;
j. penghapusan;
k. penatausahaan;
l. pembinaan, pengawasan dan pengendalian;
m. pengelolaan barang milik daerah pada SKPD yang menggunakan pola
pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah;
n. barang milik daerah berupa rumah negara; dan
o. ganti rugi dan sanksi.
Pasal 3
Barang milik daerah meliputi:
a. barang milik daerah yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; atau
b. barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pasal 4
(1) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilarang
digadaikan/dijaminkan untuk mendapatkan pinjaman atau diserahkan
kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah
daerah.
(2) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak dapat
disita sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6
Pasal 5
(1) Barang milik daerah yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, dilengkapi dokumen
pengadaan.
(2) Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, dilengkapi dokumen
perolehan.
(3) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
bersifat berwujud maupun tidak berwujud.
Pasal 6
Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, meliputi:
a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan;
d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
e. barang yang diperoleh kembali dari hasil divestasi atas penyertaan
modal pemerintah daerah.
Pasal 7
Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau sejenis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, hibah/sumbangan atau yang sejenis dari
negara/lembaga internasional sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 8
Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, antara lain berasal dari:
a. kontrak karya;
b. kontrak bagi hasil;
c. kontrak kerjasama;
d. perjanjian dengan negara lain/lembaga internasional; dan
e. kerja sama pemerintah daerah dengan badan usaha dalam penyediaan
infrastruktur.
BAB III
PEJABAT PENGELOLA BARANG MILIK DAERAH
Bagian Kesatu
Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pasal 9
(1) Bupati adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah.
(2) Pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), berwenang dan bertanggung jawab:
a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah;
7
b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan, atau pemindahtanganan
barang milik daerah;
c. menetapkan kebijakan pengamanan dan pemeliharaan barang milik
daerah;
d. menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik
daerah;
e. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang
memerlukan persetujuan DPRD;
f. menyetujui usul pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan
barang milik daerah sesuai batas kewenangannya;
g. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah
dan/atau bangunan; dan
h. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk
kerjasama penyediaan infrastruktur.
Bagian Kedua
Pengelola Barang
Pasal 10
Sekretaris Daerah selaku Pengelola Barang, berwenang dan bertanggung
jawab:
a. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah;
b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan
barang milik daerah;
c. mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik
daerah yang memerlukan persetujuan Bupati;
d. mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan
penghapusan barang milik daerah;
e. mengatur pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang
telah disetujui oleh Bupati atau DPRD;
f. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik
daerah; dan
g. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik
daerah.
Bagian Ketiga
Pejabat Penatausahaan Barang
Pasal 11
(1) Kepala SKPD yang mempunyai fungsi pengelolaan barang milik daerah
selaku Pejabat Penatausahaan Barang.
(2) Pejabat Penatausahaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mempunyai wewenang dan tanggungjawab:
a. membantu meneliti dan memberikan pertimbangan persetujuan dalam
penyusunan rencana kebutuhan barang milik daerah kepada
Pengelola Barang;
b. membantu meneliti dan memberikan pertimbangan persetujuan dalam
penyusunan rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang
milik daerah kepada Pengelola Barang;
c. memberikan pertimbangan kepada Pengelola Barang atas pengajuan
usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang
memerlukan persetujuan Bupati;
8
d. memberikan pertimbangan kepada pengelola barang untuk mengatur
pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan
penghapusan barang milik daerah;
e. memberikan pertimbangan kepada pengelola barang atas
pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah
disetujui oleh Bupati dan DPRD;
f. membantu Pengelola Barang dalam pelaksanaan koordinasi
inventarisasi barang milik daerah;
g. melakukan pencatatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang yang tidak
digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi
SKPD dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada Bupati
melalui Pengelola Barang, serta barang milik daerah yang berada pada
Pengelola Barang;
h. mengamankan dan memelihara barang milik daerah sebagaimana
dimaksud dalam huruf g;
i. membantu Pengelola Barang dalam pengawasan dan pengendalian
atas pengelolaan barang milik daerah; dan
j. menyusun laporan barang milik daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pejabat Penatausahaan Barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
Bagian Keempat
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
Pasal 12
(1) Kepala SKPD selaku Pengguna Barang.
(2) Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
(3) Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang dan
bertanggung jawab:
a. mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik
daerah bagi SKPD yang dipimpinnya;
b. mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang yang
diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;
c. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang
berada dalam penguasaannya;
d. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya
untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD yang
dipimpinnya;
e. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada
dalam penguasaannya;
f. mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik
daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan
persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau
bangunan;
g. menyerahkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan
fungsi SKPD yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan pihak
lain, kepada Bupati melalui Pengelola Barang;
h. mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah;
i. melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas
penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan
9
j. menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran
dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam
penguasaannya kepada Pengelola Barang.
Pasal 13
(1) Pengguna Barang dapat melimpahkan sebagian kewenangan dan
tanggungjawab kepada Kuasa Pengguna Barang.
(2) Pelimpahan sebagian wewenang dan tanggungjawab kepada Kuasa
Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
dengan Keputusan Bupati atas usul Pengguna Barang.
(3) Penetapan kuasa pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berdasarkan pertimbangan jumlah barang yang dikelola, beban kerja,
lokasi, kompetensi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif
lainnya.
Bagian Kelima
Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang
Pasal 14
(1) Pengguna Barang dibantu oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna
Barang.
(2) Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati atas usul Pengguna
Barang.
(3) Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) yaitu pejabat yang membidangi fungsi pengelolaan barang milik
daerah pada Pengguna Barang.
(4) Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berwenang dan bertanggung jawab:
a. menyiapkan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik
daerah pada Pengguna Barang;
b. meneliti usulan permohonan penetapan status penggunaan barang
yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;
c. meneliti pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang
dilaksanakan oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang
Pembantu;
d. menyusun pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan
barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak
memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain
tanah dan/atau bangunan;
e. mengusulkan rencana penyerahan barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang
tidak dimanfaatkan oleh pihak lain;
f. menyiapkan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik
daerah;
g. meneliti laporan barang semesteran dan tahunan yang dilaksanakan
oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang Pembantu;
h. memberikan persetujuan atas Surat Permintaan Barang dengan
menerbitkan Surat Perintah Penyaluran Barang untuk mengeluarkan
barang milik daerah dari gudang penyimpanan;
i. meneliti dan melakukan verifikasi Kartu Inventaris Ruangan setiap
semester dan setiap tahun;
10
j. melakukan verifikasi sebagai dasar memberikan persetujuan atas
perubahan kondisi fisik barang milik daerah; dan
k. meneliti laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan oleh
Pengurus Barang Pengguna dan/atau Pengurus Barang Pembantu.
Bagian Keenam
Pengurus Barang Pengelola
Pasal 15
(1) Pengurus Barang Pengelola ditetapkan dengan Keputusan Bupati atas
usul Pejabat Penatausahaan Barang.
(2) Pengurus Barang Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah
pejabat yang membidangi fungsi pengelolaan barang milik daerah pada
Pejabat Penatausahaan Barang.
(3) Pengurus Barang Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berwenang dan bertanggungjawab:
a. membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan
persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan barang milik
daerah kepada Pejabat Penatausahaan Barang;
b. membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan
persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan
pemeliharaan/perawatan barang milik daerah kepada Pejabat
Penatausahaan Barang;
c. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan
pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan
persetujuan Bupati;
d. meneliti dokumen usulan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan,
dan penghapusan dari Pengguna Barang, sebagai bahan
pertimbangan oleh Pejabat Penatausahaan Barang dalam pengaturan
pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan
penghapusan barang milik daerah;
e. menyiapkan bahan pencatatan barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang
yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas
dan fungsi SKPD dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada
Bupati melalui Pengelola Barang;
f. menyimpan dokumen asli kepemilikan barang milik daerah;
g. menyimpan salinan dokumen Laporan Barang Pengguna/Kuasa
Pengguna Barang;
h. melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang
milik daerah; dan
i. melakukan rekapitulasi dan menghimpun Laporan Barang Pengguna
semesteran dan tahunan serta Laporan Barang Pengelola sebagai
bahan penyusunan Laporan barang milik daerah.
(4) Pengurus Barang Pengelola secara administratif dan secara fungsional
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pengelola Barang
melalui Pejabat Penatausahaan Barang.
(5) Dalam hal melaksanakan tugas dan fungsi administrasi Pengurus
Barang Pengelola dapat dibantu oleh Pembantu Pengurus Barang
Pengelola yang ditetapkan oleh Pejabat Penatausahaan Barang.
11
(6) Pengurus Barang Pengelola dilarang melakukan kegiatan perdagangan,
pekerjaan pemborongan, dan penjualan jasa atau bertindak sebagai
penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya
dibebankan pada APBD.
Bagian Ketujuh
Pengurus Barang Pengguna
Pasal 16
(1) Pengurus Barang Pengguna ditetapkan dengan Keputusan Bupati atas
usul Pengguna Barang.
(2) Pengurus Barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berwenang dan bertanggungjawab:
a. membantu menyiapkan dokumen rencana kebutuhan dan
penganggaran barang milik daerah;
b. menyiapkan usulan permohonan penetapan status penggunaan
barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan
lainnya yang sah;
c. melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah;
d. membantu mengamankan barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang;
e. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan
pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang
milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;
f. menyiapkan dokumen penyerahan barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang
tidak dimanfaatkan pihak lain;
g. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemusnahan dan
penghapusan barang milik daerah;
h. menyusun laporan barang semesteran dan tahunan;
i. menyiapkan Surat Permintaan Barang berdasarkan nota permintaan
barang;
j. mengajukan Surat Permintaan Barang kepada Pejabat
Penatausahaan Barang Pengguna;
k. menyerahkan barang berdasarkan Surat Perintah Penyaluran
Barang yang dituangkan dalam berita acara penyerahan barang;
l. membuat Kartu Inventaris Ruangan semesteran dan tahunan;
m. memberi label barang milik daerah;
n. mengajukan permohonan persetujuan kepada Pejabat
Penatausahaan Pengguna Barang atas perubahan kondisi fisik
barang milik daerah berdasarkan pengecekan fisik barang;
o. melakukan stock opname barang persediaan;
p. menyimpan dokumen, antara lain: fotokopi/salinan dokumen
kepemilikan barang milik daerah dan menyimpan
asli/fotokopi/salinan dokumen penatausahaan;
q. melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang
Pengguna Barang dan laporan barang milik daerah; dan
r. membuat laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan
kepada Pengelola Barang melalui Pengguna Barang setelah di teliti
oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang.
12
(3) Pengurus Barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), secara
administratif bertanggung jawab kepada Pengguna Barang dan secara
fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada
Pengelola Barang melalui Pejabat Penatausahaan Barang.
(4) Dalam hal melaksanakan tugas dan fungsi administrasi Pengurus
Barang Pengguna dapat dibantu oleh Pembantu Pengurus Barang
Pengguna yang ditetapkan oleh Pengguna Barang.
(5) Pengurus Barang Pengguna dilarang melakukan kegiatan perdagangan,
pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai
penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya
dibebankan pada APBD.
Bagian Kedelapan
Pengurus Barang Pembantu
Pasal 17
(1) Pengurus Barang Pembantu ditetapkan dengan Keputusan Bupati atas
Usul Kuasa Pengguna Barang melalui Pengguna Barang.
(2) Pembentukan Pengurus Barang Pembantu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan berdasarkan pertimbangan jumlah barang yang
dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan
pertimbangan objektif lainnya.
(3) Pengurus Barang Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berwenang dan bertanggungjawab:
a. menyiapkan dokumen rencana kebutuhan dan penganggaran barang
milik daerah;
b. menyiapkan usulan permohonan penetapan status penggunaan
barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan
lainnya yang sah;
c. melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah;
d. membantu mengamankan barang milik daerah yang berada pada
Kuasa Pengguna Barang;
e. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan
pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang
milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;
f. menyiapkan dokumen penyerahan barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas dan fungsi Kuasa Pengguna Barang dan
sedang tidak dimanfaatkan pihak lain;
g. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemusnahan dan
penghapusan barang milik daerah;
h. menyusun laporan barang semesteran dan tahunan;
i. menyiapkan Surat Permintaan Barang berdasarkan nota permintaan
barang;
j. mengajukan Surat Permintaan Barang kepada Kuasa Pengguna
Barang;
k. menyerahkan barang berdasarkan Surat Perintah Penyaluran Barang
yang dituangkan dalam berita acara penyerahan barang;
l. membuat Kartu Inventaris Ruangan semesteran dan tahunan;
m. memberi label barang milik daerah;
13
n. mengajukan permohonan persetujuan kepada Pejabat
Penatausahaan Pengguna Barang melalui Kuasa Pengguna Barang
atas perubahan kondisi fisik barang milik daerah pengecekan fisik
barang;
o. melakukan stock opname barang persediaan;
p. menyimpan dokumen, antara lain: fotokopi/salinan dokumen
kepemilikan barang milik daerah dan menyimpan
asli/fotokopi/salinan dokumen penatausahaan;
q. melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang
Kuasa Pengguna Barang dan laporan barang milik daerah; dan
r. membuat laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan
pada Pengguna Barang melalui Kuasa Pengguna Barang setelah
diteliti oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang dan Pengurus
Barang Pengguna.
(4) Pengurus Barang Pembantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan
pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas
kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya dibebankan
pada APBD.
BAB IV
PERENCANAAN KEBUTUHAN BARANG MILIK DAERAH
Bagian Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 18
(1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah disusun dengan
memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD serta
ketersediaan barang milik daerah yang ada.
(2) Ketersediaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
merupakan barang milik daerah yang ada pada Pengelola Barang
dan/atau Pengguna Barang.
(3) Perencanaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), harus dapat mencerminkan kebutuhan riil barang milik
daerah pada SKPD sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan
RKBMD.
Pasal 19
(1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah dilaksanakan setiap tahun
setelah rencana kerja SKPD ditetapkan.
(2) Perencanaan Kebutuhan sebagaimana dimaksud ayat (1), merupakan
salah satu dasar bagi SKPD dalam pengusulan penyediaan anggaran
untuk kebutuhan baru dan angka dasar serta penyusunan rencana kerja
dan anggaran.
Pasal 20
(1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah mengacu pada Rencana
Kerja SKPD.
(2) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (1), kecuali untuk penghapusan, berpedoman pada:
a. standar barang;
14
b. standar kebutuhan; dan/atau
c. standar harga.
(3) Standar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
merupakan spesifikasi barang yang ditetapkan sebagai acuan
penghitungan pengadaan barang milik daerah dalam perencanaan
kebutuhan.
(4) Standar kebutuhan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b, merupakan satuan jumlah barang yang dibutuhkan sebagai acuan
perhitungan pengadaan dan penggunaan barang milik daerah dalam
perencanaan kebutuhan barang milik daerah pada SKPD.
(5) Standar harga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, merupakan
besaran harga yang ditetapkan sebagai acuan pengadaan barang milik
daerah dalam perencanaan kebutuhan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan standar barang, standar
kebutuhan dan standar harga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ayat
(4) dan ayat (5), diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 21
(1) Penetapan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (2) huruf b, berpedoman pada ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Penetapan standar barang dan standar kebutuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a dan huruf b, dilakukan
setelah berkoordinasi dengan dinas teknis terkait.
Pasal 22
Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang mengusulkan RKBMD
pengadaan barang milik daerah dengan berpedoman pada standar barang
dan standar kebutuhan.
Pasal 23
(1) Pengguna Barang menghimpun usulan RKBMD yang diajukan oleh
Kuasa Pengguna Barang yang berada di lingkungan SKPD yang
dipimpinnya.
(2) Pengguna Barang menyampaikan usulan RKBMD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), kepada Pengelola Barang.
(3) Pengelola Barang melakukan penelaahan atas usulan RKBMD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bersama Pengguna Barang dengan
memperhatikan data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola
Barang.
(4) Data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang,
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain:
a. laporan Daftar Barang Pengguna bulanan;
b. laporan Daftar Barang Pengguna semesteran;
c. laporan Daftar Barang Pengguna tahunan;
d. laporan Daftar Barang Pengelola bulanan;
e. laporan Daftar Barang Pengelola semesteran;
f. laporan Daftar Barang Pengelola tahunan;
g. laporan Daftar Barang milik daerah semesteran; dan
h. laporan Daftar Barang milik daerah tahunan.
15
(5) Pengelola Barang dalam melakukan penelaahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), dibantu Pejabat Penatausahaan Barang dan Pengurus
Barang Pengelola.
(6) Pejabat Penatausahaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
merupakan anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah.
(7) Hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan
dasar penyusunan RKBMD.
Pasal 24
RKBMD yang telah ditetapkan oleh Pengelola Barang digunakan oleh
Pengguna Barang sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
SKPD.
Pasal 25
(1) RKBMD pemeliharaan barang milik daerah tidak dapat diusulkan oleh
Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang terhadap:
a. barang milik daerah yang berada dalam kondisi rusak berat;
b. barang milik daerah yang sedang dalam status penggunaan
sementara;
c. barang milik daerah yang sedang dalam status untuk dioperasikan
oleh pihak lain; dan/atau
d. barang milik daerah yang sedang menjadi objek pemanfaatan.
(2) RKBMD pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, diusulkan oleh Pengguna Barang yang menggunakan
sementara barang milik daerah.
(3) RKBMD pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d, tidak termasuk pemanfaatan dalam bentuk pinjam
pakai dengan jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan.
Bagian Kedua
Lingkup Perencanaan Kebutuhan
Barang Milik Daerah
Pasal 26
(1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah meliputi:
a. perencanaan pengadaan barang milik daerah;
b. perencanaan pemeliharaan barang milik daerah;
c. perencanaan pemanfaatan barang milik daerah;
d. perencanaan pemindahtanganan barang milik daerah; dan
e. perencanaan penghapusan barang milik daerah.
(2) Perencanaan pengadaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, dituangkan dalam dokumen RKBMD Pengadaan.
(3) Perencanaan pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, dituangkan dalam dokumen RKBMD
Pemeliharaan.
(4) Perencanaan pemanfaatan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, dituangkan dalam dokumen RKBMD Pemanfaatan.
(5) Perencanaan pemindahtanganan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, dituangkan dalam dokumen RKBMD
pemindahtanganan.
(6) Perencanaan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e, dituangkan dalam dokumen RKBMD
Penghapusan.
16
Bagian Ketiga
Tata Cara Penyusunan RKBMD Pengadaan
Barang Milik Daerah Pada Pengguna Barang
Pasal 27
(1) Kuasa Pengguna Barang menyusun usulan RKBMD Pengadaan barang
milik daerah di lingkungan Kuasa Pengguna Barang yang dipimpinnya.
(2) Kuasa Pengguna Barang menyampaikan usulan RKBMD Pengadaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Pengguna Barang paling
lambat minggu kedua bulan Mei.
Pasal 28
(1) Pengguna Barang melakukan penelaahan atas usulan RKBMD
Pengadaan yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), pada minggu ketiga bulan Mei.
(2) Dalam penelaahan usulan RKBMD pengadaan yang disampaikan oleh
Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna
Barang mengikutsertakan Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang dan
Pengurus Barang Pengguna untuk melakukan review terhadap
kebenaran dan kelengkapan usulan RKBMD Pengadaan.
(3) Penelaahan atas usulan RKBMD Pengadaan yang disampaikan oleh
Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diutamakan untuk memastikan kebenaran data masukan penyusunan
usulan RKBMD Pengadaan yang paling rendah mempertimbangkan:
a. kesesuaian program perencanaan dan standar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2); dan
b. ketersediaan barang milik daerah di lingkungan Pengguna Barang.
(4) Hasil penelaahan atas usulan RKBMD Pengadaan yang disampaikan oleh
Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
digunakan oleh Pengguna Barang dalam menyusun RKBMD Pengadaan
barang milik daerah pada tingkat Pengguna Barang paling rendah
memuat informasi:
a. nama Kuasa Pengguna Barang;
b. nama Pengguna Barang;
c. program;
d. kegiatan;
e. data daftar barang pada Pengguna Barang dan/atau daftar barang
pada Kuasa Pengguna Barang; dan
f. rencana kebutuhan pengadaan barang yang disetujui.
Pasal 29
(1) Hasil penelaahan Pengguna Barang atas usulan RKBMD Pengadaan yang
disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (4), ditandatangani Pengguna Barang.
(2) Kuasa Pengguna Barang menyusun RKBMD Pengadaan barang milik
daerah berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk disampaikan kepada Pengguna Barang paling lambat minggu
keempat bulan Mei.
17
Bagian Keempat
Tata Cara Penyusunan RKBMD Pemeliharaan
Barang Milik Daerah Pada Pengguna Barang
Pasal 30
(1) Kuasa Pengguna Barang menyusun usulan RKBMD Pemeliharaan
barang milik daerah di lingkungan Kuasa Pengguna Barang yang
dipimpinnya.
(2) Kuasa Pengguna Barang menyampaikan usulan RKBMD Pemeliharaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Pengguna Barang paling
lambat minggu kedua bulan Mei.
Pasal 31
(1) Pengguna Barang melakukan penelaahan atas usulan RKBMD
Pemeliharaan yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), pada minggu ketiga
bulan Mei.
(2) Dalam penelaahan usulan RKBMD pemeliharaan usulan RKBMD
Pemeliharaan yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna Barang
mengikutsertakan Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang dan
Pengurus Barang Pengguna untuk melakukan penelitian terhadap
kebenaran dan kelengkapan usulan RKBMD pemeliharaan.
(3) Penelaahan atas usulan RKBMD Pemeliharaan yang disampaikan oleh
Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
diutamakan untuk memastikan kebenaran data masukan penyusunan
RKBMD pemeliharaan paling sedikit mengacu pada daftar barang Kuasa
Pengguna Barang yang memuat informasi mengenai barang yang
dipelihara.
(4) Hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan oleh
Pengguna Barang dalam menyusun RKBMD Pemeliharaan barang milik
daerah tingkat Pengguna Barang paling sedikit memuat informasi:
a. nama Kuasa Pengguna Barang;
b. nama Pengguna Barang;
c. nama barang yang dipelihara;
d. usulan kebutuhan pemeliharaan; dan
e. rencana kebutuhan barang milik daerah yang disetujui.
Pasal 32
(1) Hasil penelaahan Pengguna Barang atas usulan RKBMD Pemeliharaan
yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (4), ditandatangani Pengguna Barang.
(2) Kuasa Pengguna Barang menyusun RKBMD Pemeliharaan barang milik
daerah berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), untuk disampaikan kepada Pengguna Barang paling lambat minggu
keempat bulan Mei.
18
Pasal 33
(1) Pengguna Barang menghimpun RKBMD Pengadaan dan RKBMD
Pemeliharaan dari Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) dan Pasal 32 ayat (2), untuk disampaikan kepada
Pengelola Barang.
(2) Penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi surat
pengantar RKBMD yang ditandatangani oleh Pengguna Barang dan data
barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4).
(3) Penyampaian RKBMD Pengadaan dan RKBMD Pemeliharaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh Pengguna Barang kepada
Pengelola Barang dilakukan paling lambat minggu pertama bulan Juni.
Bagian Kelima
Tata Cara Penelaahan RKBMD Pengadaan
Barang Milik Daerah Pada Pengelola Barang
Pasal 34
(1) Penelaahan atas RKBMD Pengadaan barang milik daerah dilakukan
terhadap:
a. relevansi program dengan rencana keluaran Pengguna Barang;
b. optimalisasi penggunaan barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang; dan
c. efektivitas penggunaan barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang telah sesuai peruntukannya dalam rangka
menunjang tugas dan fungsi SKPD.
(2) Penelaahan atas RKBMD Pengadaan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memperhatikan:
a. kesesuaian program perencanaan dan standar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2); dan
b. data barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4).
(3) Penelaahan atas RKBMD Pengadaan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam Hasil Penelaahan RKBMD
Pengadaan barang milik daerah paling sedikit memuat:
a. nama Kuasa Pengguna Barang;
b. nama Pengguna Barang;
c. program;
d. kegiatan;
e. data daftar barang pada Pengguna Barang dan/atau daftar barang
pada Kuasa Pengguna Barang; dan
f. rencana kebutuhan pengadaan barang yang disetujui.
(4) Dalam melaksanakan penelaahan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang mengikutsertakan Pejabat
Penatausahaan Barang dan Pengurus Barang Pengelola untuk
menyiapkan dan memberikan pertimbangan terhadap kebenaran dan
kelengkapan usulan RKBMD Pengadaan yang dilaksanakan paling
lambat minggu kedua bulan Juni.
Pasal 35
(1) Hasil Penelaahan RKBMD Pengadaan barang milik daerah dari Pengguna
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3), ditandatangani
oleh Pengelola Barang.
(2) Pengguna Barang menyusun RKBMD Pengadaan berdasarkan hasil
penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
19
(3) RKBMD Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan
oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang paling lambat minggu
ketiga bulan Juni.
Bagian Keenam
Tata Cara Penelaahan RKBMD Pemeliharaan
Barang Milik Daerah Pada Pengelola Barang
Pasal 36
(1) Penelaahan atas RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah dilakukan
untuk melakukan telaahan terhadap data barang milik daerah yang
diusulkan rencana pemeliharaannya.
(2) Penelaahan atas RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memperhatikan
daftar barang pada Pengguna Barang yang memuat informasi mengenai
status barang dan kondisi barang.
(3) Penelaahan atas RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam hasil
penelaahan RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah paling sedikit
memuat:
a. nama Kuasa Pengguna Barang;
b. nama Pengguna Barang;
c. nama barang yang dipelihara;
d. usulan kebutuhan pemeliharaan; dan
e. rencana kebutuhan barang milik daerah yang disetujui.
(4) Dalam melaksanakan penelaahan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang mengikutsertakan Pejabat
Penatausahaan Barang dan Pengurus Barang Pengelola untuk
menyiapkan dan memberikan pertimbangan terhadap kebenaran dan
kelengkapan usulan RKBMD Pemeliharaan yang dilaksanakan paling
lambat minggu kedua bulan Juni.
Pasal 37
(1) Hasil Penelaahan RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah dari
Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3),
ditandatangani oleh Pengelola Barang.
(2) Pengguna Barang menyusun RKBMD Pemeliharaan berdasarkan hasil
penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) RKBMD Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
disampaikan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang paling
lambat minggu ketiga bulan Juni.
Pasal 38
(1) RKBMD Pengadaan dan RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah dari
Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) dan
Pasal 37 ayat (3), ditetapkan menjadi RKBMD pemerintah daerah oleh
Pengelola Barang.
(2) RKBMD Pengadaan dan RKBMD Pemeliharaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ditetapkan paling lambat minggu keempat bulan Juni.
20
Bagian Ketujuh
Penyusunan Perubahan RKBMD
Pasal 39
(1) Pengguna Barang dapat melakukan perubahan RKBMD.
(2) Perubahan RKBMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sebelum penyusunan Perubahan APBD.
(3) Penyusunan RKBMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 sampai
dengan Pasal 38, berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan
perubahan RKBMD.
Bagian Kedelapan
Penyusunan RKBMD Untuk Kondisi Darurat
Pasal 40
(1) Dalam hal setelah batas akhir penyampaian RKBMD terdapat kondisi
darurat, pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru dan
penyediaan anggaran angka dasar dalam rangka rencana pengadaan
dan/atau rencana pemeliharaan barang milik daerah dilakukan
berdasarkan mekanisme penganggaran sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi bencana
alam dan gangguan keamanan skala besar.
(3) Hasil pengusulan penyediaan anggaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus dilaporkan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola
Barang bersamaan dengan penyampaian RKBMD Perubahan dan/atau
RKBMD tahun berikutnya.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan oleh Pengelola
Barang sebagai bahan pertimbangan tambahan dalam penelaahan atas
RKBMD yang disampaikan oleh Pengguna Barang bersangkutan pada
APBD Perubahan tahun anggaran berkenaan dan/atau APBD tahun
anggaran berikutnya.
BAB V
PENGADAAN
Pasal 41
(1) Pengadaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip
efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel.
(2) Pelaksanaan pengadaan barang milik daerah dilakukan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 42
(1) Pengguna Barang wajib menyampaikan laporan hasil pengadaan barang
milik daerah kepada Bupati melalui Pengelola Barang milik daerah untuk
ditetapkan status penggunaannya.
(2) Laporan hasil pengadaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), terdiri dari laporan hasil pengadaan bulanan, semesteran
dan tahunan.
21
BAB VI
PENGGUNAAN
Bagian Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 43
(1) Bupati menetapkan status penggunaan barang milik daerah.
(2) Bupati dapat mendelegasikan penetapan status penggunaan atas barang
milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain tanah
dan/atau bangunan dengan kondisi tertentu kepada Pengelola Barang.
(3) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan
barang milik daerah yang tidak mempunyai bukti kepemilikan atau
dengan nilai tertentu.
(4) Nilai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
(5) Penetapan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan secara tahunan.
Pasal 44
(1) Penggunaan barang milik daerah meliputi:
a. penetapan status penggunaan barang milik daerah;
b. pengalihan status penggunaan barang milik daerah;
c. penggunaan sementara barang milik daerah; dan
d. penetapan status penggunaan barang milik daerah untuk di
operasikan oleh pihak lain.
(2) Penetapan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan untuk:
a. penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD; dan
b. dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan
umum sesuai tugas dan fungsi SKPD yang bersangkutan.
Pasal 45
Penetapan status penggunaan Barang Milik Daerah tidak dilakukan
terhadap:
a. barang persediaan;
b. konstruksi dalam pengerjaan;
c. barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan;
dan
d. aset tetap renovasi.
Pasal 46
(1) Penetapan status penggunaan barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan dilakukan apabila diperlukan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau Kuasa
Pengguna Barang yang bersangkutan.
(2) Pengguna Barang wajib menyerahkan barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang tidak
digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang
kepada Bupati melalui Pengelola Barang.
22
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
apabila tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
telah direncanakan untuk digunakan atau dimanfaatkan dalam jangka
waktu tertentu yang ditetapkan oleh Bupati.
(4) Bupati mencabut status penggunaan atas barang milik daerah berupa
tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan
tugas dan fungsi Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
(5) Dalam hal barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak diserahkan kepada Bupati,
Pengguna Barang dikenakan sanksi berupa pembekuan dana
pemeliharaan atas barang milik daerah berkenaan.
Pasal 47
(1) Bupati menetapkan barang milik daerah yang harus diserahkan oleh
Pengguna Barang karena tidak digunakan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau kuasa
Pengguna Barang dan tidak dimanfaatkan oleh pihak lain.
(2) Dalam menetapkan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bupati memperhatikan:
a. standar kebutuhan barang milik daerah untuk menyelenggarakan
dan menunjang tugas dan fungsi Pengguna Barang;
b. hasil audit atas penggunaan tanah dan/atau bangunan; dan/atau
c. laporan, data, dan informasi yang diperoleh dari sumber lain.
(3) Sumber lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, antara lain
hasil pelaksanaan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh
Bupati atau Pengelola Barang dan laporan dari masyarakat.
(4) Tindak lanjut pengelolaan atas penyerahan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. penetapan status penggunaan;
b. pemanfaatan; atau
c. pemindahtanganan.
Bagian Kedua
Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Daerah
Paragraf Kesatu
Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Daerah Oleh Bupati
Pasal 48
(1) Pengguna Barang mengajukan permohonan penetapan status
penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan
perolehan lainnya yang sah kepada Bupati.
(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
setelah diterimanya barang milik daerah berdasarkan dokumen
penerimaan barang pada tahun anggaran berjalan.
(3) Permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diajukan secara tertulis oleh
Pengguna Barang kepada Bupati paling lambat pada akhir tahun
berjalan.
(4) Bupati menerbitkan keputusan penetapan status penggunaan barang
milik daerah setiap tahun.
23
Pasal 49
(1) Pengajuan permohonan penetapan status penggunaan barang milik
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2), disertai
dokumen.
(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik
tanah yaitu fotocopy sertifikat.
(3) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik
daerah berupa bangunan yang diperoleh dari APBD yaitu:
a. Fotocopy Izin Mendirikan Bangunan; dan
b. fotocopy dokumen perolehan.
(4) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik
daerah berupa bangunan yang diperoleh dari perolehan lainnya yang sah
paling sedikit berupa dokumen Berita Acara Serah Terima.
(5) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik
daerah berupa tanah dan bangunan yang diperoleh dari APBD yaitu:
a. fotocopy sertifikat;
b. fotocopy Izin Mendirikan Bangunan; dan
c. fotocopy dokumen perolehan.
(6) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik
daerah berupa tanah dan bangunan dari perolehan lainnya yang sah
paling sedikit berupa dokumen Berita Acara Serah Terima.
(7) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik
daerah selain tanah dan/atau bangunan yang memiliki dokumen yaitu:
a. fotocopy dokumen kepemilikan; dan/atau
b. fotocopy dokumen perolehan.
(8) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik
daerah yang dari awal pengadaan direncanakan untuk dilakukan
pemindahtanganan dengan cara penyertaan modal pemerintah daerah
yaitu:
a. fotocopy dokumen pelaksanaan anggaran;
b. fotocopy dokumen kepemilikan, untuk barang milik daerah berupa
tanah;
c. fotocopy Izin Mendirikan Bangunan, untuk barang milik daerah
berupa bangunan; dan/atau
d. fotocopy dokumen perolehan.
Pasal 50
(1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat
(2) dan ayat (5) huruf a, apabila barang milik daerah berupa tanah belum
memiliki fotokopi sertifikat, maka dokumen dimaksud dapat diganti
dengan:
a. akta jual beli;
b. girik;
c. letter;
d. surat pernyataan pelepasan hak atas tanah;
e. surat keterangan lurah atau kepala desa, jika ada;
f. berita acara penerimaan terkait perolehan barang; atau
g. dokumen lain yang setara dengan bukti kepemilikan.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat
(3), apabila barang milik daerah berupa bangunan belum memiliki Izin
Mendirikan Bangunan dan dokumen perolehan dapat diganti dengan
surat pernyataan dari Pengguna Barang yang menyatakan bahwa
bangunan tersebut digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi
SKPD.
24
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat
(5), apabila barang milik daerah berupa tanah dan bangunan yang
diperoleh dari APBD belum memiliki sertifikat, Izin Mendirikan
Bangunan, dan dokumen perolehan dapat diganti dengan surat
pernyataan dari Pengguna Barang yang menyatakan bahwa tanah dan
bangunan tersebut digunakan untuk penyelenggaran tugas dan fungsi
SKPD.
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat
(7), apabila barang milik daerah berupa selain tanah dan bangunan yang
diperoleh dari APBD belum memiliki dokumen kepemilikan, maka
dokumen dimaksud dapat diganti dengan surat pernyataan dari
Pengguna Barang yang menyatakan bahwa barang milik daerah selain
tanah dan/atau bangunan tersebut digunakan untuk penyelenggaran
tugas dan fungsi SKPD.
(5) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat
(8) huruf b, huruf c, dan huruf d belum ada, maka pengajuan usul
permohonan penerbitan status penggunaan disertai surat pernyataan
dari Pengguna Barang bersangkutan yang menyatakan bahwa barang
tersebut adalah barang milik daerah yang dari awal pengadaannya
direncanakan untuk dilakukan pemindahtanganan dengan cara
penyertaan modal pemerintah daerah.
(6) Barang milik daerah yang belum memiliki dokumen kepemilikan tetap
harus menyelesaikan pengurusan dokumen kepemilikan meskipun telah
ditetapkan status penggunaan barang milik daerah.
Pasal 51
(1) Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan penetapan
status penggunaan barang milik daerah dari Pengguna Barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1).
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap
kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang dipersyaratkan.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum
mencukupi, Pengelola Barang dapat:
a. meminta keterangan atau data tambahan kepada Pengguna Barang
yang mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang
milik daerah; dan/atau
b. melakukan pengecekan lapangan.
(4) Kegiatan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
dilakukan terhadap barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan serta barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan
yang memiliki dokumen kepemilikan atau dokumen lain yang sah.
Pasal 52
(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat(1), Bupati menetapkan status penggunaan barang milik daerah.
(2) Status penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(3) Dalam hal Bupati tidak menyetujui permohonan Pengguna Barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), Bupati melalui Pengelola
Barang menerbitkan surat penolakan kepada Pengguna Barang disertai
alasan.
25
Paragraf Kedua
Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Daerah
Oleh Pengelola Barang
Pasal 53
(1) Pengelola Barang menetapkan status penggunaan barang berdasarkan
kewenangan yang didelegasikan oleh Bupati sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 ayat (2).
(2) Penetapan status penggunaan barang oleh Pengelola Barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan mekanisme:
a. pengguna barang mengajukan permohonan penetapan status
penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD
dan perolehan lainnya yang sah kepada Pengelola Barang.
b. pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
dilakukan setelah diterimanya barang milik daerah berdasarkan
dokumen penerimaan barang pada tahun anggaran berjalan.
c. permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah
diajukan secara tertulis oleh Pengguna Barang kepada Pengelola
Barang paling lama akhir tahun berjalan.
(3) Pengajuan permohonan penetapan status penggunaan barang milik
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disertai dokumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan Pasal 50.
(4) Terhadap pengajuan permohonan penetapan status penggunaan barang
milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan penelitian
sebagaimana ketentuan Pasal 51.
(5) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
Pengelola Barang menetapkan status penggunaan barang milik daerah.
(6) Dalam hal Pengelola Barang tidak menyetujui permohonan Pengguna
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengelola Barang
menerbitkan surat penolakan kepada Pengguna Barang disertai alasan.
Bagian Ketiga
Pengalihan Status Penggunaan Barang Milik Daerah
Pasal 54
(1) Barang milik daerah dapat dilakukan pengalihan status penggunaan.
(2) Pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan berdasarkan:
a. Inisiatif dari Bupati; dan
b. Permohonan dari Pengguna Barang lama.
Pasal 55
(1) Pengalihan status penggunaan barang milik daerah berdasarkan inisiatif
dari Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat 2 huruf a,
dilakukan dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Pengguna
Barang.
(2) Pengalihan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat 2 huruf b, dari Pengguna Barang kepada
Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi
dilakukan berdasarkan persetujuan Bupati.
26
(3) Pengalihan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilakukan terhadap barang milik daerah yang
berada dalam penguasaan Pengguna Barang dan tidak digunakan oleh
Pengguna Barang yang bersangkutan.
(4) Pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilakukan tanpa kompensasi dan tidak diikuti dengan pengadaan barang
milik daerah pengganti.
Pasal 56
(1) Pengalihan status penggunaan barang milik daerah berdasarkan
permohonan dari Pengguna Barang lama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54 ayat 2 huruf b, dilakukan dengan pengajuan permohonan
secara tertulis oleh Pengguna Barang kepada Bupati.
(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling
sedikit memuat:
a. data barang milik daerah yang akan dialihkan status
penggunaannya;
b. calon Pengguna Barang baru; dan
c. penjelasan serta pertimbangan pengalihan status penggunaan barang
milik daerah.
(3) Data barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
antara lain:
a. kode barang;
b. kode register;
c. nama barang;
d. jumlah;
e. jenis;
f. nilai perolehan;
g. nilai penyusutan;
h. nilai buku;
i. lokasi;
j. luas; dan
k. tahun perolehan.
(4) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
melampirkan:
a. fotokopi daftar barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3); dan
b. surat pernyataan yang memuat kesediaan calon Pengguna Barang
baru untuk menerima pengalihan barang milik daerah dari Pengguna
Barang lama.
Pasal 57
(1) Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan pengalihan
status penggunaan barang milik daerah dari Pengguna Barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1).
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap
kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang dipersyaratkan.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum
mencukupi, Pengelola Barang dapat:
a. meminta keterangan atau data tambahan kepada Pengguna Barang
yang mengajukan permohonan pengalihan status penggunaan barang
milik daerah; dan
b. meminta konfirmasi kepada calon Pengguna Barang baru.
27
Pasal 58
(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57,
Bupati memberikan persetujuan pengalihan status penggunaan barang
milik daerah.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa Surat
Persetujuan Bupati.
(3) Surat persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling
sedikit memuat:
a. data barang milik daerah yang akan dialihkan status
penggunaannya;
b. Pengguna Barang lama dan Pengguna Barang baru; dan
c. kewajiban Pengguna Barang lama.
(4) Kewajiban Pengguna Barang lama sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf c, yaitu:
a. melakukan serah terima barang milik daerah kepada Pengguna
Barang baru yang selanjutnya dituangkan dalam Berita Acara Serah
Terima; dan
b. melakukan penghapusan terhadap barang milik daerah yang telah
dialihkan dari daftar barang pada Pengguna Barang berdasarkan
keputusan penghapusan barang.
(5) Dalam hal Bupati tidak menyetujui permohonan Pengguna Barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1), Bupati menerbitkan
surat penolakan kepada Pengguna Barang dengan disertai alasan.
Pasal 59
(1) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58
ayat (2), Pengguna Barang lama melakukan serah terima barang milik
daerah kepada Pengguna Barang baru.
(2) Serah terima barang milik daerah kepada Pengguna Barang baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan sejak
persetujuan alih status penggunaan barang milik daerah yang
dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
(3) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Pengguna Barang lama melakukan usulan penghapusan kepada
Pengelola Barang atas barang milik daerah yang dialihkan status
penggunaannya kepada Pengguna Barang baru dari daftar barang pada
Pengguna Barang.
(4) Usulan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling lama
1 (satu) minggu sejak tanggal Berita Acara Serah Terima.
(5) Penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
ditetapkan dengan Keputusan Pengelola Barang.
Pasal 60
(1) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat
(2) dan Keputusan Pengelola Barang tentang penghapusan barang milik
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (5), dilaporkan
kepada Bupati dengan tembusan kepada Pengguna Barang baru paling
lama 1 (satu) minggu sejak keputusan penghapusan ditetapkan.
(2) Pengguna Barang dalam penatausahaan barang milik daerah melakukan
pencatatan berdasarkan persetujuan Bupati, Berita Acara Serah Terima,
dan keputusan penghapusan barang milik daerah.
28
Bagian Keempat
Penggunaan Sementara Barang Milik Daerah
Pasal 61
(1) Barang milik daerah yang telah ditetapkan status penggunaannya pada
Pengguna Barang dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang
lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status
penggunaan barang milik daerah tersebut setelah terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan Bupati.
(2) Penggunaan sementara barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat dilakukan untuk jangka waktu:
a. paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk barang
milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan; dan
b. paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk barang
milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(3) Penggunaan sementara barang milik daerah dalam jangka waktu kurang
dari 6 (enam) bulan dapat dilakukan tanpa persetujuan Bupati.
Pasal 62
(1) Penggunaan sementara barang milik daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 dituangkan dalam perjanjian antara Pengguna Barang
dengan Pengguna Barang sementara.
(2) Biaya pemeliharaan barang milik daerah yang timbul selama jangka
waktu penggunaan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dibebankan kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang yang
menggunakan sementara barang milik daerah bersangkutan.
