MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Timur. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Bupati adalah Bupati Luwu Timur. 5. Pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah adalah Kepala Daerah. 6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 7. Sekretaris Daerah adalah pengelola barang milik daerah. 8. Pengelola Barang Milik Daerah yang selanjutnya disebut Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab melakukan koordinasi pengelolaan barang milik daerah. 9. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah unsur pembantu Kepala Daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. 10. Pejabat Penatausahaan Barang adalah kepala SKPD yang mempunyai fungsi pengelolaan barang milik daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah. 11. Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah. 12. Unit kerja adalah bagian SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa program. 13. Barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 3 14. Kuasa Pengguna Barang Milik Daerah selanjutnya disebut sebagai Kuasa Pengguna Barang adalah kepala unit kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. 15. Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang adalah Pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha barang milik daerah pada Pengguna Barang. 16. Pengurus Barang Milik Daerah yang selanjutnya disebut Pengurus Barang adalah Pejabat dan/atau Jabatan Fungsional Umum yang diserahi tugas mengurus barang. 17. Pengurus Barang Pengelola adalah pejabat yang diserahi tugas menerima, menyimpan, mengeluarkan, dan menatausahakan barang milik daerah pada Pejabat Penatausahaan Barang. 18. Pengurus Barang Pengguna adalah Jabatan Fungsional Umum yang diserahi tugas menerima, menyimpan, mengeluarkan, menatausahakan barang milik daerah pada Pengguna Barang. 19. Pembantu Pengurus Barang Pengelola adalah pengurus barang yang membantu dalam penyiapan administrasi maupun teknis penatausahaan barang milik daerah pada Pengelola Barang. 20. Pembantu Pengurus Barang Pengguna adalah pengurus barang yang membantu dalam penyiapan administrasi maupun teknis penatausahaan barang milik daerah pada Pengguna Barang. 21. Pengurus Barang Pembantu adalah yang diserahi tugas menerima, menyimpan, mengeluarkan, menatausahakan dan mempertanggung jawabkan barang milik daerah pada Kuasa Pengguna Barang. 22. Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. 23. Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa barang milik daerah pada saat tertentu. 24. Penilai Pemerintah adalah Penilai Pemerintah Pusat dan Penilai Pemerintah Daerah. 25. Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian. 26. Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. 27. Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah, yang selanjutnya disingkat RKBMD, adalah dokumen perencanaan kebutuhan barang milik daerah untuk periode 1 (satu) tahun. 28. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan barang milik daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD yang bersangkutan. 29. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD dan/atau optimalisasi barang milik daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan. 30. Sewa adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. 4 31. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan Barang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Bupati. 32. Kerja Sama Pemanfaatan yang selanjutnya disingkat KSP adalah pendayagunaan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan pendapatan daerah atau sumber pembiayaan lainnya. 33. Bangun Guna Serah yang selanjutnya disingkat BGS adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. 34. Bangun Serah Guna yang selanjutnya disingkat BSG adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. 35. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat KSPI adalah kerjasama antara pemerintah dan badan usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 36. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama yang selanjutnya disingkat PJPK adalah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan peraturan perundang-undangan. 37. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah. 38. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. 39. Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling sedikit dengan nilai seimbang. 40. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian. 41. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara. 42. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan barang milik daerah. 43. Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. 44. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5 45. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik daerah. 46. Dokumen kepemilikan adalah dokumen sah yang merupakan bukti kepemilikan atas barang milik daerah. 47. Daftar barang milik daerah adalah daftar yang memuat data seluruh barang milik daerah. 48. Daftar barang pengguna adalah daftar yang memuat data barang milik daerah yang digunakan oleh masing-masing Pengguna Barang. 49. Daftar Barang Kuasa Pengguna adalah daftar yang memuat data barang milik daerah yang dimiliki oleh masing-masing Kuasa Pengguna Barang. 50. Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki Pemerintah Daerah dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri sipil pemerintah daerah. 51. Pihak lain adalah pihak selain Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi: a. pejabat pengelola barang milik daerah; b. perencanaan kebutuhan dan penganggaran; c. pengadaan; d. penggunaan; e. pemanfaatan; f. pengamanan dan pemeliharaan; g. penilaian; h. pemindahtanganan; i. pemusnahan; j. penghapusan; k. penatausahaan; l. pembinaan, pengawasan dan pengendalian; m. pengelolaan barang milik daerah pada SKPD yang menggunakan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah; n. barang milik daerah berupa rumah negara; dan o. ganti rugi dan sanksi. Pasal 3 Barang milik daerah meliputi: a. barang milik daerah yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; atau b. barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pasal 4 (1) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilarang digadaikan/dijaminkan untuk mendapatkan pinjaman atau diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah daerah. (2) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak dapat disita sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6 Pasal 5 (1) Barang milik daerah yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, dilengkapi dokumen pengadaan. (2) Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, dilengkapi dokumen perolehan. (3) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), bersifat berwujud maupun tidak berwujud. Pasal 6 Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, meliputi: a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan; d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau e. barang yang diperoleh kembali dari hasil divestasi atas penyertaan modal pemerintah daerah. Pasal 7 Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, hibah/sumbangan atau yang sejenis dari negara/lembaga internasional sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 8 Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, antara lain berasal dari: a. kontrak karya; b. kontrak bagi hasil; c. kontrak kerjasama; d. perjanjian dengan negara lain/lembaga internasional; dan e. kerja sama pemerintah daerah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. BAB III PEJABAT PENGELOLA BARANG MILIK DAERAH Bagian Kesatu Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Barang Milik Daerah Pasal 9 (1) Bupati adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah. (2) Pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang dan bertanggung jawab: a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah; 7 b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan, atau pemindahtanganan barang milik daerah; c. menetapkan kebijakan pengamanan dan pemeliharaan barang milik daerah; d. menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah; e. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan DPRD; f. menyetujui usul pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah sesuai batas kewenangannya; g. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan; dan h. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk kerjasama penyediaan infrastruktur. Bagian Kedua Pengelola Barang Pasal 10 Sekretaris Daerah selaku Pengelola Barang, berwenang dan bertanggung jawab: a. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah; b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik daerah; c. mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Bupati; d. mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah; e. mengatur pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh Bupati atau DPRD; f. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah; dan g. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah. Bagian Ketiga Pejabat Penatausahaan Barang Pasal 11 (1) Kepala SKPD yang mempunyai fungsi pengelolaan barang milik daerah selaku Pejabat Penatausahaan Barang. (2) Pejabat Penatausahaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai wewenang dan tanggungjawab: a. membantu meneliti dan memberikan pertimbangan persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan barang milik daerah kepada Pengelola Barang; b. membantu meneliti dan memberikan pertimbangan persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik daerah kepada Pengelola Barang; c. memberikan pertimbangan kepada Pengelola Barang atas pengajuan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Bupati; 8 d. memberikan pertimbangan kepada pengelola barang untuk mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah; e. memberikan pertimbangan kepada pengelola barang atas pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh Bupati dan DPRD; f. membantu Pengelola Barang dalam pelaksanaan koordinasi inventarisasi barang milik daerah; g. melakukan pencatatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada Bupati melalui Pengelola Barang, serta barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; h. mengamankan dan memelihara barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf g; i. membantu Pengelola Barang dalam pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah; dan j. menyusun laporan barang milik daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pejabat Penatausahaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Bagian Keempat Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang Pasal 12 (1) Kepala SKPD selaku Pengguna Barang. (2) Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (3) Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang dan bertanggung jawab: a. mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah bagi SKPD yang dipimpinnya; b. mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah; c. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya; d. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD yang dipimpinnya; e. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya; f. mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan; g. menyerahkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain, kepada Bupati melalui Pengelola Barang; h. mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah; i. melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan 9 j. menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang. Pasal 13 (1) Pengguna Barang dapat melimpahkan sebagian kewenangan dan tanggungjawab kepada Kuasa Pengguna Barang. (2) Pelimpahan sebagian wewenang dan tanggungjawab kepada Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati atas usul Pengguna Barang. (3) Penetapan kuasa pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan pertimbangan jumlah barang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. Bagian Kelima Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang Pasal 14 (1) Pengguna Barang dibantu oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang. (2) Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati atas usul Pengguna Barang. (3) Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu pejabat yang membidangi fungsi pengelolaan barang milik daerah pada Pengguna Barang. (4) Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang dan bertanggung jawab: a. menyiapkan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah pada Pengguna Barang; b. meneliti usulan permohonan penetapan status penggunaan barang yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah; c. meneliti pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang dilaksanakan oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang Pembantu; d. menyusun pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan; e. mengusulkan rencana penyerahan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang tidak dimanfaatkan oleh pihak lain; f. menyiapkan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah; g. meneliti laporan barang semesteran dan tahunan yang dilaksanakan oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang Pembantu; h. memberikan persetujuan atas Surat Permintaan Barang dengan menerbitkan Surat Perintah Penyaluran Barang untuk mengeluarkan barang milik daerah dari gudang penyimpanan; i. meneliti dan melakukan verifikasi Kartu Inventaris Ruangan setiap semester dan setiap tahun; 10 j. melakukan verifikasi sebagai dasar memberikan persetujuan atas perubahan kondisi fisik barang milik daerah; dan k. meneliti laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan oleh Pengurus Barang Pengguna dan/atau Pengurus Barang Pembantu. Bagian Keenam Pengurus Barang Pengelola Pasal 15 (1) Pengurus Barang Pengelola ditetapkan dengan Keputusan Bupati atas usul Pejabat Penatausahaan Barang. (2) Pengurus Barang Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pejabat yang membidangi fungsi pengelolaan barang milik daerah pada Pejabat Penatausahaan Barang. (3) Pengurus Barang Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang dan bertanggungjawab: a. membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan barang milik daerah kepada Pejabat Penatausahaan Barang; b. membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik daerah kepada Pejabat Penatausahaan Barang; c. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Bupati; d. meneliti dokumen usulan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan dari Pengguna Barang, sebagai bahan pertimbangan oleh Pejabat Penatausahaan Barang dalam pengaturan pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah; e. menyiapkan bahan pencatatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada Bupati melalui Pengelola Barang; f. menyimpan dokumen asli kepemilikan barang milik daerah; g. menyimpan salinan dokumen Laporan Barang Pengguna/Kuasa Pengguna Barang; h. melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang milik daerah; dan i. melakukan rekapitulasi dan menghimpun Laporan Barang Pengguna semesteran dan tahunan serta Laporan Barang Pengelola sebagai bahan penyusunan Laporan barang milik daerah. (4) Pengurus Barang Pengelola secara administratif dan secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pengelola Barang melalui Pejabat Penatausahaan Barang. (5) Dalam hal melaksanakan tugas dan fungsi administrasi Pengurus Barang Pengelola dapat dibantu oleh Pembantu Pengurus Barang Pengelola yang ditetapkan oleh Pejabat Penatausahaan Barang. 11 (6) Pengurus Barang Pengelola dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan, dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya dibebankan pada APBD. Bagian Ketujuh Pengurus Barang Pengguna Pasal 16 (1) Pengurus Barang Pengguna ditetapkan dengan Keputusan Bupati atas usul Pengguna Barang. (2) Pengurus Barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang dan bertanggungjawab: a. membantu menyiapkan dokumen rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah; b. menyiapkan usulan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah; c. melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah; d. membantu mengamankan barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang; e. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan; f. menyiapkan dokumen penyerahan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain; g. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah; h. menyusun laporan barang semesteran dan tahunan; i. menyiapkan Surat Permintaan Barang berdasarkan nota permintaan barang; j. mengajukan Surat Permintaan Barang kepada Pejabat Penatausahaan Barang Pengguna; k. menyerahkan barang berdasarkan Surat Perintah Penyaluran Barang yang dituangkan dalam berita acara penyerahan barang; l. membuat Kartu Inventaris Ruangan semesteran dan tahunan; m. memberi label barang milik daerah; n. mengajukan permohonan persetujuan kepada Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang atas perubahan kondisi fisik barang milik daerah berdasarkan pengecekan fisik barang; o. melakukan stock opname barang persediaan; p. menyimpan dokumen, antara lain: fotokopi/salinan dokumen kepemilikan barang milik daerah dan menyimpan asli/fotokopi/salinan dokumen penatausahaan; q. melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang Pengguna Barang dan laporan barang milik daerah; dan r. membuat laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan kepada Pengelola Barang melalui Pengguna Barang setelah di teliti oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang. 12 (3) Pengurus Barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), secara administratif bertanggung jawab kepada Pengguna Barang dan secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pengelola Barang melalui Pejabat Penatausahaan Barang. (4) Dalam hal melaksanakan tugas dan fungsi administrasi Pengurus Barang Pengguna dapat dibantu oleh Pembantu Pengurus Barang Pengguna yang ditetapkan oleh Pengguna Barang. (5) Pengurus Barang Pengguna dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya dibebankan pada APBD. Bagian Kedelapan Pengurus Barang Pembantu Pasal 17 (1) Pengurus Barang Pembantu ditetapkan dengan Keputusan Bupati atas Usul Kuasa Pengguna Barang melalui Pengguna Barang. (2) Pembentukan Pengurus Barang Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan pertimbangan jumlah barang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. (3) Pengurus Barang Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang dan bertanggungjawab: a. menyiapkan dokumen rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah; b. menyiapkan usulan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah; c. melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah; d. membantu mengamankan barang milik daerah yang berada pada Kuasa Pengguna Barang; e. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan; f. menyiapkan dokumen penyerahan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kuasa Pengguna Barang dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain; g. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah; h. menyusun laporan barang semesteran dan tahunan; i. menyiapkan Surat Permintaan Barang berdasarkan nota permintaan barang; j. mengajukan Surat Permintaan Barang kepada Kuasa Pengguna Barang; k. menyerahkan barang berdasarkan Surat Perintah Penyaluran Barang yang dituangkan dalam berita acara penyerahan barang; l. membuat Kartu Inventaris Ruangan semesteran dan tahunan; m. memberi label barang milik daerah; 13 n. mengajukan permohonan persetujuan kepada Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang melalui Kuasa Pengguna Barang atas perubahan kondisi fisik barang milik daerah pengecekan fisik barang; o. melakukan stock opname barang persediaan; p. menyimpan dokumen, antara lain: fotokopi/salinan dokumen kepemilikan barang milik daerah dan menyimpan asli/fotokopi/salinan dokumen penatausahaan; q. melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang Kuasa Pengguna Barang dan laporan barang milik daerah; dan r. membuat laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan pada Pengguna Barang melalui Kuasa Pengguna Barang setelah diteliti oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang dan Pengurus Barang Pengguna. (4) Pengurus Barang Pembantu baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya dibebankan pada APBD. BAB IV PERENCANAAN KEBUTUHAN BARANG MILIK DAERAH Bagian Kesatu Prinsip Umum Pasal 18 (1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD serta ketersediaan barang milik daerah yang ada. (2) Ketersediaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan barang milik daerah yang ada pada Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang. (3) Perencanaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus dapat mencerminkan kebutuhan riil barang milik daerah pada SKPD sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan RKBMD. Pasal 19 (1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah dilaksanakan setiap tahun setelah rencana kerja SKPD ditetapkan. (2) Perencanaan Kebutuhan sebagaimana dimaksud ayat (1), merupakan salah satu dasar bagi SKPD dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru dan angka dasar serta penyusunan rencana kerja dan anggaran. Pasal 20 (1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah mengacu pada Rencana Kerja SKPD. (2) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), kecuali untuk penghapusan, berpedoman