Pasal 63
(1) Permohonan penggunaan sementara barang milik daerah diajukan
secara tertulis kepada Bupati.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a. data barang milik daerah yang akan digunakan sementara;
b. pengguna barang yang akan menggunakan sementara barang milik
daerah; dan
c. penjelasan serta pertimbangan penggunaan sementara barang milik
daerah.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilengkapi
dokumen:
a. fotokopi keputusan penetapan status penggunaan barang milik
daerah; dan
b. fotokopi surat permintaan penggunaan sementara barang milik
daerah dari Pengguna Barang yang akan menggunakan sementara
barang milik daerah kepada Pengguna Barang.
Pasal 64
(1) Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan penggunaan
sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1).
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap
kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang dipersyaratkan.
29
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum
mencukupi, Pengelola Barang dapat:
a. meminta keterangan kepada Pengguna Barang yang mengajukan
permohonan penggunaan sementara barang milik daerah; dan
b. meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada Pengguna Barang yang
akan menggunakan sementara barang milik daerah.
Pasal 65
(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
ayat (1), Bupati memberikan persetujuan atas penggunaan sementara
barang milik daerah.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan
menerbitkan surat persetujuan Bupati.
(3) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a. data barang milik daerah yang akan digunakan sementara;
b. Pengguna Barang yang menggunakan sementara barang milik
daerah;
c. kewajiban Pengguna Barang yang menggunakan sementara barang
milik daerah untuk memelihara dan mengamankan barang milik
daerah yang digunakan sementara;
d. jangka waktu penggunaan sementara;
e. pembebanan biaya pemeliharaan; dan
f. kewajiban Pengguna Barang untuk menindaklanjuti dalam
perjanjian.
(4) Dalam hal Bupati tidak menyetujui permohonan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 63 ayat (1), Bupati menerbitkan surat penolakan kepada
Pengguna Barang disertai alasan.
Pasal 66
(1) Apabila jangka waktu penggunaan sementara atas barang milik daerah
telah berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2), maka:
a. Pengguna Barang sementara mengembalikan barang milik daerah
kepada Pengguna Barang; atau
b. dilakukan pengalihan status penggunaan kepada Pengguna Barang
yang menggunakan sementara barang milik daerah.
(2) Mekanisme pengalihan status penggunaan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 sampai dengan Pasal 60 berlaku
mutatis mutandis terhadap mekanisme pengalihan status penggunaan
kepada pengguna sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b.
Pasal 67
(1) Pengguna Barang Sementara dapat mengajukan permohonan
perpanjangan waktu penggunaan sementara atas barang milik daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2).
(2) Perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan
Pengguna Barang kepada Bupati paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum
jangka waktu penggunaan sementara barang milik daerah berakhir.
30
(3) Mekanisme pengajuan permohonan, penelitian, persetujuan, dan
penetapan oleh Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 sampai
dengan Pasal 66 berlaku mutatis mutandis pada mekanisme pengajuan
permohonan, penelitian, persetujuan dan penetapan oleh Bupati
terhadap perpanjangan penggunaan sementara barang milik daerah.
Bagian Kelima
Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Daerah Untuk Dioperasikan
Oleh Pihak Lain
Pasal 68
(1) Barang milik daerah yang telah ditetapkan status penggunaannya pada
Pengguna Barang, dapat digunakan untuk dioperasikan oleh pihak lain.
(2) Penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam rangka
menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi SKPD yang
bersangkutan.
(3) Penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam perjanjian
antara Pengguna Barang dengan pimpinan pihak lain.
(4) Biaya pemeliharaan barang milik daerah yang timbul selama jangka
waktu penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak
lain dibebankan pada pihak lain yang mengoperasikan barang milik
daerah.
(5) Pihak lain yang mengoperasikan barang milik daerah dilarang
melakukan pengalihan atas pengoperasian barang milik daerah tersebut
kepada pihak lainnya dan/atau memindah tangankan barang milik
daerah bersangkutan.
(6) Bupati dapat menarik penetapan status barang milik daerah untuk
dioperasikan oleh pihak lain dalam hal pemerintah daerah akan
menggunakan kembali untuk penyelenggaraan pemerintah daerah atau
pihak lainnya.
Pasal 69
(1) Permohonan penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh
pihak lain diajukan secara tertulis oleh Pengguna Barang kepada
Bupati.
(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling
sedikit memuat:
a. data barang milik daerah;
b. pihak lain yang akan menggunakan barang milik daerah untuk
dioperasikan;
c. jangka waktu penggunaan barang milik daerah yang dioperasikan
oleh pihak lain;
d. penjelasan serta pertimbangan penggunaan barang milik daerah
yang dioperasikan oleh pihak lain; dan
e. materi yang diatur dalam perjanjian.
(3) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilampiri
dokumen:
a. fotokopi keputusan penetapan status penggunaan barang milik
daerah;
b. fotokopi surat permintaan pengoperasian dari pihak lain yang akan
mengoperasikan barang milik daerah kepada Pengguna Barang; dan
31
c. fotokopi surat pernyataan dari pihak lain yang akan mengoperasikan
barang milik daerah kepada Pengguna Barang.
(4) Surat pernyataan dari pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf c, merupakan pernyataan pihak lain yang memuat:
a. barang milik daerah yang akan dioperasionalkan dalam rangka
pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi SKPD/Unit Kerja;
b. menanggung seluruh biaya pemeliharaan barang milik daerah yang
timbul selama jangka waktu pengoperasian barang milik daerah;
c. tidak mengalihkan pengoperasian dan/atau pemindahtanganan
barang milik daerah selama jangka waktu pengoperasian barang
milik daerah; dan
d. mengembalikan barang milik daerah kepada Pengguna Barang,
apabila jangka waktu pengoperasian barang milik daerah telah
selesai.
Pasal 70
(1) Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan penggunaan
barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap
kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang dipersyaratkan.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum
mencukupi, Pengelola Barang dapat:
a. meminta keterangan kepada Pengguna Barang yang mengajukan
permohonan penggunaan barang milik daerah yang dioperasikan oleh
pihak lain;
b. meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada pihak lain yang akan
mengoperasikan barang milik daerah;
c. mencari informasi dari sumber lainnya; dan
d. melakukan pengecekan lapangan dengan mempertimbangkan
analisis biaya dan manfaat.
Pasal 71
(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70
ayat (2), Bupati menetapkan penggunaan barang milik daerah untuk
dioperasikan oleh pihak lain.
(2) Penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
(3) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling rendah
memuat:
a. data barang milik daerah;
b. jangka waktu penggunaan barang milik daerah untuk
dioperasionalkan pihak lain;
c. pihak lain yang akan mengoperasionalkan barang milik daerah;
d. kewajiban pihak lain yang mengoperasikan barang milik daerah; dan
e. kewajiban Pengguna Barang.
(4) Kewajiban pihak lain yang mengoperasikan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, antara lain memelihara
dan mengamankan barang milik daerah yang dioperasikan.
32
(5) Kewajiban Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
e, meliputi:
a. menindaklanjuti penggunaan barang milik daerah untuk
dioperasikan oleh pihak lain dengan perjanjian; dan
b. melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap Barang milik
daerah yang dioperasikan oleh pihak lain.
(6) Dalam hal Bupati tidak menyetujui permohonan Pengguna Barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1), Bupati menerbitkan
surat penolakan kepada Pengguna Barang disertai alasan.
Pasal 72
(1) Penggunaan barang milik daerah oleh Pengguna Barang untuk
dioperasikan oleh pihak lain dituangkan dalam perjanjian yang
ditandatangani oleh Pengguna Barang dengan pihak lain.
(2) Perjanjian penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh
pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang.
(3) Penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan setelah adanya Keputusan Bupati.
Pasal 73
Perjanjian penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1), sekurang-kurangnya
memuat:
a. data barang milik daerah yang menjadi objek;
b. Pengguna Barang;
c. pihak lain yang mengoperasikan barang milik daerah;
d. peruntukan pengoperasian barang milik daerah;
e. jangka waktu pengoperasian barang milik daerah;
f. hak dan kewajiban Pengguna Barang dan pihak lain yang
mengoperasikan barang milik daerah, termasuk kewajiban pihak lain
tersebut untuk melakukan pengamanan dan pemeliharaan barang milik
daerah;
g. pengakhiran pengoperasian barang milik daerah; dan
h. penyelesaian perselisihan.
Pasal 74
(1) Pengguna Barang dapat melakukan perpanjangan penggunaan barang
milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain.
(2) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan Pengguna
Barang kepada Bupati paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum jangka
waktu penggunaan barang milik daerah berakhir.
(3) Ketentuan Pasal 69 sampai dengan Pasal 71 berlaku mutatis mutandis
pada mekanisme permohonan, penelitian, dan penetapan perpanjangan
jangka waktu penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh
pihak lain.
Pasal 75
Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan penggunaan barang
milik daerah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
33
Pasal 76
(1) Penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain
berakhir apabila:
a. berakhirnya jangka waktu penggunaan barang milik daerah;
b. perjanjian diakhiri secara sepihak oleh Pengguna Barang;
c. ketentuan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Perjanjian diakhiri secara sepihak oleh Pengguna Barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan apabila:
a. pihak lain yang mengoperasikan barang milik daerah tidak
memenuhi kewajibannya yang tertuang dalam perjanjian; atau
b. terdapat kondisi yang mengakibatkan pengakhiran penggunaan
barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain sebagaimana
dituangkan dalam perjanjian.
(3) Dalam melakukan pengakhiran pengoperasian barang milik daerah yang
didasarkan pada kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
Pengguna Barang meminta persetujuan Bupati.
Pasal 77
(1) Pada saat jangka waktu penggunaan barang milik daerah untuk
dioperasikan oleh pihak lain telah berakhir, pihak lain yang
mengoperasikan barang milik daerah mengembalikan barang milik
daerah tersebut kepada Pengguna Barang dengan Berita Acara Serah
Terima.
(2) Pengguna Barang melaporkan berakhirnya penggunaan barang milik
daerah untuk dioperasikan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), kepada Bupati paling lama 1 (satu) bulan sejak ditandatanganinya
Berita Acara Serah Terima, dengan melampirkan fotokopi Berita Acara
Serah Terima.
BAB VII
PEMANFAATAN
Bagian Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 78
(1) Pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan oleh:
a. Pengelola Barang dengan persetujuan Bupati, untuk barang milik
daerah yang berada dalam penguasaan Pengelola Barang; dan
b. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk
barang milik daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang
masih digunakan oleh Pengguna Barang, dan selain tanah dan/atau
bangunan.
(2) Pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan
pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan daerah dan
kepentingan umum.
(3) Pemanfaatan barang milik daerah dapat dilakukan sepanjang tidak
mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
34
(4) Pemanfaatan barang milik daerah dilakukan tanpa memerlukan
persetujuan DPRD.
Pasal 79
(1) Biaya pemeliharaan dan pengamanan barang milik daerah serta biaya
pelaksanaan yang menjadi objek pemanfaatan dibebankan pada mitra
pemanfaatan.
(2) Biaya persiapan pemanfaataan barang milik daerah sampai dengan
penunjukkan mitra Pemanfaatan dibebankan pada APBD.
(3) Pendapatan daerah dari pemanfaatan barang milik daerah merupakan
penerimaan daerah yang wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas
Umum Daerah.
(4) Pendapatan daerah dari pemanfaatan barang milik daerah dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi
Badan Layanan Umum Daerah merupakan penerimaan daerah yang
disetorkan seluruhnya ke rekening kas Badan Layanan Umum Daerah.
(5) Pendapatan daerah dari pemanfaatan barang milik daerah dalam rangka
selain penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Layanan Umum Daerah
merupakan penerimaan daerah yang disetorkan seluruhnya ke rekening
Kas Umum Daerah.
Pasal 80
(1) Barang milik daerah yang menjadi objek pemanfaatan dilarang
dijaminkan atau digadaikan.
(2) Barang milik daerah yang merupakan objek retribusi daerah tidak dapat
dikenakan sebagai objek pemanfaatan barang milik daerah.
Pasal 81
Bentuk Pemanfaatan Barang milik daerah berupa:
a. Sewa;
b. Pinjam Pakai;
c. KSP;
d. BGS atau BSG; dan
e. KSPI.
Bagian Kedua
Mitra Pemanfaatan
Pasal 82
Mitra Pemanfaatan meliputi:
a. penyewa, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk Sewa;
b. peminjam pakai, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk
Pinjam Pakai;
c. mitra KSP, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk KSP;
d. mitra BGS/BSG, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk
BGS/BSG; dan
e. mitra KSPI, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk KSPI.
35
Pasal 83
Mitra Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 memiliki
tanggungjawab:
a. melakukan pembayaran atas pemanfaatan barang milik daerah sesuai
bentuk pemanfaatan;
b. menyerahkan hasil pelaksanaan pemanfaatan sesuai ketentuan bentuk
pemanfaatan;
c. melakukan pengamanan dan pemeliharaan atas barang milik daerah
yang dilakukan pemanfaatan dan hasil pelaksanaan pemanfaatan barang
milik daerah;
d. mengembalikan barang milik daerah setelah berakhirnya pelaksanaan;
dan
e. memenuhi kewajiban lainnya yang ditentukan dalam perjanjian
pemanfaatan barang milik daerah.
Pasal 84
(1) Objek pemanfaatan barang milik daerah meliputi:
a. tanah dan/atau bangunan; dan
b. selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Objek pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat
dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya.
(3) Dalam hal objek pemanfaatan barang milik daerah berupa sebagian
tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), luas
tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek pemanfaatan barang milik
daerah adalah sebesar luas bagian tanah dan/atau bangunan yang
dimanfaatkan.
Bagian Ketiga
Pemilihan Dan Penetapan Mitra Pemanfaatan
Barang Milik Daerah
Pasal 85
Pemilihan mitra didasarkan pada prinsip:
a. dilaksanakan secara terbuka;
b. paling sedikit diikuti oleh 3 (tiga) peserta;
c. memperoleh manfaat yang optimal bagi daerah;
d. dilaksanakan oleh panitia pemilihan yang memiliki integritas,
professional, handal dan kompeten;
e. tertib administrasi; dan
f. tertib pelaporan.
Pasal 86
(1) Pelaksana pemilihan mitra pemanfaatan berupa KSP pada Pengelola
Barang atau BGS/BSG terdiri atas:
a. Pengelola Barang; dan
b. panitia pemilihan yang dibentuk oleh Pengelola Barang.
(2) Pelaksana pemilihan mitra pemanfaatan berupa KSP pada Pengguna
Barang terdiri atas:
a. Pengguna Barang; dan
b. panitia pemilihan, yang dibentuk oleh Pengguna Barang.
36
Pasal 87
(1) Pemilihan mitra dilakukan melalui Tender.
(2) Dalam hal objek pemanfaatan dalam bentuk KSP merupakan barang
milik daerah yang bersifat khusus, pemilihan mitra dapat dilakukan
melalui Penunjukan Langsung.
Pasal 88
(1) Dalam pemilihan mitra PemanfaatanKSP atau BGS/BSG, Pengelola
Barang/Pengguna Barang memiliki tugas dan kewenangan sebagai
berikut:
a. menetapkan rencana umum pemilihan, antara lain persyaratan
peserta calon mitra dan prosedur kerja panitia pemilihan;
b. menetapkan rencana pelaksanaan pemilihan, yang meliputi:
1. kemampuan keuangan;
2. spesifikasi teknis; dan
3. rancangan perjanjian.
c. menetapkan panitia pemilihan;
d. menetapkan jadwal proses pemilihan mitra berdasarkan usulan dari
panitia pemilihan;
e. menyelesaikan perselisihan antara peserta calon mitra dengan
panitia pemilihan, dalam hal terjadi perbedaan pendapat;
f. membatalkan Tender, dalam hal:
1. pelaksanaan pemilihan tidak sesuai atau menyimpang dari
dokumen pemilihan; dan
2. pengaduan masyarakat adanya dugaan kolusi, korupsi,
nepotisme yang melibatkan panitia pemilihan ternyata terbukti
benar;
g. menetapkan mitra;
h. mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan dokumen pemilihan
mitra; dan
i. melaporkan hasil pelaksanaan pemilihan mitra kepada Bupati.
(2) Selain tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dalam hal diperlukan, Pengelola Barang/ Pengguna Barang dapat:
a. menetapkan Tim pendukung; dan/atau
b. melakukan tugas dan kewenangan lain dalam kedudukannya selaku
Pengelola Barang/Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 dan Pasal 12.
Pasal 89
(1) Panitia pemilihan paling rendah terdiri atas:
a. ketua;
b. sekretaris; dan
c. anggota.
(2) Keanggotaan panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berjumlah gasal ditetapkan sesuai kebutuhan, paling sedikit 5 (lima)
orang, yang terdiri atas:
a. unsur dari Pengelola Barang dan dapat mengikutsertakan unsur dari
SKPD/unit kerja lain yang kompeten, untuk pemilihan mitra
pemanfaatan KSP barang milik daerah pada Pengelola Barang;
37
b. unsur dari Pengguna Barang dan dapat mengikutsertakan unsur dari
SKPD/unit kerja lain yang kompeten, untuk pemilihan mitra
pemanfaatan KSP barang milik daerah pada Pengguna Barang; dan
c. unsur dari Pengelola Barang serta dapat mengikutsertakan unsur
dari SKPD/unit kerja lain yang kompeten, untuk pemilihan mitra
BGS/BSG.
(3) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diketuai oleh:
a. Unsur dari Pengelola Barang, untuk pemilihan mitra Pemanfaatan
KSP barang milik daerah pada Pengelola Barang atau BGS/BSG;
dan
b. unsur dari Pengguna Barang, untuk pemilihan mitra Pemanfaatan
KSP barang milik daerah pada Pengguna Barang.
(4) Aparat Pengawasan Internal Pemerintah dilarang ditunjuk dalam
keanggotaan panitia pemilihan.
Pasal 90
(1) Persyaratan yang harus dipenuhi untuk ditetapkan sebagai panitia
pemilihan:
a. memiliki integritas, yang dinyatakan dengan pakta integritas;
b. memiliki tanggung jawab dan pengetahuan teknis untuk
melaksanakan tugas;
c. memiliki pengetahuan yang memadai di bidang pengelolaan barang
milik daerah;
d. mampu mengambil keputusan dan bertindak tegas; dan
e. tidak menjabat sebagai pengelola keuangan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya
meliputi:
a. berstatus pegawai negeri sipil pemerintah daerah dengan golongan
paling rendah II/b atau yang setara;
b. tidak sedang menjalani hukuman disiplin; dan
c. memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan
setiap tugas/pekerjaannya.
Pasal 91
(1) Tugas dan kewenangan panitia pemilihan meliputi:
a. menyusun rencana jadwal proses pemilihan mitra dan
menyampaikannya kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang
untuk mendapatkan penetapan;
b. menetapkan dokumen pemilihan;
c. mengumumkan pelaksanaan pemilihan mitra di media massa
nasional dan di website pemerintah daerah masing-masing;
d. melakukan penelitian kualifikasi peserta calon mitra;
e. melakukan evaluasi administrasi dan teknis terhadap penawaran
yang masuk;
f. menyatakan tender gagal;
g. melakukan tender dengan peserta calon mitra yang lulus kualifikasi;
h. melakukan negosiasi dengan calon mitra dalam hal tender gagal atau
pemilihan mitra tidak dilakukan melalui tender;
i. mengusulkan calon mitra berdasarkan hasil tender/seleksi
langsung/penunjukan langsung kepada Pengelola Barang/Pengguna
Barang;
j. menyimpan dokumen asli pemilihan;
38
k. membuat laporan pertanggungjawaban mengenai proses dan hasil
pemilihan kepada Pengelola Barang/ Pengguna Barang; dan
l. mengusulkan perubahan spesifikasi teknis dan/atau perubahan
materi perjanjian kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang, dalam
hal diperlukan.
(2) Perubahan spesifikasi teknis dan/atau perubahan materi perjanjian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l, dilaksanakan setelah
mendapat persetujuan dari Bupati untuk barang milik daerah yang
usulan pemanfaatannya atas persetujuan Bupati.
Pasal 92
(1) Pemilihan mitra yang dilakukan melalui mekanisme tender, calon mitra
Pemanfaatan KSP dan/atau BGS/BSG wajib memenuhi persyaratan
kualifikasi sebagai berikut:
a. Persyaratan administratif paling sedikit meliputi:
1. berbentuk badan hukum;
2. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
3. membuat surat Pakta Integritas;
4. menyampaikan dokumen penawaran beserta dokumen
pendukungnya; dan
5. memiliki domisili tetap dan alamat yang jelas.
b. Persyaratan teknis paling rendah meliputi:
1. cakap menurut hukum;
2. tidak masuk dalam daftar hitam pada pengadaan barang/jasa
Pemerintah;
3. memiliki keahlian, pengalaman, dan kemampuan teknis dan
manajerial; dan
4. memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas
lain yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan.
(2) Pejabat/pegawai pada pemerintah daerah atau pihak yang memiliki
hubungan keluarga, baik dengan Pengelola Barang/Pengguna Barang,
Tim pemanfaatan, maupun panitia pemilihan, sampai dengan derajat
ketiga dilarang menjadi calon mitra.
Pasal 93
(1) Pengelola Barang/Pengguna Barang menyediakan biaya untuk persiapan
dan pelaksanaan pemilihan mitra yang dibiayai dari APBD, yang
meliputi:
a. honorarium panitia pemilihan mitra;
b. biaya pengumuman, termasuk biaya pengumuman ulang;
c. biaya penggandaan dokumen; dan
d. biaya lainnya yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan
pemilihan mitra.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Honorarium panitia pemilihan mitra
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
39
Bagian Keempat
Tender
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 94
Tender dilakukan untuk mengalokasikan hak pemanfaatan barang milik
daerah kepada mitra yang tepat dalam rangka mewujudkan pemanfaatan
barang milik daerah yang efisien, efektif, dan optimal.
Pasal 95
Tahapan tender meliputi:
a. pengumuman;
b. pengambilan dokumen pemilihan;
c. pemasukan dokumen penawaran;
d. pembukaan dokumen penawaran;
e. penelitian kualifikasi;
f. pemanggilan peserta calon mitra;
g. pelaksanaan tender;
h. pengusulan dan penetapan calon mitra;
i. tender gagal;
j. tender ulang;
k. seleksi langsung; dan
l. penunjukan langsung.
Paragraf Kedua
Pengumuman
Pasal 96
(1) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 huruf a, paling
rendah melalui surat kabar harian regional dan nasional dan website
pemerintah daerah.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling
sedikit 2 (dua) kali.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling rendah
memuat:
a. nama dan alamat Pengelola Barang/Pengguna Barang;
b. identitas barang milik daerah objek pemanfaatan;
c. bentuk pemanfaatan;
d. peruntukan objek pemanfaatan; dan
e. jadwal dan lokasi pengambilan dokumen pemilihan.
Paragraf Ketiga
Pengambilan Dokumen Pemilihan
Pasal 97
(1) Pengambilan dokumen pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95
huruf b, dilakukan secara langsung kepada panitia pemilihan dan/atau
mengunduh dari website sesuai waktu dan tempat yang ditentukan
dalam pengumuman.
40
(2) Panitia pemilihan membuat daftar peserta calon mitra yang melakukan
pengambilan dokumen pemilihan.
Paragraf Keempat
Pemasukan Dokumen Penawaran
Pasal 98
(1) Pemasukan dokumen pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95
huruf c, dilakukan secara langsung kepada panitia pemilihan dan/atau
mengunduh dari website sesuai waktu dan tempat yang ditentukan
dalam pengumuman.
(2) Panitia pemilihan membuat daftar peserta calon mitra yang melakukan
pengambilan dokumen pemilihan.
Paragraf Kelima
Pembukaan Dokumen Penawaran
Pasal 99
(1) Pembukaan dokumen penawaran sebagaimana dimaksud dalam huruf d,
dilakukan secara terbuka di hadapan peserta calon mitra pada waktu
dan tempat yang ditentukan dalam dokumen pemilihan.
(2) Pembukaan dokumen penawaran dituangkan dalam berita acara yang
ditandatangani oleh panitia pemilihan dan 2 (dua) orang saksi dari
peserta calon mitra yang hadir.
Paragraf Keenam
Penelitian Kualifikasi
Pasal 100
(1) Penelitian kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf e, dilakukan
oleh panitia terhadap peserta calon mitra yang telah mengajukan
dokumen penawaran secara lengkap, benar, dan tepat waktu untuk
memperoleh mitra yang memenuhi kualifikasi dan persyaratan untuk
mengikuti tender pemanfaatan.
(2) Hasil penelitian kualifikasi dituangkan dalam berita acara yang
ditandatangani oleh panitia pemilihan.
Paragraf Ketujuh
Pemanggilan Peserta Calon Mitra
Pasal 101
Pemanggilan peserta calon mitra sebagaimana dimaksud dalam huruf f,
dilakukan terhadap peserta yang dinyatakan lulus kualifikasi untuk
mengikuti pelaksanaan tender melalui surat tertulis dan/atau surat
elektronik.
41
Paragraf Kedelapan
Pelaksanaan Tender
Pasal 102
(1) Pelaksanaan tender sebagaimana dimaksud dalam huruf g, dilakukan
untuk mengalokasikan hak pemanfaatan barang milik daerah
berdasarkan spesifikasi teknis yang telah ditentukan oleh Pengelola
Barang/Pengguna Barang kepada mitra yang tepat dari peserta calon
mitra yang lulus kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100
ayat (1).
(2) Pelaksanaan tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
sepanjang terdapat paling sedikit 3 (tiga) peserta calon mitra yang
memasukkan penawaran.
(3) Hasil pelaksanaan tender dituangkan dalam berita acara yang
ditandatangani oleh panitia pemilihan dan calon mitra selaku pemenang
tender.
Paragraf Kesembilan
Pengusulan dan Penetapan Calon Mitra
Pasal 103
(1) Pengusulan dan penetapan calon mitra sebagaimana dimaksud dalam
huruf h, sebagai calon mitra pemanfaatan disampaikan secara tertulis
oleh panitia pemilihan kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang
berdasarkan berita acara hasil tender.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melampirkan dokumen
pemilihan.
(3) Pengelola Barang/Pengguna Barang menetapkan pemenang tender
sebagai mitra pemanfaatan berdasarkan usulan panitia pemilihan
dengan Keputusan.
Paragraf Kesepuluh
Tender Gagal
Pasal 104
(1) Tender gagal sebagaimana dimaksud dalam huruf i, apabila:
a. tidak terdapat peserta calon mitra yang lulus kualifikasi;
b. ditemukan bukti/indikasi terjadi persaingan tidak sehat;
c. dokumen pemilihan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini; atau
d. calon mitra mengundurkan diri.
(2) Apabila tender gagal, tidak diberikan ganti rugi kepada peserta calon
mitra.
Paragraf Kesebelas
Tender Ulang
Pasal 105
(1) Tender ulang sebagaimana dimaksud dalam huruf j, apabila:
a. Tender dinyatakan gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104
ayat (1); atau
b. peserta calon mitra yang mengikuti Tender kurang dari 3 (tiga)
peserta.
42
(2) Terhadap tender yang dinyatakan panitia pemilihan sebagai tender
ulang, panitia pemilihan segera melakukan pengumuman ulang di media
massa regional dan nasional serta website pemerintah daerah.
(3) Dalam hal tender ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdapat
paling sedikit 3 (tiga) peserta calon mitra, proses dilanjutkan dengan
mekanisme tender.
Paragraf Kedua Belas
Seleksi Langsung
Pasal 106
(1) Dalam hal setelah dilakukan pengumuman ulang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2), peserta calon mitra yang mengikuti
tender ulang terdiri atas 2 (dua) peserta, maka panitia pemilihan
menyatakan tender ulang gagal dan selanjutnya melakukan seleksi
langsung.
(2) Seleksi langsung dilakukan dengan 2 (dua) calon mitra yang mengikuti
tender ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tahapan seleksi langsung terdiri atas:
a. pembukaan dokumen penawaran;
b. negosiasi; dan
c. pengusulan calon mitra kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang.
(4) Proses dalam tahapan seleksi langsung dilakukan seperti halnya proses
tender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95.
Pasal 107
(1) Negosiasi dilakukan terhadap teknis pelaksanaan pemanfaatan dan
konsep materi perjanjian.
(2) Selain Negosiasi terhadap teknis pelaksanaan pemanfaatan dan konsep
materi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negosiasi juga dilakukan
terhadap porsi bagian pemerintah daerah dari objek BGS/BSG yang
dilakukan pemanfaatan.
(3) Ketentuan umum pelaksanaan KSP atau BGS/BSG, termasuk
perubahan yang mengakibatkan penurunan kontribusi tetap dan
pembagian keuntungan untuk pemanfaatan KSP atau kontribusi
tahunan untuk pemanfaatan BGS/BSG dilarang untuk dinegosiasikan.
(4) Pembicaraan dalam forum negosiasi dan hasil negosiasi dituangkan
dalam berita acara negosiasi yang ditandatangani oleh panitia pemilihan
dan peserta calon mitra.
Pasal 108
(1) Panitia pemilihan melakukan penelitian terhadap berita acara negosiasi
dengan membandingkan antara hasil negosiasi masing-masing peserta
calon mitra.
(2) Panitia pemilihan menyampaikan usulan peserta calon mitra dengan
hasil negosiasi terbaik kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang untuk
dapat ditetapkan sebagai mitra.
(3) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disertai dengan dasar
pertimbangan dan melampirkan dokumen pemilihan.
43
Paragraf Ketiga Belas
Penunjukkan Langsung
Pasal 109
(1) Dalam hal setelah dilakukan pengumuman ulang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2), peserta calon mitra yang
mengajukan penawaran hanya terdiri atas 1 (satu) peserta, maka panitia
pemilihan menyatakan tender ulang gagal dan selanjutnya melakukan
penunjukan langsung.
(2) Penunjukan langsung dilakukan terhadap 1 (satu) calon mitra yang
mengikuti tender ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Proses tahapan seleksi langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (4), berlaku mutatis mutandis terhadap proses dalam tahapan
penunjukan langsung.
Pasal 110
Tahapan penunjukkan langsung dan proses dalam tahapan penunjukkan
langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2) dan ayat (3),
berlaku mutatis mutandis terhadap penunjukkan langsung pada KSP atas
barang milik daerah yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (2).
Bagian Kelima
Sewa
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 111
(1) Penyewaan barang milik daerah dilakukan dengan tujuan:
a. mengoptimalkan pendayagunaan barang milik daerah yang
belum/tidak dilakukan penggunaan dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah;
b. memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas
dan fungsi Pengguna Barang; dan/atau
c. mencegah penggunaan barang milik daerah oleh pihak lain secara
tidak sah.
(2) Penyewaan barang milik daerah dilakukan sepanjang tidak merugikan
pemerintah daerah dan tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pasal 112
(1) Barang milik daerah yang dapat disewa berupa:
a. Tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh Pengguna
Barang kepada Bupati;
b. sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh
Pengguna Barang; dan/atau
c. selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan
Bupati.
44
(3) Sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
dan huruf c dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat
persetujuan dari Pengelola Barang.
(4) Pihak lain yang dapat menyewa barang milik daerah, meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah;
c. Swasta; dan
d. Badan hukum lainnya.
(5) Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, antara lain:
a. perorangan;
b. persekutuan perdata;
c. persekutuan firma;
d. persekutuan komanditer;
e. perseroan terbatas;
f. lembaga/organisasi internasional/asing;
g. yayasan; atau
h. koperasi.
Paragraf Kedua
Jangka Waktu Sewa
Pasal 113
(1) Jangka waktu sewa barang milik daerah paling lama 5 (lima) tahun sejak
ditandatangani perjanjian dan dapat diperpanjang.
(2) Jangka waktu sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dapat lebih dari 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk:
a. kerja sama infrastruktur;
b. kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa
lebih dari 5 (lima) tahun; atau
c. ditentukan lain dalam Undang-Undang.
(3) Jangka waktu sewa barang milik daerah untuk kegiatan dengan
karakteristik usaha yang memerlukan lebih dari 5 (lima) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan berdasarkan
perhitungan hasil kajian atas Sewa yang dilakukan oleh pihak yang
berkompeten.
(4) Jangka waktu sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dihitung
berdasarkan periode Sewa yang dikelompokkan sebagai berikut:
a. per tahun;
b. per bulan;
c. per hari; dan
d. per jam.
(5) Jangka waktu sewa barang milik daerah dalam rangka kerja sama
infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, paling lama
10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.
Pasal 114
Lingkup pemanfaatan barang milik daerah dalam rangka kerjasama
infrastruktur dapat dilaksanakan melalui sewa dengan berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
45
Paragraf Ketiga
Formula Tarif/Besaran Sewa
Pasal 115
(1) Formula tarif/besaran sewa barang milik daerah ditetapkan dengan
Keputusan Bupati:
a. untuk barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan; dan
b. untuk barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan
dengan berpedoman pada kebijakan pengelolaan barang milik
daerah.
(2) Besaran sewa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah besaran
nilai nominal sewa barang milik daerah yang ditentukan.
(3) Besaran sewa atas barang milik daerah untuk KSPI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 113 ayat (2) huruf a, atau untuk kegiatan dengan
karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima)
tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (2) huruf b, dapat
mempertimbangkan nilai keekonomian dari masing-masing jenis
infrastruktur.
(4) Mempertimbangkan nilai keekonomian, sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), antara lain dengan mempertimbangkan daya beli/kemampuan
membayar (ability to pay) masyarakat dan/atau kemauan membayar
(willingness to pay) masyarakat.
Pasal 116
Formula tarif sewa barang milik daerah merupakan hasil perkalian dari:
a. tarif pokok sewa; dan
b. faktor penyesuaian sewa.
Pasal 117
(1) Tarif pokok sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 huruf a,
merupakan hasil perkalian antara nilai indeks barang milik daerah
dengan luas tanah dan/atau bangunan dan nilai wajar tanah dan/atau
bangunan.
(2) Tarif pokok sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibedakan
untuk:
a. barang milik daerah berupa tanah;
b. barang milik daerah berupa bangunan;
c. barang milik daerah berupa sebagian tanah dan bangunan; dan
d. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(3) Tarif pokok sewa barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c,
dapat termasuk formula sewa barang milik daerah berupa prasarana
bangunan.
(4) Ketentuan mengenai Tarif pokok sewa barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan
Bupati.
Pasal 118
(1) Tarif pokok sewa untuk barang milik daerah berupa tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) huruf a, merupakan hasil perkalian
dari:
a. faktor variabel sewa tanah;
46
b. luas tanah (Lt); dan
c. nilai tanah (Nt).
(2) Faktor variabel sewa tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
besarannya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(3) Luas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dihitung
berdasarkan gambar situasi/peta tanah atau sertifikat tanah.
(4) Nilai tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan
nilai wajar atas tanah.
Pasal 119
(1) Luas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3), dihitung
dalam meter persegi.
(2) Dalam hal tanah yang disewakan hanya sebagian tanah, maka luas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3), adalah sebesar
luas bagian tanah yang disewakan.
(3) Dalam hal pemanfaatan bagian tanah yang disewakan memiliki dampak
terhadap bagian tanah yang lainnya, maka luas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3), dapat ditambahkan jumlah tertentu
yang diyakini terkena dampak pemanfaatan tersebut.
(4) Nilai tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (4), dihitung
dalam rupiah per meter persegi.
Pasal 120
(1) Tarif pokok sewa untuk barang milik daerah berupa bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) huruf b, merupakan
hasil perkalian dari:
a. faktor variabel sewa bangunan;
b. luas bangunan (lb); dan
c. nilai bangunan.
(2) Dalam hal sewa bangunan termasuk prasarana bangunan, maka tarif
pokok sewa bangunan ditambahkan tarif pokok sewa prasarana
bangunan.
Pasal 121
(1) Faktor variabel sewa bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120
ayat (1) huruf a, ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Luas bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) huruf
b, merupakan luas lantai bangunan sesuai gambar dalam meter persegi.
(3) Nilai bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) huruf c,
merupakan nilai wajar atas bangunan.
Pasal 122
(1) Dalam hal bangunan yang disewakan hanya sebagian dari bangunan,
maka luas bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1)
huruf b, adalah sebesar luas lantai dari bagian bangunan yang
disewakan.
(2) Dalam hal pemanfaatan bagian bangunan yang disewakan memiliki
dampak terhadap bagian bangunan yang lainnya, maka luas bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) huruf b, dapat
ditambahkan jumlah tertentu dari luas bangunan yang diyakini terkena
dampak dari pemanfaatan tersebut.
47
(3) Nilai bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) huruf c,
dihitung dalam rupiah per-meter persegi.
Pasal 123
(1) Tarif pokok sewa untuk barang milik daerah berupa sebagian tanah dan
bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) huruf c,
merupakan hasil penjumlahan dari:
a. tarif pokok sewa tanah; dan
b. tarif pokok sewa bangunan.
(2) Penghitungan tarif pokok sewa tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, berlaku mutatis mutandis ketentuan dalam Pasal 118 dan
Pasal 119.
(3) Penghitungan tarif pokok sewa bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, berlaku mutatis mutandis ketentuan dalam Pasal 120,
Pasal 121 dan Pasal 122.
Pasal 124
(1) Tarif pokok sewa untuk prasarana bangunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 120 ayat (2) merupakan hasil perkalian dari:
a. faktor variabel sewa prasarana bangunan; dan
b. nilai prasarana bangunan (Hp).
(2) Faktor variabel sewa prasarana bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, ditetapkan sama besar dengan faktor variabel sewa
bangunan.
(3) Nilai prasarana bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
merupakan nilai wajar atas prasarana bangunan.
(4) Nilai prasarana bangunan dihitung dalam rupiah.
Pasal 125
(1) Faktor penyesuaian sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 huruf
b, meliputi:
a. jenis kegiatan usaha penyewa;
b. bentuk kelembagaan penyewa; dan
c. Periode sewa.
(2) Faktor penyesuai sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung
dalam persentase.
(3) Faktor penyesuai sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
Paragraf Keempat
Jenis Kegiatan Usaha Penyewa
Pasal 126
Jenis kegiatan usaha penyewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat
(1) huruf a, dikelompokkan atas:
a. kegiatan bisnis;
b. kegiatan non bisnis; dan
c. kegiatan sosial.
48
Pasal 127
(1) Kelompok kegiatan bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf
a, diperuntukkan bagi kegiatan yang berorientasi untuk mencari
keuntungan, antara lain:
a. perdagangan;
b. jasa; dan
c. industri.
(2) Kelompok kegiatan non-bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126
huruf b, diperuntukkan bagi kegiatan yang menarik imbalan atas barang
atau jasa yang diberikan namun tidak mencari keuntungan, antara lain:
a. pelayanan kepentingan umum yang memungut biaya dalam jumlah
tertentu atau terdapat potensi keuntungan, baik materil maupun
immateril;
b. penyelenggaraan pendidikan nasional;
c. upaya pemenuhan kebutuhan pegawai atau fasilitas yang diperlukan
dalam rangka menunjang tugas dan fungsi Pengguna Barang; dan
d. kegiatan lainnya yang memenuhi kriteria non-bisnis.
(3) Kelompok kegiatan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf
c, diperuntukkan bagi kegiatan yang tidak menarik imbalan atas
barang/jasa yang diberikan dan/atau tidak berorientasi mencari
keuntungan, antara lain:
a. pelayanan kepentingan umum yang tidak memungut biaya dan/atau
tidak terdapat potensi keuntungan;
b. kegiatan sosial;
c. kegiatan keagamaan;
d. kegiatan kemanusiaan;
e. kegiatan penunjang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; dan
f. kegiatan lainnya yang memenuhi kriteria sosial.
Paragraf Kelima
Perjanjian Sewa
Pasal 128
(1) Penyewaan barang milik daerah dituangkan dalam perjanjian sewa yang
ditandatangani oleh penyewa dan:
a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola
Barang; dan
b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang.
(2) Perjanjian sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a. dasar perjanjian;
b. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
c. jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu;
d. besaran dan jangka waktu sewa, termasuk periode sewa;
e. tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu sewa;
f. peruntukan sewa, termasuk kelompok jenis kegiatan usaha dan
kategori bentuk kelembagaan penyewa;
g. hak dan kewajiban para pihak; dan
h. hal lain yang dianggap perlu.
49
(3) Penandatanganan perjanjian sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
dilakukan pada kertas bermaterai sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Seluruh biaya yang timbul dalam rangka pembuatan perjanjian sewa
ditanggung penyewa.
Paragraf Keenam
Pembayaran Sewa
Pasal 129
(1) Hasil sewa barang milik daerah merupakan penerimaan daerah dan
wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah.
(2) Penyetoran uang sewa barang milik daerah harus dilakukan sekaligus
secara tunai paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum ditandatanganinya
perjanjian sewa barang milik daerah.
(3) Pembayaran uang sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dapat dilakukan dengan cara pembayaran secara tunai
kepada bendahara penerimaan atau menyetorkannya ke rekening Kas
Umum Daerah.
(4) Pembayaran uang sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3), dibuktikan dengan menyerahkan bukti setor
sebagai salah satu dokumen pada lampiran yang menjadi bagian tidak
terpisahkan dari perjanjian sewa.
Pasal 130
(1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129
ayat (2), penyetoran uang sewa barang milik daerah untuk KSPI dapat
dilakukan secara bertahap dengan persetujuan Pengelola Barang.
(2) Persetujuan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wajib dilaporkan kepada Bupati.
(3) Penyetoran uang sewa barang milik daerah secara bertahap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam perjanjian Sewa.
(4) Penyetoran uang sewa barang milik daerah secara bertahap sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), dilakukan dengan memperhitungkan nilai
sekarang dari setiap tahap pembayaran berdasarkan besaran sewa
barang milik daerah hasil perhitungan sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 115 sampai dengan Pasal 125.
(5) Perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat meminta
masukan dari Penilai yang berkompeten.
(6) Penyetoran uang sewa barang milik daerah secara bertahap sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), dapat dilakukan sepanjang penyewa tidak
memiliki kemampuan yang cukup dari aspek finansial untuk membayar
secara sekaligus yang dibuktikan dengan surat pernyataan.
(7) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ditandatangani
oleh penyewa yang sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai
ketidakmampuan tersebut dan pernyataan tanggung jawab untuk
membayar lunas secara bertahap.
50
Paragraf Ketujuh
Perpanjangan Jangka Waktu Sewa
Pasal 131
(1) Jangka waktu sewa barang milik daerah dapat diperpanjang dengan
persetujuan:
a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola
Barang; dan
b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang.
(2) Penyewa dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu
sewa kepada:
a. Bupati, untuk barang milik daerah pada Pengelola Barang; dan
b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah pada Pengguna Barang.
(3) Pengajuan permohonan perpanjangan jangka waktu sewa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilakukan ketentuan:
a. untuk jangka waktu sewa lebih dari 1 (satu) tahun, permohonan
perpanjangan harus disampaikan paling lambat 4 (empat) bulan
sebelum berakhirnya jangka waktu sewa;
b. untuk jangka waktu sewa per tahun, permohonan harus
disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya
jangka waktu sewa;
c. untuk jangka waktu sewa per bulan, permohonan harus disampaikan
paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum berakhirnya jangka waktu
sewa; dan
d. untuk periode sewa per hari atau per jam, permohonan harus
disampaikan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b,
diajukan dengan melengkapi persyaratan sebagaimana permohonan
sewa pertama kali.
(5) Tata cara pengajuan usulan perpanjangan jangka waktu sewa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b, dilaksanakan
dengan mekanisme sebagaimana pengajuan usulan sewa baru.
(6) Penetapan jangka waktu dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 113 ayat (5), dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. karakteristik jenis infrastruktur;
b. kebutuhan penyediaan infrastruktur;
c. ketentuan untuk masing-masing jenis infrastruktur dalam peraturan
perundang-undangan; dan
d. pertimbangan lain dari Bupati.
Paragraf Kedelapan
Pengakhiran Sewa
Pasal 132
Sewa berakhir apabila:
a. berakhirnya jangka waktu sewa;
b. berlakunya syarat batal sesuai perjanjian yang ditindaklanjuti dengan
pencabutan persetujuan sewa oleh Bupati atau Pengelola Barang;
c. Bupati atau Pengelola Barang mencabut persetujuan sewa dalam rangka
pengawasan dan pengendalian; dan
d. ketentuan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
51
Pasal 133
(1) Penyewa wajib menyerahkan barang milik daerah pada saat berakhirnya
sewa dalam keadaan baik dan layak digunakan secara optimal sesuai
fungsi dan peruntukannya.
(2) Penyerahan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
(3) Pengelola Barang/Pengguna Barang harus melakukan pengecekan
barang milik daerah yang disewakan sebelum ditandatanganinya Berita
Acara Serah Terima guna memastikan kelayakan kondisi barang milik
daerah bersangkutan.
(4) Penandatanganan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), dilakukan setelah semua kewajiban penyewa dipenuhi.
Paragraf Kesembilan
Tata Cara Pelaksanaan Sewa Oleh Pengelola Barang
Pasal 134
(1) Calon Penyewa mengajukan surat permohonan disertai dengan dokumen
pendukung.
(2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat:
a. data calon penyewa;
b. latar belakang permohonan;
c. jangka waktu penyewaan, termasuk periodesitas Sewa; dan
d. peruntukan Sewa.
(3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. pernyataan/persetujuan dari pemilik/pengurus, perwakilan
pemilik/pengurus, atau kuasa pemilik/pengurus dalam hal calon
penyewa berbentuk hukum/badan usaha;
b. pernyataan kesediaan dari calon penyewa untuk menjaga dan
memelihara barang milik daerah serta mengikuti ketentuan yang
berlaku selama jangka waktu sewa; dan
c. data barang milik daerah yang diajukan untuk dilakukan sewa.
Pasal 135
(1) Data calon penyewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (2)
huruf a, terdiri dari:
a. fotokopi KTP;
b. Fotokopi NPWP;
c. fotokopi SIUP; dan
d. data lainnya.
(2) Dalam hal calon penyewa adalah perorangan, data calon penyewa hanya
dibuktikan dengan fotokopi KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a.
(3) Data barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat
(3) huruf c, terdiri dari:
a. foto atau gambar barang milik daerah, berupa:
1. gambar lokasi dan/atau site plan tanah dan/atau bangunan yang
akan disewa; dan
2. foto bangunan dan bagian bangunan yang akan disewa.
b. alamat objek yang akan disewakan; dan/atau
c. perkiraan luas tanah dan/atau bangunan yang akan disewakan.
52
Pasal 136
(1) Pengelola Barang melakukan penelitian terhadap surat permohonan dan
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, untuk
menguji atas kelayakan penyewaan terkait permohonan dari calon
penyewa.
(2) Dalam melakukan penelitian terhadap barang yang akan disewa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (3) huruf c, Pengelola
Barang dapat meminta keterangan kepada Pengguna Barang yang
menyerahkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
yang diajukan untuk disewakan.
(3) Pengelola Barang menugaskan Penilai Pemerintah atau Penilai Publik
untuk melakukan penilaian objek sewa guna memperoleh nilai wajar
barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan
disewakan.
(4) Penilai publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
(5) Hasil penilaian berupa nilai wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
diperlakukan sebagai tarif pokok sewa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 117 adalah perhitungan besaran Sewa.
(6) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), digunakan oleh
Pengelola Barang dalam melakukan kajian kelayakan penyewaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan perhitungan besaran sewa.
(7) Seluruh biaya yang timbul dalam rangka penilaian dibebankan pada
APBD.
(8) Dalam hal terdapat usulan sewa dari beberapa calon penyewa dalam
waktu yang bersamaan, Pengelola Barang menentukan penyewa dengan
didasarkan pada pertimbangan aspek pengamanan dan pemeliharaan
barang milik daerah serta usulan sewa yang paling menguntungkan
pemerintah daerah.
(9) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pengelola Barang mengajukan usulan permohonan sewa barang milik
daerah kepada Bupati untuk mendapat persetujuan.
Pasal 137
(1) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (9), diberikan
dengan mempertimbangkan hasil penelitian dan kajian kelayakan
penyewaan.
(2) Apabila Bupati tidak menyetujui permohonan tersebut, Bupati
menerbitkan surat penolakan kepada pihak yang mengajukan
permintaan sewa dengan disertai alasan.
(3) Apabila Bupati menyetujui permohonan tersebut, Bupati menerbitkan
surat persetujuan penyewaan barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan.
(4) Surat persetujuan penyewaan barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sekurangkurangnya memuat:
a. data barang milik daerah yang akan disewakan;
b. data penyewa;
c. data sewa, antara lain:
1. besaran tarif sewa; dan
2. jangka waktu.
53
(5) Besaran sewa yang dicantumkan dalam surat persetujuan sewa barang
milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan merupakan nilai hasil
perhitungan berdasarkan formula tarif sewa.
(6) Dalam hal terdapat usulan nilai sewa yang diajukan oleh calon penyewa
dan nilai usulan tersebut lebih besar dari hasil perhitungan berdasarkan
formula tarif sewa, besaran sewa yang dicantumkan dalam surat
persetujuan sewa adalah sebesar usulan besaran sewa dari calon
penyewa.
Paragraf Kesepuluh
Tata Cara Pelaksanaan Sewa Oleh Pengguna Barang
Pasal 138
Pengguna Barang dapat membentuk Tim dalam rangka pemanfaatan sewa
untuk mempersiapkan usulan sewa.
Pasal 139
(1) Pengajuan permohonan sewa oleh calon penyewa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 134 dan Pasal 135 berlaku mutatis mutandis terhadap
pengajuan permohonan sewa oleh calon penyewa pada Pengguna Barang.
(2) Pengguna Barang melakukan penelitian atas kelayakan penyewaan
permohonan sewa oleh calon penyewa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(3) Pengguna Barang melakukan penilaian terhadap barang milik daerah
berupa sebagian tanah dan/atau bangunan atau selain tanah dan/atau
bangunan yang akan disewakan.
(4) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan oleh:
a. Penilai Pemerintah atau Penilai Publik yang ditetapkan oleh Bupati,
untuk barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan.
b. Tim yang ditetapkan oleh Bupati dan dapat melibatkan penilai yang
ditetapkan oleh Bupati, untuk barang milik daerah berupa selain
tanah dan/atau bangunan.
(5) Berdasarkan hasil penelitian kelayakan dan hasil penilaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pengguna Barang mengajukan
usulan permohonan sewa barang milik daerah kepada Pengelola Barang
untuk mendapat persetujuan.
Pasal 140
(1) Usulan permohonan sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 139 ayat (5), disertai:
a. data barang milik daerah yang diusulkan;
b. usulan jangka waktu sewa;
c. usulan nilai sewa berdasarkan formulasi tarif/ besaran sewa;
d. surat pernyataan dari Pengguna Barang; dan
e. surat pernyataan dari calon penyewa.
(2) Dalam hal usulan sewa yang diajukan oleh Pengguna Barang
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), bukan berdasarkan
permohonan dari calon penyewa, maka usulan sewa kepada Pengelola
Barang tidak perlu disertai surat pernyataan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e.
54
Pasal 141
(1) Surat pernyataan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
140 ayat (1) huruf d, menyatakan bahwa:
a. Barang milik daerah yang akan disewakan tidak sedang digunakan
dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD/unit kerja;
dan
b. penyewaan barang milik daerah tidak akan mengganggu pelaksanaan
tugas dan fungsi SKPD/unit kerja.
(2) Surat pernyataan calon penyewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
140 ayat (1) huruf e, menyatakan bahwa calon penyewa bersedia untuk
menjaga dan memelihara barang milik daerah serta mengikuti
ketentuan yang berlaku selama jangka waktu sewa.
Pasal 142
(1) Pengelola Barang melakukan penelitian atas kelayakan penyewaan yang
diusulkan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139
ayat (5).
(2) Pengelola Barang dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat meminta keterangan kepada Pengguna Barang yang
mengajukan sewa.
(3) Pengelola Barang dapat menugaskan Penilai untuk melakukan penilaian
guna menghitung nilai wajar atas nilai sewa pasar apabila Pengelola
Barang memiliki keyakinan yang memadai bahwa:
a. luas tanah dan/atau bangunan yang disewakan tidak mencerminkan
kondisi peruntukan sewa; atau
b. estimasi perhitungan tarif dasar sewa dengan menggunakan formula
sewa dianggap sangat jauh berbeda dengan kondisi pasar.
(4) Hasil penilaian berupa nilai wajar atas nilai sewa pasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), diperlakukan sebagai tarif pokok sewa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 dalam penghitungan besaran
sewa.
(5) Dalam hal yang diusulkan untuk disewakan merupakan barang milik
daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan, Pengelola Barang
melakukan penelitian atas besaran sewa yang diusulkan oleh Pengguna
Barang.
(6) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan dengan
berpedoman pada standar penilaian dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(7) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dipergunakan oleh
Pengelola Barang dalam melakukan kajian kelayakan penyewaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan perhitungan besaran sewa.
(8) Seluruh biaya yang timbul dalam rangka Penilaian dibebankan pada
APBD.
Pasal 143
(1) Pengelola Barang memberikan surat persetujuan atas permohonan sewa
barang milik daerah yang diajukan Pengguna Barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 139 ayat (5), dengan mempertimbangkan hasil
penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (1), dan kajian
kelayakan penyewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (7).
55
(2) Berdasarkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pengelola Barang mengajukan penetapan formulasi/besaran sewa
kepada Bupati dengan melampirkan hasil penelitian dan kajian
kelayakan penyewaan.
Pasal 144
(1) Apabila Pengelola Barang tidak menyetujui permohonan sewa barang
milik daerah yang diajukan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 139 ayat (5), Pengelola Barang memberitahukan kepada
pihak yang mengajukan permintaan sewa dengan disertai alasan.
(2) Apabila Pengelola Barang menyetujui permohonan sewa yang diajukan
Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (5),
Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan penyewaan barang
milik daerah.
(3) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit
memuat:
a. data barang milik daerah yang akan disewakan;
b. data calon penyewa; dan
c. data sewa, antara lain:
1. besaran tarif sewa; dan
2. jangka waktu, termasuk periodesitas sewa.
(4) Apabila usulan sewa yang diajukan oleh Pengguna Barang tidak disertai
data calon penyewa, maka persetujuan sewa tidak perlu disertai data
calon penyewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b.
(5) Besaran sewa yang dicantumkan dalam surat persetujuan sewa barang
milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan merupakan nilai hasil
perhitungan berdasarkan formula tarif sewa.
(6) Apabila usulan nilai sewa yang diajukan oleh calon penyewa dan/atau
Pengguna Barang lebih besar dari hasil perhitungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), maka besaran sewa yang dicantumkan dalam
surat persetujuan sewa untuk barang milik daerah berupa sebagian
tanah dan/atau bangunan adalah sebesar usulan besaran sewa dari
calon penyewa dan/atau Pengguna Barang.
(7) Besaran sewa yang dicantumkan dalam surat persetujuan sewa barang
milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan berdasarkan nilai
sewa.
Pasal 145
(1) Pengguna Barang melaksanakan sewa berdasarkan persetujuan
Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 ayat (2),
paling lambat 1 (satu) bulan sejak dikeluarkannya persetujuan sewa oleh
Pengelola Barang.
(2) Dalam hal usulan sewa yang diajukan oleh Pengguna Barang tidak
disertai data calon penyewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144
ayat (4), Pengguna Barang mengupayakan agar informasi mengenai
pelaksanaan sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperoleh
dengan mudah dan jelas oleh para calon penyewa.
(3) Dalam hal terdapat usulan sewa dari beberapa calon penyewa dalam
waktu yang bersamaan, Pengguna Barang menentukan penyewa dengan
mempertimbangkan aspek pengamanan dan pemeliharaan barang milik
daerah serta pertimbangan usulan sewa yang dianggap paling
menguntungkan.
56
Paragraf Kesebelas
Pemeliharaan Sewa
Pasal 146
(1) Penyewa wajib melakukan pemeliharaan atas barang milik daerah yang
disewa.
(2) Seluruh biaya pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
termasuk biaya yang timbul dari pemakaian dan pemanfaatan barang
milik daerah menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penyewa.
(3) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditujukan untuk
menjaga kondisi dan memperbaiki barang agar selalu dalam keadaan
baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.
(4) Perbaikan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
harus sudah selesai dilaksanakan paling lambat pada saat berakhirnya
jangka waktu sewa.
(5) Dalam hal barang milik daerah yang disewa rusak akibat keadaan kahar
(force majeur), perbaikan dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan oleh
Pengelola Barang/ Pengguna Barang dan Penyewa.
Paragraf Keduabelas
Perubahan Bentuk Barang Milik Daerah
Pasal 147
(1) Perubahan bentuk barang milik daerah dilakukan dengan persetujuan:
a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola
Barang; dan
b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang.
(2) Perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilaksanakan tanpa mengubah konstruksi dasar bangunan.
(3) Dalam hal perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), mengakibatkan adanya penambahan, bagian
yang ditambahkan menjadi barang milik daerah dan disertakan dalam
Berita Acara Serah Terima pada saat berakhirnya jangka waktu sewa.
Paragraf Ketigabelas
Ganti Rugi
Pasal 148
Dalam hal barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang
disewakan hilang selama jangka waktu sewa, penyewa wajib melakukan
ganti rugi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf Keempatbelas
Denda Sanksi
Pasal 149
Penyewa dikenakan sanksi administratif berupa surat teguran apabila:
a. penyewa belum menyerahkan barang milik daerah yang disewa pada
saat berakhirnya jangka waktu sewa;
57
b. perbaikan barang milik daerah belum dilaksanakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 146 ayat (4), menjelang berakhirnya jangka waktu
sewa; dan/atau
c. penggantian barang milik daerah belum dilaksanakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 148, paling lambat sebelum berakhirnya jangka
waktu sewa.
Pasal 150
(1) Dalam hal penyerahan, perbaikan, dan atau penggantian barang milik
daerah belum dilakukan terhitung 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya
surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149, penyewa
dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan.
(2) Dalam hal penyerahan, perbaikan, dan atau penggantian barang milik
daerah belum dilakukan terhitung 1 (bulan) sejak diterbitkannya surat
peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyewa dikenakan
sanksi administratif berupa denda, sebagaimana ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Keenam
Pinjam Pakai
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 151
(1) Pinjam pakai dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. mengoptimalkan barang milik daerah yang belum atau tidak
dilakukan penggunaan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi
Pengguna Barang; dan
b. menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2) Peminjam pakai dilarang untuk melakukan pemanfaatan atas objek
pinjam pakai.
Paragraf Kedua
Pihak Pelaksana Pinjam Pakai
Pasal 152
(1) Pinjam pakai barang milik daerah dilaksanakan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan.
(2) Pelaksanaan pinjam pakai barang milik daerah dilakukan oleh:
a. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengelola Barang; dan
b. Pengguna Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang.
(3) Pelaksanaan Pinjam Pakai oleh Pengelola Barang/ Pengguna Barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan setelah
mendapatkan persetujuan Bupati.
58
Paragraf Ketiga
Objek Pinjam Pakai
Pasal 153
(1) Objek pinjam pakai meliputi barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada
Pengelola Barang/ Pengguna Barang.
(2) Objek pinjam pakai barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan untuk
sebagian atau keseluruhannya.
Paragraf Keempat
Jangka Waktu Pinjam Pakai
Pasal 154
(1) Jangka waktu pinjam pakai barang milik daerah paling lama 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.
(2) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1).
(3) Apabila jangka waktu pinjam pakai akan diperpanjang, permohonan
perpanjangan jangka waktu pinjam pakai disampaikan kepada Pengelola
Barang/Pengguna Barang paling lambat 2 (dua) bulan sebelum jangka
waktu pinjam pakai berakhir.
(4) Dalam hal permohonan perpanjangan jangka waktu pinjam pakai
disampaikan kepada Pengelola Barang/ Pengguna Barang melewati batas
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), proses pinjam pakai
dilakukan dengan mengikuti tata cara permohonan pinjam pakai baru.
Paragraf Kelima
Perubahan Bentuk Barang Milik Daerah
Pasal 155
(1) Selama jangka waktu pinjam pakai, peminjam pakai dapat mengubah
bentuk barang milik daerah, sepanjang tidak mengakibatkan perubahan
fungsi dan/atau penurunan nilai barang milik daerah.
(2) Perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1):
a. tanpa disertai dengan perubahan bentuk dan/atau konstruksi dasar
barang milik daerah; atau
b. disertai dengan perubahan bentuk dan/atau konstruksi dasar barang
milik daerah.
(3) Usulan perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dilakukan dengan mengajukan permohonan perubahan
bentuk oleh peminjam pakai kepada:
a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola
Barang; dan
b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang.
(4) Perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b, dilakukan setelah mendapat persetujuan Bupati.
59
Paragraf Keenam
Perjanjian Pinjam Pakai
Pasal 156
(1) Pelaksanaan Pinjam Pakai dituangkan dalam perjanjian serta
ditandatangani oleh:
a. Peminjam pakai dan Bupati, untuk barang milik daerah yang berada
pada Pengelola Barang; dan
b. Peminjam pakai dan Pengelola Barang, untuk barang milik daerah
yang berada pada Pengguna Barang.
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. dasar perjanjian;
c. identitas para pihak yang terkait dalam perjanjian;
d. jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu;
e. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu peminjaman;
f. hak dan kewajiban para pihak; dan
g. persyaratan lain yang dianggap perlu.
(3) Salinan perjanjian pinjam pakai disampaikan kepada Pengguna Barang.
Paragraf Ketujuh
Tata Cara Pelaksanaan Pinjam Pakai
Barang Milik Daerah Pada Pengelola Barang
Pasal 157
(1) Calon peminjam pakai mengajukan permohonan pinjam pakai kepada
Pengelola Barang.
(2) Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melakukan
penelitian atas permohonan pinjam pakai.
(3) Penelitian atas permohonan pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), meliputi:
a. kepastian belum digunakan atau tidak adanya penggunaan barang
milik daerah;
b. tujuan penggunaan objek pinjam pakai; dan
c. jangka waktu pinjam pakai.
(4) Hasil Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan dasar
pertimbangan Bupati dalam memberikan persetujuan/penolakan atas
permohonan pinjam pakai.
Pasal 158
(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157
ayat (3), Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan pinjam
pakai kepada Bupati.
(2) Permohonan persetujuan pinjam pakai paling sedikit memuat:
a. pertimbangan yang mendasari permohonan pinjam pakai;
b. identitas peminjam pakai;
c. tujuan penggunaan objek pinjam pakai;
d. rincian data objek pinjam pakai yang dibutuhkan; dan
e. jangka waktu pinjam pakai.
60
(3) Apabila objek pinjam pakai berupa tanah dan/atau bangunan atau
sebagian tanah dan/atau bangunan, rincian data objek pinjam pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, termasuk luas dan lokasi
tanah dan/atau bangunan.
(4) Apabila objek pinjam pakai berupa selain tanah dan/atau bangunan,
rincian data objek pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d, termasuk nama dan jumlah barang milik daerah.
Pasal 159
(1) Pemberian persetujuan/penolakan oleh Bupati atas permohonan pinjam
pakai dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. barang milik daerah yang dimohon dalam kondisi belum atau tidak
sedang digunakan untuk tugas dan fungsi Pengelola Barang; dan
b. barang milik daerah yang dimohon akan digunakan untuk
menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah
pusat/pemerintahan daerah lainnya.
(2) Apabila Bupati menyetujui permohonan pinjam pakai, Bupati
menerbitkan surat persetujuan pinjam pakai.
(3) Surat persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling
sedikit memuat:
a. identitas peminjam pakai;
b. data objek pinjam pakai;
c. jangka waktu pinjam pakai; dan
d. kewajiban peminjam pakai.
(4) Apabila Bupati tidak menyetujui permohonan pinjam pakai, Bupati
menerbitkan surat penolakan pinjam pakai kepada calon peminjam
pakai dengan disertai alasan.
Pasal 160
(1) Pelaksanaan pinjam pakai barang milik daerah dituangkan dalam
perjanjian pinjam pakai yang ditandatangani oleh Bupati dan Peminjam
pakai.
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti dengan
penyerahan objek pinjam pakai dari Pengelola Barang kepada peminjam
pakai yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
Pasal 161
(1) Selama jangka waktu pinjam pakai, peminjam pakai wajib memelihara
dan mengamankan objek pinjam pakai dengan biaya yang dibebankan
pada Peminjam pakai.
(2) Sebelum jangka waktu pinjam pakai berakhir, peminjam pakai harus
memberitahukan kepada Pengelola Barang akan mengakhiri atau
memperpanjang waktu pinjam pakai.
(3) Dalam hal pinjam pakai akan diperpanjang, peminjam pakai mengajukan
permohonan perpanjangan jangka waktu pinjam pakai kepada Pengelola
Barang.
(4) Pengelola Barang menyampaikan pengajuan permohonan persetujuan
perpanjangan pinjam pakai kepada Bupati.
(5) Pengajuan perpanjangan permohonan persetujuan pinjam pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), melampirkan:
a. surat persetujuan pinjam pakai sebelumnya dari Bupati;
61
b. surat pernyataan dari peminjam pakai bahwa objek pinjam pakai
masih digunakan untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintah pusat/ pemerintahan daerah lainnya; dan
c. surat pernyataan dari Pengelola Barang bahwa pelaksanaan pinjam
pakai tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pasal 162
(1) Dalam hal peminjam pakai akan mengakhiri pinjam pakai sebelum masa
pinjam pakai berakhir, peminjam pakai harus memberitahukan kepada
Pengelola Barang.
(2) Peminjam pakai dalam mengakhiri pinjam pakai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
(3) Pengelola Barang melaporkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), kepada Bupati.
Paragraf Kedelapan
Tata Cara Pelaksanaan Pinjam Pakai
Barang Milik Daerah Pada Pengguna Barang
Pasal 163
(1) Calon peminjam pakai mengajukan permohonan pinjam pakai kepada
Pengguna Barang.
(2) Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan pinjam pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Bupati melalui Pengelola
Barang berdasarkan permohonan dari calon peminjam pakai dengan
melampirkan:
a. surat permohonan pinjam pakai dari calon peminjam pakai;
b. surat pernyataan dari Pengguna Barang bahwa pelaksanaan pinjam
pakai tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan
c. data objek pinjam pakai, antara lain kartu identitas barang, untuk
barang milik daerah yang memiliki kartu identitas barang.
(3) Permohonan persetujuan pinjam pakai dari Pengguna Barang sekurangkurangnya memuat:
a. pertimbangan yang mendasari permohonan pinjam pakai;
b. identitas peminjam pakai;
c. tujuan penggunaan objek pinjam pakai;
d. rincian data objek pinjam pakai yang dibutuhkan, termasuk luas dan
lokasi tanah dan/atau bangunan; dan
e. jangka waktu pinjam pakai.
Pasal 164
(1) Permohonan persetujuan pinjam pakai dari Pengguna Barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 ayat (2), Pengelola Barang
melakukan penelitian
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kepastian belum digunakan atau tidak adanya penggunaan barang
milik daerah;
b. tujuan penggunaan objek pinjam pakai; dan
c. jangka waktu pinjam pakai.
62
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan
kepada Bupati sebagai dasar pertimbangan persetujuan/penolakan
permohonan persetujuan pinjam pakai.
Pasal 165
(1) Pemberian persetujuan/penolakan oleh Bupati atas permohonan pinjam
pakai dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. barang milik daerah yang dimohon dalam kondisi belum atau tidak
digunakan untuk tugas dan fungsi pemerintah daerah;
b. barang milik daerah yang dimohon akan digunakan untuk
menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah
pusat/pemerintahan daerah lainnya; dan
c. jangka waktu pinjam pakai paling lama 5 (lima) tahun sejak
ditandatanganinya perjanjian pinjam pakai.
(2) Dalam hal Bupati menyetujui permohonan pinjam pakai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 163 ayat (2), Bupati menerbitkan surat
persetujuan pinjam pakai paling rendah memuat:
a. identitas peminjam pakai;
b. data barang milik daerah objek pinjam pakai;
c. jangka waktu pinjam pakai; dan
d. kewajiban peminjam pakai.
(3) Dalam hal Bupati tidak menyetujui permohonan pinjam pakai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 ayat (2), Bupati melalui
Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna Barang disertai
alasannya.
Pasal 166
(1) Pelaksanaan pinjam pakai barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang dituangkan dalam perjanjian pinjam pakai antara
Pengelola Barang dengan peminjam pakai.
(2) Perjanjian pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditindaklanjuti dengan penyerahan objek pinjam pakai dari Pengguna
Barang kepada peminjam pakai yang dituangkan dalam Berita Acara
Serah Terima.
(3) Selama jangka waktu pinjam pakai, peminjam pakai wajib memelihara
dan mengamankan objek pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), dengan biaya yang dibebankan pada peminjam pakai.
(4) Sebelum jangka waktu pinjam pakai berakhir, peminjam pakai harus
memberitahukan kepada Pengguna Barang akan mengakhiri atau
memperpanjang pinjam pakai.
(5) Dalam hal pinjam pakai akan diperpanjang, peminjam pakai mengajukan
permohonan perpanjangan jangka waktu pinjam pakai kepada Pengguna
Barang.
(6) Pengguna Barang menyampaikan pengajuan permohonan persetujuan
perpanjangan pinjam pakai kepada Bupati melalui Pengelola Barang.
(7) Pengajuan permohonan persetujuan perpanjangan pinjam pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilampiri dengan:
a. surat persetujuan pinjam pakai sebelumnya dari Bupati;
b. surat pernyataan dari peminjam pakai bahwa objek pinjam pakai
masih digunakan untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintah pusat/ pemerintahan daerah lainnya; dan
63
c. surat pernyataan dari Pengguna Barang bahwa pelaksanaan pinjam
pakai tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan daerah, dalam hal pinjam pakai
dilaksanakan oleh Pengguna Barang.
Pasal 167
(1) Dalam hal peminjam pakai akan mengakhiri pinjam pakai sebelum masa
pinjam pakai berakhir, peminjam pakai harus memberitahukan kepada
Pengguna Barang.
(2) Peminjam pakai dalam mengakhiri pinjam pakai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
(3) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pengguna Barang melaporkan kepada Bupati melalui Pengelola Barang.
Bagian Ketujuh
Kerja Sama Pemanfaatan (KSP)
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 168
KSP barang milik daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka:
a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah;
dan/atau
b. meningkatkan penerimaan pendapatan daerah.
Pasal 169
(1) KSP atas barang milik daerah dilaksanakan apabila tidak tersedia atau
tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk memenuhi biaya
operasional, pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan
terhadap barang milik daerah yang dikerjasamakan.
(2) Mitra KSP ditetapkan melalui tender, kecuali untuk barang milik daerah
yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung.
(3) Barang milik daerah yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), memiliki karakteristik:
a. barang yang mempunyai spesifikasi tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. barang yang memiliki tingkat kompleksitas khusus seperti bandara
udara, pelabuhan laut, kilang, instalasi listrik, dan
bendungan/waduk;
c. barang yang dikerjasamakan dalam investasi yang berdasarkan
perjanjian hubungan bilateral antar negara; atau
d. barang lain yang ditetapkan Bupati.
(4) Penunjukan langsung mitra KSP atas barang milik daerah yang bersifat
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh Pengelola
Barang atau Pengguna Barang terhadap Badan Usaha Milik Negara/
Daerah yang memiliki bidang dan/atau wilayah kerja tertentu sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Mitra KSP harus membayar kontribusi tetap setiap tahun selama jangka
waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan menyetor pembagian
keuntungan hasil KSP ke rekening Kas Umum Daerah.
64
(6) Perhitungan besaran kontribusi pembagian keuntungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), yang merupakan bagian pemerintah daerah,
harus memperhatikan perbandingan nilai barang milik daerah yang
dijadikan objek KSP dan manfaat lain yang diterima pemerintah daerah
dengan nilai investasi mitra dalam KSP.
Pasal 170
(1) Selama jangka waktu pengoperasian, mitra KSP dilarang menjaminkan
atau menggadaikan barang milik daerah yang menjadi objek KSP.
(2) Biaya persiapan KSP yang dikeluarkan Pengelola Barang atau Pengguna
Barang sampai dengan penunjukan mitra KSP dibebankan pada APBD.
(3) Biaya persiapan KSP yang terjadi setelah ditetapkannya mitra KSP dan
biaya pelaksanaan KSP menjadi beban mitra KSP.
(4) Cicilan pokok dan biaya yang timbul atas pinjaman mitra KSP,
dibebankan pada mitra KSP dan tidak diperhitungkan dalam pembagian
keuntungan.
(5) Pengawasan atas pelaksanaan KSP oleh mitra KSP dilakukan oleh:
a. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah pada Pengelola Barang;
dan
b. Pengguna Barang, untuk barang milik daerah pada Pengguna
Barang.
Paragraf Kedua
Pihak Pelaksana KSP
Pasal 171
(1) Pihak yang dapat melaksanakan KSP adalah:
a. Pengelola Barang dengan persetujuan Bupati, untuk barang milik
daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau
b. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk
barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang.
(2) Persetujuan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, setelah mendapat pertimbangan dari Bupati.
(3) Pihak yang dapat menjadi mitra KSP barang milik daerah meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau
c. Swasta, kecuali perorangan.
Paragraf Ketiga
Objek KSP
Pasal 172
(1) Objek KSP meliputi barang milik daerah berupa:
a. tanah dan/atau bangunan; dan
b. selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola
Barang/Pengguna Barang.
(2) Objek KSP barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan untuk
sebagian atau keseluruhannya.
65
Paragraf Keempat
Hasil KSP
Pasal 173
(1) Hasil KSP dapat berupa tanah, gedung, bangunan, serta sarana dan
fasilitas yang diadakan oleh mitra KSP.
(2) Sarana dan fasilitas hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
antara lain:
a. peralatan dan mesin;
b. jalan, irigasi, dan jaringan;
c. aset tetap lainnya; dan
d. aset lainnya.
(3) Hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi bagian dari
pelaksanaan KSP.
(4) Hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi barang milik
daerah sejak diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai perjanjian
atau pada saat berakhirnya perjanjian.
Pasal 174
(1) Hasil KSP barang milik daerah dalam rangka penyediaan infrastruktur
terdiri atas:
a. penerimaan daerah yang harus disetorkan selama jangka waktu KSP
barang milik daerah; dan
b. infrastruktur beserta fasilitasnya hasil KSP barang milik daerah.
(2) Penerimaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas:
a. kontribusi tetap; dan
b. pembagian keuntungan.
Pasal 175
(1) Dalam pelaksanaan KSP, mitra KSP dapat melakukan perubahan
dan/atau penambahan hasil KSP.
(2) Perubahan dan/atau penambahan hasil KSP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan dengan cara addendum perjanjian.
(3) Addendum perjanjian KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ditujukan untuk menghitung kembali besaran kontribusi tetap dan
pembagian keuntungan.
(4) Besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Tim berdasarkan hasil
perhitungan.
(5) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh:
a. Bupati, untuk barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan; atau
b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah selain tanah dan/atau
bangunan.
(6) Perubahan dan/atau penambahan hasil KSP dilakukan setelah
memperoleh persetujuan Bupati.
66
Paragraf Kelima
Jangka Waktu KSP
Pasal 176
(1) Jangka waktu KSP paling lama 25 (dua puluh lima) tahun sejak
perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.
(2) Dalam hal KSP atas barang milik daerah dilakukan untuk penyediaan
infrastruktur, jangka waktu KSP paling lama 35 ( tiga puluh lima) tahun
sejak perjanjian KSP ditandatangani dan dapat diperpanjang.
Pasal 177
(1) Perpanjangan jangka waktu KSP dilakukan oleh mitra KSP dengan cara
mengajukan permohonan persetujuan perpanjangan jangka waktu KSP
paling lambat 2 (dua) tahun sebelum jangka waktu berakhir.
(2) Perpanjangan jangka waktu KSP dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan
b. selama pelaksanaan KSP terdahulu, mitra KSP mematuhi peraturan
dan perjanjian KSP.
Paragraf Keenam
Perjanjian KSP
Pasal 178
(1) Pelaksanaan KSP dituangkan dalam perjanjian antara Bupati atau
Pengelola Barang dengan mitra KSP setelah diterbitkan Keputusan
pelaksanaan KSP oleh Bupati.
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditandatangani oleh
mitra KSP dan:
a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola
Barang; atau
b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang.
(3) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. dasar perjanjian;
b. identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
c. objek KSP;
d. hasil KSP berupa barang, jika ada;
e. peruntukan KSP;
f. jangka waktu KSP;
g. besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan serta
mekanisme pembayarannya;
h. hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian;
i. ketentuan mengenai berakhirnya KSP;
j. sanksi; dan
k. penyelesaian perselisihan.
(4) Perjanjian KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dituangkan dalam
bentuk Akta Notaris.
(5) Penandatanganan perjanjian KSP dilakukan setelah mitra KSP
menyampaikan bukti setor pembayaran kontribusi tetap pertama kepada
Pengelola Barang/ Pengguna Barang.
67
(6) Bukti setor pembayaran kontribusi tetap pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), merupakan salah satu dokumen pada lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian KSP.
Paragraf Ketujuh
Kontribusi Tetap dan Pembagian Keuntungan
Pasal 179
(1) Mitra KSP wajib menyetorkan:
a. kontribusi tetap; dan
b. pembagian keuntungan KSP.
(2) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setiap tahun
selama jangka waktu KSP.
(3) Kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), merupakan penerimaan daerah.
(4) Besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil KSP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
(5) Dalam KSP barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan,
sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungannya dapat berupa
bangunan beserta fasilitasnya yang dibangun dalam satu kesatuan
perencanaan.
(6) Sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungannya yang berupa
bangunan beserta fasilitasnya sebagaimana dimaksud ayat (5), bukan
merupakan objek KSP.
Pasal 180
(1) Besaran nilai bangunan beserta fasilitasnya sebagai bagian dari
kontribusi tetap dan kontribusi pembagian keuntungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 179 ayat (5), paling banyak 10% (sepuluh persen)
dari total penerimaan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan
selama masa KSP.
(2) Bangunan yang dibangun dengan biaya sebagian kontribusi tetap dan
pembagian keuntungan dari awal pengadaannya merupakan barang
milik daerah.
(3) Besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan KSP
barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dan sebagian
tanah dan/atau bangunan ditetapkan dari hasil perhitungan Tim yang
dibentuk oleh Bupati, berdasarkan dan/atau mempertimbangkan hasil
penilaian.
(4) Besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan KSP
barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan ditetapkan
dari hasil perhitungan Tim yang dibentuk oleh Pengelola Barang,
berdasarkan dan/atau mempertimbangkan hasil penilaian.
Pasal 181
(1) Perhitungan kontribusi tetap merupakan hasil perkalian dari:
a. besaran persentase kontribusi tetap; dan
b. nilai wajar barang milik daerah yang menjadi objek KSP.
(2) Besaran persentase kontribusi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, ditentukan oleh Bupati dari hasil perhitungan Tim
berdasarkan dan/atau mempertimbangkan hasil penilaian.
68
(3) Nilai wajar barang milik daerah dalam rangka KSP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, berdasarkan:
a. hasil penilaian oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik yang
ditetapkan oleh Bupati, untuk barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan; dan
b. hasil penilaian oleh Tim ditetapkan dengn Keputusan Bupati dan
dapat melibatkan Penilai yang ditetapkan Bupati, untuk barang milik
daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(4) Apabila terdapat nilai barang milik daerah yang berbeda dengan nilai
wajar hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a,
dalam rangka pemanfaatan barang milik daerah digunakan nilai wajar
hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.
Pasal 182
(1) Besaran persentase kontribusi tetap pelaksanaan KSP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 182 ayat (1) huruf a, meningkat setiap tahun
yang dihitung berdasarkan kontribusi tetap tahun pertama dengan
memperhatikan estimasi tingkat inflasi.
(2) Besaran peningkatan persentase kontribusi tetap sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ditetapkan dalam persetujuan pelaksanaan KSP dan
dituangkan dalam perjanjian KSP.
Pasal 183
(1) Perhitungan pembagian keuntungan dilakukan dengan
mempertimbangkan:
a. nilai investasi pemerintah daerah;
b. nilai investasi mitra KSP; dan
c. risiko yang ditanggung mitra KSP.
(2) Perhitungan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ditentukan oleh Bupati berdasarkan hasil perhitungan Tim dan/atau
pertimbangan hasil penilaian.
(3) Besaran nilai investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, didasarkan pada nilai wajar barang milik daerah yang
menjadi objek KSP.
(4) Besaran nilai investasi mitra KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, didasarkan pada estimasi investasi dalam proposal KSP.
Pasal 184
(1) Besaran pembagian keuntungan dapat ditinjau kembali oleh Bupati
dalam hal realisasi investasi yang dikeluarkan oleh mitra KSP lebih
rendah dari estimasi investasi sebagaimana tertuang dalam perjanjian.
(2) Realisasi investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan dari
hasil audit yang dilakukan oleh auditor independen.
Pasal 185
(1) KSP atas barang milik daerah dapat dilakukan untuk
mengoperasionalkan barang milik daerah.
(2) KSP operasional atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), bukan merupakan penggunaan barang milik daerah yang
dioperasikan oleh pihak lain.
69
(3) Apabila mitra KSP hanya mengoperasionalkan barang milik daerah,
bagian keuntungan yang menjadi bagian mitra KSP ditentukan oleh
Bupati berdasarkan persentase tertentu dari besaran keuntungan yang
diperoleh mitra KSP terkait pelaksanaan KSP.
Pasal 186
(1) Apabila mitra KSP barang milik daerah untuk penyediaan infrastruktur
berbentuk Badan Usaha Milik Negara/Daerah, kontribusi tetap dan
pembagian keuntungan yang disetorkan kepada pemerintah daerah
dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari
hasil perhitungan Tim KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 ayat
(5).
(2) Penetapan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada kondisi keuangan Badan
Usaha Milik Negara/Daerah dan hasil analisis kelayakan bisnis KSP.
(3) Besaran penetapan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
Paragraf Kedelapan
Pembayaran Kontribusi Tetap dan Pembagian Keuntungan
Pasal 187
(1) Pembayaran kontribusi tetap tahun pertama ke rekening Kas Umum
Daerah oleh mitra KSP harus dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja
sebelum penandatanganan perjanjian KSP.
(2) Pembayaran kontribusi tetap tahun berikutnya disetorkan ke rekening
Kas Umum Daerah paling lambat dilakukan sesuai dengan tanggal yang
ditetapkan dalam perjanjian dan dilakukan setiap tahun sampai dengan
berakhirnya perjanjian KSP.
(3) Pembayaran kontribusi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), dibuktikan dengan bukti setor.
Pasal 188
(1) Pembagian keuntungan hasil pelaksanaan KSP tahun sebelumnya harus
disetor ke rekening Kas Umum Daerah paling lambat dilakukan sesuai
dengan tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian dan dilakukan setiap
tahun sampai dengan berakhirnya perjanjian KSP.
(2) Pembayaran pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh mitra KSP berdasarkan persetujuan Bupati.
Paragraf Kesembilan
Berakhirnya KSP
Pasal 189
(1) KSP berakhir dalam hal:
a. berakhirnya jangka waktu KSP sebagaimana tertuang dalam
perjanjian;
b. pengakhiran perjanjian KSP secara sepihak oleh Bupati atau
Pengelola Barang;
c. berakhirnya perjanjian KSP; dan
d. ketentuan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
70
(2) Pengakhiran KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat
dilakukan dalam hal mitra KSP:
a. tidak membayar kontribusi tetap selama 3 (tiga) tahun berturutturut;
b. tidak membayar pembagian keuntungan selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut sesuai perjanjian KSP; atau
c. tidak memenuhi kewajiban selain sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian
KSP.
(3) Pengakhiran KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh:
a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola
Barang; atau
b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang.
(4) Pengakhiran KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan secara
tertulis.
Pasal 190
(1) mitra harus melaporkan akan mengakhiri KSP paling lambat 2 (dua)
tahun sebelum jangka waktu KSP berakhir.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati atau
Pengelola Barang meminta auditor independen/aparat pengawasan
intern pemerintah untuk melakukan audit atas pelaksanaan KSP.
(3) Auditor independen/aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), menyampaikan hasil audit kepada Bupati,
Pengelola Barang, dan/atau Pengguna Barang.
(4) Bupati, Pengelola Barang, dan/atau Pengguna Barang menyampaikan
hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada mitra KSP.
(5) Mitra KSP menindaklanjuti hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), dan melaporkannya kepada Bupati, Pengelola Barang, dan/atau
Pengguna Barang.
Pasal 191
(1) Serah terima objek KSP dilakukan paling lambat pada saat berakhirnya
jangka waktu KSP.
(2) Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam
Berita Acara Serah Terima.
(3) Dalam hal Mitra KSP belum selesai menindaklanjuti hasil audit setelah
dilakukannya serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mitra
KSP tetap berkewajiban menindaklanjuti hasil audit.
(4) Pengguna Barang/Pengelola Barang melaporkan pengakhiran KSP dan
penyerahan objek KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada
Bupati paling lambat 1 (satu) bulan setelah penyerahan.
Pasal 192
(1) Pengakhiran perjanjian KSP secara sepihak oleh Bupati atau Pengelola
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 ayat (1) huruf b,
dilaksanakan dengan menerbitkan teguran tertulis pertama kepada
mitra KSP.
71
(2) Apabila mitra KSP tidak melaksanakan teguran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
diterbitkan teguran tertulis pertama, Bupati atau Pengelola Barang
menerbitkan teguran tertulis kedua.
(3) Apabila mitra KSP tidak melaksanakan teguran kedua sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak diterbitkan teguran tertulis kedua, Bupati atau Pengelola
Barang menerbitkan teguran tertulis ketiga yang merupakan teguran
terakhir.
(4) Apabila mitra KSP tidak melaksanakan teguran ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak diterbitkan teguran tertulis ketiga, Bupati atau Pengelola
Barang menerbitkan surat pengakhiran KSP.
(5) Surat pengakhiran KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Mitra KSP
harus menyerahkan objek KSP kepada Bupati atau Pengelola Barang
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah menerima
surat pengakhiran KSP.