pada: a. standar barang; 14 b. standar kebutuhan; dan/atau c. standar harga. (3) Standar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, merupakan spesifikasi barang yang ditetapkan sebagai acuan penghitungan pengadaan barang milik daerah dalam perencanaan kebutuhan. (4) Standar kebutuhan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, merupakan satuan jumlah barang yang dibutuhkan sebagai acuan perhitungan pengadaan dan penggunaan barang milik daerah dalam perencanaan kebutuhan barang milik daerah pada SKPD. (5) Standar harga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, merupakan besaran harga yang ditetapkan sebagai acuan pengadaan barang milik daerah dalam perencanaan kebutuhan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan standar barang, standar kebutuhan dan standar harga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ayat (4) dan ayat (5), diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 21 (1) Penetapan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b, berpedoman pada ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Penetapan standar barang dan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a dan huruf b, dilakukan setelah berkoordinasi dengan dinas teknis terkait. Pasal 22 Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang mengusulkan RKBMD pengadaan barang milik daerah dengan berpedoman pada standar barang dan standar kebutuhan. Pasal 23 (1) Pengguna Barang menghimpun usulan RKBMD yang diajukan oleh Kuasa Pengguna Barang yang berada di lingkungan SKPD yang dipimpinnya. (2) Pengguna Barang menyampaikan usulan RKBMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Pengelola Barang. (3) Pengelola Barang melakukan penelaahan atas usulan RKBMD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bersama Pengguna Barang dengan memperhatikan data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang. (4) Data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain: a. laporan Daftar Barang Pengguna bulanan; b. laporan Daftar Barang Pengguna semesteran; c. laporan Daftar Barang Pengguna tahunan; d. laporan Daftar Barang Pengelola bulanan; e. laporan Daftar Barang Pengelola semesteran; f. laporan Daftar Barang Pengelola tahunan; g. laporan Daftar Barang milik daerah semesteran; dan h. laporan Daftar Barang milik daerah tahunan. 15 (5) Pengelola Barang dalam melakukan penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibantu Pejabat Penatausahaan Barang dan Pengurus Barang Pengelola. (6) Pejabat Penatausahaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5), merupakan anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah. (7) Hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan dasar penyusunan RKBMD. Pasal 24 RKBMD yang telah ditetapkan oleh Pengelola Barang digunakan oleh Pengguna Barang sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD. Pasal 25 (1) RKBMD pemeliharaan barang milik daerah tidak dapat diusulkan oleh Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang terhadap: a. barang milik daerah yang berada dalam kondisi rusak berat; b. barang milik daerah yang sedang dalam status penggunaan sementara; c. barang milik daerah yang sedang dalam status untuk dioperasikan oleh pihak lain; dan/atau d. barang milik daerah yang sedang menjadi objek pemanfaatan. (2) RKBMD pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diusulkan oleh Pengguna Barang yang menggunakan sementara barang milik daerah. (3) RKBMD pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, tidak termasuk pemanfaatan dalam bentuk pinjam pakai dengan jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan. Bagian Kedua Lingkup Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Daerah Pasal 26 (1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah meliputi: a. perencanaan pengadaan barang milik daerah; b. perencanaan pemeliharaan barang milik daerah; c. perencanaan pemanfaatan barang milik daerah; d. perencanaan pemindahtanganan barang milik daerah; dan e. perencanaan penghapusan barang milik daerah. (2) Perencanaan pengadaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dituangkan dalam dokumen RKBMD Pengadaan. (3) Perencanaan pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dituangkan dalam dokumen RKBMD Pemeliharaan. (4) Perencanaan pemanfaatan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dituangkan dalam dokumen RKBMD Pemanfaatan. (5) Perencanaan pemindahtanganan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dituangkan dalam dokumen RKBMD pemindahtanganan. (6) Perencanaan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dituangkan dalam dokumen RKBMD Penghapusan. 16 Bagian Ketiga Tata Cara Penyusunan RKBMD Pengadaan Barang Milik Daerah Pada Pengguna Barang Pasal 27 (1) Kuasa Pengguna Barang menyusun usulan RKBMD Pengadaan barang milik daerah di lingkungan Kuasa Pengguna Barang yang dipimpinnya. (2) Kuasa Pengguna Barang menyampaikan usulan RKBMD Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Pengguna Barang paling lambat minggu kedua bulan Mei. Pasal 28 (1) Pengguna Barang melakukan penelaahan atas usulan RKBMD Pengadaan yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), pada minggu ketiga bulan Mei. (2) Dalam penelaahan usulan RKBMD pengadaan yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna Barang mengikutsertakan Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang dan Pengurus Barang Pengguna untuk melakukan review terhadap kebenaran dan kelengkapan usulan RKBMD Pengadaan. (3) Penelaahan atas usulan RKBMD Pengadaan yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diutamakan untuk memastikan kebenaran data masukan penyusunan usulan RKBMD Pengadaan yang paling rendah mempertimbangkan: a. kesesuaian program perencanaan dan standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2); dan b. ketersediaan barang milik daerah di lingkungan Pengguna Barang. (4) Hasil penelaahan atas usulan RKBMD Pengadaan yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan oleh Pengguna Barang dalam menyusun RKBMD Pengadaan barang milik daerah pada tingkat Pengguna Barang paling rendah memuat informasi: a. nama Kuasa Pengguna Barang; b. nama Pengguna Barang; c. program; d. kegiatan; e. data daftar barang pada Pengguna Barang dan/atau daftar barang pada Kuasa Pengguna Barang; dan f. rencana kebutuhan pengadaan barang yang disetujui. Pasal 29 (1) Hasil penelaahan Pengguna Barang atas usulan RKBMD Pengadaan yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4), ditandatangani Pengguna Barang. (2) Kuasa Pengguna Barang menyusun RKBMD Pengadaan barang milik daerah berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk disampaikan kepada Pengguna Barang paling lambat minggu keempat bulan Mei. 17 Bagian Keempat Tata Cara Penyusunan RKBMD Pemeliharaan Barang Milik Daerah Pada Pengguna Barang Pasal 30 (1) Kuasa Pengguna Barang menyusun usulan RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah di lingkungan Kuasa Pengguna Barang yang dipimpinnya. (2) Kuasa Pengguna Barang menyampaikan usulan RKBMD Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Pengguna Barang paling lambat minggu kedua bulan Mei. Pasal 31 (1) Pengguna Barang melakukan penelaahan atas usulan RKBMD Pemeliharaan yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), pada minggu ketiga bulan Mei. (2) Dalam penelaahan usulan RKBMD pemeliharaan usulan RKBMD Pemeliharaan yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna Barang mengikutsertakan Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang dan Pengurus Barang Pengguna untuk melakukan penelitian terhadap kebenaran dan kelengkapan usulan RKBMD pemeliharaan. (3) Penelaahan atas usulan RKBMD Pemeliharaan yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diutamakan untuk memastikan kebenaran data masukan penyusunan RKBMD pemeliharaan paling sedikit mengacu pada daftar barang Kuasa Pengguna Barang yang memuat informasi mengenai barang yang dipelihara. (4) Hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan oleh Pengguna Barang dalam menyusun RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah tingkat Pengguna Barang paling sedikit memuat informasi: a. nama Kuasa Pengguna Barang; b. nama Pengguna Barang; c. nama barang yang dipelihara; d. usulan kebutuhan pemeliharaan; dan e. rencana kebutuhan barang milik daerah yang disetujui. Pasal 32 (1) Hasil penelaahan Pengguna Barang atas usulan RKBMD Pemeliharaan yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4), ditandatangani Pengguna Barang. (2) Kuasa Pengguna Barang menyusun RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk disampaikan kepada Pengguna Barang paling lambat minggu keempat bulan Mei. 18 Pasal 33 (1) Pengguna Barang menghimpun RKBMD Pengadaan dan RKBMD Pemeliharaan dari Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dan Pasal 32 ayat (2), untuk disampaikan kepada Pengelola Barang. (2) Penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi surat pengantar RKBMD yang ditandatangani oleh Pengguna Barang dan data barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4). (3) Penyampaian RKBMD Pengadaan dan RKBMD Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang dilakukan paling lambat minggu pertama bulan Juni. Bagian Kelima Tata Cara Penelaahan RKBMD Pengadaan Barang Milik Daerah Pada Pengelola Barang Pasal 34 (1) Penelaahan atas RKBMD Pengadaan barang milik daerah dilakukan terhadap: a. relevansi program dengan rencana keluaran Pengguna Barang; b. optimalisasi penggunaan barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang; dan c. efektivitas penggunaan barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang telah sesuai peruntukannya dalam rangka menunjang tugas dan fungsi SKPD. (2) Penelaahan atas RKBMD Pengadaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memperhatikan: a. kesesuaian program perencanaan dan standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2); dan b. data barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4). (3) Penelaahan atas RKBMD Pengadaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam Hasil Penelaahan RKBMD Pengadaan barang milik daerah paling sedikit memuat: a. nama Kuasa Pengguna Barang; b. nama Pengguna Barang; c. program; d. kegiatan; e. data daftar barang pada Pengguna Barang dan/atau daftar barang pada Kuasa Pengguna Barang; dan f. rencana kebutuhan pengadaan barang yang disetujui. (4) Dalam melaksanakan penelaahan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang mengikutsertakan Pejabat Penatausahaan Barang dan Pengurus Barang Pengelola untuk menyiapkan dan memberikan pertimbangan terhadap kebenaran dan kelengkapan usulan RKBMD Pengadaan yang dilaksanakan paling lambat minggu kedua bulan Juni. Pasal 35 (1) Hasil Penelaahan