Paragraf Kesepuluh
Tata Cara Pelaksanaan KSP Barang Milik Daerah
Yang Berada Pada Pengelola Barang
Pasal 193
Tahapan pelaksanaan KSP atas barang milik daerah yang berada pada
Pengelola Barang meliputi:
a. inisiatif atau permohonan;
b. penelitian administrasi;
c. pembentukan Tim dan penilaian;
d. perhitungan besaran penerimaan daerah dari KSP berupa kontribusi
tetap dan persentase pembagian keuntungan;
e. pemilihan mitra;
f. penerbitan keputusan;
g. penandatanganan perjanjian; dan
h. pelaksanaan.
Pasal 194
KSP atas barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang dapat
dilakukan berdasarkan:
a. inisiatif Bupati; atau
b. permohonan dari pihak lain.
Pasal 195
(1) Inisiatif Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 194 huruf a,
dituangkan dalam bentuk rekomendasi KSP barang milik daerah.
(2) Inisiatif Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berasal dari
rencana kebutuhan yang disampaikan oleh Pengguna Barang/ Kuasa
Pengguna Barang.
Pasal 196
(1) Permohonan dari Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 194
huruf b, diusulkan kepada Bupati.
72
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a. latar belakang permohonan;
b. rencana peruntukan KSP;
c. jangka waktu KSP; dan
d. usulan besaran penerimaan daerah dari KSP.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan:
a. data barang milik daerah yang direncanakan untuk dilakukan KSP;
b. data pemohon KSP;
c. proposal rencana usaha KSP; dan
d. informasi lainnya berkaitan dengan usulan KSP.
(4) Informasi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, antara
lain:
a. Rencana Umum Tata Ruang Wilayah dan penataan kota; dan
b. bukti kepemilikan atau dokumen yang dipersamakan.
(5) Kelengkapan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak
diberlakukan untuk KSP dalam rangka mengoperasionalkan barang
milik daerah.
Pasal 197
(1) Pengelola Barang melakukan penelitian administrasi atas dokumen
barang milik daerah yang akan dilakukan KSP.
(2) Dokumen barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. bukti kepemilikan atau dokumen yang dipersamakan;
b. dokumen pengelolaan barang milik daerah; dan
c. dokumen penatausahaan barang milik daerah.
Pasal 198
Apabila hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
197, barang milik daerah dapat dilakukan KSP, Bupati:
a. membentuk Tim KSP; dan
b. menugaskan Penilai melalui Pengelola Barang untuk melakukan
penilaian barang milik daerah yang akan dilakukan KSP guna
mengetahui nilai wajar atas barang milik daerah bersangkutan.
Pasal 199
(1) Dalam hal barang milik daerah dapat dilakukan KSP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 198, maka Bupati membentuk Tim KSP.
(2) Tim KSP bertugas:
a. menyiapkan rincian kebutuhan bangunan dan fasilitas yang akan
ditenderkan apabila KSP berdasarkan inisiatif Bupati dan bukan
dalam rangka mengoperasionalkan barang milik daerah;
b. menghitung besaran penerimaan daerah dari KSP berdasarkan
dan/atau mempertimbangkan hasil penilaian;
c. menyiapkan perjanjian KSP;
d. menyiapkan Berita Acara Serah Terima objek KSP dari Pengelola
Barang kepada mitra KSP; dan
e. melaksanakan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Bupati.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tim
KSP dapat mengikutsertakan SKPD/Unit Kerja teknis yang berkompeten.
73
Pasal 200
(1) Dalam rangka menentukan kelayakan bisnis KSP, Bupati dapat
menugaskan penilai atau pihak lain yang berkompeten untuk
melakukan:
a. analisis penggunaan atas barang milik daerah yang akan dilakukan
KSP; atau
b. analisis kelayakan bisnis atas proposal KSP.
(2) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 huruf b, dan
laporan analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada Bupati sebagai bagian dalam menentukan pelaksanaan KSP.
Pasal 201
(1) Berdasarkan laporan analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 200
ayat (1), dan/atau mempertimbangkan laporan penilaian nilai wajar
barang milik daerah, Tim KSP menghitung besaran kontribusi tetap dan
persentase pembagian keuntungan.
(2) Penghitungan besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian
keuntungan oleh Tim KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal
181 sampai dengan Pasal 186.
(3) Dalam hal usulan besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian
keuntungan yang diajukan oleh pihak lain lebih besar dari hasil
perhitungan Tim KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), besaran
kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan yang ditetapkan
dalam persetujuan KSP adalah sebesar usulan besaran kontribusi tetap
dan persentase pembagian keuntungan yang diajukan oleh pihak lain.
(4) Besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dijadikan nilai limit terendah
dalam pelaksanaan pemilihan mitra KSP.
Pasal 202
Pemilihan mitra KSP dilakukan oleh panitia pemilihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 85 berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 84 sampai dengan Pasal 110.
Pasal 203
(1) Bupati menerbitkan keputusan pelaksanaan KSP.
(2) Keputusan pelaksanaan KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
paling sedikit memuat:
a. objek KSP;
b. peruntukan KSP;
c. penerimaan daerah dari KSP;
d. identitas mitra KSP; dan
e. jangka waktu KSP.
Pasal 204
(1) Berdasarkan keputusan pelaksanaan KSP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 203, para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1),
menandatangani Perjanjian KSP dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun
terhitung sejak tanggal berlaku keputusan pelaksanaan KSP.
74
(2) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak keputusan
pelaksanaan KSP ditetapkan tidak ditindaklanjuti dengan
penandatanganan perjanjian KSP, keputusan pelaksanaan KSP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dinyatakan tidak berlaku.
(3) Penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan setelah mitra KSP menunjukkan bukti pembayaran kontribusi
tetap tahun pertama.
Pasal 205
(1) Mitra KSP harus melaksanakan KSP sebagaimana ditentukan dalam
perjanjian KSP.
(2) Apabila KSP dilakukan bukan dalam rangka mengoperasionalkan barang
milik daerah, maka pada saat pembangunan selesai dilaksanakan, mitra
KSP wajib:
a. menyerahkan bangunan hasil KSP beserta fasilitasnya yang
merupakan bagian dari kontribusi tetap dan pembagian keuntungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (5); dan
b. dapat langsung mengoperasionalkan hasil KSP yang dibangun sesuai
dengan perjanjian KSP.
Paragraf Kesebelas
Tata Cara Pelaksanaan KSP Barang Milik Daerah
Yang Berada Pada Pengguna Barang
Pasal 206
Tahapan pelaksanaan KSP atas barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang meliputi:
a. permohonan;
b. penelitian administrasi;
c. pembentukan Tim dan penilaian;
d. perhitungan besaran kontribusi dan persentase pembagian keuntungan;
e. persetujuan;
f. pemilihan mitra;
g. penerbitan keputusan;
h. penandatanganan perjanjian; dan
i. pelaksanaan.
Pasal 207
(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 206 huruf a, diajukan
oleh Pengguna Barang untuk memperoleh persetujuan dari Pengelola
Barang.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a. latar belakang permohonan;
b. rencana peruntukan KSP;
c. jangka waktu KSP; dan
d. usulan besaran penerimaan daerah dari KSP.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. data calon mitra KSP;
b. proposal rencana usaha KSP;
c. data barang milik daerah yang akan dijadikan objek KSP; dan
d. surat pernyataan dari Pengguna Barang.
75
(4) Surat pernyataan dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf d, menegaskan bahwa:
a. Barang milik daerah yang akan menjadi objek KSP tidak sedang
digunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD;
dan
b. pelaksanaan KSP barang milik daerah tidak akan mengganggu
pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD.
(5) Dalam hal Pengguna Barang mengusulkan penetapan mitra KSP melalui
mekanisme penunjukan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
169 ayat (4), maka pengajuan permohonan dari Pengguna Barang
kepada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai
data calon mitra KSP.
(6) Data calon mitra KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (5), meliputi:
a. nama;
b. alamat;
c. Nomor Pokok Wajib Pajak ;
d. bentuk kelembagaan, jenis kegiatan usaha, fotokopi Surat Izin
Usaha/Tanda Izin Usaha atau yang sejenis, untuk calon mitra KSP
yang berbentuk badan hukum/badan usaha.
Pasal 208
(1) Persetujuan atas permohonan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
207 ayat (1) diberikan oleh Pengelola Barang berdasarkan laporan
panitia pemilihan mitra dan laporan Tim KSP dengan
mempertimbangkan hasil penilaian.
(2) Apabila Pengelola Barang tidak menyetujui permohonan KSP tersebut,
Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna Barang disertai
dengan alasan.
(3) Pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
oleh Pengelola Barang dengan menerbitkan surat persetujuan.
(4) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling sedikit
memuat:
a. objek KSP;
b. peruntukan KSP;
c. nilai barang milik daerah yang menjadi objek KSP sebagai besaran
nilai investasi pemerintah;
d. minimal besaran kontribusi tetap;
e. minimal persentase pembagian keuntungan; dan
f. jangka waktu KSP.
(5) Berdasarkan Surat Persetujuan KSP sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), Bupati menetapkan keputusan pelaksanaan KSP.
(6) Berdasarkan keputusan pelaksanaan KSP sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1),
menandatangani perjanjian KSP dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun
terhitung sejak tanggal berlaku keputusan pelaksanaan KSP.
(7) Surat persetujuan KSP dari Pengelola Barang dinyatakan tidak berlaku
apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak ditetapkan tidak
ditindaklanjuti dengan penandatanganan surat perjanjian KSP.
(8) Penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
dilakukan setelah mitra KSP menunjukkan bukti pembayaran kontribusi
tetap tahun pertama.
76
Pasal 209
Ketentuan pelaksanaan KSP barang milik daerah yang berada pada
Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 sampai dengan
Pasal 205 mutatis mutandis berlaku untuk pelaksanaan KSP barang milik
daerah yang berada pada Pengguna Barang.
Paragraf Keduabelas
Perpanjangan Jangka Waktu KSP Yang Berada
Pada Pengelola Barang Dan Pengguna Barang
Pasal 210
(1) Permohonan perpanjangan jangka waktu KSP atas barang milik daerah
yang berada pada Pengelola Barang diajukan oleh mitra KSP kepada
Bupati paling lambat 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu
KSP.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1), dilampiri:
a. proposal perpanjangan KSP;
b. data dan kondisi objek KSP; dan
c. bukti penyetoran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dalam
5 (lima) tahun terakhir.
(3) Bupati meneliti permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta
mengevaluasi kelayakan perpanjangan pelaksanaan KSP yang telah
berlangsung.
(4) Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Bupati menyetujui usulan perpanjangan jangka waktu KSP, maka
Bupati:
a. membentuk Tim KSP; dan
b. menugaskan penilai untuk melakukan penghitungan nilai barang
milik daerah yang akan dijadikan objek KSP, besaran kontribusi
tetap, dan persentase pembagian keuntungan KSP.
(5) Tugas Tim KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, antara
lain:
a. menyiapkan perjanjian perpanjangan KSP;
b. menghitung besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian
keuntungan KSP berdasarkan dan/atau dengan mempertimbangkan
hasil Penilaian; dan
c. melaksanakan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Bupati.
Pasal 211
(1) Dalam rangka menentukan kelayakan perpanjangan jangka waktu
pelaksanaan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (3),
Bupati melalui Pengelola Barang dapat menugaskan penilai atau pihak
yang berkompeten untuk melakukan analisis kelayakan perpanjangan
pelaksanaan KSP.
(2) Penilai atau pihak yang berkompeten sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menyampaikan laporan analisis kelayakan perpanjangan yang
merupakan hasil pelaksanaan tugas kepada Bupati melalui Pengelola
Barang.
(3) Tim KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (5),
menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugas kepada Bupati melalui
Pengelola Barang.
77
(4) Apabila laporan hasil pelaksanaan tugas Tim KSP sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), menunjukkan bahwa permohonan
perpanjangan jangka waktu KSP tidak dapat disetujui, Bupati
menerbitkan surat penolakan perpanjangan jangka waktu KSP yang
ditujukan kepada mitra KSP disertai dengan alasan.
(5) Apabila laporan hasil pelaksanaan tugas Tim KSP sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), menunjukkan bahwa permohonan
perpanjangan jangka waktu KSP dapat disetujui, Bupati menerbitkan
surat persetujuan perpanjangan jangka waktu KSP yang ditujukan
kepada mitra KSP.
(6) Berdasarkan surat persetujuan perpanjangan jangka waktu KSP
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Tim KSP menyusun perjanjian
perpanjangan jangka waktu KSP sekaligus menyiapkan hal-hal teknis
yang diperlukan.
(7) Perpanjangan jangka waktu KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
berlaku pada saat penandatanganan perjanjian KSP antara Bupati
dengan mitra KSP dilakukan.
Pasal 212
(1) Permohonan perpanjangan jangka waktu KSP atas barang milik daerah
yang berada pada Pengguna Barang diajukan oleh mitra KSP kepada
Pengguna Barang.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melampirkan:
a. proposal perpanjangan KSP;
b. data dan kondisi objek KSP; dan
c. bukti penyetoran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dalam
5 (lima) tahun terakhir.
Pasal 213
(1) Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212 ayat (1),
melakukan penelitian administrasi atas permohonan perpanjangan
jangka waktu KSP yang disampaikan oleh mitra KSP.
(2) Berdasarkan hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan
perpanjangan jangka waktu KSP kepada Pengelola Barang.
(3) Permohonan perpanjangan jangka waktu KSP sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dilampirkan:
a. proposal perpanjangan KSP;
b. data dan kondisi objek KSP; dan
c. bukti penyetoran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dalam
5 (lima) tahun terakhir.
(4) Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pengelola Barang menyetujui usulan perpanjangan jangka waktu
KSP, maka Pengelola Barang:
a. membentuk Tim KSP; dan
b. menugaskan Penilai.
Pasal 214
(1) Tim KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 ayat (4) huruf a,
bertugas antara lain:
a. menyiapkan perjanjian perpanjangan KSP; dan
78
b. menghitung besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian
keuntungan KSP berdasarkan dan/atau dengan mempertimbangkan
hasil penilaian; dan
c. melaksanakan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Pengelola Barang.
(2) Tim KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyampaikan laporan
pelaksanaan tugas kepada Pengelola Barang.
(3) Apabila hasil pelaksanaan tugas Tim KSP sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan jangka waktu
KSP tidak dapat disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat
penolakan perpanjangan jangka waktu KSP yang ditujukan kepada mitra
KSP disertai dengan alasan.
(4) Apabila hasil pelaksanaan tugas Tim KSP sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan jangka waktu
KSP dapat disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan
perpanjangan jangka waktu KSP yang ditujukan kepada mitra KSP.
(5) Berdasarkan persetujuan perpanjangan jangka waktu KSP sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Tim KSP menyusun perjanjian perpanjangan
jangka waktu KSP sekaligus menyiapkan hal-hal teknis yang diperlukan.
Pasal 215
(1) Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 ayat (4) huruf b,
bertugas melakukan penghitungan nilai barang milik daerah yang akan
dijadikan objek KSP, besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian
keuntungan KSP.
(2) Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyampaikan laporan
penilaian yang merupakan hasil pelaksanaan tugas kepada Pengelola
Barang.
Pasal 216
(1) Dalam rangka menentukan kelayakan perpanjangan jangka waktu
pelaksanaan KSP atas permohonan perpanjangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 212, Pengelola Barang dapat menugaskan penilai
atau pihak yang berkompeten untuk melakukan analisis kelayakan
perpanjangan pelaksanaan KSP.
(2) Perpanjangan jangka waktu KSP berlaku pada saat penandatanganan
perjanjian KSP antara Pengelola Barang dengan mitra KSP dilakukan.
Pasal 217
(1) Dalam hal Bupati atau Pengelola Barang tidak menyetujui permohonan
perpanjangan jangka waktu KSP, objek KSP beserta sarana berikut
fasilitasnya diserahkan kepada Bupati atau Pengelola Barang pada saat
berakhirnya jangka waktu KSP sebagaimana diatur dalam perjanjian
KSP.
(2) Penyerahan objek KSP beserta sarana dan prasarananya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan Berita Acara Serah Terima
antara mitra KSP dengan:
a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola
Barang; atau
b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang.
79
Bagian Kedelapan
Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 218
(1) BGS/BSG barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. Pengguna Barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi
penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kepentingan pelayanan
umum dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan
b. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk
penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut.
(2) Bangunan dan fasilitasnya yang menjadi bagian dari hasil pelaksanaan
BGS/BSG harus dilengkapi dengan Izin Mendirikan Bangunan atas
nama pemerintah daerah.
(3) Biaya persiapan BGS/BSG yang dikeluarkan Pengelola Barang atau
Pengguna Barang sampai dengan penunjukan mitra BGS/BSG
dibebankan pada APBD.
(4) Biaya persiapan BGS/BSG yang terjadi setelah ditetapkannya mitra
BGS/BSG dan biaya pelaksanaan BGS/BSG menjadi beban mitra yang
bersangkutan.
(5) Penerimaan hasil pelaksanaan BGS/BSG merupakan penerimaan
daerah yang wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum
Daerah.
(6) BGS/BSG barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan
Bupati.
Pasal 219
(1) Penetapan status Penggunaan barang milik daerah sebagai hasil dari
pelaksanaan BGS/BSG dilaksanakan oleh Bupati, dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD terkait.
(2) Hasil pelaksanaan BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
adalah bangunan beserta fasilitas yang telah diserahkan oleh mitra
setelah berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan untuk BGS atau
setelah selesainya pembangunan untuk BSG.
Pasal 220
(1) Mitra BGS atau mitra BSG yang telah ditetapkan, selama jangka waktu
pengoperasian:
a. wajib membayar kontribusi ke rekening Kas Umum Daerah setiap
tahun sesuai besaran yang telah ditetapkan;
b. wajib memelihara objek BGS/BSG; dan
c. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan:
1. tanah yang menjadi objek BGS/BSG;
2. hasil BGS yang digunakan langsung untuk penyelenggaraan
tugas dan fungsi Pemerintah Daerah; dan/atau
3. hasil BSG.
(2) Mitra BGS barang milik daerah harus menyerahkan objek BGS kepada
Bupati pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit
oleh aparat pengawasan intern pemerintah.
80
Paragraf Kedua
Pihak Pelaksana
Pasal 221
(1) Pihak yang dapat melakukan BGS/BSG adalah Pengelola Barang.
(2) Pihak yang dapat menjadi mitra BGS/BSG meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah;
c. Swasta kecuali perorangan; dan/atau
d. Badan Hukum lainnya.
(3) Dalam hal mitra BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
membentuk konsorsium, mitra BGS/BSG harus membentuk badan
hukum Indonesia sebagai pihak yang bertindak untuk dan atas nama
mitra BGS/BSG dalam perjanjian BGS/BSG.
Paragraf Ketiga
Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Pasal 222
(1) Objek BGS/BSG meliputi:
a. barang milik daerah berupa tanah yang berada pada Pengelola
Barang; atau
b. barang milik daerah berupa tanah yang berada pada Pengguna
Barang.
(2) Dalam hal barang milik daerah berupa tanah yang status
penggunaannya berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, telah direncanakan untuk penyelenggaraan tugas
dan fungsi Pengguna Barang yang bersangkutan, BGS/BSG dapat
dilakukan setelah terlebih dahulu diserahkan kepada Bupati.
(3) BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan oleh
Pengelola Barang dengan mengikutsertakan Pengguna Barang sesuai
tugas dan fungsinya.
(4) Keikutsertaan Pengguna Barang dalam pelaksanaan BGS/BSG,
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), mulai dari tahap persiapan
pembangunan, pelaksanaan pembangunan sampai dengan penyerahan
hasil BGS/BSG.
Paragraf Keempat
Hasil Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Pasal 223
(1) Gedung, bangunan, sarana, dan fasilitasnya yang diadakan oleh mitra
BGS/BSG merupakan hasil BGS/BSG.
(2) Sarana dan fasilitas hasil BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), antara lain:
a. peralatan dan mesin;
b. jalan, irigasi dan jaringan;
c. aset tetap lainnya; dan
d. aset lainnya.
81
(3) Gedung, bangunan, sarana dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), menjadi barang milik daerah sejak diserahkan kepada
pemerintah daerah sesuai perjanjian atau pada saat berakhirnya
perjanjian.
Pasal 224
(1) Dalam pelaksanaan BGS/BSG, mitra BGS/BSG dapat melakukan
perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG.
(2) Perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sesuai dengan penyelenggaraan
tugas dan fungsi pemerintah daerah dan/atau untuk program-program
nasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara addendum perjanjian
BGS/BSG.
(4) Addendum perjanjian BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
a. tidak melebihi jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun; dan
b. menghitung kembali besaran kontribusi yang ditetapkan
berdasarkan hasil perhitungan Tim yang dibentuk oleh Bupati.
(5) Perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan setelah memperoleh
persetujuan Bupati.
Paragraf Kelima
Bentuk Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Pasal 225
BGS/BSG barang milik daerah dilaksanakan dengan bentuk:
a. BGS/BSG barang milik daerah atas tanah yang berada pada Pengelola
Barang; dan
b. BGS/BSG barang milik daerah atas tanah yang berada pada Pengguna
Barang.
Paragraf Keenam
Pemilihan Dan Penetapan Mitra Bangun Guna Serah dan
Bangun Serah Guna
Pasal 226
(1) Pemilihan mitra BGS/BSG dilakukan melalui Tender.
(2) Tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan
mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 sampai dengan 110.
Pasal 227
Hasil pemilihan mitra BGS/BSG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
82
Paragraf Ketujuh
Jangka Waktu Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Pasal 228
(1) Jangka waktu BGS/BSG paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak
perjanjian ditandatangani.
(2) Jangka waktu BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya
berlaku untuk 1 (satu) kali perjanjian dan tidak dapat dilakukan
perpanjangan.
Paragraf Kedelapan
Perjanjian Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Pasal 229
(1) Pelaksanaan BGS/BSG dituangkan dalam perjanjian.
(2) Perjanjian BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditandatangani antara Bupati dengan mitra BGS/BSG.
(3) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya
memuat:
a. dasar perjanjian;
b. identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
c. objek BGS/BSG;
d. hasil BGS/BSG;
e. peruntukan BGS/BSG;
f. jangka waktu BGS/BSG;
g. besaran kontribusi tahunan serta mekanisme pembayarannya;
h. besaran hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk tugas dan
fungsi Pengelola Barang/Pengguna Barang;
i. hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian;
j. ketentuan mengenai berakhirnya BGS/BSG;
k. sanksi;
l. penyelesaian perselisihan; dan
m. persyaratan lain yang dianggap perlu.
(4) Perjanjian BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dituangkan
dalam bentuk Akta Notaris.
(5) Penandatanganan perjanjian BGS/BSG dilakukan setelah mitra
BGS/BSG menyampaikan bukti setor pembayaran kontribusi tahunan
pertama kepada pemerintah daerah.
(6) Bukti setor pembayaran kontribusi tahunan pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), merupakan salah satu dokumen pada lampiran
yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjanjian BGS/BSG.
83
Paragraf Kesembilan
Kontribusi Tahunan, Hasil Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Yang Digunakan Langsung Untuk Tugas Dan Fungsi Pemerintah Daerah,
Penghitungan Dan Pembayarannya
Pasal 230
(1) Mitra wajib membayar kontribusi tahunan melalui penyetoran ke
Rekening Kas Umum Daerah sebagai penerimaan daerah dari
pelaksanaan BGS/BSG.
(2) Besaran kontribusi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dihitung oleh Tim yang dibentuk oleh Bupati.
Pasal 231
(1) Besaran kontribusi tahunan merupakan hasil perkalian dari besaran
persentase kontribusi tahunan dengan nilai wajar barang milik daerah
yang akan dilakukan BGS/BSG.
(2) Besaran persentase kontribusi tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati berdasarkan perhitungan
Penilai.
(3) Nilai wajar barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditentukan berdasarkan hasil penilaian oleh Penilai Pemerintah atau
Penilai Publik yang ditetapkan oleh Bupati.
(4) Dalam hal nilai barang milik daerah berbeda dengan nilai wajar hasil
penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), BGS/BSG barang milik
daerah menggunakan nilai wajar hasil penilaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
Pasal 232
(1) Besaran kontribusi tahunan pelaksanaan BGS/BSG dapat meningkat
setiap tahun dari yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 231 ayat (2).
(2) Peningkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung berdasarkan
kontribusi tahunan tahun pertama dengan memperhatikan tingkat
inflasi.
(3) Besaran kontribusi tahunan ditetapkan dalam persetujuan pelaksanaan
BGS/BSG dan dituangkan dalam perjanjian.
(4) Dalam hal usulan besaran kontribusi tahunan yang diajukan oleh calon
mitra BGS/BSG lebih besar dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh
Penilai Pemerintah, besaran kontribusi tahunan yang ditetapkan dalam
persetujuan pelaksanaan BGS/BSG dan yang dituangkan dalam
perjanjian adalah sebesar usulan besaran kontribusi tahunan dari calon
mitra BGS/BSG.
Pasal 233
(1) Pembayaran kontribusi tahunan pertama ke Rekening Kas Umum
Daerah oleh mitra BGS/BSG harus dilakukan paling lambat 2 (dua) hari
kerja sebelum penandatanganan perjanjian BGS/BSG.
(2) Pembayaran kontribusi tahunan tahun berikutnya ke Rekening Kas
Umum Daerah harus dilakukan sesuai dengan tanggal yang ditetapkan
dalam perjanjian.
84
(3) Pembayaran kontribusi tahunan pada akhir tahun perjanjian dibayarkan
paling lambat 6 (enam) bulan sebelum perjanjian berakhir.
(4) Pembayaran kontribusi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), dibuktikan dengan bukti setor.
Pasal 234
(1) Dalam jangka waktu pengoperasian BGS/BSG, paling sedikit 10%
(sepuluh persen) dari hasil BGS/BSG harus digunakan langsung oleh
Pengguna Barang untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi
pemerintahan.
(2) Besaran hasil BGS/BSG yang digunakan langsung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati
berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan rekomendasi oleh Tim
yang dibentuk oleh Bupati.
(3) Penyerahan bagian hasil BGS/BSG yang digunakan langsung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan waktu
yang ditentukan dalam perjanjian BGS/BSG.
(4) Penetapan penggunaan barang milik daerah hasil BGS/BSG yang
digunakan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
oleh Bupati.
Paragraf Kesepuluh
Berakhirnya Jangka Waktu Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Pasal 235
(1) BGS/BSG berakhir dalam hal:
a. berakhirnya jangka waktu BGS/BSG sebagaimana tertuang dalam
perjanjian BGS/BSG;
b. pengakhiran perjanjian BGS/BSG secara sepihak oleh Bupati;
c. berakhirnya perjanjian BGS/BSG; dan
d. ketentuan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakhiran BGS/BSG secara sepihak oleh Bupati sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan dalam hal mitra
BGS/BSG tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam
perjanjian dan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, antara lain:
a. mitra BGS/BSG terlambat membayar kontribusi tahunan sebanyak 3
(tiga) kali berturut-turut;
b. mitra BGS/BSG tidak membayar kontribusi tahunan sebanyak 3
(tiga) kali berturut-turut; atau
c. mitra BGS/BSG belum memulai pembangunan dan/atau tidak
menyelesaikan pembangunan sesuai dengan perjanjian, kecuali
dalam keadaan force majeure.
(3) Pengakhiran BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat
dilakukan oleh Bupati secara tertulis.
Pasal 236
(1) Pengakhiran perjanjian BGS/BSG secara sepihak oleh Bupati
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 235 ayat (1) huruf b, dilaksanakan
dengan tahapan:
a. Bupati menerbitkan teguran tertulis pertama kepada mitra
BGS/BSG;
85
b. dalam hal mitra BGS/BSG tidak melaksanakan teguran dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran
tertulis pertama, Bupati menerbitkan teguran tertulis kedua;
c. dalam hal mitra BGS/BSG tidak melaksanakan teguran kedua dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran
tertulis kedua, Bupati menerbitkan teguran tertulis ketiga yang
merupakan teguran terakhir; dan
d. dalam hal mitra BGS/BSG tidak melaksanakan teguran ketiga dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran
tertulis ketiga, Bupati menerbitkan surat pengakhiran BGS/BSG.
(2) Setelah menerima surat pengakhiran BGS/BSG sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, mitra
BGS/BSG wajib menyerahkan objek BGS/BSG kepada Bupati.
(3) Bupati meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk
melakukan audit atas objek BGS/BSG yang diserahkan oleh mitra
BGS/BSG.
(4) Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditujukan untuk memeriksa:
a. kesesuaian jumlah dan kondisi objek BGS/BSG antara yang akan
diserahkan dengan perjanjian BGS/BSG;
b. kesesuaian bangunan dan fasilitas hasil BGS/BSG antara yang akan
diserahkan dengan Perjanjian BGS/BSG; dan
c. laporan pelaksanaan BGS/BSG.
(5) Aparat pengawasan intern pemerintah melaporkan hasil audit kepada
Bupati dengan tembusan kepada mitra BGS/BSG.
(6) Mitra BGS/BSG menindaklanjuti seluruh hasil audit yang disampaikan
oleh aparat pengawasan intern pemerintah dan melaporkannya kepada
Bupati.
(7) Serah terima objek BGS/BSG dilakukan paling lambat pada saat
berakhirnya jangka waktu BGS/BSG dan dituangkan dalam Berita Acara
Serah Terima.
(8) Mitra tetap berkewajiban menindaklanjuti hasil audit dalam hal terdapat
hasil audit yang belum selesai ditindaklanjuti oleh mitra setelah
dilakukannya serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
(9) Pengakhiran sepihak BGS/BSG tidak menghilangkan kewajiban mitra
BGS/BSG untuk memenuhi kewajibannya sebagaimana tertuang dalam
perjanjian BGS/BSG.
Paragraf Kesebelas
Tata Cara Pelaksanaan Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Atas Barang Milik Daerah Berupa Tanah Yang Berada
Pada Pengelola Barang
Pasal 237
Tahapan pelaksanaan BGS/BSG atas barang milik daerah yang berada pada
Pengelola Barang, meliputi:
a. inisiatif atau permohonan;
b. penelitian administrasi;
c. pembentukan Tim dan Penilaian;
d. perhitungan besaran penerimaan daerah berupa kontribusi tahunan dan
persentase hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk tugas dan
fungsi pemerintahan;
e. pemilihan mitra;
f. penerbitan keputusan;
g. penandatanganan perjanjian; dan
86
h. pelaksanaan.
Pasal 238
BGS/BSG atas barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang
dapat dilakukan berdasarkan:
a. inisiatif Bupati; atau
b. permohonan dari pihak lain.
Pasal 239
(1) Inisiatif Bupati atas BGS/BSG Barang milik daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 238 huruf a, dituangkan dalam bentuk
rekomendasi BGS/BSG barang milik daerah.
(2) Inisiatif Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berasal dari
rencana kebutuhan yang disampaikan oleh Pengguna Barang.
Pasal 240
(1) Permohonan dari pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 238
huruf b, diusulkan kepada Bupati yang memuat:
a. latar belakang permohonan;
b. rencana peruntukan BGS/BSG;
c. jangka waktu BGS/BSG; dan
d. usulan besaran kontribusi tahunan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan:
a. data barang milik daerah yang diajukan untuk dilakukan BGS/BSG;
b. data pemohon BGS/BSG;
c. proposal rencana usaha BGS/BSG;
d. informasi lainnya berkaitan dengan usulan BGS/BSG, antara lain
informasi mengenai:
1. Rencana Umum Tata Ruang Wilayah dan penataan kota; dan
2. bukti kepemilikan atau dokumen yang dipersamakan.
Pasal 241
(1) Besaran kontribusi tahunan, dan persentase hasil BGS/BSG yang
digunakan langsung untuk tugas dan fungsi pemerintahan dihitung oleh
Tim BGS/BSG berdasarkan dan/atau mempertimbangkan nilai wajar
barang milik daerah dan analisis dari Penilai.
(2) Penghitungan hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk tugas
dan fungsi pemerintahan, dilakukan oleh Tim BGS/BSG.
(3) Apabila diperlukan, Bupati melalui Pengelola Barang dapat menugaskan
Penilai untuk melakukan perhitungan hasil BGS/BSG yang digunakan
langsung untuk tugas dan fungsi pemerintahan.
(4) Besaran kontribusi tahunan dan hasil BGS/BSG yang digunakan
langsung untuk tugas dan fungsi pemerintahan merupakan nilai limit
terendah dalam pelaksanaan pemilihan mitra.
(5) Besaran kontribusi tahunan dan hasil BGS/BSG yang digunakan
langsung untuk tugas dan fungsi pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
87
Pasal 242
(1) Mitra BGS/BSG harus melaksanakan pembangunan gedung dan
fasilitasnya sesuai dengan yang telah ditentukan dalam perjanjian
BGS/BSG.
(2) Apabila mitra BGS/BSG telah selesai melaksanakan pembangunan
gedung dan fasilitasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka:
a. mitra menyerahkan hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk
penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan sebagaimana
ditentukan dalam perjanjian BSG/BGS;
b. mitra dapat langsung mengoperasionalkan hasil BGS yang dibangun
sesuai dengan perjanjian BGS; dan
c. mitra menyerahkan hasil BSG kepada Bupati.
(3) Hasil BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, merupakan
barang milik daerah.
Pasal 243
Ketentuan mengenai pelaksanaan KSP barang milik daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 194 sampai dengan Pasal 205 mutatis mutandis
berlaku untuk pelaksanaan BGS/BSG yang berada pada Pengelola Barang.
Paragraf Keduabelas
Tata Cara Pelaksanaan Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Atas Barang Milik Daerah Berupa Tanah Yang Berada
Pada Pengguna Barang
Pasal 244
(1) Barang milik daerah berupa tanah yang berada pada Pengguna Barang
dapat dilakukan BGS/BSG berdasarkan:
a. inisiatif Pengguna Barang; atau
b. permohonan dari pihak lain.
(2) Inisiatif Pengguna Barang atas pelaksanaan BGS/BSG barang milik
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, disampaikan
dalam bentuk surat permohonan pelaksanaan BGS/BSG yang ditujukan
kepada Bupati.
(3) Permohonan dari pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, disampaikan dalam bentuk surat permohonan pelaksanaan BGS/BSG
yang ditujukan kepada Pengguna Barang.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memuat antara lain:
a. latar belakang permohonan;
b. rencana peruntukan BGS/BSG;
c. jangka waktu BGS/BSG;
d. usulan besaran kontribusi tahunan; dan
e. usulan persentase hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk
tugas dan fungsi pemerintahan.
88
Pasal 245
(1) Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan BGS/BSG
terhadap permohonan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal
244 ayat (3), kepada Bupati yang memuat:
a. latar belakang permohonan;
b. rencana peruntukan BGS/BSG;
c. jangka waktu BGS/BSG;
d. usulan besaran kontribusi tahunan; dan
e. usulan persentase hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk
tugas dan fungsi pemerintahan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai:
a. data barang milik daerah yang diajukan untuk dilakukan BGS/BSG;
b. data pemohon BGS/BSG;
c. proposal BGS/BSG;
d. data barang milik daerah yang akan dilakukan BGS/BSG; dan
e. Informasi lainnya berkaitan dengan usulan BGS/BSG.
(3) Data barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d,
menegaskan bahwa:
a. barang milik daerah yang akan dilakukan BGS/BSG tidak sedang
digunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi pokok
SKPD/unit kerja; dan
b. pelaksanaan BGS/BSG barang milik daerah tidak akan mengganggu
pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD.
(4) Informasi lainnya yang berkaitan dengan usulan BGS/BSG sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf e, antara lain informasi mengenai:
a. Rencana Umum Tata Ruang Wilayah dan penataan kota; dan
b. bukti kepemilikan atau dokumen yang dipersamakan.
(5) Apabila permohonan BGS/BSG yang diajukan oleh Pengguna Barang
bukan berdasarkan permohonan dari pemohon BGS/BSG, maka
permohonan BGS/BSG kepada Bupati tidak perlu disertai data pemohon
BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(6) Berdasarkan permohonan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (5), Pengelola Barang melakukan penelitian
administrasi atas barang milik daerah yang akan dilakukan BGS/BSG.
(7) Pengelola Barang menyampaikan hasil penelitian sebagaimana dimaksud
pada ayat (6), kepada Bupati.
Pasal 246
(1) Berdasarkan hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 245 ayat (7), Bupati dapat memberikan persetujuan atau
penolakan terhadap permohonan BGS/BSG.
(2) Apabila Bupati tidak menyetujui permohonan BGS/BSG, Bupati
menerbitkan surat penolakan yang disampaikan kepada Pengguna
Barang dengan disertai alasan.
(3) Apabila Bupati menyetujui permohonan BGS/BSG, Bupati menerbitkan
surat persetujuan.
(4) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memuat
persetujuan Bupati dan kewajiban Pengguna Barang untuk
menyerahkan barang milik daerah yang akan dijadikan sebagai objek
BGS/BSG kepada Bupati.
(5) Penyerahan objek BGS/BSG kepada Bupati sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
89
Pasal 247
(1) Penentuan rincian kebutuhan bangunan dan fasilitas yang akan
dibangun di atas objek BGS/BSG ditentukan Bupati berdasarkan
pertimbangan bersama antara Pengelola Barang dan Pengguna Barang.
(2) Ketentuan pada pelaksanaan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
194 sampai dengan Pasal 205 berlaku mutatis mutandis terhadap
pelaksanaan BGS/BSG barang milik daerah atas tanah yang berada
pada Pengguna Barang yang sudah diserahkan oleh Pengguna Barang
kepada Bupati.
Bagian Kesembilan
Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 248
KSPI atas barang milik daerah dilakukan dengan pertimbangan:
a. dalam rangka kepentingan umum dan/atau penyediaan infrastruktur
guna mendukung tugas dan fungsi pemerintahan;
b. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk
penyediaan infrastruktur; dan
c. termasuk dalam daftar prioritas program penyediaan infrastruktur yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 249
(1) Kewajiban Mitra KSPI selama jangka waktu KSPI adalah:
a. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan
barang milik daerah yang menjadi objek KSPI;
b. wajib memelihara objek KSPI dan barang hasil KSPI; dan
c. dapat dibebankan pembagian kelebihan keuntungan sepanjang
terdapat kelebihan keuntungan yang diperoleh dari yang ditentukan
pada saat perjanjian dimulai (clawback).
(2) Mitra KSPI harus menyerahkan objek KSPI dan barang hasil KSPI
kepada pemerintah daerah pada saat berakhirnya jangka waktu KSPI
sesuai perjanjian.
(3) Barang hasil KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menjadi barang
milik daerah sejak diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai
perjanjian.
(4) Penetapan mitra KSPI dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 250
Jenis Infrastruktur yang termasuk dalam daftar prioritas program
penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 huruf c,
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
90
Paragraf Kedua
Pihak Pelaksana Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
Atas Barang Milik Daerah
Pasal 251
(1) Pihak yang dapat melaksanakan KSPI adalah:
a. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengelola Barang; atau
b. Pengguna Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang.
(2) KSPI atas barang milik daerah dilakukan antara pemerintah daerah dan
badan usaha.
(3) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah badan usaha
yang berbentuk:
a. Perseroan Terbatas;
b. Badan Usaha Milik Negara;
c. Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau
d. Koperasi.
Paragraf Ketiga
PJPK Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Atas Barang Milik Daerah
Pasal 252
(1) PJPK KSPI atas barang milik daerah merupakan pihak yang ditunjuk
dan/atau ditetapkan sebagai PJPK dalam rangka pelaksanaan kerja
sama pemerintah daerah dengan badan usaha.
(2) Pihak yang dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai PJPK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), mempedomani ketentuan perturan perundangundangan.
Paragraf Keempat
Objek Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
Pasal 253
(1) Objek KSPI meliputi:
a. barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau
b. barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang.
(2) Objek KSPI atas barang milik daerah meliputi:
a. tanah dan/atau bangunan;
b. sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan; atau
c. selain tanah dan/atau bangunan.
Paragraf Kelima
Jangka Waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
Pasal 254
(1) Jangka waktu KSPI atas barang milik daerah paling lama 35 (tiga puluh
lima) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.
(2) Jangka waktu KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
91
(3) Jangka waktu KSPI atas barang milik daerah dan perpanjangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam perjanjian KSPI
atas barang milik daerah.
Pasal 255
(1) Perpanjangan jangka waktu KSPI atas barang milik daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 254 ayat (3), hanya dapat dilakukan apabila
terjadi government force majeure, seperti dampak kebijakan pemerintah
yang disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi, politik, sosial, dan
keamanan.
(2) Perpanjangan jangka waktu KSPI atas barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diajukan permohonannya paling lama 6 (enam)
bulan setelah government force majeure terjadi.
Paragraf Keenam
Hasil Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Atas Barang Milik Daerah
Pasal 256
(1) Hasil dari KSPI atas barang milik daerah terdiri atas:
a. barang hasil KSPI berupa infrastruktur beserta fasilitasnya yang
dibangun oleh mitra KSPI; dan
b. pembagian atas kelebihan keuntungan yang diperoleh dari yang
ditentukan pada saat perjanjian dimulai (clawback).
(2) Pembagian atas kelebihan keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, merupakan penerimaan pemerintah daerah yang harus
disetorkan ke rekening Kas Umum Daerah.
Pasal 257
(1) Formulasi dan/atau besaran pembagian kelebihan keuntungan
(clawback) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Penetapan besaran pembagian kelebihan keuntungan (clawback)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan
mempertimbangkan hasil kajian dari Tim KSPI yang dibentuk oleh
Bupati.
(3) Perhitungan pembagian kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mempertimbangkan antara
lain:
a. nilai investasi pemerintah daerah;
b. nilai investasi mitra KSPI;
c. resiko yang ditanggung mitra KSPI; dan
d. karakteristik infrastruktur.
Paragraf Ketujuh
Infrastruktur Hasil Pemanfaatan Barang Milik Daerah
Dalam Rangka Penyediaan Infrastrukur
Pasal 258
(1) Infrastruktur yang menjadi hasil kegiatan KSPI atas barang milik daerah
berupa:
a. bangunan konstruksi infrastruktur beserta sarana dan prasarana;
92
b. pengembangan infrastruktur berupa penambahan dan/atau
peningkatan terhadap kapasitas, kuantitas dan/atau kualitas
infrastruktur; dan/atau
c. hasil penyediaan infrastruktur berupa penambahan dan/atau
peningkatan terhadap kapasitas, kuantitas dan/atau kualitas
infrastruktur lainnya.
(2) Mitra KSPI menyerahkan infrastruktur yang menjadi hasil kegiatan KSPI
atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai
perjanjian atau pada saat berakhirnya perjanjian.
(3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh mitra
KSPI atas barang milik daerah kepada PJPK.
Pasal 259
(1) PJPK menyerahkan barang milik daerah yang diterima dari mitra KSPI
atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 ayat
(3), kepada Bupati.
(2) Barang hasil KSPI atas barang milik daerah berupa infrastruktur beserta
fasilitasnya menjadi barang milik daerah sejak diserahkan kepada
pemerintah daerah.
Paragraf Kedelapan
Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Atas Barang
Milik Daerah Pada Pengelola Barang
Pasal 260
Tahapan pelaksanaan KSPI atas barang milik daerah yang berada pada
Pengelola Barang meliputi:
a. permohonan;
b. penelitian administrasi;
c. pembentukan Tim dan penilaian;
d. perhitungan besaran penerimaan daerah dari KSPI berupa pembagian
kelebihan keuntungan (clawback);
e. penerbitan keputusan;
f. penyerahan barang milik daerah dari Bupati kepada Penanggung Jawab
proyek KSPI;
g. pemilihan mitra;
h. penandatanganan perjanjian;
i. pelaksanaan;
j. pengamanan dan pemeliharaan;
k. pembayaran bagian atas kelebihan keuntungan (clawback), jika ada; dan
l. pengakhiran.
Pasal 261
(1) KSPI atas barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang dapat
dilakukan berdasarkan permohonan dari Pengelola Barang yang
disampaikan secara tertulis kepada Bupati.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya
memuat data dan informasi mengenai:
a. identitas PJPK, termasuk dasar penetapan/ penunjukkannya;
b. latar belakang permohonan;
c. barang milik daerah yang diajukan untuk dilakukan KSPI, antara
lain jenis, nilai, dan kuantitas barang milik daerah;
93
d. rencana peruntukan KSPI;
e. jangka waktu KSPI; dan
f. estimasi besaran pembagian kelebihan keuntungan (clawback).
Pasal 262
(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 261 ayat (2), dilengkapi
dokumen pendukung berupa:
a. proposal pra kelayakan studi (pra feasibility study) proyek KSPI;
b. surat pernyataan kesediaan menjadi PJPK KSPI; dan
c. surat kelayakan penyediaan infrastruktur dari
Kementerian/Lembaga dan/atau Dinas Teknis sesuai kententuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, paling
sedikit memuat:
a. data dan informasi mengenai PJPK KSPI;
b. dasar penunjukan/penetapan;
c. barang milik daerah yang direncanakan untuk dijadikan sebagai
objek KSPI;
d. kesediaan dan kesanggupan untuk menjadi PJPK KSPI; dan
e. kesediaan melaksanakan proses KSPI sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 263
(1) Bupati melakukan penelitian administrasi atas permohonan KSPI yang
diajukan oleh PJPK.
(2) Apabila berdasarkan hasil penelitian administrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), menunjukkan bahwa barang milik daerah
dapat dilakukan KSPI, maka Bupati:
a. membentuk Tim KSPI; dan
b. menugaskan Penilai untuk melakukan penilaian barang milik daerah
yang akan dilakukan KSPI guna mengetahui nilai wajar atas barang
milik daerah bersangkutan.
Pasal 264
(1) Tim KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) huruf a,
berjumlah gasal dan beranggotakan antara lain:
a. Pengelola Barang;
b. Perwakilan dari SKPD terkait; dan
c. Perwakilan dari SKPD yang membidangi pengelolaan barang milik
daerah.
(2) Tugas Tim KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. melakukan kajian atas barang milik daerah yang diusulkan menjadi
objek KSPI;
b. melakukan kajian atas besaran penerimaan daerah dari KSPI,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 256 ayat (1) huruf b; dan
c. melaksanakan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Bupati.
(3) Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Tim KSPI
dibebankan pada APBD.
(4) Tim KSPI dapat meminta masukan kepada Penilai atau pihak yang
berkompeten dalam rangka pelaksanaan tugas.
94
Pasal 265
(1) Perhitungan besaran pembagian kelebihan keuntungan (clawback)
dilakukan oleh Tim KSPI sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 257.
(2) Bupati menetapkan besaran bagian Pemerintah dalam pembagian
kelebihan keuntungan (clawback) dengan mempertimbangkan
perhitungan Tim KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam surat
persetujuan KSPI.
(3) Besaran bagian pemerintah daerah dalam pembagian kelebihan
keuntungan (clawback) yang ditetapkan Bupati sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dicantumkan dalam dokumen tender.
Pasal 266
(1) Bupati menerbitkan Keputusan KSPI apabila permohonan KSPI dianggap
layak, dengan mempertimbangkan hasil pelaksanaan tugas Tim KSPI.
(2) Keputusan KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurangkurangnya memuat:
a. data barang milik daerah yang menjadi objek KSPI;
b. peruntukan KSPI, termasuk kelompok/jenis infrastruktur;
c. besaran pembagian kelebihan keuntungan (clawback);
d. jangka waktu KSPI atas barang milik daerah; dan
e. penunjukan PJPK KSPI atas barang milik daerah.
(3) Salinan Keputusan KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
disampaikan kepada Pengelola Barang.
(4) Apabilla permohonan KSPI dianggap tidak layak, Bupati
memberitahukan kepada pemohon disertai alasannya.
Pasal 267
(1) Bupati menyerahkan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI
kepada PJPK penyediaan infrastruktur berdasarkan Keputusan Bupati
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (1).
(2) Penyerahan dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Berita Acara
Serah Terima yang ditandatangani oleh Bupati dan PJPK penyediaan
infrastruktur.
(3) Penyerahan objek KSPI kepada PJPK penyediaan infrastruktur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dalam rangka KSPI atas
barang milik daerah dan bukan sebagai pengalihan kepemilikan barang
milik daerah.
Pasal 268
(1) PJPK penyediaan infrastruktur atas barang milik daerah menetapkan
mitra KSPI berdasarkan hasil tender dari proyek kerjasama sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama
pemerintah dalam penyediaan infrastruktur.
(2) Penetapan mitra KSPI dilaporkan oleh PJPK penyediaan infrastruktur
atas barang milik daerah kepada Bupati paling lama 1 (satu) bulan
setelah tanggal ditetapkan.
Pasal 269
(1) PJPK Penyediaan Infrastruktur menandatangani perjanjian KSPI dengan
mitra KSPI yang ditetapkan dari hasil tender.
95
(2) Penandatanganan perjanjian KSPI dilakukan paling lama 2 (dua) tahun
terhitung sejak tanggal berlakunya Keputusan KSPI.
Pasal 270
(1) Berdasarkan perjanjian KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 269
ayat (1), PJPK Penyediaan Infrastruktur menyerahkan barang milik
daerah yang menjadi objek KSPI kepada mitra KSPI.
(2) Penyerahan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI kepada mitra
KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Berita
Acara Serah Terima yang ditandatangani oleh PJPK Penyediaan
Infrastruktur dan mitra KSPI.
(3) Penyerahan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), hanya dalam rangka pemanfaatan barang milik
daerah dan bukan sebagai pengalihan kepemilikan barang milik daerah.
Pasal 271
(1) PJPK Penyediaan Infrastruktur melaporkan pelaksanaan
penandatanganan perjanjian KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal
269 ayat (1), dan penyerahan barang milik daerah kepada mitra KSPI
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 270 ayat (1), kepada Bupati dengan
melampirkan salinan perjanjian KSPI dan salinan Berita Acara Serah
Terima.
(2) Dalam hal jangka waktu sudah terlewati dan perjanjian belum
ditandatangani, Keputusan KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal
269 ayat (2), dinyatakan tidak berlaku.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
sepanjang lewat waktu tidak disebabkan oleh hal yang dilakukan oleh
mitra KSPI, penandatanganan perjanjian dilakukan paling lama 3 (tiga)
tahun terhitung sejak berlakunya keputusan KSPI atas barang milik
daerah.
Pasal 272
(1) Perjanjian KSPI atas barang milik daerah paling rendah memuat:
a. dasar perjanjian;
b. identitas para pihak;
c. barang milik daerah yang menjadi objek pemanfaatan;
d. peruntukan pemanfaatan;
e. hak dan kewajiban;
f. jangka waktu pemanfaatan;
g. besaran penerimaan serta mekanisme pembayaran;
h. ketentuan mengenai berakhirnya pemanfaatan;
i. sanksi; dan
j. penyelesaian perselisihan.
(2) Perjanjian KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dituangkan dalam bentuk Akta Notaris.
Pasal 273
(1) Mitra KSPI atas barang milik daerah wajib melakukan pengamanan dan
pemeliharaan atas:
a. barang milik daerah yang menjadi objek KSPI; dan
b. barang hasil KSPI atas barang milik daerah berdasarkan perjanjian.
96
(2) Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditujukan untuk
mencegah terjadinya penurunan fungsi dan hilangnya barang milik
daerah yang menjadi objek dan hasil KSPI atas barang milik daerah.
(3) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditujukan untuk
menjaga kondisi dan memperbaiki barang milik daerah yang menjadi
objek KSPI dan hasil KSPI atas barang milik daerah agar selalu dalam
keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan
berhasil guna.
(4) Perbaikan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
harus sudah selesai dilaksanakan paling lambat pada saat berakhirnya
jangka waktu KSPI.
(5) Seluruh biaya pengamanan dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), menjadi beban mitra KSPI.
Pasal 274
(1) Mitra KSPI dilarang mendayagunakan barang milik daerah yang menjadi
objek KSPI selain untuk peruntukan KSPI sesuai perjanjian.
(2) Mitra KSPI dilarang menjaminkan atau menggadaikan barang milik
daerah objek KSPI.
Pasal 275
(1) Bagian pemerintah daerah atas pembagian kelebihan keuntungan
(clawback) disetorkan oleh mitra KSPI ke rekening Kas Umum Daerah
paling lambat 31 maret.
(2) Bagian pemerintah daerah atas pembagian kelebihan keuntungan
(clawback) yang terjadi pada tahun terakhir dalam jangka waktu
perjanjian KSPI disetorkan oleh mitra KSPI ke rekening Kas Umum
Daerah paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum berakhirnya jangka
waktu perjanjian.
(3) Bagian pemerintah daerah atas pembagian kelebihan keuntungan
(clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disetorkan oleh mitra
KSPI sepanjang terdapat kelebihan keuntungan (clawback) yang
diperoleh dari yang ditentukan pada saat perjanjian KSPI dimulai.
Pasal 276
KSPI atas barang milik daerah berakhir dalam hal:
a. berakhirnya jangka waktu KSPI atas barang milik daerah;
b. pengakhiran perjanjian KSPI atas barang milik daerah secara sepihak
oleh Bupati; atau
c. ketentuan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 277
(1) Pengakhiran secara sepihak oleh Bupati sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 276 huruf b, dapat dilakukan dalam hal mitra KSPI atas barang
milik daerah:
a. tidak membayar pembagian kelebihan keuntungan dari KSPI atas
barang milik daerah yang ditentukan pada saat perjanjian dimulai
(clawback); atau
b. tidak memenuhi kewajiban selain dari sebagaimana dimaksud dalam
huruf a sebagaimana tertuang dalam perjanjian.
97
(2) Pengakhiran KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilakukan oleh Bupati berdasarkan hasil pertimbangan Pengelola Barang
dan/atau Pengguna Barang secara tertulis.
Pasal 278
(1) Pengakhiran perjanjian KSPI secara sepihak oleh Bupati sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 277, diawali dengan penerbitan teguran tertulis
pertama kepada mitra KSPI oleh Bupati.
(2) Apabila mitra KSPI tidak melaksanakan teguran pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
teguran tertulis pertama diterbitkan, Bupati menerbitkan teguran tertulis
kedua.
(3) Apabila mitra KSPI tidak melaksanakan teguran kedua sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
teguran tertulis kedua diterbitkan, Bupati menerbitkan teguran tertulis
ketiga yang merupakan teguran terakhir.
(4) Apabila mitra KSPI tidak melaksanakan teguran ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
teguran tertulis ketiga diterbitkan, Bupati menerbitkan surat
pengakhiran KSPI.
(5) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
serta surat pengakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditembuskan kepada PJPK.
(6) Mitra KSPI harus menyerahkan objek KSPI kepada Bupati dengan
tembusan PJPK berdasarkan surat pengakhiran KSPI atas barang milik
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam jangka waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari setelah menerima surat pengakhiran perjanjian
KSPI.
Pasal 279
(1) Mitra KSPI harus melaporkan akan mengakhiri KSPI paling lambat 2
(dua) tahun sebelum jangka waktu KSPI berakhir kepada PJPK.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
audit oleh auditor independen/aparat pengawasan intern pemerintah
atas pelaksanaan KSPI atas barang milik daerah berdasarkan
permintaan PJPK.
(3) Auditor independen/aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), menyampaikan hasil audit kepada PJPK
penyediaan infrastruktur atas barang milik daerah.
(4) PJPK menyampaikan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
kepada mitra KSPI.
(5) Mitra KSPI menindaklanjuti hasil audit sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), dan melaporkannya kepada PJPK.
Pasal 280
(1) Mitra KSPI menyerahkan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI
pada saat berakhirnya KSPI kepada PJPK dalam keadaan baik dan layak
digunakan secara optimal sesuai fungsi dan peruntukannya.
(2) Dalam hal terdapat infrastruktur hasil KSPI atas barang milik daerah,
mitra KSPI wajib menyerahkannya bersamaan dengan penyerahan objek
KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
98
Pasal 281
Dalam hal masih terdapat hasil audit yang belum selesai ditindaklanjuti oleh
mitra KSPI setelah dilakukan serah terima sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 280, Mitra KSPI tetap berkewajiban menindaklanjutinya sampai
dengan selesai.
Pasal 282
(1) PJPK melaporkan kepada Bupati:
a. berakhirnya KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276;
b. hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 279 ayat (3); dan
c. hasil audit yang belum diselesaikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 281.
(2) PJPK menyerahkan kepada Bupati:
a. objek KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1); dan
b. hasil KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2).
Paragraf Kesembilan
Penatausahaan
Pasal 283
(1) Pengelola Barang melakukan penatausahaan atas pelaksanaan KSPI atas
barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang.
(2) Pengguna Barang melakukan penatausahaan atas pelaksanaan KSPI
atas barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang.
Pasal 284
(1) Mitra KSPI melaporkan secara tertulis hasil penyetoran pendapatan
daerah atas KSPI kepada Bupati sesuai perjanjian dengan dilampiri bukti
penyetoran pendapatan daerah.
(2) Bukti penyetoran pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), merupakan dokumen sumber pelaksanaan penatausahaan KSPI.
Paragraf Kesepuluh
Sanksi Dan Denda
Pasal 285
(1) Dalam hal mitra KSPI terlambat melakukan pembayaran atau
melakukan pembayaran namun tidak sesuai dengan ketentuan atas
pembagian keuntungan KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 275,
mitra KSPI atas barang milik daerah wajib membayar denda
sebagaimana diatur dalam naskah perjanjian.
(2) Pembayaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
melalui penyetoran ke Rekening Kas Umum Daerah.
Pasal 286
(1) Dalam hal barang milik daerah yang menjadi objek KSPI tidak dipelihara
dengan baik sesuai ketentuan pada perjanjian, mitra KSPI memperbaiki
sampai pada kondisi sesuai dengan yang diperjanjikan.
99
(2) Perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus sudah selesai
dilaksanakan paling lambat pada saat berakhirnya masa KSPI atas
barang milik daerah.
Pasal 287
(1) Dalam hal barang milik daerah yang menjadi objek KSPI hilang selama
pelaksanaan masa KSPI akibat kesalahan atau kelalaian mitra KSPI,
mitra wajib mengganti objek dan hasil KSPI dengan barang yang sama
atau barang yang sejenis dan setara.
(2) Penggantian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
harus sudah selesai dilaksanakan paling lambat pada saat berakhirnya
KSPI.
Pasal 288
(1) Dalam hal perbaikan dan/atau penggantian barang milik daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 286 dan Pasal 287 tidak dapat
dilakukan, mitra KSPI membayar biaya perbaikan dan/atau penggantian
tersebut secara tunai.
(2) Penentuan besaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan oleh PJPK.
Pasal 289
Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 288 ayat (1),
dilakukan dengan cara menyetorkan ke Rekening Kas Umum Daerah paling
lama 1 (satu) bulan terhitung sejak adanya penetapan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 288 ayat (2).
Pasal 290
Mitra dikenakan sanksi administratif berupa surat teguran dalam hal:
a. belum melakukan perbaikan dan/atau penggantian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 288 dan Pasal 289 pada saat berakhirnya KSPI;
atau
b. belum menyerahkan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI
dan/atau hasil pemanfaatan pada saat berakhirnya KSPI.
Pasal 291
(1) Dalam hal perbaikan, penggantian, dan/atau penyerahan barang milik
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 289 belum dilakukan
terhitung 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat teguran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 290, mitra dikenakan sanksi administratif berupa
surat peringatan.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mitra dikenakan
sanksi administratif berupa denda sebagaimana diatur dalam naskah
perjanjian.
Pasal 292
Dalam hal denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 291 ayat (2), tidak
dilunasi mitra KSPI, maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
100
Paragraf Kesebelas
Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
Atas Barang Milik Daerah Pada Pengguna Barang
Pasal 293
Tata cara pelaksanaan KSPI pada Pengelola Barang mulai dari Pasal 260
sampai dengan Pasal 292 berlaku mutatis mutandis terhadap tata cara
pelaksanaan KSPI pada Pengguna Barang.
Pasal 294
Bupati melakukan penelitian administrasi terhadap barang milik daerah
yang berada pada Pengguna Barang dengan dilampiri surat pernyataan dari
Pengguna Barang bahwa barang milik daerah yang menjadi objek KSPI tidak
sedang digunakan atau tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi
Pengguna Barang.
BAB VIII
PENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN
Bagian Pertama
Pengamanan
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 295
(1) Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau kuasa Pengguna Barang
wajib melakukan pengamanan barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya.
(2) Pengamanan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. pengamanan fisik;
b. pengamanan administrasi; dan
c. pengamanan hukum.
Pasal 296
(1) Bukti kepemilikan barang milik daerah wajib disimpan dengan tertib dan
aman.
(2) Penyimpanan bukti kepemilikan barang milik daerah dilakukan oleh
Pengelola Barang.
Pasal 297
Bupati dapat menetapkan kebijakan asuransi atau pertanggungan dalam
rangka pengamanan barang milik daerah tertentu dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.
Paragraf Kedua
Tata Cara Pengamanan Tanah
Pasal 298
(1) Pengamanan fisik tanah dilakukan dengan antara lain:
a. memasang tanda letak tanah dengan membangun pagar batas;
101
b. memasang tanda kepemilikan tanah; dan
c. melakukan penjagaan.
(2) Pengamanan fisik tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan
pemerintah daerah dan kondisi/letak tanah yang bersangkutan
(3) Pengamanan administrasi tanah dilakukan dengan:
a. menghimpun, mencatat, menyimpan, dan menatausahakan dokumen
bukti kepemilikan tanah secara tertib dan aman; dan
b. melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. melengkapi bukti kepemilikan dan/atau menyimpan sertifikat
tanah;
2. membuat kartu identitas barang;
3. melaksanakan inventarisasi/sensus barang milik daerah sekali
dalam 5 (lima) tahun serta melaporkan hasilnya; dan
4. mencatat dalam Daftar Barang Pengelola/Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna.
(4) Pengamanan hukum dilakukan terhadap:
a. tanah yang belum memiliki sertifikat; dan
b. tanah yang sudah memiliki sertifikat namun belum atas nama
pemerintah daerah.
Pasal 299
Pembangunan pagar batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 298 ayat (1)
huruf a, belum dapat dilakukan dikarenakan keterbatasan anggaran, maka
pemasangan tanda letak tanah dilakukan melalui pembangunan patok
penanda batas tanah.
Pasal 300
Tanda kepemilikan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 298 ayat (1)
huruf b, dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:
a. berbahan material yang tidak mudah rusak;
b. diberi tulisan tanda kepemilikan;
c. gambar lambang pemerintah daerah; dan
d. informasi lain yang dianggap perlu.
Pasal 301
(1) Pengamanan hukum terhadap tanah yang belum memiliki sertifikat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 298 ayat (4) huruf a, dilakukan
dengan cara:
a. apabila barang milik daerah telah didukung oleh dokumen awal
kepemilikan, antara lain berupa Letter C, akta jual beli, akte hibah,
atau dokumen setara lainnya, maka Pengelola Barang/Pengguna
Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang segera mengajukan
permohonan penerbitan sertifikat atas nama pemerintah daerah
kepada Badan Pertanahan Nasional/Kantor Wilayah Bad an
Pertanahan Nasional setempat/Kantor Pertanahan setempat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. apabila barang milik daerah tidak didukung dengan dokumen
kepemilikan, Pengelola Barang/Pengguna Barang dan/atau Kuasa
Pengguna Barang mengupayakan untuk memperoleh dokumen awal
kepemilikan seperti riwayat tanah.
102
(2) Pengamanan hukum terhadap tanah yang sudah bersertifikat namun
belum atas nama pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 298 ayat (4) huruf b, dilakukan dengan cara Pengelola
Barang/Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang segera
mengajukan permohonan perubahan nama sertifikat hak atas tanah
kepada kantor pertanahan setempat menjadi atas nama Pemerintah
Daerah.
Paragraf Ketiga
Tata Cara Pengamanan Gedung dan/atau Bangunan
Pasal 302
(1) Pengamanan fisik gedung dan/atau bangunan dilakukan sebagai
berikut:
a. membangun pagar pembatas gedung dan/atau bangunan;
b. memasang tanda kepemilikan berupa papan nama;
c. melakukan tindakan antisipasi untuk mencegah/menanggulangi
terjadinya kebakaran;
d. gedung dan/atau bangunan yang memiliki fungsi strategis atau yang
berlokasi tertentu dengan tugas dan fungsi melakukan pelayanan
langsung kepada masyarakat dapat memasang Closed-Circuit
Television ; dan
e. menyediakan satuan pengamanan dengan jumlah sesuai fungsi dan
peruntukkan gedung dan/atau bangunan sesuai kondisi lokasi
gedung dan/atau bangunan tersebut.
(2) Pengamanan fisik terhadap barang milik daerah berupa gedung
dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan memperhatikan skala prioritas dan kemampuan keuangan
pemerintah daerah.
(3) Skala prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. fungsi penggunaan bangunan;
b. lokasi bangunan; dan
c. unsur nilai strategis bangunan.
(4) Pengamanan administrasi gedung dan/atau bangunan dilakukan dengan
menghimpun, mencatat, menyimpan, dan menatausahakan secara tertib
dan teratur atas dokumen sebagai berikut:
a. dokumen kepemilikan berupa Surat Izin Mendirikan Bangunan;
b. keputusan penetapan status penggunaan gedung dan/atau
bangunan;
c. daftar Barang Kuasa Pengguna berupa gedung dan/atau bangunan;
d. daftar Barang Pengguna berupa gedung dan/atau bangunan;
e. daftar Barang Pengelola berupa gedung dan/atau bangunan;
f. Berita Acara Serah Terima; dan
g. dokumen terkait lainnya yang diperlukan.
(5) Pengamanan hukum gedung dan/atau bangunan:
a. melakukan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan, bagi bangunan
yang belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan; dan
b. mengusulkan penetapan status penggunaan.
103
Paragraf Keempat
Tata Cara Pengamanan Kendaraan Dinas
Pasal 303
(1) Kendaraan Dinas terdiri dari:
a. kendaraan perorangan dinas, yaitu kendaraan bermotor yang
digunakan bagi pemangku jabatan:
1. Bupati;
2. Wakil Bupati.
b. kendaraan dinas jabatan, yaitu kendaraan yang disediakan dan
dipergunakan pejabat untuk kegiatan operasional perkantoran; dan
c. kendaraan dinas operasional disediakan dan dipergunakan untuk
pelayanan operasional khusus, lapangan, dan pelayanan umum.
(2) Pengamanan fisik kendaraan dinas dilakukan terhadap:
a. kendaraan perorangan dinas;
b. kendaraan dinas jabatan; dan
c. kendaraan dinas operasional.
Pasal 304
(1) Pengamanan fisik terhadap kendaraan perorangan dinas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 303 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan membuat
Berita Acara Serah Terima kendaraan antara Pengguna Barang/Kuasa
Pengguna Barang yang melakukan penatausahaan kendaraan
perorangan dinas dengan Pejabat yang menggunakan kendaraan
perorangan dinas.
(2) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berisi
klausa antara lain:
a. pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dengan keterangan,
antara lain nomor polisi, merek, tahun perakitan kendaraan, kode
barang kendaraan dinas perorangan, dan rincian perlengkapan yang
melekat pada kendaraan tersebut;
b. pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dinas dengan seluruh
risiko yang melekat atas kendaraan dinas tersebut;
c. pernyataan untuk mengembalikan kendaraan setelah berakhirnya
jangka waktu penggunaan atau masa jabatan telah berakhir kepada
Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang yang melakukan
penatausahaan kendaraan perorangan dinas;
d. pengembalian kendaraan perorangan dinas diserahkan pada saat
berakhirnya masa jabatan sesuai yang tertera dalam berita acara
serah terima kendaraan.
(3) Pengembalian kendaraan perorangan dinas dituangkan dalam berita
acara penyerahan.
(4) Kehilangan Kendaraan Perorangan Dinas menjadi tanggung jawab
penanggung jawab kendaraan dengan sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan.
Pasal 305
(1) Pengamanan fisik terhadap kendaraan dinas jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 304 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan membuat
Berita Acara Serah Terima kendaraan antara:
a. Pengelola Barang dengan Pengguna Barang yang menggunakan
kendaraan Dinas Jabatan Pengguna Barang;
104
b. Pengguna Barang dengan Kuasa Pengguna Barang yang
menggunakan kendaraan jabatan Kuasa Pengguna Barang; dan
c. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dengan pejabat yang
menggunakan kendaraan dinas jabatan.
(2) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi
klausa antara lain:
a. pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dengan keterangan
antara lain: nomor polisi, merek, tahun perakitan kendaraan, kode
barang, dan rincian perlengkapan yang melekat pada kendaraan
tersebut;
b. pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dinas dengan seluruh
risiko yang melekat atas kendaraan dinas jabatan tersebut;
c. pernyataan untuk mengembalikan kendaraan setelah berakhirnya
jangka waktu penggunaan atau masa jabatan telah berakhir; dan
d. pengembalian kendaraan dinas jabatan diserahkan pada saat
berakhirnya masa jabatan sesuai yang tertera dalam berita acara
serah terima kendaraan.
(3) Pengembalian kendaraan dinas jabatan dituangkan dalam berita acara
penyerahan kembali.
(4) Kehilangan Kendaraan Dinas Jabatan menjadi tanggung jawab
penanggung jawab kendaraan dengan sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 306
(1) Pengamanan fisik terhadap kendaraan dinas operasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 303 ayat (2) huruf c, dilakukan dengan membuat
surat pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dinas operasional dan
ditandatangani oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dengan
penanggung jawab kendaraan dinas operasional.
(2) Surat pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat sebagai berikut:
a. nomor polisi, merek, tahun perakitan kendaraan, kode barang, dan
perlengkapan kendaraan;
b. pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dinas operasional dengan
seluruh risiko yang melekat atas kendaraan dinas;
c. pernyataan untuk mengembalikan kendaraan dinas segera setelah
jangka waktu penggunaan berakhir;
d. pengembalian kendaraan dinas operasional dituangkan dalam berita
acara penyerahan kembali; dan
e. menyimpan kendaraan dinas operasional pada tempat yang
ditentukan.
(3) Apabila kendaraan dinas yang hilang sebagai akibat dari kesalahan atau
kelalaian atau penyimpangan dari ketentuan, maka
Pejabat/penanggung jawab yang menggunakan kendaraan dinas sebagai
penanggung jawab kendaraan dinas dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 307
(1) Pengamanan administrasi kendaraan dinas dilakukan, dengan
menghimpun, mencatat, menyimpan, dan menatausahakan secara tertib
dan teratur atas dokumen sebagai berikut:
a. bukti pemilik kendaraan bermotor;
b. fotokopi surat tanda nomor kendaraan;
105
c. Berita Acara Serah Terima;
d. kartu pemeliharaan;
e. data daftar barang; dan
f. dokumen terkait lainnya yang diperlukan.
(2) Pengamanan hukum kendaraan dinas dilakukan sebagai berikut:
a. melakukan pengurusan semua dokumen kepemilikan kendaraan
bermotor, seperti bukti pemilik kendaraan bermotor dan surat tanda
nomor kendaraan, termasuk pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor;
dan
b. melakukan pemprosesan Tuntutan Ganti Rugi yang dikenakan pada
pihak-pihak yang bertanggungjawab atas kehilangan kendaraan
dinas bermotor.
Paragraf Kelima
Tata Cara Pengamanan Rumah Negara
Pasal 308
(1) Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dilarang
menelantarkan rumah negara.
(2) Pengamanan fisik rumah negara dilakukan sebagai berikut:
a. pemasangan patok; dan/atau
b. pemasangan papan nama.
(3) Pemasangan papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
meliputi :
a. logo pemerintah daerah; dan
b. nama pemerintah daerah.
Pasal 309
(1) Setiap rumah negara diberi patok dari bahan material yang tidak mudah
rusak, dengan ukuran panjang dan tinggi disesuaikan dengan kondisi
setempat.
(2) Setiap rumah negara dipasang papan nama kepemilikan pemerintah
daerah.
Pasal 310
(1) Pengamanan fisik terhadap barang milik daerah berupa rumah negara
dilakukan dengan membuat Berita Acara Serah Terima rumah negara.
(2) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan oleh:
a. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang yang melakukan
penatausahaan rumah negara dengan pejabat negara atau pemegang
jabatan tertentu yang menggunakan rumah negara pejabat negara
atau pemegang jabatan tertentu;
b. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang yang melakukan
penatausahaan rumah negara dengan Pengelola Barang yang
menggunakan rumah negara jabatan Pengelola Barang;
c. Pengelola Barang dengan Pengguna Barang yang menggunakan
rumah negara jabatan Pengguna Barang;
d. Pengguna Barang dengan Kuasa Pengguna Barang yang
menggunakan rumah negara jabatan Kuasa Pengguna Barang; dan
106
e. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dengan penanggung
jawab rumah negara yang dalam penguasaan Pengguna
Barang/Kuasa Pengelola Barang.
(3) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
memuat sebagai berikut:
a. pernyataan tanggung jawab atas rumah negara dengan keterangan
jenis golongan, luas, kode barang rumah negara, dan kode barang
sarana/prasarana rumah negara dalam hal rumah negara tersebut
dilengkapi dengan sarana/prasarana di dalamnya;
b. pernyataan tanggung jawab atas rumah negara dengan seluruh risiko
yang melekat atas rumah negara;
c. pernyataan untuk mengembalikan rumah negara setelah berakhirnya
jangka waktu Surat Izin Penghunian atau masa jabatan telah
berakhir kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang;
d. pengembalian rumah negara yang diserahkan kembali pada saat
berakhirnya masa jabatan atau berakhirnya Surat Izin Penghunian
kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang;
e. pengembalian sarana/prasarana apabila rumah negara dilengkapi
sarana/prasarana sesuai Berita Acara Serah Terima dan diserahkan
kembali pada saat berakhirnya masa jabatan atau berakhirnya Surat
Izin Penghunian kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa
Pengguna Barang; dan
f. penyerahan kembali dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
Pasal 311
(1) Kewajiban penghuni rumah negara meliputi:
a. memelihara rumah negara dengan baik dan bertanggung jawab,
termasuk melakukan perbaikan ringan atas rumah negara
bersangkutan; dan
b. menyerahkan rumah negara dalam kondisi baik kepada pejabat yang
berwenang paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan
terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan pencabutan Surat Izin
Penghunian.
(2) Penghuni rumah negara dilarang untuk:
a. mengubah sebagian atau seluruh bentuk rumah tanpa izin tertulis
dari pejabat yang berwenang pada SKPD yang bersangkutan;
b. menggunakan rumah negara tidak sesuai dengan fungsi dan
peruntukkannya;
c. meminjamkan atau menyewakan rumah negara, baik sebagian
maupun keseluruhannya, kepada pihak lain;
d. menyerahkan rumah negara, baik sebagian maupun keseluruhannya,
kepada pihak lain;
e. menjaminkan rumah negara atau menjadikan rumah negara sebagai
agunan atau bagian dari pertanggungan utang dalam bentuk
apapun; dan
f. menghuni rumah negara dalam satu daerah yang sama bagi masingmasing suami/istri yang berstatus Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 312
(1) Penetapan Status Penggunaan barang milik daerah berupa rumah
negara ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
107
(2) Hak penghunian rumah negara berlaku sebagaimana ditetapkan dalam
Surat Izin Penghunian, kecuali ditentukan lain dalam keputusan
pencabutan Surat Izin Penghunian.
(3) Surat Izin Penghunian untuk rumah negara golongan I ditetapkan oleh
Pengelola Barang.
(4) Surat Izin Penghunian untuk rumah negara golongan II dan golongan III
ditetapkan oleh Pengguna Barang.
(5) Surat Izin Penghunian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4),
sekurang-kurangnya harus mencantumkan:
a. Nama pegawai/nama pejabat, Nomor Induk Pegawai, dan jabatan
calon penghuni rumah negara;
b. masa berlaku penghunian;
c. pernyataan bahwa penghuni bersedia memenuhi kewajiban yang
melekat pada rumah negara; dan
d. menerbitkan pencabutan Surat Izin Penghunian terhadap penghuni,
yang dilakukan:
1. paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak saat meninggal
dunia, bagi penghuni yang meninggal dunia;
2. paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak keputusan
pemberhentian, bagi penghuni yang berhenti atas kemauan
sendiri atau yang dikenakan hukuman disiplin pemberhentian;
3. paling lambat 2 (dua) minggu terhitung sejak saat terbukti
adanya pelanggaran, bagi penghuni yang melanggar larangan
penghunian rumah negara yang dihuninya; dan
4. paling lambat 6 (enam) bulan sebelum tanggal pensiun, bagi
penghuni yang memasuki usia pensiun.
Pasal 313
(1) Penghuni rumah negara golongan I yang tidak lagi menduduki jabatan
harus menyerahkan rumah negara.
(2) Penghuni rumah negara golongan II dan golongan III yang tidak lagi
menghuni atau menempati rumah negara karena:
a. dipindah tugaskan (mutasi);
b. izin penghuniannya berdasarkan Surat Izin Penghunian telah
berakhir;
c. berhenti atas kemauan sendiri;
d. berhenti karena pensiun; atau
e. diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat.
Pasal 314
(1) Suami/istri/anak/ahli waris lainnya dari penghuni rumah negara
Golongan II dan rumah negara golongan III yang meninggal dunia wajib
menyerahkan rumah negara yang dihuni paling lambat 2 (dua) bulan
terhitung sejak saat diterimanya keputusan pencabutan Surat Izin
Penghunian.
(2) Pencabutan Surat Izin Penghunian rumah negara Golongan I dilakukan
oleh Pengelola Barang.
(3) Pencabutan Surat Izin Penghunian rumah negara golongan II dan
Golongan III dilakukan oleh Pengguna Barang yang menatausahakan
rumah negara bersangkutan atas persetujuan Pengelola Barang.
108
Pasal 315
(1) Apabila terjadi sengketa terhadap penghunian rumah negara golongan I,
rumah negara golongan II dan rumah negara golongan III, maka
Pengelola Barang/Pengguna Barang yang bersangkutan melakukan
penyelesaian dan melaporkan hasil penyelesaian kepada Bupati.
(2) Dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), yang bersangkutan dapat meminta bantuan SKPD/unit kerja
SKPD terkait.
Pasal 316
Pengamanan administrasi barang milik daerah berupa rumah negara
dilakukan dengan menghimpun, mencatat, menyimpan, dan
menatausahakan secara tertib dan teratur atas dokumen, antara lain:
a. sertifikat atau surat keterangan hak atas tanah;
b. Surat Izin Penghunian;
c. keputusan Bupati mengenai penetapan rumah negara golongan I,
golongan II atau golongan III;
d. gambar/legger bangunan;
e. data daftar barang; dan
f. keputusan pencabutan Surat Izin Penghunian.
Paragraf Keenam
Tata Cara Pengamanan Barang Milik Daerah
Berupa Barang Persediaan
Pasal 317
(1) Pengamanan fisik barang persediaan dilakukan sebagai berikut:
a. menempatkan barang sesuai dengan frekuensi pengeluaran jenis
barang;
b. menyediakan tabung pemadam kebakaran di dalam gudang/tempat
penyimpanan, jika diperlukan;
c. menyediakan tempat penyimpanan barang;
d. melindungi gudang/tempat penyimpanan;
e. menambah prasarana penanganan barang di gudang, jika
diperlukan;
f. menghitung fisik persediaan secara periodik; dan
g. melakukan pengamanan persediaan.
(2) Pengamanan administrasi barang persediaan dilakukan, antara lain:
a. buku persediaan;
b. kartu barang;
c. Berita Acara Serah Terima;
d. berita acara pemeriksaan fisik barang;
e. Surat Perintah Penyaluran Barang;
f. laporan persediaan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
semesteran/tahunan; dan
g. dokumen pendukung terkait lainnya yang diperlukan.
(3) Pengamanan hukum barang persediaan dilakukan, dengan melakukan
pemprosesan tuntutan ganti rugi yang dikenakan pada pihak-pihak yang
bertanggungjawab atas kehilangan barang persediaan akibat kelalaian,
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
109
Paragraf Ketujuh
Tata Cara Pengamanan Barang Milik Daerah Selain Tanah,
Gedung Dan/Atau Bangunan, Rumah Negara,
Dan Barang Persediaan Yang Mempunyai
Dokumen Berita Acara Serah Terima
Pasal 318
(1) Pengamanan fisik barang milik daerah berupa selain tanah, gedung
dan/atau bangunan, rumah negara, dan barang persediaan yang
mempunyai dokumen berita acara serah terima dilakukan dengan
menyimpan barang di tempat yang sudah ditentukan di lingkungan
kantor.
(2) Pengamanan administrasi barang milik daerah berupa selain tanah,
gedung dan/atau bangunan, rumah negara, dan barang persediaan
yang mempunyai dokumen Berita Acara Serah Terima dilakukan, antara
lain:
a. faktur pembelian;
b. dokumen Berita Acara Serah terima; dan/atau
c. dokumen pendukung terkait lainnya yang diperlukan.
(3) Pengamanan hukum barang milik daerah berupa selain tanah, gedung
dan/atau bangunan, rumah negara, dan barang persediaan yang
mempunyai dokumen Berita Acara Serah Terima dilakukan dengan
melakukan pemprosesan Tuntutan Ganti Rugi yang dikenakan pada
pihak yang bertanggungjawab atas kehilangan barang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf Kedelapan
Tata Cara Pengamanan Barang Milik Daerah
Berupa Barang Tak Berwujud
Pasal 319
(1) Pengamanan fisik barang milik daerah berupa barang tak berwujud
dilakukan dengan:
a. membatasi pemberian kode akses hanya kepada pihak-pihak tertentu
yang berwenang terhadap pengoperasian suatu aplikasi;
b. melakukan penambahan sistem keamanan (security system) terhadap
aplikasi yang dianggap strategis oleh pemerintah daerah.
(2) Pengamanan adminstrasi barang milik daerah berupa barang tak
berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui:
a. menghimpun, mencatat, menyimpan, dan menatausahakan secara
tertib dan teratur atas dokumen sebagai berikut:
1. Berita Acara Serah Terima;
2. lisensi; dan
3. dokumen pendukung terkait lainnya yang diperlukan.
b. mengajukan hak cipta dan lisensi kepada instansi atau pihak yang
memiliki kewenangan.
110
Bagian Kedua
Pemeliharaan
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 320
(1) Barang yang dipelihara adalah barang milik daerah dan/atau barang
milik daerah dalam penguasaan Pengelola Barang/Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang.
(2) Pengelola Barang, Pengguna Barang dan kuasa Pengguna Barang
bertanggungjawab atas pemeliharaan barang milik daerah yang berada
dalam penguasaannya.
(3) Tujuan dilakukan pemeliharaan atas barang milik daerah sebagaimana
dimakud pada ayat (2) untuk menjaga kondisi dan memperbaiki semua
barang milik daerah agar selalu dalam keadaan baik dan layak serta siap
digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.
(4) tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah harus
memprioritaskan anggaran belanja pemeliharaan dalam jumlah yang
cukup,
(5) Biaya pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), dibebankan pada APBD.
(6) Dalam hal barang milik daerah dilakukan pemanfaatan dengan pihak
lain, biaya pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari mitra
pemanfaatan barang milik daerah.
Paragraf Kedua
Tata Cara Pemeliharaan Barang Milik Daerah
Pasal 321
(1) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 320 berpedoman pada
daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah.
(2) Daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), merupakan bagian dari daftar kebutuhan
barang milik daerah.
Pasal 322
(1) Kuasa Pengguna Barang wajib membuat Daftar Hasil Pemeliharaan
Barang yang berada dalam kewenangannya.
(2) Kuasa Pengguna Barang melaporkan hasil pemeliharaan barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), secara tertulis kepada Pengguna
Barang untuk dilakukan penelitian secara berkala setiap 6 (enam) bulan.
(3) Pengguna Barang atau pejabat yang ditunjuk meneliti laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan menyusun daftar hasil
pemeliharaan barang yang dilakukan dalam 1 (satu) Tahun Anggaran.
(4) Daftar Hasil Pemeliharaan Barang yang disusun pengguna barang atau
pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan
bahan untuk melakukan evaluasi mengenai efisiensi pemeliharaan
barang milik daerah.
(5) Penelitian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan
terhadap:
a. anggaran belanja dan realisasi belanja pemeliharaan; dan
111
b. target kinerja dan realisasi target kinerja pemeliharaan.
(6) Pengguna Barang melaporkan/menyampaikan Daftar Hasil Pemeliharaan
Barang tersebut kepada Pengelola Barang secara berkala.
Pasal 323
(1) Dalam rangka tertib pemeliharaan setiap jenis barang milik daerah
dilakukan pencatatan kartu pemeliharaan/perawatan yang dilakukan
oleh pengurus barang/pengurus barang pembantu.
(2) Kartu pemeliharaan/perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
memuat:
a. nama barang;
b. spesifikasinya;
c. tanggal pemeliharaan;
d. jenis pekerjaan atau pemeliharaan;
e. barang atau bahan yang dipergunakan;
f. biaya pemeliharaan;
g. pihak yang melaksanakan pemeliharaan; dan
h. hal lain yang diperlukan.
BAB IX
PENILAIAN
Pasal 324
(1) Penilaian barang milik daerah dilakukan dalam rangka penyusunan
neraca pemerintah daerah, pemanfaatan, atau pemindahtanganan.
(2) Penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikecualikan untuk:
a. pemanfaatan dalam bentuk pinjam pakai; dan
b. pemindahtanganan dalam bentuk hibah.
(3) Penetapan nilai barang milik daerah dalam rangka penyusunan neraca
pemerintah daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar
Akuntansi Pemerintahan.
(4) Biaya yang diperlukan dalam rangka penilaian barang milik daerah
dibebankan pada APBD.
Pasal 325
(1) Penilaian barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam
rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh:
a. Penilai Pemerintah; atau
b. Penilai Publik yang ditetapkan oleh Bupati.
(2) Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan
Penilai selain Penilai Pemerintah yang mempunyai izin praktik Penilaian
dan menjadi anggota asosiasi Penilai yang diakui oleh pemerintah.
(3) Penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Nilai wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang diperoleh dari
hasil penilaian menjadi tanggung jawab Penilai.
112
Pasal 326
(1) Penilaian barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan dalam
rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh Tim yang
ditetapkan oleh Bupati, dan dapat melibatkan Penilai yang ditetapkan
Bupati.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan panitia penaksir
harga yang terdiri dari SKPD/Unit Kerja terkait.