RKBMD Pengadaan barang milik daerah dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3), ditandatangani oleh Pengelola Barang. (2) Pengguna Barang menyusun RKBMD Pengadaan berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 19 (3) RKBMD Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang paling lambat minggu ketiga bulan Juni. Bagian Keenam Tata Cara Penelaahan RKBMD Pemeliharaan Barang Milik Daerah Pada Pengelola Barang Pasal 36 (1) Penelaahan atas RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah dilakukan untuk melakukan telaahan terhadap data barang milik daerah yang diusulkan rencana pemeliharaannya. (2) Penelaahan atas RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memperhatikan daftar barang pada Pengguna Barang yang memuat informasi mengenai status barang dan kondisi barang. (3) Penelaahan atas RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam hasil penelaahan RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah paling sedikit memuat: a. nama Kuasa Pengguna Barang; b. nama Pengguna Barang; c. nama barang yang dipelihara; d. usulan kebutuhan pemeliharaan; dan e. rencana kebutuhan barang milik daerah yang disetujui. (4) Dalam melaksanakan penelaahan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang mengikutsertakan Pejabat Penatausahaan Barang dan Pengurus Barang Pengelola untuk menyiapkan dan memberikan pertimbangan terhadap kebenaran dan kelengkapan usulan RKBMD Pemeliharaan yang dilaksanakan paling lambat minggu kedua bulan Juni. Pasal 37 (1) Hasil Penelaahan RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3), ditandatangani oleh Pengelola Barang. (2) Pengguna Barang menyusun RKBMD Pemeliharaan berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) RKBMD Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang paling lambat minggu ketiga bulan Juni. Pasal 38 (1) RKBMD Pengadaan dan RKBMD Pemeliharaan barang milik daerah dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) dan Pasal 37 ayat (3), ditetapkan menjadi RKBMD pemerintah daerah oleh Pengelola Barang. (2) RKBMD Pengadaan dan RKBMD Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan paling lambat minggu keempat bulan Juni. 20 Bagian Ketujuh Penyusunan Perubahan RKBMD Pasal 39 (1) Pengguna Barang dapat melakukan perubahan RKBMD. (2) Perubahan RKBMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum penyusunan Perubahan APBD. (3) Penyusunan RKBMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 38, berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan perubahan RKBMD. Bagian Kedelapan Penyusunan RKBMD Untuk Kondisi Darurat Pasal 40 (1) Dalam hal setelah batas akhir penyampaian RKBMD terdapat kondisi darurat, pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru dan penyediaan anggaran angka dasar dalam rangka rencana pengadaan dan/atau rencana pemeliharaan barang milik daerah dilakukan berdasarkan mekanisme penganggaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi bencana alam dan gangguan keamanan skala besar. (3) Hasil pengusulan penyediaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilaporkan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang bersamaan dengan penyampaian RKBMD Perubahan dan/atau RKBMD tahun berikutnya. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan oleh Pengelola Barang sebagai bahan pertimbangan tambahan dalam penelaahan atas RKBMD yang disampaikan oleh Pengguna Barang bersangkutan pada APBD Perubahan tahun anggaran berkenaan dan/atau APBD tahun anggaran berikutnya. BAB V PENGADAAN Pasal 41 (1) Pengadaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel. (2) Pelaksanaan pengadaan barang milik daerah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 42 (1) Pengguna Barang wajib menyampaikan laporan hasil pengadaan barang milik daerah kepada Bupati melalui Pengelola Barang milik daerah untuk ditetapkan status penggunaannya. (2) Laporan hasil pengadaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari laporan hasil pengadaan bulanan, semesteran dan tahunan. 21 BAB VI PENGGUNAAN Bagian Kesatu Prinsip Umum Pasal 43 (1) Bupati menetapkan status penggunaan barang milik daerah. (2) Bupati dapat mendelegasikan penetapan status penggunaan atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain tanah dan/atau bangunan dengan kondisi tertentu kepada Pengelola Barang. (3) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan barang milik daerah yang tidak mempunyai bukti kepemilikan atau dengan nilai tertentu. (4) Nilai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (5) Penetapan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan secara tahunan. Pasal 44 (1) Penggunaan barang milik daerah meliputi: a. penetapan status penggunaan barang milik daerah; b. pengalihan status penggunaan barang milik daerah; c. penggunaan sementara barang milik daerah; dan d. penetapan status penggunaan barang milik daerah untuk di operasikan oleh pihak lain. (2) Penetapan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk: a. penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD; dan b. dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi SKPD yang bersangkutan. Pasal 45 Penetapan status penggunaan Barang Milik Daerah tidak dilakukan terhadap: a. barang persediaan; b. konstruksi dalam pengerjaan; c. barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan; dan d. aset tetap renovasi. Pasal 46 (1) Penetapan status penggunaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan apabila diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang yang bersangkutan. (2) Pengguna Barang wajib menyerahkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang kepada Bupati melalui Pengelola Barang. 22 (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah direncanakan untuk digunakan atau dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Bupati. (4) Bupati mencabut status penggunaan atas barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Dalam hal barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak diserahkan kepada Bupati, Pengguna Barang dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan atas barang milik daerah berkenaan. Pasal 47 (1) Bupati menetapkan barang milik daerah yang harus diserahkan oleh Pengguna Barang karena tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau kuasa Pengguna Barang dan tidak dimanfaatkan oleh pihak lain. (2) Dalam menetapkan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati memperhatikan: a. standar kebutuhan barang milik daerah untuk menyelenggarakan dan menunjang tugas dan fungsi Pengguna Barang; b. hasil audit atas penggunaan tanah dan/atau bangunan; dan/atau c. laporan, data, dan informasi yang diperoleh dari sumber lain. (3) Sumber lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, antara lain hasil pelaksanaan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh Bupati atau Pengelola Barang dan laporan dari masyarakat. (4) Tindak lanjut pengelolaan atas penyerahan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. penetapan status penggunaan; b. pemanfaatan; atau c. pemindahtanganan. Bagian Kedua Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Daerah Paragraf Kesatu Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Daerah Oleh Bupati Pasal 48 (1) Pengguna Barang mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah kepada Bupati. (2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah diterimanya barang milik daerah berdasarkan dokumen penerimaan barang pada tahun anggaran berjalan. (3) Permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diajukan secara tertulis oleh Pengguna Barang kepada Bupati paling lambat pada akhir tahun berjalan. (4) Bupati menerbitkan keputusan penetapan status penggunaan barang milik daerah setiap tahun. 23 Pasal 49 (1) Pengajuan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2), disertai dokumen. (2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik tanah yaitu fotocopy sertifikat. (3) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik daerah berupa bangunan yang diperoleh dari APBD yaitu: a. Fotocopy Izin Mendirikan Bangunan; dan b. fotocopy dokumen perolehan. (4) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik daerah berupa bangunan yang diperoleh dari perolehan lainnya yang sah paling sedikit berupa dokumen Berita Acara Serah Terima. (5) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik daerah berupa tanah dan bangunan yang diperoleh dari APBD yaitu: a. fotocopy sertifikat; b. fotocopy Izin Mendirikan Bangunan; dan c. fotocopy dokumen perolehan. (6) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik daerah berupa tanah dan bangunan dari perolehan lainnya yang sah paling sedikit berupa dokumen Berita Acara Serah Terima. (7) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang memiliki dokumen yaitu: a. fotocopy dokumen kepemilikan; dan/atau b. fotocopy dokumen perolehan. (8) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik daerah yang dari awal pengadaan direncanakan untuk dilakukan pemindahtanganan dengan cara penyertaan modal pemerintah daerah yaitu: a. fotocopy dokumen pelaksanaan anggaran; b. fotocopy dokumen kepemilikan, untuk barang milik daerah berupa tanah; c. fotocopy Izin Mendirikan Bangunan, untuk barang milik daerah berupa bangunan; dan/atau d. fotocopy dokumen perolehan. Pasal 50 (1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) dan ayat (5) huruf a, apabila barang milik daerah berupa tanah belum memiliki fotokopi sertifikat, maka dokumen dimaksud dapat diganti dengan: a. akta jual beli; b. girik; c. letter; d. surat pernyataan pelepasan hak atas tanah; e. surat keterangan lurah atau kepala desa, jika ada; f. berita acara penerimaan terkait perolehan barang; atau g. dokumen lain yang setara dengan bukti kepemilikan. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3), apabila barang milik daerah berupa bangunan belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan dan dokumen perolehan dapat diganti dengan surat pernyataan dari Pengguna Barang yang menyatakan bahwa bangunan tersebut digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD. 24 (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (5), apabila barang milik daerah berupa tanah dan bangunan yang diperoleh dari APBD belum memiliki sertifikat, Izin Mendirikan Bangunan, dan dokumen perolehan dapat diganti dengan surat pernyataan dari Pengguna Barang yang menyatakan bahwa tanah dan bangunan tersebut digunakan untuk penyelenggaran tugas dan fungsi SKPD. (4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (7), apabila barang milik daerah berupa selain tanah dan bangunan yang diperoleh dari APBD belum memiliki dokumen kepemilikan, maka dokumen dimaksud dapat diganti dengan surat pernyataan dari Pengguna Barang yang menyatakan bahwa barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan tersebut digunakan untuk penyelenggaran tugas dan fungsi SKPD. (5) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (8) huruf b, huruf c, dan huruf d belum ada, maka pengajuan usul permohonan penerbitan status penggunaan disertai surat pernyataan dari Pengguna Barang bersangkutan yang menyatakan bahwa barang tersebut adalah barang milik daerah yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dilakukan pemindahtanganan dengan cara penyertaan modal pemerintah daerah. (6) Barang milik daerah yang belum memiliki dokumen kepemilikan tetap harus menyelesaikan pengurusan dokumen kepemilikan meskipun telah ditetapkan status penggunaan barang milik daerah. Pasal 51 (1) Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1). (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang dipersyaratkan. (3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum mencukupi, Pengelola Barang dapat: a. meminta keterangan atau data tambahan kepada Pengguna Barang yang mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah; dan/atau b. melakukan pengecekan lapangan. (4) Kegiatan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan terhadap barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan serta barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang memiliki dokumen kepemilikan atau dokumen lain yang sah. Pasal 52 (1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat(1), Bupati menetapkan status penggunaan barang milik daerah. (2) Status penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (3) Dalam hal Bupati tidak menyetujui permohonan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), Bupati melalui Pengelola Barang menerbitkan surat penolakan kepada Pengguna Barang disertai alasan. 25 Paragraf Kedua Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Daerah Oleh Pengelola Barang Pasal 53 (1) Pengelola Barang menetapkan status penggunaan barang berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2). (2) Penetapan status penggunaan barang oleh Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan mekanisme: a. pengguna barang mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah kepada Pengelola Barang. b. pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilakukan setelah diterimanya barang milik daerah berdasarkan dokumen penerimaan barang pada tahun anggaran berjalan. c. permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah diajukan secara tertulis oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang paling lama akhir tahun berjalan. (3) Pengajuan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disertai dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan Pasal 50. (4) Terhadap pengajuan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan penelitian sebagaimana ketentuan Pasal 51. (5) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pengelola Barang menetapkan status penggunaan barang milik daerah. (6) Dalam hal Pengelola Barang tidak menyetujui permohonan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengelola Barang menerbitkan surat penolakan kepada Pengguna Barang disertai alasan. Bagian Ketiga Pengalihan Status Penggunaan Barang Milik Daerah Pasal 54 (1) Barang milik daerah dapat dilakukan pengalihan status penggunaan. (2) Pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan: a. Inisiatif dari Bupati; dan b. Permohonan dari Pengguna Barang lama. Pasal 55 (1) Pengalihan status penggunaan barang milik daerah berdasarkan inisiatif dari Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat 2 huruf a, dilakukan dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Pengguna Barang. (2) Pengalihan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat 2 huruf b, dari Pengguna Barang kepada Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi dilakukan berdasarkan persetujuan Bupati. 26 (3) Pengalihan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan terhadap barang milik daerah yang berada dalam penguasaan Pengguna Barang dan tidak digunakan oleh Pengguna Barang yang bersangkutan. (4) Pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan tanpa kompensasi dan tidak diikuti dengan pengadaan barang milik daerah pengganti. Pasal 56 (1) Pengalihan status penggunaan barang milik daerah berdasarkan permohonan dari Pengguna Barang lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat 2 huruf b, dilakukan dengan pengajuan permohonan secara tertulis oleh Pengguna Barang kepada Bupati. (2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. data barang milik daerah yang akan dialihkan status penggunaannya; b. calon Pengguna Barang baru; dan c. penjelasan serta pertimbangan pengalihan status penggunaan barang milik daerah. (3) Data barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, antara lain: a. kode barang; b. kode register; c. nama barang; d. jumlah; e. jenis; f. nilai perolehan; g. nilai penyusutan; h. nilai buku; i. lokasi; j. luas; dan k. tahun perolehan. (4) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melampirkan: a. fotokopi daftar barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan b. surat pernyataan yang memuat kesediaan calon Pengguna Barang baru untuk menerima pengalihan barang milik daerah dari Pengguna Barang lama. Pasal 57 (1) Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan pengalihan status penggunaan barang milik daerah dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1). (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang dipersyaratkan. (3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum mencukupi, Pengelola Barang dapat: a. meminta keterangan atau data tambahan kepada Pengguna Barang yang mengajukan permohonan pengalihan status penggunaan barang milik daerah; dan b. meminta konfirmasi kepada calon Pengguna Barang baru. 27 Pasal 58 (1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, Bupati memberikan persetujuan pengalihan status penggunaan barang milik daerah. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa Surat Persetujuan Bupati. (3) Surat persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit memuat: a. data barang milik daerah yang akan dialihkan status penggunaannya; b. Pengguna Barang lama dan Pengguna Barang baru; dan c. kewajiban Pengguna Barang lama. (4) Kewajiban Pengguna Barang lama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, yaitu: a. melakukan serah terima barang milik daerah kepada Pengguna Barang baru yang selanjutnya dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima; dan b. melakukan penghapusan terhadap barang milik daerah yang telah dialihkan dari daftar barang pada Pengguna Barang berdasarkan keputusan penghapusan barang. (5) Dalam hal Bupati tidak menyetujui permohonan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1), Bupati menerbitkan surat penolakan kepada Pengguna Barang dengan disertai alasan. Pasal 59 (1) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2), Pengguna Barang lama melakukan serah terima barang milik daerah kepada Pengguna Barang baru. (2) Serah terima barang milik daerah kepada Pengguna Barang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan sejak persetujuan alih status penggunaan barang milik daerah yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (3) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengguna Barang lama melakukan usulan penghapusan kepada Pengelola Barang atas barang milik daerah yang dialihkan status penggunaannya kepada Pengguna Barang baru dari daftar barang pada Pengguna Barang. (4) Usulan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling lama 1 (satu) minggu sejak tanggal Berita Acara Serah Terima. (5) Penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan Keputusan Pengelola Barang. Pasal 60 (1) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) dan Keputusan Pengelola Barang tentang penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (5), dilaporkan kepada Bupati dengan tembusan kepada Pengguna Barang baru paling lama 1 (satu) minggu sejak keputusan penghapusan ditetapkan. (2) Pengguna Barang dalam penatausahaan barang milik daerah melakukan pencatatan berdasarkan persetujuan Bupati, Berita Acara Serah Terima, dan keputusan penghapusan barang milik daerah. 28 Bagian Keempat Penggunaan Sementara Barang Milik Daerah Pasal 61 (1) Barang milik daerah yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna Barang dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status penggunaan barang milik daerah tersebut setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Bupati. (2) Penggunaan sementara barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan untuk jangka waktu: a. paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan; dan b. paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan. (3) Penggunaan sementara barang milik daerah dalam jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan dapat dilakukan tanpa persetujuan Bupati. Pasal 62 (1) Penggunaan sementara barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dituangkan dalam perjanjian antara Pengguna Barang dengan Pengguna Barang sementara. (2) Biaya pemeliharaan barang milik daerah yang timbul selama jangka waktu penggunaan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibebankan kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang yang menggunakan sementara barang milik daerah bersangkutan. Pasal 63 (1) Permohonan penggunaan sementara barang milik daerah diajukan secara tertulis kepada Bupati. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. data barang milik daerah yang akan digunakan sementara; b. pengguna barang yang akan menggunakan sementara barang milik daerah; dan c. penjelasan serta pertimbangan penggunaan sementara barang milik daerah. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilengkapi dokumen: a. fotokopi keputusan penetapan status penggunaan barang milik daerah; dan b. fotokopi surat permintaan penggunaan sementara barang milik daerah dari Pengguna Barang yang akan menggunakan sementara barang milik daerah kepada Pengguna Barang. Pasal 64 (1) Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan penggunaan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1). (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang dipersyaratkan. 29 (3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum mencukupi, Pengelola Barang dapat: a. meminta keterangan kepada Pengguna Barang yang mengajukan permohonan penggunaan sementara barang milik daerah; dan b. meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada Pengguna Barang yang akan menggunakan sementara barang milik daerah. Pasal 65 (1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1), Bupati memberikan persetujuan atas penggunaan sementara barang milik daerah. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menerbitkan surat persetujuan Bupati. (3) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. data barang milik daerah yang akan digunakan sementara; b. Pengguna Barang yang menggunakan sementara barang milik daerah; c. kewajiban Pengguna Barang yang menggunakan sementara barang milik daerah untuk memelihara dan mengamankan barang milik daerah yang digunakan sementara; d. jangka waktu penggunaan sementara; e. pembebanan biaya pemeliharaan; dan f. kewajiban Pengguna Barang untuk menindaklanjuti dalam perjanjian. (4) Dalam hal Bupati tidak menyetujui permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1), Bupati menerbitkan surat penolakan kepada Pengguna Barang disertai alasan. Pasal 66 (1) Apabila jangka waktu penggunaan sementara atas barang milik daerah telah berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2), maka: a. Pengguna Barang sementara mengembalikan barang milik daerah kepada Pengguna Barang; atau b. dilakukan pengalihan status penggunaan kepada Pengguna Barang yang menggunakan sementara barang milik daerah. (2) Mekanisme pengalihan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 sampai dengan Pasal 60 berlaku mutatis mutandis terhadap mekanisme pengalihan status penggunaan kepada pengguna sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. Pasal 67 (1) Pengguna Barang Sementara dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu penggunaan sementara atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2). (2) Perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan Pengguna Barang kepada Bupati paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu penggunaan sementara barang milik daerah berakhir. 30 (3) Mekanisme pengajuan permohonan, penelitian, persetujuan, dan penetapan oleh Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 66 berlaku mutatis mutandis pada mekanisme pengajuan permohonan, penelitian, persetujuan dan penetapan oleh Bupati terhadap perpanjangan penggunaan sementara barang milik daerah. Bagian Kelima Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Daerah Untuk Dioperasikan Oleh Pihak Lain Pasal 68 (1) Barang milik daerah yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna Barang, dapat digunakan untuk dioperasikan oleh pihak lain. (2) Penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi SKPD yang bersangkutan. (3) Penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam perjanjian antara Pengguna Barang dengan pimpinan pihak lain. (4) Biaya pemeliharaan barang milik daerah yang timbul selama jangka waktu penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain dibebankan pada pihak lain yang mengoperasikan barang milik daerah. (5) Pihak lain yang mengoperasikan barang milik daerah dilarang melakukan pengalihan atas pengoperasian barang milik daerah tersebut kepada pihak lainnya dan/atau memindah tangankan barang milik daerah bersangkutan. (6) Bupati dapat menarik penetapan status barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam hal pemerintah daerah akan menggunakan kembali untuk penyelenggaraan pemerintah daerah atau pihak lainnya. Pasal 69 (1) Permohonan penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain diajukan secara tertulis oleh Pengguna Barang kepada Bupati. (2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. data barang milik daerah; b. pihak lain yang akan menggunakan barang milik daerah untuk dioperasikan; c. jangka waktu penggunaan barang milik daerah yang dioperasikan oleh pihak lain; d. penjelasan serta pertimbangan penggunaan barang milik daerah yang dioperasikan oleh pihak lain; dan e. materi yang diatur dalam perjanjian. (3) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilampiri dokumen: a. fotokopi keputusan penetapan status penggunaan barang milik daerah; b. fotokopi surat permintaan pengoperasian dari pihak lain yang akan mengoperasikan barang milik daerah kepada Pengguna Barang; dan 31 c. fotokopi surat pernyataan dari pihak lain yang akan mengoperasikan barang milik daerah kepada Pengguna Barang. (4) Surat pernyataan dari pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, merupakan pernyataan pihak lain yang memuat: a. barang milik daerah yang akan dioperasionalkan dalam rangka pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi SKPD/Unit Kerja; b. menanggung seluruh biaya pemeliharaan barang milik daerah yang timbul selama jangka waktu pengoperasian barang milik daerah; c. tidak mengalihkan pengoperasian dan/atau pemindahtanganan barang milik daerah selama jangka waktu pengoperasian barang milik daerah; dan d. mengembalikan barang milik daerah kepada Pengguna Barang, apabila jangka waktu pengoperasian barang milik daerah telah selesai. Pasal 70 (1) Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1). (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang dipersyaratkan. (3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum mencukupi, Pengelola Barang dapat: a. meminta keterangan kepada Pengguna Barang yang mengajukan permohonan penggunaan barang milik daerah yang dioperasikan oleh pihak lain; b. meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada pihak lain yang akan mengoperasikan barang milik daerah; c. mencari informasi dari sumber lainnya; dan d. melakukan pengecekan lapangan dengan mempertimbangkan analisis biaya dan manfaat. Pasal 71 (1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2), Bupati menetapkan penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain. (2) Penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (3) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling rendah memuat: a. data barang milik daerah; b. jangka waktu penggunaan barang milik daerah untuk dioperasionalkan pihak lain; c. pihak lain yang akan mengoperasionalkan barang milik daerah; d. kewajiban pihak lain yang mengoperasikan barang milik daerah; dan e. kewajiban Pengguna Barang. (4) Kewajiban pihak lain yang mengoperasikan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, antara lain memelihara dan mengamankan barang milik daerah yang dioperasikan. 32 (5) Kewajiban Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, meliputi: a. menindaklanjuti penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain dengan perjanjian; dan b. melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap Barang milik daerah yang dioperasikan oleh pihak lain. (6) Dalam hal Bupati tidak menyetujui permohonan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1), Bupati menerbitkan surat penolakan kepada Pengguna Barang disertai alasan. Pasal 72 (1) Penggunaan barang milik daerah oleh Pengguna Barang untuk dioperasikan oleh pihak lain dituangkan dalam perjanjian yang ditandatangani oleh Pengguna Barang dengan pihak lain. (2) Perjanjian penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. (3) Penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah adanya Keputusan Bupati. Pasal 73 Perjanjian penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1), sekurang-kurangnya memuat: a. data barang milik daerah yang menjadi objek; b. Pengguna Barang; c. pihak lain yang mengoperasikan barang milik daerah; d. peruntukan pengoperasian barang milik daerah; e. jangka waktu pengoperasian barang milik daerah; f. hak dan kewajiban Pengguna Barang dan pihak lain yang mengoperasikan barang milik daerah, termasuk kewajiban pihak lain tersebut untuk melakukan pengamanan dan pemeliharaan barang milik daerah; g. pengakhiran pengoperasian barang milik daerah; dan h. penyelesaian perselisihan. Pasal 74 (1) Pengguna Barang dapat melakukan perpanjangan penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain. (2) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan Pengguna Barang kepada Bupati paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu penggunaan barang milik daerah berakhir. (3) Ketentuan Pasal 69 sampai dengan Pasal 71 berlaku mutatis mutandis pada mekanisme permohonan, penelitian, dan penetapan perpanjangan jangka waktu penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain. Pasal 75 Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan penggunaan barang milik daerah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 33 Pasal 76 (1) Penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain berakhir apabila: a. berakhirnya jangka waktu penggunaan barang milik daerah; b. perjanjian diakhiri secara sepihak oleh Pengguna Barang; c. ketentuan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Perjanjian diakhiri secara sepihak oleh Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan apabila: a. pihak lain yang mengoperasikan barang milik daerah tidak memenuhi kewajibannya yang tertuang dalam perjanjian; atau b. terdapat kondisi yang mengakibatkan pengakhiran penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain sebagaimana dituangkan dalam perjanjian. (3) Dalam melakukan pengakhiran pengoperasian barang milik daerah yang didasarkan pada kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Pengguna Barang meminta persetujuan Bupati. Pasal 77 (1) Pada saat jangka waktu penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain telah berakhir, pihak lain yang mengoperasikan barang milik daerah mengembalikan barang milik daerah tersebut kepada Pengguna Barang dengan Berita Acara Serah Terima. (2) Pengguna Barang melaporkan berakhirnya penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Bupati paling lama 1 (satu) bulan sejak ditandatanganinya Berita Acara Serah Terima, dengan melampirkan fotokopi Berita Acara Serah Terima. BAB VII PEMANFAATAN Bagian Kesatu Prinsip Umum Pasal 78 (1) Pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan oleh: a. Pengelola Barang dengan persetujuan Bupati, untuk barang milik daerah yang berada dalam penguasaan Pengelola Barang; dan b. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk barang milik daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang, dan selain tanah dan/atau bangunan. (2) Pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan daerah dan kepentingan umum. (3) Pemanfaatan barang milik daerah dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah. 34 (4) Pemanfaatan barang milik daerah dilakukan tanpa memerlukan persetujuan DPRD. Pasal 79 (1) Biaya pemeliharaan dan pengamanan barang milik daerah serta biaya pelaksanaan yang menjadi objek pemanfaatan dibebankan pada mitra pemanfaatan. (2) Biaya persiapan pemanfaataan barang milik daerah sampai dengan penunjukkan mitra Pemanfaatan dibebankan pada APBD. (3) Pendapatan daerah dari pemanfaatan barang milik daerah merupakan penerimaan daerah yang wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah. (4) Pendapatan daerah dari pemanfaatan barang milik daerah dalam rangka penyelenggaraan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Layanan Umum Daerah merupakan penerimaan daerah yang disetorkan seluruhnya ke rekening kas Badan Layanan Umum Daerah. (5) Pendapatan daerah dari pemanfaatan barang milik daerah dalam rangka selain penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Layanan Umum Daerah merupakan penerimaan daerah yang disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah. Pasal 80 (1) Barang milik daerah yang menjadi objek pemanfaatan dilarang dijaminkan atau digadaikan. (2) Barang milik daerah yang merupakan objek retribusi daerah tidak dapat dikenakan sebagai objek pemanfaatan barang milik daerah. Pasal 81 Bentuk Pemanfaatan Barang milik daerah berupa: a. Sewa; b. Pinjam Pakai; c. KSP; d. BGS atau BSG; dan e. KSPI. Bagian Kedua Mitra Pemanfaatan Pasal 82 Mitra Pemanfaatan meliputi: a. penyewa, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk Sewa; b. peminjam pakai, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk Pinjam Pakai; c. mitra KSP, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk KSP; d. mitra BGS/BSG, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk BGS/BSG; dan e. mitra KSPI, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk KSPI. 35 Pasal 83 Mitra Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 memiliki tanggungjawab: a. melakukan pembayaran atas pemanfaatan barang milik daerah sesuai bentuk pemanfaatan; b. menyerahkan hasil pelaksanaan pemanfaatan sesuai ketentuan bentuk pemanfaatan; c. melakukan pengamanan dan pemeliharaan atas barang milik daerah yang dilakukan pemanfaatan dan hasil pelaksanaan pemanfaatan barang milik daerah; d. mengembalikan barang milik daerah setelah berakhirnya pelaksanaan; dan e. memenuhi kewajiban lainnya yang ditentukan dalam perjanjian pemanfaatan barang milik daerah. Pasal 84 (1) Objek pemanfaatan barang milik daerah meliputi: a. tanah dan/atau bangunan; dan b. selain tanah dan/atau bangunan. (2) Objek pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya. (3) Dalam hal objek pemanfaatan barang milik daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), luas tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek pemanfaatan barang milik daerah adalah sebesar luas bagian tanah dan/atau bangunan yang dimanfaatkan. Bagian Ketiga Pemilihan Dan Penetapan Mitra Pemanfaatan Barang Milik Daerah Pasal 85 Pemilihan mitra didasarkan pada prinsip: a. dilaksanakan secara terbuka; b. paling sedikit diikuti oleh 3 (tiga) peserta; c. memperoleh manfaat yang optimal bagi daerah; d. dilaksanakan oleh panitia pemilihan yang memiliki integritas, professional, handal dan kompeten; e. tertib administrasi; dan f. tertib pelaporan. Pasal 86 (1) Pelaksana pemilihan mitra pemanfaatan berupa KSP pada Pengelola Barang atau BGS/BSG terdiri atas: a. Pengelola Barang; dan b. panitia pemilihan yang dibentuk oleh Pengelola Barang. (2) Pelaksana pemilihan mitra pemanfaatan berupa KSP pada Pengguna Barang terdiri atas: a. Pengguna Barang; dan b. panitia pemilihan, yang dibentuk oleh Pengguna Barang. 36 Pasal 87 (1) Pemilihan mitra dilakukan melalui Tender. (2) Dalam hal objek pemanfaatan dalam bentuk KSP merupakan barang milik daerah yang bersifat khusus, pemilihan mitra dapat dilakukan melalui Penunjukan Langsung. Pasal 88 (1) Dalam pemilihan mitra PemanfaatanKSP atau BGS/BSG, Pengelola Barang/Pengguna Barang memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut: a. menetapkan rencana umum pemilihan, antara lain persyaratan peserta calon mitra dan prosedur kerja panitia pemilihan; b. menetapkan rencana pelaksanaan pemilihan, yang meliputi: 1. kemampuan keuangan; 2. spesifikasi teknis; dan 3. rancangan perjanjian. c. menetapkan panitia pemilihan; d. menetapkan jadwal proses pemilihan mitra berdasarkan usulan dari panitia pemilihan; e. menyelesaikan perselisihan antara peserta calon mitra dengan panitia pemilihan, dalam hal terjadi perbedaan pendapat; f. membatalkan Tender, dalam hal: 1. pelaksanaan pemilihan tidak sesuai atau menyimpang dari dokumen pemilihan; dan 2. pengaduan masyarakat adanya dugaan kolusi, korupsi, nepotisme yang melibatkan panitia pemilihan ternyata terbukti benar; g. menetapkan mitra; h. mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan dokumen pemilihan mitra; dan i. melaporkan hasil pelaksanaan pemilihan mitra kepada Bupati. (2) Selain tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal diperlukan, Pengelola Barang/ Pengguna Barang dapat: a. menetapkan Tim pendukung; dan/atau b. melakukan tugas dan kewenangan lain dalam kedudukannya selaku Pengelola Barang/Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 12. Pasal 89 (1) Panitia pemilihan paling rendah terdiri atas: a. ketua; b. sekretaris; dan c. anggota. (2) Keanggotaan panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berjumlah gasal ditetapkan sesuai kebutuhan, paling sedikit 5 (lima) orang, yang terdiri atas: a. unsur dari Pengelola Barang dan dapat mengikutsertakan unsur dari SKPD/unit kerja lain yang kompeten, untuk pemilihan mitra pemanfaatan KSP barang milik daerah pada Pengelola Barang; 37 b. unsur dari Pengguna Barang dan dapat mengikutsertakan unsur dari SKPD/unit kerja lain yang kompeten, untuk pemilihan mitra pemanfaatan KSP barang milik daerah pada Pengguna Barang; dan c. unsur dari Pengelola Barang serta dapat mengikutsertakan unsur dari SKPD/unit kerja lain yang kompeten, untuk pemilihan mitra BGS/BSG. (3) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diketuai oleh: a. Unsur dari Pengelola Barang, untuk pemilihan mitra Pemanfaatan KSP barang milik daerah pada Pengelola Barang atau BGS/BSG; dan b. unsur dari Pengguna Barang, untuk pemilihan mitra Pemanfaatan KSP barang milik daerah pada Pengguna Barang. (4) Aparat Pengawasan Internal Pemerintah dilarang ditunjuk dalam keanggotaan panitia pemilihan. Pasal 90 (1) Persyaratan yang harus dipenuhi untuk ditetapkan sebagai panitia pemilihan: a. memiliki integritas, yang dinyatakan dengan pakta integritas; b. memiliki tanggung jawab dan pengetahuan teknis untuk melaksanakan tugas; c. memiliki pengetahuan yang memadai di bidang pengelolaan barang milik daerah; d. mampu mengambil keputusan dan bertindak tegas; dan e. tidak menjabat sebagai pengelola keuangan. (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya meliputi: a. berstatus pegawai negeri sipil pemerintah daerah dengan golongan paling rendah II/b atau yang setara; b. tidak sedang menjalani hukuman disiplin; dan c. memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya. Pasal 91 (1) Tugas dan kewenangan panitia pemilihan meliputi: a. menyusun rencana jadwal proses pemilihan mitra dan menyampaikannya kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang untuk mendapatkan penetapan; b. menetapkan dokumen pemilihan; c. mengumumkan pelaksanaan pemilihan mitra di media massa nasional dan di website pemerintah daerah masing-masing; d. melakukan penelitian kualifikasi peserta calon mitra; e. melakukan evaluasi administrasi dan teknis terhadap penawaran yang masuk; f. menyatakan tender gagal; g. melakukan tender dengan peserta calon mitra yang lulus kualifikasi; h. melakukan negosiasi dengan calon mitra dalam hal tender gagal atau pemilihan mitra tidak dilakukan melalui tender; i. mengusulkan calon mitra berdasarkan hasil tender/seleksi langsung/penunjukan langsung kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang; j. menyimpan dokumen asli pemilihan; 38 k. membuat laporan pertanggungjawaban mengenai proses dan hasil pemilihan kepada Pengelola Barang/ Pengguna Barang; dan l. mengusulkan perubahan spesifikasi teknis dan/atau perubahan materi perjanjian kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang, dalam hal diperlukan. (2) Perubahan spesifikasi teknis dan/atau perubahan materi perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l, dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Bupati untuk barang milik daerah yang usulan pemanfaatannya atas persetujuan Bupati. Pasal 92 (1) Pemilihan mitra yang dilakukan melalui mekanisme tender, calon mitra Pemanfaatan KSP dan/atau BGS/BSG wajib memenuhi persyaratan kualifikasi sebagai berikut: a. Persyaratan administratif paling sedikit meliputi: 1. berbentuk badan hukum; 2. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; 3. membuat surat Pakta Integritas; 4. menyampaikan dokumen penawaran beserta dokumen pendukungnya; dan 5. memiliki domisili tetap dan alamat yang jelas. b. Persyaratan teknis paling rendah meliputi: 1. cakap menurut hukum; 2. tidak masuk dalam daftar hitam pada pengadaan barang/jasa Pemerintah; 3. memiliki keahlian, pengalaman, dan kemampuan teknis dan manajerial; dan 4. memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan. (2) Pejabat/pegawai pada pemerintah daerah atau pihak yang memiliki hubungan keluarga, baik dengan Pengelola Barang/Pengguna Barang, Tim pemanfaatan, maupun panitia pemilihan, sampai dengan derajat ketiga dilarang menjadi calon mitra. Pasal 93 (1) Pengelola Barang/Pengguna Barang menyediakan biaya untuk persiapan dan pelaksanaan pemilihan mitra yang dibiayai dari APBD, yang meliputi: a. honorarium panitia pemilihan mitra; b. biaya pengumuman, termasuk biaya pengumuman ulang; c. biaya penggandaan dokumen; dan d. biaya lainnya yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pemilihan mitra. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Honorarium panitia pemilihan mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan dengan Keputusan Bupati. 39 Bagian Keempat Tender Paragraf Kesatu Prinsip Umum Pasal 94 Tender dilakukan untuk mengalokasikan hak pemanfaatan barang milik daerah kepada mitra yang tepat dalam rangka mewujudkan pemanfaatan barang milik daerah yang efisien, efektif, dan optimal. Pasal 95 Tahapan tender meliputi: a. pengumuman; b. pengambilan dokumen pemilihan; c. pemasukan dokumen penawaran; d. pembukaan dokumen penawaran; e. penelitian kualifikasi; f. pemanggilan peserta calon mitra; g. pelaksanaan tender; h. pengusulan dan penetapan calon mitra; i. tender gagal; j. tender ulang; k. seleksi langsung; dan l. penunjukan langsung. Paragraf Kedua Pengumuman Pasal 96 (1) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 huruf a, paling rendah melalui surat kabar harian regional dan nasional dan website pemerintah daerah. (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling sedikit 2 (dua) kali. (3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling rendah memuat: a. nama dan alamat Pengelola Barang/Pengguna Barang; b. identitas barang milik daerah objek pemanfaatan; c. bentuk pemanfaatan; d. peruntukan objek pemanfaatan; dan e. jadwal dan lokasi pengambilan dokumen pemilihan. Paragraf Ketiga Pengambilan Dokumen Pemilihan Pasal 97 (1) Pengambilan dokumen pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 huruf b, dilakukan secara langsung kepada panitia pemilihan dan/atau mengunduh dari website sesuai waktu dan tempat yang ditentukan dalam pengumuman. 