(3) Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah Penilai Pemerintah
atau Penilai Publik.
(4) Penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Apabila penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan oleh
Pengguna Barang tanpa melibatkan Penilai, maka hasil penilaian barang
milik daerah hanya merupakan nilai taksiran.
(6) Hasil penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 327
(1) Dalam kondisi tertentu, Bupati dapat melakukan penilaian kembali
dalam rangka koreksi atas nilai barang milik daerah yang telah
ditetapkan dalam neraca pemerintah daerah.
(2) Penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah proses
revaluasi dalam rangka pelaporan keuangan sesuai Standar Akuntansi
Pemerintahan yang metode penilaiannya dilaksanakan sesuai standar
penilaian.
(3) Keputusan mengenai penilaian kembali atas nilai barang milik daerah
dilaksanakan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati
dengan berpedoman pada ketentuan pemerintah yang berlaku secara
nasional.
(4) Ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasiona sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), merupakan kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah untuk seluruh entitas pemerintah daerah.
BAB X
PEMINDAHTANGANAN
Bagian Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 328
(1) Barang milik daerah yang tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas
pemerintahan daerah dapat dipindahtangankan.
(2) Bentuk pemindahtanganan barang milik daerah meliputi:
a. penjualan;
b. tukar menukar;
d. hibah; atau
e. penyertaan modal pemerintah daerah.
113
Pasal 329
(1) Dalam rangka pemindahtanganan barang milik daerah dilakukan
penilaian.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
untuk pemindahtanganan dalam bentuk hibah.
(3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan untuk
mendapatkan nilai wajar.
Bagian Kedua
Persetujuan Pemindahtanganan
Pasal 330
(1) Pemindahtanganan barang milik daerah yang dilakukan setelah
mendapat persetujuan DPRD untuk:
a. tanah dan/atau bangunan; atau
b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari
Rp5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
(2) Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak
memerlukan persetujuan DPRD, apabila:
a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
b. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti
sudah disediakan dalam dokumen penganggaran;
c. diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang
bersangkutan;
d. diperuntukkan bagi kepentingan umum; atau
e. dikuasai pemerintah daerah berdasarkan keputusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan
ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya
dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
Pasal 331
(1) Tanah dan/atau bangunan yang sudah tidak sesuai dengan tata ruang
wilayah atau penataan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330
ayat (2) huruf a, dimaksudkan bahwa lokasi tanah dan/atau bangunan
dimaksud terjadi perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan
wilayah.
(2) Tanah dan/atau bangunan yang tidak sesuai dengan penataan kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu dilakukan penyesuaian yang
berakibat pada perubahan luas tanah dan/atau bangunan tersebut.
Pasal 332
Bangunan yang harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan
pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 330 ayat (2) huruf b, dimaksudkan bahwa yang
dihapuskan adalah bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut dirobohkan
untuk selanjutnya didirikan bangunan baru di atas tanah yang sama
(rekonstruksi) sesuai dengan alokasi anggaran yang telah disediakan dalam
dokumen penganggaran.
114
Pasal 333
Tanah dan/atau bangunan diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil
pemerintah daerah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
330 ayat (2) huruf c, adalah:
a. tanah dan/atau bangunan yang merupakan kategori rumah
negara/daerah golongan III;
b. tanah yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan
awalnya untuk pembangunan perumahan pegawai negeri sipil
pemerintah daerah yang bersangkutan.
Pasal 334
(1) Tanah dan/atau bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 ayat (2) huruf d, merupakan
tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk kegiatan yang
menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, rakyat
banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan, termasuk
diantaranya kegiatan pemerintah daerah dalam lingkup hubungan
persahabatan antara negara/daerah dengan negara lain atau
masyarakat/lembaga internasional.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain sebagai
berikut:
a. jalan umum termasuk akses jalan sesuai peraturan perundangan,
jalan tol, dan rel kereta api;
b. saluran air minum/air bersih dan/atau saluran pembuangan air;
c. waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya, termasuk
saluran irigasi;
d. rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat;
e. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, atau terminal;
f. tempat ibadah;
g. sekolah atau lembaga pendidikan non komersial
h. pasar umum;
i. fasilitas pemakaman umum;
j. fasilitas keselamatan umum, antara lain tanggul penanggulangan
bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana;
k. sarana dan prasarana pos dan telekomunikasi;
l. sarana dan prasarana olahraga untuk umum;
m. stasiun penyiaran radio dan televisi beserta sarana pendukungnya
untuk lembaga penyiaran publik;
n. kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing,
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan lembaga internasional di bawah
naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa;
o. fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia sesuai dengan tugas dan fungsinya;
p. rumah susun sederhana;
q. tempat pembuangan sampah untuk umum;
r. cagar alam dan cagar budaya;
s. promosi budaya nasional;
t. pertamanan untuk umum;
u. panti sosial;
v. lembaga pemasyarakatan; dan
115
w. pembangkit, turbin, transmisi, dan distribusi tenaga listrik termasuk
instalasi pendukungnya yang merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat terpisahkan.
Pasal 335
Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 ayat (2), dilakukan oleh Pengelola
Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
Pasal 336
(1) Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau
bangunan yang bernilai sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan
Bupati.
(2) Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau
bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan
DPRD.
(3) Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), merupakan nilai
wajar untuk pemindahtanganan dalam bentuk penjualan, tukar
menukar dan penyertaan modal.
(4) Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), merupakan nilai
perolehan untuk pemindahtanganan dalam bentuk hibah.
(5) Usul untuk memperoleh persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), diajukan oleh Bupati.
(6) Usulan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
dilakukan per tiap usulan.
Bagian Ketiga
Penjualan
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 337
(1) Penjualan barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. untuk optimalisasi barang milik daerah yang berlebih atau tidak
digunakan/dimanfaatkan;
b. secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila dijual;
dan/atau
c. sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Barang milik daerah yang tidak digunakan/dimanfaatkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan barang milik daerah yang
tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi
SKPD atau tidak dimanfaatkan oleh pihak lain.
Pasal 338
(1) Penjualan barang milik daerah dilakukan secara lelang, kecuali dalam
hal tertentu.
116
(2) Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan penjualan
barang milik daerah yang terbuka untuk umum dengan penawaran
harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau
menurun untuk mencapai harga tertinggi.
(3) Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan setelah
dilakukan pengumuman lelang dan di hadapan pejabat lelang.
(4) Pengecualian dalam hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. Barang milik daerah yang bersifat khusus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan
b. Barang milik daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati.
(5) Barang milik daerah yang bersifat khusus, sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) huruf a, merupakan barang yang diatur secara khusus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain yaitu:
a. Rumah negara golongan III yang dijual kepada penghuninya yang
sah;
b. Kendaraan perorangan dinas yang dijual kepada:
1. Bupati;
2. Wakil Bupati;
3. mantan Bupati; dan
4. mantan Wakil Bupati.
(6) Barang milik daerah lainnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
b, antara lain yaitu :
a. tanah dan/atau bangunan yang akan digunakan untuk kepentingan
umum;
b. tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya
digunakan untuk pembangunan perumahan pegawai negeri sipil
pemerintah daerah yang bersangkutan, sebagaimana tercantum
dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
c. selain tanah dan/atau bangunan sebagai akibat dari keadaan kahar
(force majeure);
d. bangunan yang berdiri di atas tanah pihak lain yang dijual kepada
pihak lain pemilik tanah tersebut;
e. hasil bongkaran bangunan atau bangunan yang akan dibangun
kembali; atau
f. selain tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki bukti
kepemilikan dengan nilai wajar paling tinggi Rp1.000.000 (satu juta
rupiah) per unit.
Pasal 339
(1) Dalam rangka penjualan barang milik daerah dilakukan penilaian untuk
mendapatkan nilai wajar.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi
penjualan barang milik daerah berupa tanah yang diperlukan untuk
pembangunan rumah susun sederhana, yang nilai jualnya ditetapkan
oleh Bupati berdasarkan perhitungan yang ditetapkan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 325 dan Pasal 326.
(4) Penentuan nilai dalam rangka penjualan barang milik daerah secara
lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 339 ayat (1,) dilakukan
dengan memperhitungkan faktor penyesuaian.
117
(5) Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (4), merupakan limit/batasan
terendah yang disampaikan kepada Bupati, sebagai dasar penetapan
nilai limit.
(6) Nilai limit/batasan terendah sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
merupakan harga minimal barang yang akan dilelang.
(7) Nilai limit/batasan terendah sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
ditetapkan oleh Bupati selaku penjual.
Pasal 340
(1) Barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak laku
dijual pada lelang pertama, dilakukan lelang ulang sebanyak 1(satu) kali.
(2) Pada pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat dilakukan penilaian ulang.
(3) Dalam hal setelah pelaksanaan lelang ulang, barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak laku dijual, Pengelola Barang
menindaklanjuti dengan penjualan tanpa lelang, tukar menukar, hibah,
penyertaan modal atau pemanfaatan.
(4) Pengelola Barang dapat melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), atas barang milik daerah setelah mendapat persetujuan
Bupati.
Pasal 341
(1) Barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan yang tidak
laku dijual pada lelang pertama, dilakukan lelang ulang sebanyak 1
(satu) kali.
(2) Pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilakukan penilaian ulang.
(3) Dalam hal setelah pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak laku dijual, Pengelola Barang menindaklanjuti dengan
penjualan tanpa lelang, tukar menukar, hibah, atau penyertaan modal.
(4) Pengelola Barang dapat melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) atas barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan
setelah mendapat persetujuan Bupati untuk masing-masing kegiatan
bersangkutan.
(5) Dalam hal penjualan tanpa lelang, tukar menukar, hibah, atau
penyertaan modal, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dapat
dilaksanakan maka dapat dilakukan pemusnahan.
Pasal 342
(1) Hasil penjualan barang milik daerah wajib disetorkan seluruhnya ke
rekening Kas Umum Daerah.
(2) Dalam hal barang milik daerah berada pada Badan Layanan Umum
Daerah maka:
a. Pendapatan daerah dari penjualan barang milik daerah dalam
rangka penyelenggaraan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan
fungsi Badan Layanan Umum Daerah merupakan penerimaan daerah
yang disetorkan seluruhnya ke rekening kas Badan Layanan Umum
Daerah.
118
b. Pendapatan daerah dari penjualan barang milik daerah dalam rangka
selain penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Layanan Umum
Daerah merupakan penerimaan daerah yang disetorkan seluruhnya
ke rekening Kas Umum Daerah.
Paragraf Kedua
Objek Penjualan
Pasal 343
(1) Objek penjualan adalah barang milik daerah yang berada pada Pengelola
Barang /Pengguna Barang meliputi:
a. tanah dan/atau bangunan;
b. selain tanah dan/atau banguan.
(2) Penjualan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dengan
persyaratan sebagai berikut:
a. memenuhi persyaratan teknis;
b. memenuhi persyaratan ekonomis, yakni secara ekonomis lebih
menguntungkan bagi daerah apabila barang milik daerah dijual,
karena biaya operasional dan pemeliharaan barang lebih besar dari
pada manfaat yang diperoleh; dan
c. memenuhi persyaratan yuridis, yakni barang milik daerah tidak
terdapat permasalahan hukum.
(3) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, sebagai
berikut:
a. lokasi tanah dan/atau bangunan sudah tidak sesuai dengan tata
ruang wilayah;
b. lokasi dan/atau luas tanah dan/atau bangunan tidak dapat
digunakan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah;
c. tanah kavling yang menurut awal perencanaan pengadaannya
diperuntukkan bagi pembangunan perumahan pegawai negeri
pemerintah daerah yang bersangkutan;
d. bangunan berdiri di atas tanah milik pihak lain; atau
e. barang milik daerah yang menganggur (idle) tidak dapat dilakukan
penetapan status penggunaan atau pemanfaatan.
(4) Penjualan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan dengan
persyaratan sebagai berikut:
a. memenuhi persyaratan teknis;
b. memenuhi persyaratan ekonomis, yakni secara ekonomis lebih
menguntungkan bagi pemerintah daerah apabila barang milik daerah
dijual, karena biaya operasional dan pemeliharaan barang lebih
besar daripada manfaat yang diperoleh; dan
c. memenuhi persyaratan yuridis, yakni barang milik daerah tidak
terdapat permasalahan hukum.
(5) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, sebagai
berikut:
a. barang milik daerah secara fisik tidak dapat digunakan karena rusak,
dan tidak ekonomis apabila diperbaiki;
b. barang milik daerah secara teknis tidak dapat digunakan lagi akibat
modernisasi;
119
c. barang milik daerah tidak dapat digunakan dan dimanfaatkan karena
mengalami perubahan dalam spesifikasi akibat penggunaan, seperti
terkikis, hangus, dan lain-lain sejenisnya; atau
d. barang milik daerah tidak dapat digunakan dan dimanfaatkan karena
mengalami pengurangan dalam timbangan/ukuran disebabkan
penggunaan atau susut dalam penyimpanan atau pengangkutan.
Pasal 344
Penjualan barang milik berupa tanah kavling yang menurut awal
perencanaan pengadaannya diperuntukkan bagi pembangunan perumahan
pegawai negeri pemerintah daerah yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 338 ayat (6) huruf b, dilakukan dengan persyaratan:
a. pengajuan permohonan penjualan disertai dengan bukti perencanaan
awal yang menyatakan bahwa tanah tersebut akan digunakan untuk
pembangunan perumahan pegawai negeri pemerintah daerah yang
bersangkutan; dan
b. penjualan dilaksanakan langsung kepada masing-masing pegawai negeri
sipil pemerintah daerah yang bersangkutan yang ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 345
(1) Penjualan barang milik daerah berupa kendaraan bermotor dinas
operasional dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi persyaratan,
yakni berusia paling singkat 7 (tujuh) tahun.
(2) Usia 7 (tujuh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. terhitung mulai tanggal, bulan, dan tahun perolehannya sesuai
dokumen kepemilikan, untuk perolehan dalam kondisi baru; atau
b. terhitung mulai tanggal, bulan, dan tahun pembuatannya sesuai
dokumen kepemilikan, untuk perolehan tidak dalam kondisi baru.
(3) Dalam hal barang milik daerah berupa kendaraan bermotor rusak berat
dengan sisa kondisi fisik setinggi-tingginya 30 % (tiga puluh persen),
maka penjualan kendaraan bermotor dapat dilakukan sebelum berusia 7
(tujuh) tahun.
(4) Penjualan kendaraan bermotor dilakukan sebelum berusia 7 (tujuh)
tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berdasarkan surat
keterangan tertulis dari instansi yang berkompeten.
Paragraf Ketiga
Tata Cara Penjualan Barang Milik Daerah
Pada Pengelola Barang
Pasal 346
Pelaksanaan penjualan barang milik daerah yang berada pada Pengelola
Barang dilakukan berdasarkan:
a. Inisiatif Bupati; atau
b. Permohonan pihak lain.
Pasal 347
(1) Penjualan barang milik daerah pada Pengelola Barang diawali dengan
membuat perencanaan penjualan yang meliputi antara lain:
a. data barang milik daerah;
b. pertimbangan penjualan; dan
120
c. pertimbangan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis oleh Pengelola
Barang.
(2) Pengelola Barang menyampaikan usulan penjualan kepada Bupati
disertai perencanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 348
(1) Bupati melakukan penelitian atas usulan penjualan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 347 ayat (2).
(2) Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bupati membentuk Tim untuk melakukan penelitian.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi:
a. penelitian data administratif; dan
b. penelitian fisik.
Pasal 349
(1) Penelitian administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 348 ayat (3)
huruf a, dilakukan untuk meneliti:
a. status dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah,
luas, nilai perolehan tanah, dan data identitas barang, untuk data
barang milik daerah berupa tanah;
b. tahun perolehan, jenis konstruksi, luas, nilai perolehan bangunan,
nilai buku, dan data identitas barang, untuk data barang milik
daerah berupa bangunan; dan
c. tahun perolehan, jumlah, nilai perolehan, nilai buku, dan data
identitas barang, untuk data barang milik daerah berupa selain
tanah dan/atau bangunan.
(2) Penelitian fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 348 ayat (3) huruf b,
dilakukan dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang
akan dijual dengan data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2),
dituangkan dalam Berita Acara Penelitian untuk selanjutnya
disampaikan kepada Bupati melalui Pengelola Barang.
Pasal 350
(1) Berdasarkan Berita Acara Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
349 ayat (3), Bupati melalui Pengelola Barang menugaskan Penilai
untuk melakukan penilaian atas barang milik daerah yang akan dijual.
(2) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dijadikan sebagai
dasar penetapan nilai batas (limit) penjualan barang milik daerah.
Pasal 351
(1) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan penjualan
barang milik daerah kepada Bupati.
(2) Apabila penjualan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memerlukan persetujuan DPRD, Bupati terlebih dahulu mengajukan
permohonan persetujuan penjualan kepada DPRD.
121
(3) Pengajuan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan terhadap:
a. tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330
ayat (1) huruf a; dan
b. selain tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 330 ayat (1) huruf b.
(4) Apabila persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melebihi batas
waktu hasil penilaian, maka sebelum dilakukan penjualan terlebih
dahulu harus dilakukan penilaian ulang.
(5) Apabila hasil penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), lebih
tinggi, atau sama, atau lebih rendah dengan hasil penilaian sebelumnya
yang diajukan kepada DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Bupati tidak perlu mengajukan permohonan baru persetujuan penjualan
barang milik daerah kepada DPRD.
(6) Bupati melaporkan hasil penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), kepada DPRD.
Pasal 352
(1) Barang milik daerah yang akan dijual berdasarkan hasil penelitian yang
dituangkan dalam Berita Acara Penelitian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 349 ayat (3), dan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam 351
ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Keputusan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling
sedikit memuat:
a. data barang milik daerah yang akan dijual;
b. nilai perolehan dan/atau nilai buku barang milik daerah; dan
c. nilai limit penjualan dari barang milik daerah.
Pasal 353
(1) Apabila Keputusan penjualan oleh Bupati sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 352 ayat (1), merupakan penjualan barang milik daerah yang
dilakukan secara lelang, Pengelola Barang mengajukan permintaan
penjualan barang milik daerah dengan cara lelang kepada Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.
(2) Apabila keputusan penjualan oleh Bupati sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 352 ayat (1), merupakan penjualan barang milik daerah yang
dilakukan tanpa lelang, Pengelola Barang melakukan penjualan barang
milik daerah secara langsung kepada calon pembeli.
(3) Penjualan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), dilakukan serah terima barang berdasarkan:
a. risalah lelang, apabila penjualan barang milik daerah dilakukan
secara lelang; dan
b. akta jual beli, apabila penjualan barang milik daerah dilakukan
tanpa lelang.
Pasal 354
(1) Serah terima barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 353 ayat (3),
dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
(2) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang
milik daerah kepada Bupati.
122
Paragraf Keempat
Tata Cara Penjualan Barang Milik Daerah
Pada Pengguna Barang
Pasal 355
(1) Penjualan barang milik daerah pada Pengguna Barang diawali dengan
menyiapkan permohonan penjualan, antara lain:
a. data barang milik daerah;
b. pertimbangan penjualan; dan
c. pertimbangan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis oleh
Pengguna Barang.
(2) Pengguna Barang melalui Pengelola Barang mengajukan usulan
permohonan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada
Bupati.
(3) Tata cara penjualan barang milik daerah pada Pengelola Barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 348 sampai dengan Pasal 353
berlaku mutatis mutandis pada tata cara penjualan barang milik daerah
pada Pengguna Barang.
Pasal 356
(1) Serah terima barang penjualan barang milik daerah pada Pengguna
Barang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
(2) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pengguna Barang mengajukan usulan penghapusan barang
milik daerah kepada Pengelola Barang.
Paragraf Kelima
Tata Cara Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas Kepada Pejabat Negara,
Mantan Pejabat Negara Dan Pegawai Aparatur Sipil Negara
Pasal 357
(1) Syarat kendaraan perorangan dinas yang dapat dijual tanpa melalui
lelang kepada pejabat negara dan mantan pejabat Negara sebagai
berikut:
a. telah berusia paling singkat 4 (empat) tahun:
1. terhitung mulai tanggal, bulan, tahun perolehannya, untuk
perolehan dalam kondisi baru; atau
2. terhitung mulai tanggal, bulan, tahun pembuatannya, untuk
perolehan selain tersebut pada angka 1.
b. sudah tidak digunakan lagi untuk pelaksanaan tugas.
(2) Syarat kendaraan perorangan dinas yang dapat dijual tanpa melalui
lelang kepada pegawai Aparatur Sipil Negara, telah berusia paling
singkat 5 (lima) tahun:
a. terhitung mulai tanggal, bulan, tahun perolehannya, untuk perolehan
dalam kondisi baru; atau
b. terhitung mulai tanggal, bulan, tahun pembuatannya, untuk
perolehan selain tersebut pada huruf a.
123
Pasal 358
(1) Kendaraan perorangan dinas dapat dijual tanpa melalui lelang kepada:
a. pejabat negara;
b. mantan pejabat negara; atau
c. pegawai Aparatur Sipil Negara.
(2) Pejabat Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu:
a. Bupati; dan
b. Wakil Bupati.
(3) Mantan Pejabat Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
yaitu:
a. mantan Bupati; dan
b. mantan Wakil Bupati.
(4) Pegawai Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, adalah Jabatan Pimpinan Tinggi Madya
Pasal 359
(1) Syarat Pejabat Negara yang dapat membeli kendaraan perorangan dinas
tanpa melalui lelang sebagai berikut:
a. telah memiliki masa kerja atau masa pengabdian selama 4 (empat)
tahun atau lebih secara berturut-turut, terhitung mulai tanggal
ditetapkan menjadi Pejabat Negara; dan
b. tidak sedang atau tidak pernah dituntut tindak pidana dengan
ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
(2) Secara berturut-turut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
adalah secara berkelanjutan menjalani masa jabatan pada instansi yang
sama atau pada instansi yang berbeda.
Pasal 360
(1) Pejabat Negara mengajukan permohonan penjualan kendaraan
perorangan dinas pada tahun terakhir periode jabatan Pejabat Negara.
(2) Tahun terakhir periode jabatan Pejabat Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan tahun terakhir pada periode jabatan Pejabat
Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Kendaraan perorangan dinas yang dijual tanpa melalui lelang paling
banyak 1 (satu) unit kendaraan bagi 1 (satu) orang Pejabat Negara,
untuk tiap penjualan yang dilakukan.
Pasal 361
(1) Mantan Pejabat Negara yang dapat membeli kendaraan perorangan dinas
tanpa melalui lelang memenuhi persyaratan:
a. telah memiliki masa kerja atau masa pengabdian selama 4 (empat)
tahun atau lebih secara berturut-turut, terhitung mulai tanggal
ditetapkan menjadi Pejabat Negara sampai dengan berakhirnya masa
jabatan;
b. belum pernah membeli kendaraan perorangan dinas tanpa melalui
lelang pada saat yang bersangkutan menjabat sebagai Pejabat
Negara;
c. tidak sedang atau tidak pernah dituntut tindak pidana dengan
ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; dan
d. tidak diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya.
124
(2) Secara berturut-turut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
secara berkelanjutan menjalani masa jabatan pada instansi yang sama
atau pada instansi yang berbeda.
Pasal 362
(1) Kendaraan perorangan dinas yang dijual tanpa melalui lelang kepada
mantan Pejabat Negara paling banyak 1 (satu) unit kendaraan bagi 1
(satu) orang mantan Pejabat Negara, untuk tiap penjualan yang
dilakukan.
(2) Mantan Pejabat Negara mengajukan permohonan Penjualan kendaraan
perorangan dinas paling lama 1 (satu) tahun sejak berakhirnya masa
jabatan Pejabat Negara yang bersangkutan.
Pasal 363
(1) Pegawai Aparatur Sipil Negara yang dapat membeli kendaraan
perorangan dinas tanpa melalui lelang memenuhi persyaratan:
a. telah memiliki masa kerja atau masa pengabdian selama 15 (lima
belas) tahun atau lebih secara berturut-turut, terhitung mulai
tanggal ditetapkan sebagai pegawai negeri sipil;
b. telah menduduki, Jabatan Pimpinan Tinggi Madya paling singkat 5
(lima) tahun; dan
c. tidak sedang atau tidak pernah dituntut tindak pidana dengan
ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
(2) Masa jabatan paling sedikit 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, jabatan baik dalam instansi yang sama atau pada
instansi yang berbeda sebagai Jabatan Pimpinan Tinggi Madya.
Pasal 364
Pengguna Barang menentukan harga jual kendaraan perorangan dinas yang
dijual kepada Pejabat Negara/mantan Pejabat Negara/Pegawai ASN yang
dilakukan tanpa melalui lelang dengan ketentuan sebagai berikut:
a. kendaraan dengan umur 4 (empat) tahun sampai dengan 7 (tujuh)
tahun, harga jualnya adalah 40% (empat puluh persen) dari nilai wajar
kendaraan; dan
b. kendaraan dengan umur lebih dari 7 (tujuh) tahun, harga jualnya adalah
20% (dua puluh persen) dari nilai wajar kendaraan.
Pasal 365
Pembayaran atas penjualan barang milik daerah berupa kendaraan
perorangan dinas tanpa lelang dilakukan dengan:
a. pembayaran sekaligus, bagi Pejabat Negara/mantan Pejabat Negara;
b. pembayaran secara angsuran paling lama 2 (dua) tahun, bagi pegawai
Aparatur Sipil Negara.
Pasal 366
Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 365 dilakukan melalui
penyetoran ke rekening Kas Umum Daerah:
a. paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal berlakunya surat
persetujuan penjualan, untuk pembayaran sekaligus; dan
125
b. sesuai mekanisme yang diatur dalam perjanjian antara Pengguna Barang
dengan pegawai Aparatur Sipil Negara, untuk pembayaran angsuran.
Pasal 367
Apabila pembayaran atas penjualan kendaraan perorangan dinas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 366 belum lunas dibayar, maka:
a. kendaraan tersebut masih berstatus sebagai barang milik daerah;
b. kendaraan tersebut tetap digunakan untuk keperluan dinas;
c. biaya perbaikan/pemeliharaan menjadi tanggung jawab Pejabat
Negara/mantan Pejabat Negara atau Pegawai Aparatur Sipil Negara; dan
d. kendaraan tersebut dilarang untuk dipindahtangankan, disewakan,
dipinjamkan, atau dijaminkan kepada pihak lain.
Pasal 368
(1) Pejabat Negara dan mantan Pejabat yang tidak memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 365 huruf a, Pasal 366 huruf a, dan
Pasal 367, dicabut haknya untuk membeli kendaraan perorangan dinas.
(2) Pegawai Aparatur Sipil Negara yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 365 huruf b, Pasal 366 huruf b, dan
Pasal 367 dicabut haknya untuk membeli kendaraan perorangan dinas
tersebut dan angsuran yang telah dibayarkan tidak dapat dikembalikan.
(3) Kendaraan perorangan dinas yang batal dibeli oleh Pejabat
Negara/mantan Pejabat Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dan oleh Pegawai Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), digunakan kembali untuk pelaksanaan tugas.
Pasal 369
(1) Biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk perbaikan
kendaraan perorangan dinas yang akan dibeli dalam jangka waktu 1
(satu) tahun sebelum adanya persetujuan penjualan, menjadi
tanggungan Pejabat Negara atau Pegawai Aparatur Sipil Negara yang
membeli kendaraan perorangan dinas tersebut dan harus dibayar
sebagai tambahan harga jual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 364.
(2) Biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk perbaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan biaya selain
pemeliharaan rutin atas kendaraan perorangan dinas.
Pasal 370
(1) Pejabat Negara atau Pegawai Aparatur Sipil Negara yang pernah membeli
kendaraan perorangan dinas, dapat membeli lagi 1 (satu) unit kendaraan
perorangan dinas tanpa melalui lelang setelah jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun sejak pembelian yang pertama.
(2) Pembelian kembali atas kendaraan perorangan dinas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan sepanjang Pejabat Negara
tersebut masih aktif sebagai Pejabat Negara secara berkelanjutan.
126
Pasal 371
(1) Penjualan kendaraan perorangan dinas yang dijual tanpa melalui lelang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 357, diawali dengan pengajuan
surat permohonan penjualan oleh:
a. Pejabat Negara, pada tahun terakhir periode jabatan Pejabat Negara;
b. Mantan Pejabat Negara, paling lama 1 (satu) tahun sejak berakhirnya
masa jabatan Pejabat Negara yang bersangkutan;
c. Pegawai Aparatur Sipil Negara.
(2) Pengajuan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disampaikan oleh:
a. Pejabat Negara kepada Pengguna Barang;
b. Mantan Pejabat Negara kepada Bupati; dan
c. Pegawai Aparatur Sipil Negara kepada Pengguna Barang.
(3) Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat
sebagai berikut:
a. data pribadi, berupa nama, jabatan, alamat, dan tempat/tanggal
lahir; dan
b. alasan permohonan pembelian kendaraan perorangan dinas.
Pasal 372
(1) Surat Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 371 ayat (3),
dilampiri dokumen pendukung.
(2) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi Pejabat
Negara/mantan pejabat negara, antara lain:
a. fotokopi surat keputusan pengangkatan bagi Pejabat Negara atau
surat keputusan pemberhentian bagi mantan Pejabat Negara;
b. fotokopi kartu identitas;
c. surat pernyataan yang menyatakan belum pernah membeli atau
pernah membeli kendaraan perorangan dinas tanpa lelang setelah
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak pembelian pertama bagi
Pejabat Negara;
d. dalam hal Pejabat Negara mengajukan pembelian kembali kendaraan
perorangan dinas tanpa lelang, dilampirkan fotokopi surat keputusan
pengangkatan menjadi Pejabat Negara secara berkelanjutan dengan
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak pembelian pertama
kendaraan perorangan dinas sebagaimana dimaksud dalam huruf c;
e. surat pernyataan yang menyatakan belum pernah membeli
kendaraan perorangan dinas tanpa melalui lelang pada saat yang
bersangkutan menjadi Pejabat Negara bagi mantan Pejabat Negara;
dan
f. surat pernyataan yang menyatakan tidak sedang atau tidak pernah
dituntut tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun.
(3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi pegawai
Aparatur Sipil Negara, antara lain:
a. fotokopi surat keputusan pengangkatan menjadi Sekretaris Daerah ;
b. fotokopi surat keputusan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil;
c. fotokopi kartu identitas;
d. surat pernyataan yang menyatakan belum pernah membeli atau
pernah membeli kendaraan perorangan dinas tanpa lelang setelah
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak pembelian pertama; dan
127
e. surat pernyataan yang menyatakan tidak sedang atau tidak pernah
dituntut tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun.
Pasal 373
(1) Berdasarkan Surat Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
371 ayat (3), Pengguna Barang melakukan persiapan permohonan
penjualan, antara lain:
a. data administrasi kendaraan perorangan dinas; dan
b. penjelasan dan pertimbangan penjualan kendaraan perorangan dinas
tanpa melalui lelang.
(2) Dalam hal persiapan permohonan penjualan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) telah selesai, Pengguna Barang melalui Pengelola Barang
mengajukan usulan penjualan kepada Bupati selaku pemegang
kekuasaan pengelolaan barang milik daerah disertai:
a. fotokopi Buku Pemilik Kendaraan Bermotor;
b. fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan;
c. surat permohonan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 372 ayat (2) dan ayat (3);
d. rincian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk
perbaikan kendaraan perorangan dinas yang akan dibeli dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum adanya persetujuan penjualan;
dan
e. surat pernyataan dari pengguna barang bahwa sudah ada kendaraan
pengganti.
(3) Bupati melakukan penelitian atas usulan permohonan penjualan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Bupati membentuk Tim untuk:
a. melakukan penelitian kelayakan alasan dan pertimbangan
permohonan penjualan barang milik daerah; dan
b. melakukan penelitian fisik, dengan cara mencocokkan fisik
kendaraan perorangan dinas yang akan dijual dengan data
administratif.
(5) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dituangkan dalam
berita acara hasil penelitian untuk selanjutnya disampaikan kepada
Bupati melalui Pengelola Barang.
(6) Bupati melalui Pengelola Barang menugaskan Penilai untuk melakukan
penilaian atas kendaraan perorangan dinas yang akan dijual.
(7) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dijadikan sebagai
dasar penetapan nilai limit penjualan barang milik daerah.
Pasal 374
(1) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan penjualan
berdasarkan hasil penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 373 ayat (5) dan ayat (7), kepada Bupati sesuai batas
kewenangannya.
(2) Apabila persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
melebihi batas waktu hasil penilaian, maka sebelum dilakukan
penjualan terlebih dahulu harus dilakukan penilaian ulang.
(3) Bupati menyetujui dan menetapkan kendaraan perorangan dinas yang
akan dijual berdasarkan hasil penelitian dan penilaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), paling sedikit memuat:
a. data kendaraan perorangan dinas;
128
b. nilai perolehan;
c. nilai buku;
d. harga jual kendaraan perorangan dinas; dan
e. rincian biaya yang telah dikeluarkan pemerintah daerah untuk
perbaikan kendaraan perorangan dinas yang akan dibeli dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum adanya persetujuan penjualan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 369 ayat (1), untuk Pejabat
Negara dan pegawai Aparatur Sipil Negara.
(4) Dalam hal Bupati tidak menyetujui penjualan kendaraan perorangan
dinas tanpa melalui lelang Bupati memberitahukan secara tertulis
kepada pemohon melalui Penggelola Barang.
(5) Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola
Barang melakukan penjualan kendaraan perorangan dinas kepada
Pejabat Negara/mantan Pejabat Negara.
(6) Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengguna
Barang menyiapkan perjanjian penjualan kendaraan perorangan dinas
yang ditandatangani Bupati dengan pegawai Aparatur Sipil Negara.
(7) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sekurang-kurangnya
memuat:
a. identitas pegawai Aparatur Sipil Negara;
b. data kendaraan perorangan dinas;
c. bentuk pembayaran dan jangka waktu; dan
d. hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Pasal 375
(1) Pejabat Negara melakukan pembayaran ke Kas Umum Daerah, terdiri
dari:
a. pembelian kendaran perorangan dinas sesuai harga jual kendaraan
perorangan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 364; dan
b. biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk
perbaikan kendaraan perorangan dinas yang akan dibeli dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum adanya persetujuan penjualan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 369 ayat (1).
(2) Mantan Pejabat Negara melakukan pembayaran ke Kas Umum Daerah
sesuai harga jual kendaraan perorangan dinas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 364.
(3) Pegawai ASN melakukan pembayaran ke Kas Umum Daerah, terdiri dari:
a. pembelian kendaran perorangan dinas sesuai harga jual kendaraan
perorangan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 364; dan
b. biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk
perbaikan kendaraan perorangan dinas yang akan dibeli dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum adanya persetujuan penjualan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 369 ayat (1).
(4) Serah terima barang dilaksanakan setelah lunas dibayar yang
dibuktikan dengan surat keterangan pelunasan pembayaran dari
Pengelola Barang/Pengguna Barang.
(5) Pengelola Barang/Pengguna Barang mengajukan usulan penghapusan
barang milik daerah sebagai tindak lanjut serah terima barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Pengelola Barang dan Pengguna Barang melakukan pengawasan dan
pengendalian pelaksanaan penjualan dan penghapusan kendaraan
perorangan dinas sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
129
(7) Kendaraan perorangan dinas yang tidak dilakukan penjualan dengan
mekanisme sebagaimana diatur dalam Pasal 358 serta tidak digunakan
untuk penyelenggaraan tugas, dapat dilakukan penjualan secara lelang.
Bagian Keempat
Tukar Menukar
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 376
(1) Tukar menukar barang milik daerah dilaksanakan dengan
pertimbangan:
a. untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan
pemerintahan;
b. untuk optimalisasi barang milik daerah; dan
c. tidak tersedia dana dalam APBD.
(2) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditempuh apabila
pemerintah daerah tidak dapat menyediakan tanah dan/atau bangunan
pengganti.
(3) Selain pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tukar
menukar dapat dilakukan:
a. apabila barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sudah
tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
b. guna menyatukan barang milik daerah yang lokasinya terpencar;
c. dalam rangka pelaksanaan rencana strategis pemerintah
pusat/pemerintah daerah;
d. guna mendapatkan/memberikan akses jalan, apabila objek tukar
menukar adalah barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan; dan/atau
e. telah ketinggalan teknologi sesuai kebutuhan, kondisi, atau
ketentuan peraturan perundang-undangan, apabila objek tukar
menukar adalah barang milik daerah selain tanah dan/atau
bangunan.
(4) Tukar menukar barang milik daerah dapat dilakukan dengan pihak:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Daerah lainnya;
c. Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum milik
pemerintah lainnya yang dimiliki negara;
d. Pemerintah Desa; atau
e. Swasta.
(5) Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e, merupakan pihak
swasta, baik yang berbentuk badan hukum maupun perorangan.
Pasal 377
(1) Tukar menukar barang milik daerah dapat berupa:
a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Bupati;
b. tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang; dan
c. selain tanah dan/atau bangunan.
130
(2) Tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain tanah
dan/atau bangunan yang masih dipergunakan untuk penyelenggaraan
tugas dan fungsi Pengguna Barang, tetapi tidak sesuai dengan tata
ruang wilayah atau penataan kota.
(3) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh
Pengelola Barang.
Pasal 378
Tukar menukar dilaksanakan setelah dilakukan kajian berdasarkan:
a. aspek teknis, antara lain:
1. kebutuhan Pengelola Barang /Pengguna Barang; dan
2. spesifikasi barang yang dibutuhkan.
b. aspek ekonomis, antara lain kajian terhadap nilai barang milik daerah
yang dilepas dan nilai barang pengganti;
c. aspek yuridis, antara lain:
1. tata ruang wilayah dan penataan kota; dan
2. bukti kepemilikan.
Pasal 379
Berdasarkan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 terhadap
barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan, Bupati dapat
memberikan alternatif bentuk lain pengelolaan barang milik daerah atas
permohonan persetujuan tukar menukar yang diusulkan oleh Pengelola
Barang/Pengguna Barang.
Pasal 380
(1) Barang pengganti tukar menukar dapat berupa:
a. barang sejenis; dan/atau
b. barang tidak sejenis.
(2) Barang pengganti utama tukar menukar barang milik daerah berupa
tanah, harus berupa:
a. tanah; atau
b. tanah dan bangunan.
(3) Barang pengganti utama tukar menukar barang milik daerah berupa
bangunan, dapat berupa:
a. tanah;
b. tanah dan bangunan;
c. bangunan; dan/atau
d. selain tanah dan/atau bangunan.
(4) Barang pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),
harus berada dalam kondisi siap digunakan pada tanggal
penandatanganan perjanjian tukar menukar atau Berita Acara Serah
Terima.
Pasal 381
(1) Nilai barang pengganti atas tukar menukar paling sedikit seimbang
dengan nilai wajar barang milik daerah yang dilepas.
131
(2) Apabila nilai barang pengganti lebih kecil dari pada nilai wajar barang
milik daerah yang dilepas, mitra tukar menukar wajib menyetorkan ke
rekening Kas Umum Daerah atas sejumlah selisih nilai antara nilai wajar
barang milik daerah yang dilepas dengan nilai barang pengganti.
(3) Penyetoran selisih nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilaksanakan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum Berita Acara
Serah Terima ditandatangani.
(4) Selisih nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),
dituangkan dalam perjanjian tukar menukar.
Pasal 382
(1) Apabila pelaksanaan tukar menukar mengharuskan mitra tukar
menukar membangun bangunan barang pengganti, mitra tukar
menukar menunjuk konsultan pengawas dengan persetujuan Bupati
berdasarkan pertimbangan dari SKPD terkait.
(2) Konsultan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan
badan hukum yang bergerak di bidang pengawasan konstruksi.
(3) Biaya konsultan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
menjadi tanggung jawab mitra tukar menukar.
Pasal 383
Tukar menukar dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat
persetujuan Bupati sesuai dengan kewenangannya.
Paragraf Kedua
Tata Cara Pelaksanaan Tukar Menukar Barang Milik Daerah
Pada Pengelola Barang
Pasal 384
Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang berada pada
Pengelola Barang dilakukan berdasarkan:
a. kebutuhan dari Pengelola Barang untuk melakukan tukar menukar;
atau
b. permohonan tukar menukar dari pihak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 376 ayat (4).
Pasal 385
(1) Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan pada
kebutuhan pengelola barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 384
huruf a, diawali dengan pembentukan Tim oleh Bupati untuk melakukan
penelitian mengenai kemungkinan melaksanakan tukar menukar yang
didasarkan pada pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 376
ayat (1) dan ayat (3).
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. penelitian kelayakan tukar menukar, baik dari aspek teknis,
ekonomis, maupun yuridis;
b. penelitian data administratif; dan
c. penelitian fisik.
(3) Penelitian administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
dilakukan untuk meneliti:
a. status penggunaan dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk
lokasi tanah, luas, peruntukan, kode barang, kode register, nama
132
barang, dan nilai perolehan, untuk data barang milik daerah berupa
tanah;
b. tahun pembuatan, kode barang, kode register, nama barang,
konstruksi bangunan, luas, status kepemilikan, lokasi, nilai
perolehan, dan nilai buku, untuk data barang milik daerah berupa
bangunan; dan
c. tahun perolehan, kode barang, kode register, nama barang, jumlah,
nilai perolehan, nilai buku, kondisi barang, dan bukti kepemilikan
kendaraan untuk data barang milik daerah berupa selain tanah
dan/atau bangunan.
(4) Penelitian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan
dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan
ditukarkan dengan data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
(5) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4), dituangkan
dalam berita acara penelitian.
(6) Tim menyampaikan berita acara hasil penelitian sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), kepada Bupati untuk penetapan barang milik daerah
menjadi objek tukar menukar.
Pasal 386
(1) Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385 ayat
(6), Pengelola Barang menyusun rincian rencana barang pengganti
sebagai berikut:
a. tanah meliputi luas dan lokasi yang peruntukannya sesuai dengan
tata ruang wilayah;
b. bangunan meliputi: jenis, luas, dan konstruksi bangunan serta
sarana dan prasarana penunjang; dan
c. selain tanah dan bangunan meliputi jumlah, jenis barang, kondisi
barang dan spesifikasi barang.
(2) Pengelola Barang melakukan penilaian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 325 dan Pasal 326 terhadap barang milik daerah yang akan
ditukarkan dan barang pengganti.
(3) Hasil Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan
Pengelola Barang kepada Bupati.
Pasal 387
(1) Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 386
ayat (3), Bupati melakukan penetapan mitra tukar menukar.
(2) Bupati menerbitkan keputusan tukar menukar dengan paling sedikit
memuat:
a. mitra tukar menukar;
b. barang milik daerah yang akan dilepas;
c. nilai wajar barang milik daerah yang akan dilepas yang masih
berlaku pada tanggal keputusan diterbitkan; dan
d. rincian rencana barang pengganti.
(3) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan tukar menukar
kepada Bupati.
(4) Dalam hal tukar menukar memerlukan persetujuan DPRD, Bupati
terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan tukar menukar
kepada DPRD.
133
(5) Berdasarkan surat persetujuan tukar menukar sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4), Bupati dan mitra tukar menukar
menandatangani perjanjian tukar menukar.
(6) Setelah menandatangani perjanjian tukar menukar sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), mitra tukar menukar melaksanakan:
a. pekerjaan pembangunan/pengadaan barang pengganti sesuai
dengan perjanjian tukar menukar, untuk tukar menukar atas barang
milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan.
b. pekerjaan untuk melaksanakan pekerjaan pengadaan barang
pengganti sesuai dengan perjanjian tukar menukar termasuk
menyelesaikan pengurusan dokumen administratif yang diperlukan,
tukar menukar atas barang milik daerah berupa selain tanah
dan/atau bangunan.
Pasal 388
(1) Bupati membentuk Tim untuk melakukan monitoring pelaksanaan
pengadaan/pembangunan barang pengganti berdasarkan laporan
konsultan pengawas dan penelitian lapangan.
(2) Sebelum dilakukan penyerahan barang milik daerah yang dilepas,
Pengelola Barang melakukan penilaian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 325 dan Pasal 326 terhadap kesesuaian barang pengganti sesuai
dengan yang tertuang dalam perjanjian tukar menukar.
(3) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana tersebut pada ayat (2),
menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuian spesifikasi dan/atau
jumlah barang pengganti dengan perjanjian tukar menukar, mitra tukar
menukar berkewajiban melengkapi/memperbaiki ketidaksesuai tersebut.
(4) Dalam hal kewajiban mitra tukar menukar untuk
melengkapi/memperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak
dapat dipenuhi, maka mitra tukar menukar berkewajiban untuk
menyetorkan selisih nilai barang milik daerah dengan barang pengganti
ke rekening Kas Umum Daerah.
(5) Bupati membentuk Tim untuk melakukan penelitian kelengkapan
dokumen barang pengganti, antara lain bukti kepemilikan, serta
menyiapkan Berita Acara Serah Terima untuk ditandatangani oleh
Pengelola Barang dan mitra tukar menukar.
Pasal 389
(1) Berdasarkan perjanjian Tukar Menukar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 387 ayat (5), Pengelola Barang melakukan serah terima barang,
yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
(2) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang
milik daerah yang dilepas dari daftar barang Pengelola kepada Bupati
serta Pengelola Barang mencatat dan mengajukan permohonan
penetapan status penggunaan terhadap barang pengganti sebagai
barang milik daerah.
134
Pasal 390
(1) Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan pada
permohonan dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 384 huruf
b, diawali dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Bupati.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai data
pendukung berupa:
a. rincian peruntukan;
b. jenis/spesifikasi;
c. lokasi/data teknis;
d. perkiraan nilai barang pengganti; dan
e. hal lain yang diperlukan.
(3) Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan pada
kebutuhan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385
sampai dengan Pasal 389 berlaku mutatis mutandis pada Pelaksanaan
tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan pada permohonan
dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 376 ayat (4).
Paragraf Ketiga
Tata Cara Pelaksanaan Tukar Menukar
Pada Pengguna Barang
Pasal 391
(1) Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan tukar menukar
kepada Bupati melalui Pengelola Barang, dengan disertai:
a. penjelasan/pertimbangan tukar menukar;
b. surat pernyataan atas perlunya dilaksanakan tukar menukar yang
ditandatangani oleh Pengguna Barang;
c. peraturan daerah mengenai tata ruang wilayah atau penataan kota;
d. data administratif barang milik daerah yang dilepas; dan
e. rincian rencana kebutuhan barang pengganti.
(2) Data administratif barang milik daerah yang dilepas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, diantaranya:
a. status penggunaan dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk
lokasi tanah, luas, kode barang, kode register, nama barang, dan
nilai perolehan, untuk barang milik daerah berupa tanah;
b. tahun pembuatan, kode barang, kode register, nama barang,
konstruksi bangunan, luas, status kepemilikan, nilai perolehan, dan
nilai buku, untuk barang milik daerah berupa bangunan; dan
c. tahun perolehan, kode barang, kode register, nama barang, jumlah,
nilai perolehan, nilai buku, kondisi barang, dan bukti kepemilikan
kendaraan, untuk barang milik daerah berupa selain tanah
dan/atau bangunan.
(3) Rincian rencana kebutuhan barang pengganti sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e, meliputi:
a. luas dan lokasi yang peruntukannya sesuai dengan tata ruang
wilayah, untuk barang milik daerah berupa tanah;
b. jenis, luas, dan rencana konstruksi bangunan, serta sarana dan
prasarana penunjang, untuk barang milik daerah berupa bangunan;
dan/atau
c. jumlah, jenis barang, kondisi barang dan spesifikasi barang untuk
barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan.
135
(4) Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah pada Pengelola Barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385 sampai dengan Pasal 389 ayat
(1), berlaku mutatis mutandis pada pelaksanaan tukar menukar barang
milik daerah pada Pengguna Barang.
(5) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima, Pengguna Barang mengajukan
usulan penghapusan barang milik daerah yang dilepas dari Daftar
Barang Pengguna kepada Pengelola Barang serta Pengguna Barang
mencatat dan mengajukan permohonan penetapan status penggunaan
terhadap barang pengganti sebagai barang milik daerah.
Paragraf Keempat
Perjanjian dan Berita Acara Serah Terima
Pasal 392
(1) Tukar menukar dituangkan dalam perjanjian.
(2) Perjanjian sekurang-kurangnya memuat:
a. identitas pihak;
b. jenis dan nilai barang milik daerah;
c. spesifikasi barang pengganti;
d. klausal bahwa dokumen kepemilikan barang pengganti
diatasnamakan pemerintah daerah;
e. jangka waktu penyerahan objek tukar menukar;
f. hak dan kewajiban para pihak;
g. ketentuan dalam hal terjadi kahar (force majeure);
h. sanksi; dan
i. penyelesaian perselisihan.
(3) Perjanjian tukar menukar ditandatangani oleh mitra tukar menukar
dengan Bupati.
Pasal 393
(1) Penyerahan barang milik daerah dan barang pengganti dituangkan
dalam Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal
389 ayat (1) .
(2) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditandatangani oleh mitra tukar menukar dan Pengelola Barang.
(3) Penandatanganan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah tanggal penandatanganan
perjanjian tukar menukar untuk barang pengganti yang telah siap
digunakan pada tanggal perjanjian tukar menukar ditandatangani.
(4) Penandatanganan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilakukan paling lama 2 (dua) tahun setelah tanggal penandatanganan
perjanjian tukar menukar untuk barang pengganti yang belum siap
digunakan pada tanggal perjanjian tukar menukar ditandatangani.
(5) Penandatanganan Berita Acara Serah Terima hanya dapat dilakukan
dalam hal mitra tukar menukar telah memenuhi seluruh ketentuan dan
seluruh klausul yang tercantum dalam perjanjian tukar menukar.
Pasal 394
Bupati berwenang membatalkan perjanjian Tukar Menukar secara sepihak
dalam hal Berita Acara Serah Terima tidak ditandatangani sampai dengan
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 393 ayat (3) dan ayat (4).
136
Bagian Kelima
Hibah
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 395
(1) Hibah barang milik daerah dilakukan dengan pertimbangan untuk
kepentingan:
a. sosial;
b. budaya;
c. keagamaan;
d. kemanusiaan;
e. pendidikan yang bersifat non komersial; dan
f. penyelenggaraan pemerintahan pusat/pemerintahan daerah.
(2) Penyelenggaraan pemerintahan pusat/daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f, termasuk hubungan antar negara, hubungan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hubungan antara
pemerintah daerah dengan masyarakat/lembaga internasional, dan
pelaksanaan kegiatan yang menunjang penyelenggaraan tugas dan
fungsi pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Pasal 396
(1) Barang milik daerah dapat dihibahkan apabila memenuhi persyaratan:
a. bukan merupakan barang rahasia negara;
b. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang
banyak; atau
c. tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2) Segala biaya yang dikeluarkan dalam proses pelaksanaan hibah
ditanggung sepenuhnya oleh pihak penerima hibah.
Pasal 397
(1) Barang milik daerah yang dihibahkan wajib digunakan sebagaimana
ketentuan yang ditetapkan dalam naskah hibah.
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Pengelola
Barang.
Pasal 398
(1) Pihak yang dapat menerima hibah sebagai berikut:
a. lembaga sosial, lembaga budaya, lembaga keagamaan, lembaga
kemanusiaan, atau lembaga pendidikan yang bersifat non komersial
berdasarkan akta pendirian, anggaran dasar/rumah tangga, atau
pernyataan tertulis dari instansi teknis yang kompeten bahwa
lembaga yang bersangkutan adalah lembaga yang memenuhi syarat
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. pemerintah pusat;
c. pemerintah daerah lainnya;
d. pemerintah desa;
e. perorangan atau masyarakat yang terkena bencana alam dengan
kriteria masyarakat berpeng hasilan rendah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan; atau
137
f. pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemberian hibah kepada pemerintah desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d, dilakukan dalam hal:
a. Barang milik daerah berskala lokal yang ada di desa dapat
dihibahkan kepemilikannya kepada desa; dan
b. Barang milik desa yang telah diambil dari desa, oleh pemerintah
daerah kabupaten dikembalikan kepada desa, kecuali yang sudah
digunakan untuk fasilitas umum.
Pasal 399
(1) Hibah dapat berupa:
a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Bupati;
b. tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang; dan
c. selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain tanah
dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk
dihibahkan sesuai yang tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan
Anggaran.
(3) Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal
pengadaannya untuk dihibahkan; dan
b. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang lebih
optimal apabila dihibahkan.
(4) Penetapan barang milik daerah yang akan dihibahkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Bupati.
Paragraf Kedua
Tata Cara Hibah Barang Milik Daerah Pada Pengelola Barang
Pasal 400
Pelaksanaan hibah barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang
dilakukan berdasarkan:
a. inisiatif Bupati; atau
b. permohonan dari pihak yang dapat menerima Hibah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 398.
Pasal 401
(1) Pelaksanaan hibah barang milik daerah pada Pengelola Barang yang
didasarkan pada inisiatif Bupati sebagaimana dimaksud Pasal dalam 400
huruf a, diawali dengan pembentukan Tim oleh Bupati untuk melakukan
penelitian.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penelitian data administratif; dan
b. penelitian fisik.
(3) penelitian data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a, dilakukan untuk meneliti:
a. status dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah,
luas, kode barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, dan
peruntukan, untuk data barang milik daerah berupa tanah;
138
b. tahun pembuatan, konstruksi, luas, kode barang, kode register,
nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan status kepemilikan
untuk data barang milik daerah berupa bangunan;
c. tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan,
kode barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku,
dan jumlah untuk data barang milik daerah berupa selain tanah
dan/atau bangunan; dan
d. data calon penerima hibah.
(4) Dalam melakukan penelitian terhadap data calon penerima hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, Tim dapat melakukan
klarifikasi kepada instansi yang berwenang dan berkompeten mengenai
kesesuaian data calon penerima hibah.
(5) Penelitian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan
dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan
dihibahkan dengan data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
(6) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4) dan ayat
(5), dituangkan dalam berita acara penelitian.
(7) Tim menyampaikan berita acara hasil penelitian kepada Bupati untuk
menetapkan barang milik daerah menjadi objek hibah.
(8) Dalam hal berdasarkan berita acara penelitian sebagaimana dimaksud
pada ayat (7), Hibah dapat dilaksanakan, Bupati melalui Pengelola
Barang meminta surat pernyataan kesediaan menerima hibah kepada
calon penerima hibah.
Pasal 402
(1) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada
Bupati.
(2) Dalam hal hibah memerlukan persetujuan DPRD, Bupati terlebih dahulu
mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada DPRD.
(3) Apabila permohonan hibah disetujui oleh Bupati sebagaimana dimaksud
ayat pada (1) atau disetujui oleh DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Bupati menetapkan keputusan pelaksanaan hibah paling rendah
memuat:
a. penerima hibah;
b. objek hibah;
c. nilai perolehan dan nilai buku terhadap barang yang dapat dilakukan
penyusutan, untuk tanah dan/atau bangunan;
d. nilai perolehan dan nilai buku terhadap barang yang dapat dilakukan
penyusutan, untuk selain tanah dan/atau bangunan; dan
e. peruntukan hibah.
Pasal 403
(1) Berdasarkan Keputusan pelaksanaan Hibah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 402 ayat (3), Bupati dan pihak penerima hibah
menandatangani naskah hibah.
(2) Naskah hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sekurangkurangnya:
a. identitas para pihak;
b. jenis dan nilai barang yang dilakukan hibah;
c. tujuan dan peruntukan hibah;
d. hak dan kewajiban para pihak;
139
e. klausul beralihnya tanggung jawab dan kewajiban kepada pihak
penerima hibah; dan
f. penyelesaian perselisihan.
(3) Berdasarkan naskah hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pengelola Barang melakukan serah terima barang milik daerah kepada
penerima hibah yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
(4) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang
milik daerah yang telah dihibahkan.
Pasal 404
(1) Pelaksanaan hibah barang milik daerah pada pengelola barang yang
didasarkan pada permohonan dari pihak yang dapat menerima hibah
sebagaimana dimaksud Pasal 400 huruf b, diawali dengan penyampaian
permohonan oleh pihak pemohon kepada Bupati.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. data pemohon;
b. alasan permohonan;
c. peruntukan hibah;
d. jenis/spesifikasi/nama barang milik daerah yang dimohonkan untuk
dihibahkan;
e. jumlah/luas/volume barang milik daerah yang di mohonkan untuk
dihibahkan;
f. lokasi/data teknis; dan
g. surat pernyataan kesediaan menerima hibah.
Pasal 405
(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 404 ayat
(1), Bupati membentuk Tim untuk melakukan penelitian.
(2) Tata cara penelitian sampai dengan pelaksanaan serah terima pada
pelaksanaan hibah yang didasarkan pada inisiatif Bupati sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 401 sampai dengan Pasal 403 berlaku mutatis
mutandis terhadap tata cara penelitian sampai dengan pelaksanaan
serah terima pada pelaksanaan hibah yang didasarkan pada
permohonan pihak pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 404.
(3) Apabila permohonan hibah tidak disetujui, Bupati melalui Pengelola
Barang memberitahukan kepada pihak yang mengajukan permohonan
hibah, disertai dengan alasannya.
Paragraf Ketiga
Tata Cara Pelaksanaan Hibah Barang Milik Daerah
Pada Pengguna Barang
Pasal 406
(1) Pelaksanaan hibah barang milik daerah pada Pengguna Barang diawali
dengan pembentukan Tim Internal pada SKPD oleh Pengguna Barang
untuk melakukan penelitian.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penelitian data administratif; dan
b. penelitian fisik.
140
(3) Penelitian data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a, dilakukan untuk meneliti:
a. status dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah,
luas, kode barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, dan
peruntukan, untuk data barang milik daerah berupa tanah;
b. tahun pembuatan, konstruksi, luas, kode barang, kode register,
nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan status kepemilikan
untuk data barang milik daerah berupa bangunan;
c. tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan,
kode barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku,
dan jumlah untuk data barang milik daerah berupa selain tanah
dan/atau bangunan; dan
d. data calon penerima Hibah.
(4) Penelitian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan
dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan
dihibahkan dengan data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
(5) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4),
dituangkan dalam berita acara penelitian dan selanjutnya disampaikan
Tim kepada Pengguna Barang.
(6) Berdasarkan berita acara hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), Pengguna Barang mengajukan permohonan hibah kepada
Pengelola Barang yang memuat:
a. data calon penerima hibah;
b. alasan untuk menghibahkan;
c. data dan dokumen atas tanah dan/atau bangunan;
d. peruntukan hibah;
e. tahun perolehan;
f. status dan bukti kepemilikan;
g. nilai perolehan;
h. jenis/spesifikasi barang milik daerah yang dimohonkan untuk
dihibahkan; dan
i. lokasi.
(7) Penyampaian surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
disertai dengan surat pernyataan kesediaan menerima hibah.
Pasal 407
Tata cara penelitian barang milik daerah yang akan dihibahkan yang berada
pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 401 berlaku
mutatis mutandis terhadap tata cara penelitian atas permohonan yang
diajukan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 406.
Pasal 408
(1) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada
Bupati.
(2) Dalam hal hibah memerlukan persetujuan DPRD, Bupati terlebih dahulu
mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada DPRD.
(3) Apabila permohonan Hibah disetujui oleh Bupati sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) atau disetujui DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Bupati menetapkan pelaksanaan hibah, yang sekurang-kurangnya
memuat:
a. penerima hibah;
141
b. objek hibah;
c. nilai perolehan dan nilai buku terhadap barang yang dapat dilakukan
penyusutan, untuk tanah dan/atau bangunan;
d. nilai perolehan dan nilai buku terhadap barang yang dapat dilakukan
penyusutan, untuk selain tanah dan/atau bangunan; dan
e. peruntukan hibah.
(4) Apabila permohonan Hibah tidak disetujui, Bupati melalui Pengelola
Barang menerbitkan surat penolakan kepada Pengguna Barang yang
mengajukan permohonan disertai dengan alasannya.
(5) Berdasarkan penetapan pelaksanaan Hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Pengelola Barang dan pihak penerima hibah
menandatangani naskah hibah.
(6) Naskah hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), memuat sekurangkurangnya:
a. identitas para pihak;
b. jenis dan nilai barang yang dilakukan hibah;
c. tujuan dan peruntukan hibah;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. klausul beralihnya tanggung jawab dan kewajiban kepada pihak
penerima hibah; dan
f. penyelesaian perselisihan.
(7) Berdasarkan naskah hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
Pengelola Barang melakukan serah terima barang milik daerah kepada
penerima hibah yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
(8) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada
ayat (7), Pengguna Barang mengajukan usulan penghapusan barang
milik daerah yang telah dihibahkan.
Pasal 409
Pelaksanaan hibah barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
dan selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaanya
direncanakan untuk dihibahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 399
ayat (2) dan ayat (3) huruf a, mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan.
Bagian Keenam
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 410
(1) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah
dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan, dan peningkatan
kinerja Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya
yang dimiliki Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Penyertaan modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Barang milik daerah yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen
penganggaran diperuntukkan bagi Badan Usaha Milik
Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara
dalam rangka penugasan pemerintah; atau
142
b. Barang milik daerah lebih optimal apabila dikelola oleh Badan Usaha
Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara
baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.
(3) Penyertaan modal pemerintah daerah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
(4) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang telah
disertakan dalam penyertaan modal pemerintah daerah kepada Badan
Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki
Negara menjadi kekayaan yang dipisahkan mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 411
(1) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah dapat
berupa:
a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan Bupati;
b. tanah dan/atau bangunan pada Pengguna Barang; atau
c. selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Pengelola
Barang setelah mendapat persetujuan Bupati sesuai batas
kewenangannya.
Pasal 412
(1) Penetapan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang
akan disertakan sebagai modal pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 411 ayat (1) huruf a, dilakukan oleh Bupati
sesuai batas kewenangannya.
(2) Tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 411 ayat (1) huruf b, antara lain
tanah dan/atau bangunan yang sejak awal pengadaannya direncanakan
untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah sesuai yang
tercantum dalam dokumen penganggaran, yaitu Dokumen Pelaksanaan
Anggaran .
(3) Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada
Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 411 ayat (1) huruf
c, antara lain meliputi:
a. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal
pengadaannya untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah;
dan
b. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang lebih
optimal untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah.
Pasal 413
Penyertaan modal pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan analisa
kelayakan investasi mengenai penyertaan modal sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
143
Paragraf Kedua
Tata Cara Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
Atas Barang Milik Daerah pada Pengelola Barang
Pasal 414
(1) Pengelola Barang melaksanakan penilaian dengan menugaskan:
a. Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 325, untuk tanah
dan/atau bangunan yang akan dijadikan objek penyertaan modal;
dan
b. Tim yang ditetapkan oleh Bupati dan dapat melibatkan Penilai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 326, untuk selain tanah
dan/atau bangunan yang akan dijadikan objek penyertaan modal.
(2) Pengelola Barang menyampaikan hasil penilaian kepada Bupati.
(3) Bupati membentuk Tim untuk melakukan penelitian terhadap:
a. hasil analisis kelayakan investasi yang dilakukan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. data administratif, diantaranya: tahun perolehan,
spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, kode barang, kode
register, nama barang, dan nilai perolehan atau nilai buku; dan
c. kesesuaian tujuan penyertaan modal pemerintah daerah,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 410.
(4) Tim melakukan kajian bersama dengan calon penerima penyertaan
modal pemerintah daerah dan/atau SKPD terkait, yang dituangkan
dalam dokumen hasil kajian.
(5) Apabila berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
penyertaan modal pemerintah daerah layak dilaksanakan, maka calon
penerima penyertaan modal pemerintah daerah menyampaikan surat
pernyataan kesediaan menerima penyertaan modal pemerintah daerah
yang berasal dari barang milik daerah.
(6) Tim menyampaikan dokumen hasil kajian sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan surat pernyataan kesediaan menerima penyertaan modal
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kepada Bupati.
Pasal 415
(1) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan penyertaan
modal pemerintah daerah kepada Bupati.
(2) Dalam hal penyertaan modal pemerintah daerah memerlukan
persetujuan DPRD, Bupati terlebih dahulu mengajukan permohonan
persetujuan kepada DPRD.
(3) Apabila permohonan tidak disetujui oleh Bupati sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) atau tidak disetujui oleh DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Bupati melalui Pengelola Barang memberitahukan pada
calon penerima penyertaan modal disertai dengan alasan.
(4) Apabila permohonan penyertaan modal pemerintah daerah atas barang
milik daerah disetujui oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
atau disetujui oleh DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati
menetapkan keputusan atas barang milik daerah yang akan disertakan
sebagai penyertaan modal.
(5) Pengelola Barang menyiapkan rancangan Peraturan Daerah tentang
penyertaan modal pemerintah daerah dengan melibatkan SKPD terkait.
(6) Rancangan Peraturan Daerah tentang penyertaan modal pemerintah
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada DPRD
untuk dilakukan pembahasan bersama dan selanjutnya ditetapkan
sebagai Peraturan Daerah tentang penyertaan modal.
144
Pasal 416
(1) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 415 ayat (6), Pengelola
Barang melaksanakan penyertaan modal pemerintah daerah
berpedoman pada keputusan Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal
415 ayat (4).
(2) Berdasarkan peraturan daerah dan keputusan Bupati sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang melakukan serah terima
dengan penerima Penyertaan Modal Pemerintah Daerah yang dituangkan
dalam Berita Acara Serah Terima.
Pasal 417
Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal
416 ayat (2), Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang
milik daerah yang telah dijadikan penyertaan modal pemerintah daerah.
Paragraf Ketiga
Tata Cara Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
Atas Barang Milik Daerah Pada Pengguna Barang
Pasal 418
(1) Penyertaan modal pemerintah daerah yang dari awal pengadaannya
direncanakan untuk dijadikan sebagai penyertaan modal pemerintah
daerah, maka Pengguna Barang melalui Pengelola Barang mengajukan
usul kepada Bupati disertai pertimbangan dan kelengkapan data berupa:
a. data administratif, antara lain:
1. dokumen anggaran dan/atau dokumen perencanaannya;
2. nilai realisasi pelaksanaan anggaran; dan
3. keputusan penetapan status penggunaan.
b. dokumen hasil analisis kelayakan investasi mengenai penyertaan
modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyertaan modal pemerintah daerah yang diarahkan untuk optimalisasi
barang milik daerah, maka pengajuan usul oleh Pengguna Barang
melalui Pengelola Barang kepada Bupati disertai pertimbangan dan
kelengkapan data berupa:
a. data administratif, antara lain tahun perolehan, spesifikasi/identitas
teknis, bukti kepemilikan, kode barang, kode register, nama barang,
dan nilai perolehan atau nilai buku;
b. dokumen hasil analisa kelayakan investasi mengenai penyertaan
modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Tata cara penyertaan modal pemerintah daerah mengenai penilaian
sampai dengan serah terima barang yang disertakan sebagai penyertaan
modal pemerintah daerah yang berada pada Pengelola Barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 sampai dengan Pasal 416,
berlaku mutatis mutandis pada penilaian sampai dengan serah terima
barang yang akan disertakan sebagai penyertaan modal pemerintah
daerah yang berada pada pengguna barang.
Pasal 419
Berdasarkan Berita Acara Serah Terima Pengguna Barang mengajukan
usulan penghapusan barang milik daerah yang telah dijadikan penyertaan
modal pemerintah daerah.
145
BAB XI
PEMUSNAHAN
Bagian Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 420
Pemusnahan barang milik daerah dilakukan apabila:
a. tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat
dipindahtangankan; atau
b. terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 421
(1) Pemusnahan dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat
persetujuan Bupati, untuk barang milik daerah pada Pengguna Barang.
(2) Pemusnahan dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat
persetujuan Bupati, untuk barang milik daerah pada Pengelola Barang.
(3) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2),
dituangkan dalam berita acara dan dilaporkan kepada Bupati.
Pasal 422
Pemusnahan dilakukan dengan cara:
a. dibakar;
b. dihancurkan;
c. ditimbun;
d. ditenggelamkan; atau
e. cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tata Cara Pemusnahan Pada Pengguna Barang
Pasal 423
(1) Pengajuan permohonan pemusnahan barang milik daerah dilakukan oleh
Pengguna Barang kepada Bupati.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a. pertimbangan dan alasan pemusnahan; dan
b. data barang milik daerah yang diusulkan pemusnahan.
(3) Data barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
antara lain meliputi:
a. kode barang;
b. kode register;
c. nama barang;
d. tahun perolehan;
e. spesifikasi barang;
f. kondisi barang;
g. jumlah barang;
h. bukti kepemilikan untuk barang milik daerah yang harus dilengkapi
dengan bukti kepemilikan;
146
i. nilai perolehan; dan
j. nilai buku untuk barang milik daerah yang dapat dilakukan
penyusutan.
(4) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi
dokumen pendukung berupa:
a. surat pernyataan dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
yang sekurang-kurangnya memuat:
1. identitas Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang; dan
2. pernyataan bahwa barang milik daerah tidak dapat digunakan,
tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat
dipindahtangankan atau alasan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b. fotokopi bukti kepemilikan, untuk barang milik daerah yang harus
dilengkapi dengan bukti kepemilikan;
c. kartu identitas barang, untuk barang milik daerah yang harus
dilengkapi dengan kartu identitas barang; dan
d. foto barang milik daerah yang diusulkan pemusnahan.
Pasal 424
(1) Pengelola Barang melakukan penelitian terhadap permohonan usulan
Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 423.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. penelitian kelayakan pertimbangan dan alasan permohonan
pemusnahan barang milik daerah;
b. penelitian data administratif; dan
c. penelitian fisik.
(3) Penelitian data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b, dilakukan untuk meneliti antara lain:
a. kode barang;
b. kode register;
c. nama barang;
d. tahun perolehan;
e. spesifikasi barang;
f. kondisi barang;
g. jumlah barang;
h. bukti kepemilikan untuk barang milik daerah yang harus dilengkapi
dengan bukti kepemilikan;
i. nilai perolehan; dan/atau
j. nilai buku, untuk barang milik daerah yang dapat dilakukan
penyusutan.
(4) Penelitian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan
dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan
dimusnahkan dengan data administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
(5) Pengelola Barang menyampaikan hasil penelitian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2,) kepada Bupati sebagai bahan pertimbangan persetujuan
pemusnahan barang milik daerah.
Pasal 425
(1) Apabila permohonan pemusnahan barang milik daerah tidak disetujui,
Bupati memberitahukan kepada Pengguna Barang melalui Pengelola
Barang yang mengajukan permohonan disertai dengan alasan.
147
(2) Apabila permohonan pemusnahan barang milik daerah disetujui, Bupati
menerbitkan surat persetujuan pemusnahan barang milik daerah.
(3) Surat persetujuan pemusnahan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), paling sedikit memuat:
a. data barang milik daerah yang disetujui untuk dimusnahkan, yang
sekurang-kurangnya meliputi kode barang, kode register, nama
barang, tahun perolehan, spesifikasi barang, kondisi barang, jumlah
barang, nilai perolehan, dan nilai buku untuk barang milik daerah
yang dapat dilakukan penyusutan; dan
b. kewajiban Pengguna Barang untuk melaporkan pelaksanaan
Pemusnahan kepada Bupati.
Pasal 426
(1) Berdasarkan surat persetujuan pemusnahan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 425 ayat (2), Pengguna Barang
melakukan pemusnahan barang milik daerah.
(2) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan dan dilaksanakan paling
lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan surat persetujuan
pemusnahan barang milik daerah oleh Bupati sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 425 ayat (2).
(3) Berdasarkan Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Pengguna Barang mengajukan usulan penghapusan barang
milik daerah.
BagianKetiga
Tata Cara Pemusnahan Pada Pengelola Barang
Pasal 427
(1) Pengajuan permohonan pemusnahan barang milik daerah dilakukan
oleh Pengelola Barang kepada Bupati.
(2) Muatan materi surat permohonan pemusnahan pada Pengguna Barang
serta kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 423 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berlaku mutatis mutandis
terhadap muatan materi surat permohonan pemusnahan dan serta
kelengkapan dokumen dukung pada Pengelola Barang.
Pasal 428
(1) Bupati melakukan penelitian terhadap permohonan usulan pemusnahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 427.
(2) Tata cara penelitian terhadap permohonan pemusnahan barang milik
daerah pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 424
ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), berlaku mutatis mutandis terhadap tata
cara penelitian terhadap permohonan pemusnahan barang milik daerah
pada Pengelola Barang.
(3) Apabila permohonan pemusnahan barang milik daerah tidak disetujui,
Bupati memberitahukan kepada Pengelola Barang disertai dengan
alasan.
(4) Apabila permohonan pemusnahan barang milik daerah disetujui, Bupati
menerbitkan surat persetujuan pemusnahan barang milik daerah.
148
(5) Surat persetujuan pemusnahan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), paling sedikit memuat:
a. data barang milik daerah yang disetujui untuk dimusnahkan, yang
sekurang-kurangnya meliputi kode barang, kode register, nama
barang, tahun perolehan, spesifikasi barang, kondisi barang, jumlah
barang, nilai perolehan, dan nilai buku untuk barang milik daerah
yang dapat dilakukan penyusutan; dan
b. kewajiban Pengelola Barang untuk melaporkan pelaksanaan
pemusnahan kepada Bupati.
Pasal 429
(1) Berdasarkan persetujuan pemusnahan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 428 ayat (4), Pengelola Barang
melakukan pemusnahan barang milik daerah.
(2) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dituangkan dalam berita acara pemusnahan dan dilaksanakan paling
lama 1 (satu) bulan sejak tanggal persetujuan pemusnahan barang milik
daerah dari Bupati.
(3) Berdasarkan berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang
milik daerah.
BAB XII
PENGHAPUSAN
Bagian Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 430
Penghapusan barang milik daerah meliputi:
a. penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang
Kuasa Pengguna;
b. penghapusan dari Daftar Barang Pengelola; dan
c. penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah.
Pasal 431
(1) Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang
Kuasa Pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 430 huruf a,
dilakukan dalam hal barang milik daerah sudah tidak berada dalam
penguasaan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang.
(2) Penghapusan dari Daftar Barang Pengelola sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 430 huruf b, dilakukan dalam hal barang milik daerah
sudah tidak berada dalam penguasaan Pengelola Barang.
(3) Penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 430 huruf c, dilakukan dalam hal terjadi penghapusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disebabkan karena:
a. pemindahtanganan atas barang milik daerah;
b. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan sudah
tidak ada upaya hukum lainnya;
c. menjalankan ketentuan undang-undang;
149
d. pemusnahan; atau
e. sebab lain.
Pasal 432
(1) Barang milik daerah sudah tidak berada dalam penguasaan Pengelola
Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang
disebabkan karena:
a. penyerahan barang milik daerah;
b. pengalihan status penggunaan barang milik daerah;
c. pemindahtanganan atas barang milik daerah;
d. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan sudah
tidak ada upaya hukum lainnya;
e. menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. pemusnahan; atau
g. sebab lain.
(2) Sebab lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, merupakan
sebab-sebab yang secara normal dipertimbangkan wajar menjadi
penyebab penghapusan, seperti, hilang karena pencurian, terbakar,
susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, mati, dan sebagai akibat dari
keadaan kahar (force majeure).
Pasal 433
(1) Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1), untuk
barang milik daerah pada Pengguna Barang dilakukan dengan
menerbitkan keputusan penghapusan oleh Pengelola Barang setelah
mendapat persetujuan Bupati.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1), untuk
barang milik daerah pada Pengelola Barang dilakukan dengan
menerbitkan keputusan penghapusan oleh Bupati.
(3) Dikecualikan dari ketentuan mendapat persetujuan penghapusan Bupati
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik daerah yang
dihapuskan karena:
a. pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
54 sampai dengan Pasal 60;
b. pemindahtanganan; atau
c. pemusnahan.
(4) Bupati dapat mendelegasikan persetujuan penghapusan barang milik
daerah berupa barang persediaan kepada Pengelola Barang untuk Daftar
Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna.
(5) Pelaksanaan atas penghapusan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4), dilaporkan kepada Bupati.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Penghapusan Barang Milik Daerah
Pada Pengguna Barang Dan/Atau Kuasa Pengguna Barang
Pasal 434
(1) Penghapusan karena penyerahan barang milik daerah kepada Bupati
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf a, dilakukan oleh
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah
Pengelola Barang menerbitkan keputusan penghapusan barang milik
daerah.
150
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 1 (satu)
bulan diterbitkan oleh Pengelola Barang sejak tanggal Berita Acara Serah
Terima penyerahan kepada Bupati.
(4) Pengguna Barang melaporkan penghapusan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati, dengan
melampirkan:
a. keputusan penghapusan; dan
b. Berita Acara Serah Terima penyerahan kepada Bupati.
(5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Pengelola Barang melakukan penyesuaian pencatatan barang milik
daerah pada daftar barang milik daerah.
Pasal 435
(1) Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa
Pengguna sebagai akibat dari penyerahan barang milik daerah kepada
Bupati harus dicantumkan dalam Laporan Semesteran dan Laporan
Tahunan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang.
(2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari penyerahan
barang milik daerah dari Pengguna Barang kepada Bupati harus
dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan.
Pasal 436
(1) Penghapusan karena pengalihan status penggunaan barang milik daerah
kepada Pengguna Barang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432
ayat (1) huruf b, dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah
Pengelola Barang menerbitkan keputusan penghapusan barang milik
daerah.
(3) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) paling lama 1 (satu) bulan diterbitkan oleh Pengelola
Barang sejak tanggal Berita Acara Serah Terima pengalihan status
penggunaan barang milik daerah.
(4) Pengguna Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati
dengan melampirkan:
a. keputusan penghapusan; dan
b. Berita Acara Serah Terima pengalihan status penggunaan barang
milik daerah.
(5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Pengelola Barang melakukan penyesuaian pencatatan barang milik
daerah pada daftar barang milik daerah.
Pasal 437
(1) Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa
Pengguna sebagai akibat dari pengalihan status penggunaan barang
milik daerah harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan
tahunan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang.
(2) Perubahan daftar barang milik daerah sebagai akibat dari pengalihan
status penggunaan barang milik daerah harus dicantumkan dalam
laporan barang milik daerah semesteran dan laporan tahunan.
151
Pasal 438
(1) Penghapusan karena pemindahtanganan atas barang milik daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf c, dilakukan oleh
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah
Pengelola Barang menerbitkan keputusan penghapusan barang milik
daerah.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 1 (satu)
bulan diterbitkan oleh Pengelola Barang sejak tanggal Berita Acara Serah
Terima.
(4) Keputusan penghapusan barang milik daerah karena pemindahtanganan
atas barang milik daerah disampaikan kepada Pengguna Barang disertai
dengan:
a. Risalah Lelang dan Berita Acara Serah Terima, dalam hal
pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk penjualan secara lelang;
b. Berita Acara Serah Terima, dalam hal pemindahtanganan dilakukan
dalam bentuk penjualan tanpa lelang, tukar menukar, dan
penyertaan modal pemerintah daerah; dan
c. Berita Acara Serah Terima dan naskah hibah, dalam hal
pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk hibah.
(5) Pengguna Barang menyampaikan laporan penghapusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), kepada Bupati dengan melampirkan:
a. Keputusan Penghapusan; dan
b. Berita Acara Serah Terima, Risalah Lelang, dan Naskah Hibah.
(6) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Pengelola Barang menghapus barang milik daerah dari Daftar
Barang Milik Daerah.
Pasal 439
(1) Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa
Pengguna sebagai akibat dari penghapusan karena pemindahtanganan
harus dicantumkan dalam laporan barang Pengguna/laporan barang
Kuasa Pengguna semesteran dan tahunan Pengguna Barang dan/atau
Kuasa Pengguna Barang.
(2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari penghapusan
karena pemindahtanganan harus dicantumkan dalam laporan
semesteran dan laporan tahunan.
Pasal 440
(1) Penghapusan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf d, dilakukan oleh
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.
(2) Pengguna Barang mengajukan permohonan penghapusan barang milik
daerah kepada Pengelola Barang paling sedikit memuat:
a. pertimbangan dan alasan penghapusan; dan
b. data barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihapuskan,
diantaranya meliputi tahun perolehan, kode barang, kode register,
nama barang, jenis, identitas, kondisi, lokasi, nilai buku, dan/atau
nilai perolehan.
152
(3) Permohonan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), paling sedikit dilengkapi dengan:
a. salinan/fotokopi putusan pengadilan yang telah
dilegalisasi/disahkan oleh pejabat berwenang; dan
b. fotokopi dokumen kepemilikan atau dokumen yang setara.
(4) Pengelola Barang melakukan penelitian terhadap permohonan
penghapusan barang milik daerah dari Pengguna Barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(5) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), yang meliputi:
a. penelitian data dan dokumen barang milik daerah;
b. penelitian terhadap isi putusan pengadilan terkait barang milik
daerah sebagai objek putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya;
dan
c. penelitian lapangan (on site visit), jika diperlukan.
(6) Penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c,
dilakukan untuk memastikan kesesuaian antara barang milik daerah
yang menjadi objek putusan pengadilan dengan barang milik daerah
yang menjadi objek permohonan penghapusan.
(7) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada Bupati.
Pasal 441
(1) Apabila permohonan penghapusan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 440 ayat (2) tidak disetujui, Bupati melalui
Pengelola Barang memberitahukan pada Pengguna Barang disertai
dengan alasan.
(2) Apabila permohonan penghapusan barang milik daerah disetujui, Bupati
menerbitkan surat persetujuan penghapusan barang milik daerah.
(3) Surat persetujuan penghapusan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), memuat data barang milik daerah yang disetujui
untuk dihapuskan, diantaranya meliputi:
a. kode barang;
b. kode register;
c. nama barang;
d. tahun perolehan;
e. spesifikasi/identitas teknis;
f. kondisi barang;
g. jumlah;
h. nilai perolehan;
i. nilai buku untuk barang milik daerah yang dapat dilakukan
penyusutan; dan
j. kewajiban Pengguna Barang untuk melaporkan pelaksanaan
Penghapusan kepada Bupati melalui Pengelola Barang.
Pasal 442
(1) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal
421 ayat (2), Pengelola Barang menerbitkan keputusan penghapusan
barang.
(2) Keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi
dasar Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melakukan
penghapusan barang milik daerah dari Daftar Barang Pengguna
dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna.
153
(3) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), paling lama 1 (satu) bulan diterbitkan oleh Pengelola
Barang sejak tanggal persetujuan penghapusan barang milik daerah
dari Bupati.
(4) Pengguna Barang melaporkan penghapusan kepada Bupati dengan
melampirkan keputusan penghapusan barang milik daerah.
(5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Pengelola Barang menghapuskan barang milik daerah dari Daftar
Barang Milik Daerah.
Pasal 443
Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 440, Pasal 441 dan Pasal
442, hanya dilakukan karena adanya putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum
lainnya.
Pasal 444
(1) Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa
Pengguna sebagai akibat dari putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap harus dicantumkan dalam laporan
semesteran dan laporan tahunan Pengguna Barang dan/atau Kuasa
Pengguna Barang.
(2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus
dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan.
Pasal 445
(1) Penghapusan karena melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf e,
diawali dengan pengajuan permohonan penghapusan barang milik
daerah oleh Pengguna Barang kepada Bupati melalui Pengelola Barang.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a. pertimbangan dan alasan penghapusan; dan
b. data barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihapuskan, yang
sekurang-kurangnya meliputi tahun perolehan, kode barang, kode
register, nama barang, jenis, identitas, kondisi, lokasi, nilai buku,
dan/atau nilai perolehan.
(3) Pengelola Barang melakukan penelitian terhadap permohonan
penghapusan barang milik daerah dari Pengguna Barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola
Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada Bupati.
Pasal 446
(1) Apabila Bupati menyetujui permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 445 ayat (4), Bupati menerbitkan surat persetujuan penghapusan.
154
(2) Surat persetujuan penghapusan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. data barang milik daerah yang disetujui untuk dihapuskan, yang
sekurang-kurangnya meliputi tahun perolehan, kode barang, kode
register, nama barang, spesifikasi/identitas teknis, jenis, kondisi,
jumlah, nilai buku, dan/atau nilai perolehan; dan
b. kewajiban Pengguna Barang untuk melaporkan pelaksanaan
penghapusan kepada Bupati.
(3) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pengguna Barang melakukan penghapusan barang milik daerah dari
Daftar Pengguna Barang dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna
dengan berdasarkan keputusan penghapusan Pengelola Barang.
(4) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), diterbitkan paling lama 1 (satu)bulan oleh Pengelola
Barang sejak tanggal persetujuan Bupati.
Pasal 447
(1) Pengguna Barang melaporkan penghapusan barang milik daerah
kepada Bupati, dengan melampirkan keputusan penghapusan yang
dikeluarkan oleh Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
446 ayat (4).
(2) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 446 ayat (4), Pengelola Barang menghapuskan barang milik
daerah dari Daftar Barang Milik Daerah.
Pasal 448
(1) Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa
Pengguna sebagai akibat dari melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan harus dicantumkan dalam laporan semesteran
dan laporan tahunan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna
Barang.
(2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan harus
dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan.
Pasal 449
(1) Penghapusan barang milik daerah karena pemusnahan pada Pengguna
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf f,
dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.
(2) Penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan setelah Pengelola Barang menerbitkan keputusan
penghapusan barang milik daerah.
(3) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), diterbitkan oleh Pengelola Barang paling lama 1 (satu)
bulan sejak tanggal berita acara pemusnahan.
(4) Pengguna Barang menyampaikan laporan penghapusan disampaikan
kepada Bupati dengan melampirkan keputusan penghapusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan berita acara pemusnahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Pengelola Barang menghapuskan barang milik daerah pada Daftar
Barang Milik Daerah.
155
Pasal 450
(1) Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa
Pengguna sebagai akibat dari pemusnahan harus dicantumkan dalam
laporan semesteran dan laporan tahunan pengguna barang atau kuasa
pengguna barang.
(2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari pemusnahan
harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan.
Pasal 452
(1) Penghapusan karena sebab lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432
ayat (1) huruf g, dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang.
(2) Pengguna Barang mengajukan permohonan penghapusan barang milik
daerah kepada Bupati melalui Pengelola Barang yang sedikitnya
memuat:
a. pertimbangan dan alasan penghapusan; dan
b. data barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihapuskan,
diantaranya meliputi tahun perolehan, kode barang, kode register,
nama barang, jenis, identitas, kondisi, lokasi, nilai buku, dan/atau
nilai perolehan.
(3) Permohonan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dapat diajukan karena alasan:
a. hilang karena kecurian;
b. terbakar, susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, mati untuk
hewan/ikan/tanaman; atau
c. keadaan kahar (force majeure).
Pasal 452
(1) Permohonan penghapusan barang milik daerah dengan alasan hilang
karena kecurian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 451 ayat (3) huruf
a, harus dilengkapi:
a. surat keterangan dari Kepolisian; dan
b. surat keterangan dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
paling sedikit memuat:
1. identitas Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang;
2. pernyataan mengenai atas kebenaran permohonan dan barang
milik daerah tersebut hilang karena kecurian serta tidak dapat
diketemukan; dan
3. pernyataan apabila di kemudian hari ditemukan bukti bahwa
penghapusan barang milik daerah dimaksud diakibatkan adanya
unsur kelalaian dan/atau kesengajaan dari Pejabat yang
menggunakan/penanggung jawab barang milik daerah/Pengurus
Barang tersebut, maka tidak menutup kemungkinan kepada yang
bersangkutan akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Permohonan penghapusan barang milik daerah dengan alasan terbakar,
susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, mati untuk
hewan/ikan/tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 451 ayat (3)
huruf b, harus dilengkapi:
a. identitas Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang;
156
b. pernyataan dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
mengenai kebenaran permohonan yang diajukan;
c. pernyataan dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang bahwa
barang milik daerah telah terbakar, susut, menguap, mencair,
kadaluwarsa, mati untuk hewan/ikan/tanaman; dan
d. surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dilampiri
hasil laporan pemeriksaan/penelitian.
(3) Permohonan penghapusan barang milik daerah dengan alasan keadaan
kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 451 ayat (3)
huruf c, harus dilengkapi:
a. surat keterangan dari instansi yang berwenang:
1. mengenai terjadi keadaan kahar (force majeure); atau
2. mengenai kondisi barang terkini karena keadaan kahar (force
majeure).
b. pernyataan bahwa barang milik daerah telah terkena keadaan kahar
(force majeure) dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.
Pasal 453
(1) Pengelola Barang melakukan penelitian terhadap permohonan
penghapusan barang milik daerah dari Pengguna Barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 451 ayat (3).
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. penelitian kelayakan pertimbangan dan alasan permohonan
penghapusan;
b. penelitian data administratif sedikitnya terhadap kode barang, kode
register, nama barang, tahun perolehan, spesifikasi/identitas barang
milik daerah, penetapan status penggunaan, bukti kepemilikan
untuk barang milik daerah yang harus dilengkapi dengan bukti
kepemilikan, nilai buku, dan/atau nilai perolehan; dan
c. penelitian fisik untuk permohonan penghapusan karena alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 451 ayat (3) huruf b dan huruf
c, jika diperlukan.
(3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada Bupati
untuk penghapusan barang milik daerah karena sebab lain.
Pasal 454
(1) Apabila permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
451 ayat (3) tidak disetujui, Bupati memberitahukan kepada Pengguna
Barang melalui Pengelola Barang disertai dengan alasan.
(2) Apabila permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
451 ayat (3) disetujui, Bupati menerbitkan surat persetujuan
penghapusan barang milik daerah.
(3) Surat persetujuan penghapusan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), memuat data barang milik daerah yang disetujui
untuk dihapuskan, yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. kode barang;
b. kode register;
c. nama barang;
d. tahun perolehan;
e. spesifikasi/identitas teknis;
f. kondisi barang ;
g. jumlah;
157
h. nilai perolehan;
i. nilai buku untuk barang milik daerah yang dapat dilakukan
penyusutan; dan
j. kewajiban Pengguna Barang untuk melaporkan pelaksanaan
penghapusan kepada Bupati.
(4) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pengelola Barang menetapkan keputusan penghapusan paling lama 1
(satu) bulan sejak tanggal persetujuan.
(5) Pengguna Barang melakukan penghapusan barang milik daerah dari
Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna
berdasarkan Keputusan Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4).
Pasal 455
(1) Pengguna Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati
dengan melampirkan keputusan penghapusan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 454 ayat (4).
(2) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 454 ayat (4), Pengelola Barang menghapuskan barang milik
daerah dari Daftar Barang Milik Daerah.
(3) Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa
Pengguna sebagai akibat dari sebab lain harus dicantumkan dalam
laporan semesteran dan laporan tahunan Pengguna Barang dan/atau
Kuasa Pengguna Barang.
(4) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari sebab lain
harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Penghapusan Barang Milik Daerah
Pada Pengelola Barang
Pasal 456
(1) Penghapusan karena penyerahan barang milik daerah kepada Pengguna
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf a,
dilakukan oleh Pengelola Barang.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah
Bupati menerbitkan keputusan penghapusan barang milik daerah.
(3) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
ayat (2), paling lambat 1 (satu) bulan diterbitkan oleh Bupati sejak
tanggal Berita Acara Serah Terima penyerahan kepada Pengguna
Barang.
(4) Pengelola Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati
dengan melampirkan keputusan penghapusan dan Berita Acara Serah
Terima penyerahan kepada Pengguna Barang sebagaiamana dimaksud
pada ayat (3).
(5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Pengelola Barang melakukan penyesuaian pencatatan barang milik
daerah pada Daftar Barang Milik Daerah.
Pasal 457
(1) Perubahan Daftar Barang Pengelola sebagai akibat dari penyerahan
barang milik daerah kepada Pengguna Barang harus dicantumkan
dalam laporan semesteran dan laporan tahunan pengelola barang.
158
(2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari penyerahan
barang milik daerah kepada Pengguna Barang harus dicantumkan
dalam laporan semesteran dan laporan tahunan.
Pasal 458
(1) Penghapusan karena pemindahtanganan atas barang milik daerah
kepada Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1)
huruf c, dilakukan oleh Pengelola Barang.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah
Bupati menerbitkan keputusan penghapusan barang milik daerah.
(3) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), paling lambat 1 (satu) bulan diterbitkan oleh Bupati sejak
tanggal Berita Acara Serah Terima.
(4) Pengelola Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati
dengan melampirkan keputusan penghapusan yang disertai dengan:
a. Risalah Lelang dan Berita Acara Serah Terima, apabila
pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk penjualan secara lelang;
b. Berita Acara Serah Terima, apabila pemindahtanganan dilakukan
dalam bentuk penjualan tanpa lelang, tukar menukar dan
penyertaan modal pemerintah daerah; dan
c. Berita Acara Serah Terima dan naskah hibah, apabila
pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk hibah.
(5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Pengelola Barang menghapuskan barang milik daerah dari Daftar
Barang Milik Daerah.
Pasal 459
(1) Perubahan Daftar Barang Pengelola sebagai akibat dari
pemindahtanganan barang milik daerah harus dicantumkan dalam
laporan barang semesteran dan tahunan Pengelola Barang.
(2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari
pemindahtanganan barang milik daerah harus dicantumkan dalam
laporan barang milik daerah semesteran dan tahunan.
Pasal 460
(1) Penghapusan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf d, dilakukan oleh
Pengelola Barang.
(2) Pengelola Barang mengajukan permohonan penghapusan kepada Bupati
paling sedikit memuat:
a. pertimbangan dan alasan penghapusan; dan
b. data barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihapuskan,
sekurang-kurangnya meliputi tahun perolehan, kode barang, kode
register, nama barang, jenis, identitas, kondisi, lokasi, nilai buku,
dan/atau nilai perolehan.
(3) Permohonan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), sekurang-kurangnya dilengkapi dengan:
a. salinan/fotokopi putusan pengadilan yang telah
dilegalisasi/disahkan oleh pejabat berwenang; dan
b. fotokopi dokumen kepemilikan atau dokumen setara.
159
(4) Bupati melakukan penelitian terhadap permohonan penghapusan barang
milik daerah dari Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
(5) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. penelitian data dan dokumen barang milik daerah;
b. penelitian terhadap isi putusan pengadilan terkait barang milik
daerah sebagai objek putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya;
dan
c. penelitian lapangan (on site visit) jika diperlukan, guna memastikan
kesesuaian antara barang milik daerah yang menjadi objek putusan
pengadilan dengan barang milik daerah yang menjadi objek
permohonan penghapusan.
(6) Dalam hal permohonan penghapusan barang milik daerah tidak
disetujui, Bupati memberitahukan kepada Pengelola Barang disertai
dengan alasan.
(7) Dalam hal permohonan penghapusan barang milik daerah disetujui,
Bupati menerbitkan surat persetujuan penghapusan barang milik
daerah.
(8) Surat persetujuan penghapusan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (7), paling rendah memuat:
a. data barang milik daerah yang disetujui untuk dihapuskan, paling
sedikit meliputi kode barang, kode register, nama barang, tahun
perolehan, spesifikasi/identitas teknis, jenis, kondisi, jumlah, nilai
buku, dan/atau nilai perolehan; dan
b. kewajiban Pengelola Barang untuk melaporkan pelaksanaan
penghapusan kepada Bupati.
Pasal 461
(1) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal
460 ayat (7), Bupati menerbitkan keputusan penghapusan barang.
(2) Berdasarkan keputusan penghapusan barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pengelola Barang melakukan penghapusan barang milik
daerah dari Daftar Barang Pengelola.
(3) Keputusan penghapusan barang milik daerah diterbitkan oleh Bupati
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 1 (satu) bulan sejak
tanggal persetujuan.
(4) Pengelola Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati
dengan melampirkan keputusan penghapusan barang milik daerah.
(5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Pengelola Barang menghapuskan barang milik daerah dari Daftar
Barang Milik Daerah.
Pasal 462
Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 460 dan Pasal 461 hanya
dilakukan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya.
Pasal 463
(1) Perubahan daftar barang Pengelola sebagai akibat dari putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus
dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan pengelola
barang.
160
(2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus
dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan.
Pasal 464
(1) Penghapusan barang milik daerah karena melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
432 ayat (1) huruf e, diawali dengan mengajukan permohonan
penghapusan barang milik daerah dari Pengelola Barang kepada Bupati.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a. pertimbangan dan alasan penghapusan; dan
b. data barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihapuskan, yang
sekurang-kurangnya meliputi tahun perolehan, kode barang, kode
register, nama barang, jenis, identitas, kondisi, lokasi, nilai buku
dan/atau nilai perolehan.
(3) Bupati melakukan penelitian terhadap permohonan penghapusan barang
milik daerah dari Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. penelitian data dan dokumen barang milik daerah;
b. penelitian terhadap peraturan perundang-undangan terkait barang
milik daerah; dan
c. penelitian lapangan (on site visit) jika diperlukan, guna memastikan
kesesuaian antara barang milik daerah yang menjadi objek peraturan
perundang-undangan dengan barang milik daerah yang menjadi
objek permohonan penghapusan.
Pasal 465
(1) Apabila Bupati menyetujui hasil penelitian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 464 ayat (4), Bupati menerbitkan surat persetujuan
penghapusan.
(2) Surat persetujuan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
paling sedikit memuat:
a. data barang milik daerah yang disetujui untuk dihapuskan, paling
sedikit meliputi kode barang, kode register, nama barang,
spesifikasi/identitas teknis, kondisi, jumlah, nilai buku, dan/atau
nilai perolehan; dan
b. kewajiban Pengelola Barang untuk melaporkan pelaksanaan
penghapusan kepada Bupati.
(3) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pengelola Barang melakukan penghapusan barang milik daerah dari
Daftar Pengelola Barang berdasarkan Keputusan penghapusan Bupati.
(4) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diterbitkan oleh Bupati paling lama 1 (satu) bulan sejak
tanggal persetujuan.
Pasal 466
(1) Pengelola Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati
dengan melampirkan keputusan penghapusan.
(2) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 465 ayat (4), Pengelola Barang menghapuskan barang milik
daerah dari Daftar Barang Milik Daerah.
161
Pasal 467
(1) Perubahan Daftar Barang Pengelola sebagai akibat dari melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan harus dicantumkan dalam
laporan semesteran dan laporan tahunan pengelola barang.
(2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan harus
dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan.
Pasal 468
(1) Penghapusan barang milik daerah karena pemusnahan pada Pengelola
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf f,
dilakukan sesuai dengan ketentuan.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh
Pengelola Barang setelah Bupati menerbitkan keputusan penghapusan
barang milik daerah.
(3) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), diterbitkan oleh Bupati paling lambat 1 (satu) bulan sejak
tanggal berdasarkan berita acara pemusnahan.
(4) Pengelola Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati
dengan melampirkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud
pada pada ayat (2), dan berita acara pemusnahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
(5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Pengelola Barang menghapuskan barang milik daerah dari Daftar
Barang Milik Daerah.
Pasal 469
(1) Perubahan Daftar Barang Pengelola sebagai akibat dari Pemusnahan
harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan
pengelola barang.
(2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari pemusnahan
barang milik daerah harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan
laporan tahunan.
Pasal 470
(1) Penghapusan karena sebab lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432
ayat (1) huruf g, dilakukan oleh Pengelola Barang.
(2) Pengelola Barang mengajukan permohonan penghapusan barang milik
daerah kepada Bupati paling sedikit memuat:
a. pertimbangan dan alasan penghapusan; dan
b. data barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihapuskan, yang
di antaranya meliputi kode barang, kode register, nama barang,
nomor register, tahun perolehan, spesifikasi, identitas, kondisi
barang, lokasi, nilai buku, dan/atau nilai perolehan.
(3) Permohonan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dapat diajukan karena alasan:
a. hilang karena kecurian;
b. terbakar, susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, mati untuk
hewan/ikan/tanaman; dan/atau
c. keadaan kahar (force majeure).
162
(4) Permohonan penghapusan barang milik daerah dengan alasan hilang
karena kecurian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, harus
dilengkapi:
a. surat keterangan dari Kepolisian;
b. surat keterangan dari Pengelola Barang paling sedikit memuat:
1. identitas Pengelola Barang;
2. pernyataan mengenai atas kebenaran permohonan dan barang
milik daerah tersebut hilang karena kecurian serta tidak dapat
diketemukan; dan
3. pernyataan apabila di kemudian hari ditemukan bukti bahwa
penghapusan barang milik daerah dimaksud diakibatkan adanya
unsur kelalaian dan/atau kesengajaan dari Pejabat yang
menggunakan/penanggung jawab barang milik daerah/Pengurus
Barang tersebut, maka tidak menutup kemungkinan kepada yang
bersangkutan akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Permohonan penghapusan barang milik daerah dengan alasan terbakar,
susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, mati untuk
hewan/ikan/tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b,
harus dilengkapi:
a. identitas Pengelola Barang;
b. pernyataan dari Pengelola Barang mengenai kebenaran permohonan
yang diajukan;
c. pernyataan bahwa barang milik daerah telah, terbakar, susut,
menguap, mencair, kadaluwarsa, mati untuk hewan/ikan/tanaman;
dan
d. surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dilampiri
hasil laporan pemeriksaan/penelitian.
(6) Permohonan penghapusan barang milik daerah dengan alasan keadaan
kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c,
harus dilengkapi:
a. surat keterangan dari instansi yang berwenang:
1. mengenai terjadinya keadaan kahar (force majeure); atau
2. mengenai kondisi barang terkini karena keadaan kahar (force
majeure).
b. pernyataan bahwa barang milik daerah telah terkena keadaan kahar
(force majeure).
(7) Bupati melakukan penelitian terhadap permohonan penghapusan barang
milik daerah dari Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(8) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7), meliputi:
a. penelitian kelayakan pertimbangan dan alasan permohonan
penghapusan;
b. penelitian data administratif sedikitnya terhadap tahun perolehan,
spesifikasi/identitas barang milik daerah, penetapan status
penggunaan, bukti kepemilikan untuk barang milik daerah yang
harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan, nilai buku, dan/atau
nilai perolehan; dan
c. penelitian fisik untuk permohonan penghapusan karena alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c, jika
diperlukan.
163
Pasal 471
(1) Apabila permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
470 ayat (3) tidak disetujui, Bupati memberitahukan kepada Pengelola
Barang disertai dengan alasan.
(2) Apabila permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
470 ayat (3) disetujui, Bupati menerbitkan surat persetujuan
penghapusan barang milik daerah.
(3) Surat persetujuan penghapusan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), memuat data barang milik daerah yang
disetujui untuk dihapuskan, paling sedikit meliputi:
a. kode barang;
b. kode register;
c. nama barang;
d. tahun perolehan;
e. spesifikasi/identitas teknis;
f. kondisi barang;
g. jumlah;
h. nilai perolehan;
i. nilai buku untuk barang milik daerah yang dapat dilakukan
penyusutan; dan
j. kewajiban Pengelola Barang untuk melaporkan pelaksanaan
penghapusan kepada Bupati.
(4) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Bupati menetapkan keputusan penghapusan paling lama 1 (satu) bulan
sejak tanggal persetujuan.
(5) Pengelola Barang melakukan penghapusan barang milik daerah dari
Daftar Barang Pengelola berdasarkan keputusan penghapusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Pasal 472
(1) Pengelola Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati
dengan melampirkan keputusan penghapusan barang milik daerah.
(2) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 471 ayat (4), Pengelola Barang menghapuskan barang milik
daerah dari Daftar Barang Milik Daerah.
(3) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari sebab lain
harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan.
BAB XIII
PENATAUSAHAAN
Bagian Kesatu
Pembukuan
Pasal 473
(1) Pengelola Barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang
milik daerah yang berada di bawah penguasaannya ke dalam Daftar
Barang Pengelola menurut penggolongan dan kodefikasi barang.
(2) Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang harus melakukan
pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah yang status
penggunaannya berada pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
ke dalam Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Pengguna
menurut penggolongan dan kodefikasi barang.
164
Pasal 474
(1) Pengelola Barang menghimpun daftar barang Pengguna/daftar barang
Kuasa Pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 473 ayat (2).
(2) Pengelola Barang menyusun daftar barang milik daerah berdasarkan
himpunan daftar barang Pengguna/daftar barang Kuasa Pengguna
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan daftar barang
Pengelola menurut penggolongan dan kodefikasi barang.
(3) Dalam daftar barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
termasuk barang milik daerah yang dimanfaatkan oleh pihak lain.
Bagian Kedua
Inventarisasi
Pasal 475
(1) Pengguna Barang melakukan inventarisasi barang milik daerah paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam hal barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, inventarisasi
dilakukan oleh Pengguna Barang setiap tahun.
(3) Pengguna Barang menyampaikan laporan hasil Inventarisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kepada Pengelola
Barang paling lama 3 (tiga) bulan setelah selesainya Inventarisasi.
Pasal 476
Pengelola Barang melakukan inventarisasi barang milik daerah berupa
tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya paling sedikit
1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Bagian Ketiga
Pelaporan
Pasal 477
(1) Kuasa Pengguna Barang harus menyusun laporan barang Kuasa
Pengguna Semesteran dan laporan barang Kuasa Pengguna Tahunan
untuk disampaikan kepada Pengguna Barang.
(2) Pengguna Barang menghimpun laporan barang Kuasa Pengguna
Semesteran dan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai
bahan penyusunan laporan barang Pengguna semesteran dan tahunan.
(3) Laporan barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca SKPD untuk
disampaikan kepada Pengelola barang.
Pasal 478
(1) Pengelola Barang harus menyusun laporan barang Pengelola semesteran
dan laporan barang Pengelola tahunan.
165
(2) Pengelola Barang harus menghimpun laporan barang Pengguna
semesteran dan laporan barang Pengguna tahunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 477 ayat (2), serta laporan barang Pengelola
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai bahan penyusunan
laporan barang milik daerah.
(3) Laporan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah daerah.
BAB XIV
PEMBINAAN, PENGENDALIAN, DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 479
Bupati melakukan pembinaan pengelolaan barang milik daerah dan
menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah.
Bagian Kedua
Pengawasan dan Pengendalian
Pasal 480
Pegawasan dan pengendalian pengelolaan barang milik daerah dilakukan
oleh:
a. Pengguna Barang melalui pemantauan dan penertiban; dan/atau
b. Pengelola Barang melalui pemantauan dan investigasi.
Pasal 481
(1) Pengguna Barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap
penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,
pemeliharaan, dan pengamanan barang milik daerah yang berada di
dalam penguasaannya.
(2) Pelaksanaan pemantauan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), untuk Unit Kerja SKPD dilaksanakan oleh Kuasa Pengguna
Barang.
(3) Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dapat meminta aparat
pengawasan intern pemerintah untuk melakukan audit tindak lanjut
hasil pemantauan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2).
(4) Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang menindaklanjuti hasil
audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 482
(1) Pengelola Barang melakukan pemantauan dan investigasi atas
pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang
milik daerah, dalam rangka penertiban penggunaan, pemanfaatan, dan
pemindahtanganan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
166
(2) Pemantauan dan investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
ditindaklanjuti oleh Pengelola Barang dengan meminta aparat
pengawasan intern pemerintah untuk melakukan audit atas
pelaksanaan Penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang
milik daerah.
(3) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada
Pengelola Barang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB XV
PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PADA SKPD YANG
MENGGUNAKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN
BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
Pasal 483
(1) Barang milik daerah yang digunakan oleh Badan Layanan Umum Daerah
merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan untuk
menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum Daerah yang
bersangkutan.
(2) Pengelolaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempedomani ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pengelolaan Barang Milik Daerah, kecuali terhadap barang yang
dikelola dan/atau dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan
kegiatan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi Badan
Layanan Umum Daerah mempedomani ketentuan peraturan perundangundangan mengenai Badan Layanan Umum Daerah.
BAB XVI
BARANG MILIK DAERAH BERUPA RUMAH NEGARA
Bagian Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 484
Rumah negara merupakan barang milik daerah yang diperuntukkan sebagai
tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan serta menunjang
pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri sipil pemerintah daerah
yang bersangkutan.
Pasal 485
(1) Bupati menetapkan status penggunaan golongan rumah negara.
(2) Rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibagi ke dalam 3
(tiga) golongan, yaitu:
a. rumah negara golongan I;
b. rumah negara golongan II; dan
c. rumah negara golongan III.
(3) Penetapan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada pemohonan penetapan status penggunaan yang
diajukan oleh Pengguna Barang.
167
Pasal 486
(1) Rumah negara golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 485 ayat
(2) huruf a, merupakan rumah negara dipergunakan bagi pemegang
jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di
rumah tersebut serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang
bersangkutan masih memegang jabatan tertentu tersebut.
(2) Rumah negara golongan II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 485 ayat
(2) huruf b, merupakan rumah negara yang mempunyai hubungan yang
tidak dapat dipisahkan dari suatu SKPD dan hanya disediakan untuk
didiami oleh pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan.
(3) Termasuk dalam rumah negara golongan II rumah negara yang berada
dalam satu kawasan dengan SKPD atau Unit Kerja, rumah susun dan
mess/asrama pemerintah daerah.
(4) Rumah negara golongan III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 485 ayat
(2) huruf c, merupakan rumah negara yang tidak termasuk golongan I
dan golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya.
Pasal 487
(1) Barang milik daerah berupa rumah negara hanya dapat digunakan
sebagai tempat tinggal pejabat atau pegawai negeri sipil pemerintah
daerah yang bersangkutan yang memiliki Surat Izin Penghunian.
(2) Pengguna Barang wajib mengoptimalkan penggunaan barang milik
daerah berupa rumah negara Golongan I dan rumah negara golongan II
dalam menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi.
(3) Pengguna Barang rumah negara golongan I dan rumah negara golongan
II wajib menyerahkan barang milik daerah berupa rumah negara yang
tidak digunakan kepada Bupati.
Pasal 488
(1) Surat Ijin Penghunian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 487 ayat (1),
untuk rumah negara golongan I ditandatangani oleh Pengelola Barang.
(2) Surat Ijin Penghunian (SIP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 487 ayat
(1), untuk rumah negara golongan II dan golongan III ditandatangani
oleh Pengguna Barang.
Pasal 489
(1) Suami dan istri yang masing-masing berstatus pegawai negeri sipil
pemerintah daerah yang bersangkutan, hanya dapat menghuni satu
rumah negara.
(2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
hanya dapat diberikan apabila suami dan istri tersebut bertugas dan
bertempat tinggal di daerah yang berlainan.
Bagian Kedua
Penggunaan
Pasal 490
(1) Barang milik daerah berupa rumah negara dapat dilakukan alih status
penggunaan.
168
(2) Alih status penggunaan:
a. antar Pengguna Barang untuk rumah negara golongan I dan rumah
negara golongan II;
b. dari Pengguna Barang kepada Pengguna Barang rumah negara
golongan III, untuk rumah negara golongan II yang akan dialihkan
statusnya menjadi rumah negara golongan III; atau
c. dari Pengguna Barang rumah negara golongan III kepada Pengguna
Barang, untuk rumah negara golongan III yang telah dikembalikan
status golongannya menjadi rumah negara golongan II.
(3) Pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilakukan setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Bupati.
(4) Alih status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
hanya dapat dilakukan apabila barang milik daerah berupa rumah
negara telah berusia paling singkat 10 (sepuluh) tahun sejak dimiliki
oleh pemerintah daerah atau sejak ditetapkan perubahan fungsinya
sebagai rumah negara.
(5) Usulan alih status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, harus disertai sekurang-kurangnya dengan:
a. persetujuan tertulis dari Bupati mengenai pengalihan status
golongan rumah negara dari rumah negara golongan II menjadi
rumah negara golongan III;
b. surat pernyataan bersedia menerima pengalihan dari Pengguna
Barang rumah negara golongan III;
c. salinan keputusan penetapan status rumah negara golongan II;
d. salinan Surat Izin Penghunian rumah negara golongan II; dan
e. gambar arsip/gambar ledger berupa rumah dan gambar situasi.
(6) Pengguna Barang bertanggung jawab penuh atas kebenaran dan
keabsahan data dan dokumen yang diterbitkan dalam rangka pengajuan
usulan pengalihan status penggunaan.
(7) Proses pengajuan dan pemberian persetujuan alih status penggunaan
mengikuti ketentuan mengenai alih status penggunaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 sampai dengan Pasal 60.
Pasal 491
(1) Dalam hal diperlukan Bupati dapat melakukan alih fungsi barang milik
daerah berupa rumah negara golongan I dan rumah negara golongan II,
menjadi bangunan kantor.
(2) Alih fungsi barang milik daerah berupa rumah negara golongan I dan
rumah negara golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Bagian Ketiga
Tata Cara Pengalihan Hak Rumah Negara
Pasal 492
(1) Pemindahtanganan dalam bentuk penjualan rumah Negara hanya dapat
dilakukan terhadap barang milik daerah berupa rumah negara golongan
III.
(2) Penjualan barang milik daerah berupa rumah negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan kepada penghuni yang sah.
(3) Penjualan barang milik daerah berupa rumah negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mekanisme tidak secara
lelang.
169
(4) Penjualan barang milik daerah berupa rumah negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan terhadap rumah negara
yang tidak dalam keadaan sengketa.
Pasal 493
(1) Penjualan rumah negara golongan III dilakukan oleh Pengelola Barang
setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Bupati.
(2) Penjualan barang milik daerah berupa rumah negara golongan III
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam bentuk
pengalihan hak rumah negara golongan III.
(3) Dalam hal usulan penjualan barang milik daerah berupa rumah negara
golongan III disetujui, maka Bupati menerbitkan surat persetujuan
penjualan barang milik daerah berupa rumah negara golongan III.
(4) Dalam hal usulan penjualan barang milik daerah berupa rumah negara
golongan III tidak disetujui, maka Bupati menerbitkan surat penolakan
usulan penjualan barang milik daerah berupa rumah negara golongan III
disertai alasannya.
Pasal 494
(1) Pengajuan usul penjualan barang milik daerah berupa rumah negara
golongan III dilakukan oleh Pengguna Barang rumah negara golongan III
kepada Bupati, yang sekurang-kurangnya disertai dengan data dan
dokumen:
a. surat pernyataan dari Pengguna Barang rumah negara golongan III
yang menyatakan bahwa rumah negara yang diusulkan untuk dijual
tidak dalam keadaan sengketa;
b. keputusan penetapan status rumah negara golongan III;
c. persetujuan pengalihan dan penetapan status penggunaan barang
milik daerah;
d. Surat Ijin Penghunian rumah negara golongan III;
e. gambar/ledger, lokasi, tahun perolehan, luas tanah, dan bangunan
rumah negara golongan III; dan
f. surat pernyataan kelayakan pengalihan hak rumah negara golongan
III dari Pengguna Barang rumah negara golongan III.
(2) Pengguna Barang rumah negara golongan III bertanggung jawab penuh
atas kebenaran dan keabsahan data dan dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 495
(1) Rumah negara yang dapat dialihkan haknya adalah rumah negara
golongan III yang telah berumur 10 (sepuluh) tahun atau lebih dan tidak
dalam keadaan sengketa.
(2) Umur rumah negara sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1),
diperhitungkan berdasarkan penetapan status atau pengalihan status
oleh Bupati.
(3) Rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), hanya
dapat dialihkan haknya kepada penghuni atas permohonan penghuni
melalui Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang.
(4) Penghuni rumah negara golongan III dapat mengajukan permohonan
pengalihan apabila yang bersangkutan telah mempunyai masa kerja 10
(sepuluh) tahun atau lebih sebagai pegawai negeri sipil pemerintah
daerah yang bersangkutan.
170
(5) Dalam hal suami dan istri masing-masing mendapat Surat Izin
Penghunian untuk menghuni rumah negara golongan III, maka
pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat
diberikan kepada salah satu dari suami dan istri yang bersangkutan dan
belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah
dari pemerintah berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
(6) Pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang telah memperoleh rumah
dan/atau tanah dari pemerintah, tidak dapat lagi mengajukan
permohonan pengalihan hak atas rumah negara golongan III.
(7) Pengalihan hak rumah negara golongan III kepada penghuninya
ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 496
(1) Penghuni rumah negara golongan III yang dapat mengajukan
permohonan pengalihan hak kepada Pengguna Barang harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. Pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan:
1. mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun;
2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; dan
3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah
dan/atau tanah dari pemerintah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Pensiunan pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang
bersangkutan;
1. menerima pensiun dari Negara;
2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; dan
3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah
dan/atau tanah dari pemerintah, berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Janda/duda pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang
bersangkutan:
1. masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara, yang:
a) almarhum suaminya/isterinya sekurang-kurangnya
mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun; atau
b) masa kerja almarhum suaminya/isterinya ditambah dengan
jangka waktu sejak yang besangkutan menjadi janda/duda
berjumlah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun;
2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; dan
3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah
dan/atau tanah berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
d. Janda/duda pahlawan, yang suaminya/isterinya dinyatakan sebagai
pahlawan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku:
1. masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara;
2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; dan
3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah
dan/atau tanah dari pemerintah berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
e. Pejabat negara, janda/duda pejabat negara:
1. masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara;
2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; dan
171
3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah
dan/atau tanah dari pemerintah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Apabila penghuni rumah negara golongan III sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meninggal dunia, maka pengajuan permohonan pengalihan
hak atas rumah negara dimaksud dapat diajukan oleh anak sah dari
penghuni yang bersangkutan.
(3) Apabila pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang
bersangkutan/penghuni yang bersangkutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), meninggal dan tidak mempunyai anak sah, maka rumah
negara kembali ke pemerintah daerah.
(4) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna
Barang mengajukan usulan penjualan rumah negara golongan III Kepada
Bupati.
(5) Bupati melakukan penelitian dan pengkajian sebagai bahan
pertimbangan persetujuan Bupati atas permohonan yang diajukan
penghuni rumah negara golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat
(4).
Pasal 497
(1) Bupati melalui Pengelola Barang menugaskan Penilai untuk melakukan
penilaian atas rumah negara golongan III yang akan dialihkan dan hasil
penilaian dilaporkan kepada Bupati.
(2) Dalam melakukan penelitian dan pengkajian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 496 ayat (5), Bupati dapat membentuk Tim.
(3) Hasil penelitian dan pengkajian dituangkan dalam Berita Acara dan
disampaikan kepada Bupati sebagai bahan pertimbangan persetujuan
penjualan rumah negara golongan III.
(4) Bupati menyetujui dan menetapkan pengalihan hak rumah negara
golongan III berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (3).
(5) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan dengan
menerbitkan surat persetujuan dan penetapan dengan menerbitkan
surat keputusan.
(6) Pelaksanaan penjualan barang milik daerah berupa rumah negara
golongan III dalam bentuk pengalihan hak harus dilaporkan kepada
Bupati dengan melampirkan salinan keputusan pengalihan hak rumah
negara dan penetapan harga rumah negara golongan III setelah
penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Dalam hal Bupati tidak menyetujui atas pengajuan permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 496 ayat (1), Bupati memberitahukan
kepada Pengguna Barang rumah negara golongan III disertai alasannya
untuk disampaikan kepada pengguni rumah negara golongan III.
Pasal 498
(1) Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 497 ayat
(5), Bupati menetapkan harga rumah beserta tanahnya berdasarkan
hasil penilaian.
(2) Harga rumah negara golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan sebesar 50 % (lima puluh persen) dari nilai wajar.
172
Pasal 499
(1) Pengalihan rumah negara golongan III dilakukan dengan cara sewa beli.
(2) Bupati menandatangani surat perjanjian sewa beli rumah negara
golongan III.
(3) Pembayaran harga rumah negara golongan III dapat dilaksanakan secara
angsuran dan disetor ke Kas Umum Daerah.
(4) Apabila rumah yang dialihkan haknya terkena rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembayarannya dapat dilakukan
secara tunai.
(5) Pembayaran angsuran pertama ditetapkan paling sedikit 50% (lima
puluh persen) dari harga rumah negara Golongan III dan dibayar penuh
pada saat perjanjian sewa beli ditandatangani, sedang sisanya diangsur
dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 500
(1) Penghuni yang telah membayar lunas harga rumah negara golongan III
beserta tanahnya, memperoleh:
a. penyerahan hak milik rumah; dan
b. pelepasan hak atas tanah.
(2) Penghuni yang telah memperoleh penyerahan hak milik dan pelepasan
hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengajukan
permohonan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pelepasan hak atas tanah dan/atau penyerahan hak milik rumah serta
penghapusan dari daftar barang milik daerah ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
(4) Bupati menyerahkan surat keputusan penyerahan hak milik rumah dan
pelepasan hak atas tanah kepada penghuni yang telah membayar lunas
harga rumah beserta harga tanahnya sesuai perjanjian sewa beli
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 499 ayat (2).
(5) Penghuni yang telah memperoleh surat keputusan penyerahan hak milik
rumah dan pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), wajib mengajukan permohonan hak untuk memperoleh sertifikat
hak atas tanah kepada Kantor Pertanahan setempat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Surat keputusan penyerahan hak milik rumah dan pelepasan hak atas
tanah untuk ditindaklanjuti dengan penghapusan dari Daftar Barang
Milik Daerah.
Bagian Keempat
Tata Cara Penghapusan Rumah Negara
Pasal 501
(1) Penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara dilakukan
berdasarkan keputusan penghapusan yang diterbitkan oleh:
a. Pengelola Barang untuk penghapusan dari Daftar Barang
Pengguna/Kuasa Pengguna Barang; dan
b. Bupati untuk penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah
Pengelola Barang.
173
(2) Penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara golongan I
dan rumah negara golongan II dari Daftar Barang Pengguna/Kuasa
Pengguna kepada Bupati atau Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang lainnya;
b. penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara golongan III
dari daftar barang Pengguna/Kuasa Pengguna kepada Bupati atau
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang lain rumah negara
golongan III; atau
c. penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara dari Daftar
Barang Milik Daerah.
(3) Penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilakukan sebagai tindak lanjut dari:
a. penyerahan kepada Bupati;
b. alih status penggunaan kepada Pengguna Barang lain;
c. alih status penggunaan menjadi bangunan kantor; atau
d. sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi
penyebab penghapusan, antara lain terkena bencana alam atau
terkena dampak dari terjadinya force majeure.
(4) Penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan sebagai tindak lanjut dari:
a. penyerahan kepada Bupati;
b. alih status penggunaan kepada Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna
Barang lain;
c. penjualan rumah negara golongan III;
d. sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi
penyebab penghapusan, antara lain terkena bencana alam atau
terkena dampak dari terjadinya force majeure.
(5) Penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c, dilakukan sebagai tindak lanjut dari:
a. penjualan rumah negara golongan III; atau
b. sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi
penyebab penghapusan, antara lain terkena bencana alam, atau
terkena dampak dari terjadinya force majeure.
Pasal 502
Penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 501 dilakukan setelah keputusan penghapusan
diterbitkan oleh:
a. Pengelola Barang untuk barang milik daerah berupa rumah negara
golongan I dan rumah negara golongan II, untuk penghapusan dari
daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna;
b. Pengelola Barang rumah negara golongan III, untuk penghapusan dari
Daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna rumah negara golongan III;
atau
c. Bupati, untuk penghapusan dari daftar barang Pengelola Barang.
174
Pasal 503
(1) Pengelola Barang menyampaikan laporan pelaksanaan penghapusan
kepada Bupati dengan melampirkan keputusan penghapusan dari daftar
Barang Pengguna/Kuasa Pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal
502 huruf a dan huruf b.
(2) Pengelola Barang menyampaikan laporan pelaksanaan penghapusan
karena penjualan rumah negara golongan III kepada Bupati dengan
melampirkan:
a. keputusan penghapusan dari daftar barang Pengguna/Kuasa
Pengguna rumah negara golongan III;
b. keputusan penyerahan hak milik rumah dan pelepasan hak atas
tanah rumah negara golongan III; dan
c. perjanjian sewa beli.
Pasal 504
Nilai barang milik daerah berupa rumah negara yang dihapuskan sebesar
nilai yang tercantum dalam:
a. Daftar Barang Pengelola/Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa
Pengguna; atau
b. Daftar Barang Milik Daerah.
Bagian Kelima
Tata Cara Penatausahaan Rumah Negara
Pasal 505
(1) Penatausahaan barang milik daerah berupa rumah negara meliputi
kegiatan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan.
(2) Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dan Pengelola Barang
melakukan penatausahaan barang milik daerah berupa rumah negara.
(3) Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan
pelengkap dari penatausahaan barang milik daerah antara lain:
a. alih status penggunaan;
b. alih status golongan;
c. alih fungsi;
d. penjualan rumah negara golongan III; dan
e. penghapusan.
Pasal 506
(1) Inventarisasi dalam rangka penatausahaan barang milik daerah berupa
rumah negara dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima)
tahun.
(2) Pelaksanaan Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan untuk mengumpulkan data administrasi dan fisik barang
milik daerah berupa rumah negara sekurang-kurangnya meliputi:
a. bukti kepemilikan tanah dan bangunan;
b. status penggunaan;
c. status penghunian;
d. nilai dan luas tanah dan bangunan;
e. alamat, lokasi, dan tipe bangunan; dan
f. kondisi bangunan
(3) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan oleh
Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
kepada Bupati.
175
Pasal 507
(1) Pelaporan dalam rangka penatausahaan barang milik daerah berupa
rumah negara dilaksanakan setiap semesteran dan tahunan.
(2) Pengguna Barang menyusun laporan semesteran dan tahunan atas
barang milik daerah berupa rumah negara sebagai bagian dari pelaporan
barang milik daerah.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan terhadap
kegiatan pembukuan dan inventarisasi barang milik daerah berupa
rumah negara.
Bagian Keenam
Pengawasan dan Pengendalian Rumah Negara
Pasal 508
Pengguna Barang melakukan pengawasan dan pengendalian barang milik
daerah berupa rumah negara yang berada dalam penguasaannya.
BAB XVII
GANTI RUGI DAN SANKSI
Pasal 509
(1) Setiap kerugian daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan/pelanggaran
hukum atas pengelolaan barang milik daerah diselesaikan melalui
tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Setiap pihak yang mengakibatkan kerugian daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XVIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 510
(1) Pejabat atau pegawai yang melaksanakan pengelolaan Barang Milik
Daerah yang menghasilkan penerimaan Daerah dapat diberikan insentif.
(2) Pejabat atau pegawai selaku pengurus barang dalam melaksanakan
tugas rutinnya dapat diberikan tunjangan yang besarannya disesuaikan
dengan kemampuan keuangan Daerah.
(3) Pemberian insentif dan/atau tunjangan kepada Pejabat atau pegawai
yang melaksanakan pengelolaan Barang Milik Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dalam Peraturan Bupati
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
176
BAB XIX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 511
(1) Pejabat Pengelola barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak
Peraturan Daerah ini diundangkan.
(2) Penggolongan dan kodefikasi barang milik daerah yang telah ada masih
tetap berlaku sepanjang belum ditetapkannya peraturan tentang
Penggolongan dan Kodefikasi yang baru.
(3) Pembukuan, inventarisasi dan pelaporan barang milik daerah yang telah
ada masih tetap berlaku sepanjang belum ditetapkannya peraturan
tentang Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan.
(4) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku:
a. pemanfaatan Barang Milik Daerah yang telah terjadi dan belum
mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang maka Bupati
dapat menerbitkan persetujuan terhadap kelanjutan pemanfaatan
Barang Milik Daerah dengan ketentuan Pengelola Barang
menyampaikan permohonan persetujuan untuk sisa waktu
pemanfaatan sesuai dengan perjanjian kepada Bupati, dengan
melampirkan:
1. Usulan kontribusi dari Pemanfaatan Barang Milik Daerah; dan
2. Laporan hasil audit aparat pengawasan internal Pemerintah
b. tukar menukar Barang Milik Daerah yang telah dilaksanakan tanpa
persetujuan pejabat berwenang dan barang pengganti telah tersedia
seluruhnya, dilanjutkan dengan serah terima Barang Milik Daerah
dengan aset pengganti antara Pengelola Barang dengan mitra Tukar
Menukar dengan ketentuan:
1. Pengelola Barang memastikan nilai barang pengganti sekurangkurangnya sama dengan nilai Barang Milik Daerah yang
dipertukarkan; dan
2. Pengelola Barang membuat pernyataan bertanggung jawab penuh
atas pelaksanaan Tukar Menukar tersebut.
(5) Bupati menerbitkan persetujuan penghapusan atas Barang Milik
Daerah yang telah diserahterimakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf b, berdasarkan permohonan dari Pengelola barang.
(6) Segala akibat hukum yang menyertai pelaksanaan Pemanfaatan sebelum
diberikannya persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a,
serta pelaksanaan tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf b, sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pihak dalam
Pemanfaatan atau Tukar menukar tersebut.
BAB XX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 513
Ketentuan mengenai:
a. Struktur pejabat pengelola barang milik daerah;
b. Format perencanaan kebutuhan barang milik daerah;
c. Format penggunaan barang milik daerah;
d. Format laporan hasil penelitian pemeliharaan barang milik daerah;
177
e. Format penghapusan barang milik daerah; dan
f. Format surat persetujuan.
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 514
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten
Luwu Timur Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik
Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur Tahun 2008 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 22), dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 515
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Luwu Timur
|