40 (2) Panitia pemilihan membuat daftar peserta calon mitra yang melakukan pengambilan dokumen pemilihan. Paragraf Keempat Pemasukan Dokumen Penawaran Pasal 98 (1) Pemasukan dokumen pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 huruf c, dilakukan secara langsung kepada panitia pemilihan dan/atau mengunduh dari website sesuai waktu dan tempat yang ditentukan dalam pengumuman. (2) Panitia pemilihan membuat daftar peserta calon mitra yang melakukan pengambilan dokumen pemilihan. Paragraf Kelima Pembukaan Dokumen Penawaran Pasal 99 (1) Pembukaan dokumen penawaran sebagaimana dimaksud dalam huruf d, dilakukan secara terbuka di hadapan peserta calon mitra pada waktu dan tempat yang ditentukan dalam dokumen pemilihan. (2) Pembukaan dokumen penawaran dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh panitia pemilihan dan 2 (dua) orang saksi dari peserta calon mitra yang hadir. Paragraf Keenam Penelitian Kualifikasi Pasal 100 (1) Penelitian kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf e, dilakukan oleh panitia terhadap peserta calon mitra yang telah mengajukan dokumen penawaran secara lengkap, benar, dan tepat waktu untuk memperoleh mitra yang memenuhi kualifikasi dan persyaratan untuk mengikuti tender pemanfaatan. (2) Hasil penelitian kualifikasi dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh panitia pemilihan. Paragraf Ketujuh Pemanggilan Peserta Calon Mitra Pasal 101 Pemanggilan peserta calon mitra sebagaimana dimaksud dalam huruf f, dilakukan terhadap peserta yang dinyatakan lulus kualifikasi untuk mengikuti pelaksanaan tender melalui surat tertulis dan/atau surat elektronik. 41 Paragraf Kedelapan Pelaksanaan Tender Pasal 102 (1) Pelaksanaan tender sebagaimana dimaksud dalam huruf g, dilakukan untuk mengalokasikan hak pemanfaatan barang milik daerah berdasarkan spesifikasi teknis yang telah ditentukan oleh Pengelola Barang/Pengguna Barang kepada mitra yang tepat dari peserta calon mitra yang lulus kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1). (2) Pelaksanaan tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sepanjang terdapat paling sedikit 3 (tiga) peserta calon mitra yang memasukkan penawaran. (3) Hasil pelaksanaan tender dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh panitia pemilihan dan calon mitra selaku pemenang tender. Paragraf Kesembilan Pengusulan dan Penetapan Calon Mitra Pasal 103 (1) Pengusulan dan penetapan calon mitra sebagaimana dimaksud dalam huruf h, sebagai calon mitra pemanfaatan disampaikan secara tertulis oleh panitia pemilihan kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang berdasarkan berita acara hasil tender. (2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melampirkan dokumen pemilihan. (3) Pengelola Barang/Pengguna Barang menetapkan pemenang tender sebagai mitra pemanfaatan berdasarkan usulan panitia pemilihan dengan Keputusan. Paragraf Kesepuluh Tender Gagal Pasal 104 (1) Tender gagal sebagaimana dimaksud dalam huruf i, apabila: a. tidak terdapat peserta calon mitra yang lulus kualifikasi; b. ditemukan bukti/indikasi terjadi persaingan tidak sehat; c. dokumen pemilihan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini; atau d. calon mitra mengundurkan diri. (2) Apabila tender gagal, tidak diberikan ganti rugi kepada peserta calon mitra. Paragraf Kesebelas Tender Ulang Pasal 105 (1) Tender ulang sebagaimana dimaksud dalam huruf j, apabila: a. Tender dinyatakan gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1); atau b. peserta calon mitra yang mengikuti Tender kurang dari 3 (tiga) peserta. 42 (2) Terhadap tender yang dinyatakan panitia pemilihan sebagai tender ulang, panitia pemilihan segera melakukan pengumuman ulang di media massa regional dan nasional serta website pemerintah daerah. (3) Dalam hal tender ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdapat paling sedikit 3 (tiga) peserta calon mitra, proses dilanjutkan dengan mekanisme tender. Paragraf Kedua Belas Seleksi Langsung Pasal 106 (1) Dalam hal setelah dilakukan pengumuman ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2), peserta calon mitra yang mengikuti tender ulang terdiri atas 2 (dua) peserta, maka panitia pemilihan menyatakan tender ulang gagal dan selanjutnya melakukan seleksi langsung. (2) Seleksi langsung dilakukan dengan 2 (dua) calon mitra yang mengikuti tender ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tahapan seleksi langsung terdiri atas: a. pembukaan dokumen penawaran; b. negosiasi; dan c. pengusulan calon mitra kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang. (4) Proses dalam tahapan seleksi langsung dilakukan seperti halnya proses tender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95. Pasal 107 (1) Negosiasi dilakukan terhadap teknis pelaksanaan pemanfaatan dan konsep materi perjanjian. (2) Selain Negosiasi terhadap teknis pelaksanaan pemanfaatan dan konsep materi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negosiasi juga dilakukan terhadap porsi bagian pemerintah daerah dari objek BGS/BSG yang dilakukan pemanfaatan. (3) Ketentuan umum pelaksanaan KSP atau BGS/BSG, termasuk perubahan yang mengakibatkan penurunan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan untuk pemanfaatan KSP atau kontribusi tahunan untuk pemanfaatan BGS/BSG dilarang untuk dinegosiasikan. (4) Pembicaraan dalam forum negosiasi dan hasil negosiasi dituangkan dalam berita acara negosiasi yang ditandatangani oleh panitia pemilihan dan peserta calon mitra. Pasal 108 (1) Panitia pemilihan melakukan penelitian terhadap berita acara negosiasi dengan membandingkan antara hasil negosiasi masing-masing peserta calon mitra. (2) Panitia pemilihan menyampaikan usulan peserta calon mitra dengan hasil negosiasi terbaik kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang untuk dapat ditetapkan sebagai mitra. (3) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disertai dengan dasar pertimbangan dan melampirkan dokumen pemilihan. 43 Paragraf Ketiga Belas Penunjukkan Langsung Pasal 109 (1) Dalam hal setelah dilakukan pengumuman ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2), peserta calon mitra yang mengajukan penawaran hanya terdiri atas 1 (satu) peserta, maka panitia pemilihan menyatakan tender ulang gagal dan selanjutnya melakukan penunjukan langsung. (2) Penunjukan langsung dilakukan terhadap 1 (satu) calon mitra yang mengikuti tender ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Proses tahapan seleksi langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4), berlaku mutatis mutandis terhadap proses dalam tahapan penunjukan langsung. Pasal 110 Tahapan penunjukkan langsung dan proses dalam tahapan penunjukkan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2) dan ayat (3), berlaku mutatis mutandis terhadap penunjukkan langsung pada KSP atas barang milik daerah yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2). Bagian Kelima Sewa Paragraf Kesatu Prinsip Umum Pasal 111 (1) Penyewaan barang milik daerah dilakukan dengan tujuan: a. mengoptimalkan pendayagunaan barang milik daerah yang belum/tidak dilakukan penggunaan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah; b. memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas dan fungsi Pengguna Barang; dan/atau c. mencegah penggunaan barang milik daerah oleh pihak lain secara tidak sah. (2) Penyewaan barang milik daerah dilakukan sepanjang tidak merugikan pemerintah daerah dan tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pasal 112 (1) Barang milik daerah yang dapat disewa berupa: a. Tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Bupati; b. sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang; dan/atau c. selain tanah dan/atau bangunan. (2) Sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati. 44 (3) Sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan huruf c dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang. (4) Pihak lain yang dapat menyewa barang milik daerah, meliputi: a. Badan Usaha Milik Negara; b. Badan Usaha Milik Daerah; c. Swasta; dan d. Badan hukum lainnya. (5) Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, antara lain: a. perorangan; b. persekutuan perdata; c. persekutuan firma; d. persekutuan komanditer; e. perseroan terbatas; f. lembaga/organisasi internasional/asing; g. yayasan; atau h. koperasi. Paragraf Kedua Jangka Waktu Sewa Pasal 113 (1) Jangka waktu sewa barang milik daerah paling lama 5 (lima) tahun sejak ditandatangani perjanjian dan dapat diperpanjang. (2) Jangka waktu sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat lebih dari 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk: a. kerja sama infrastruktur; b. kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun; atau c. ditentukan lain dalam Undang-Undang. (3) Jangka waktu sewa barang milik daerah untuk kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan lebih dari 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan berdasarkan perhitungan hasil kajian atas Sewa yang dilakukan oleh pihak yang berkompeten. (4) Jangka waktu sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dihitung berdasarkan periode Sewa yang dikelompokkan sebagai berikut: a. per tahun; b. per bulan; c. per hari; dan d. per jam. (5) Jangka waktu sewa barang milik daerah dalam rangka kerja sama infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali. Pasal 114 Lingkup pemanfaatan barang milik daerah dalam rangka kerjasama infrastruktur dapat dilaksanakan melalui sewa dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. 45 Paragraf Ketiga Formula Tarif/Besaran Sewa Pasal 115 (1) Formula tarif/besaran sewa barang milik daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati: a. untuk barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan; dan b. untuk barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan dengan berpedoman pada kebijakan pengelolaan barang milik daerah. (2) Besaran sewa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah besaran nilai nominal sewa barang milik daerah yang ditentukan. (3) Besaran sewa atas barang milik daerah untuk KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (2) huruf a, atau untuk kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (2) huruf b, dapat mempertimbangkan nilai keekonomian dari masing-masing jenis infrastruktur. (4) Mempertimbangkan nilai keekonomian, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain dengan mempertimbangkan daya beli/kemampuan membayar (ability to pay) masyarakat dan/atau kemauan membayar (willingness to pay) masyarakat. Pasal 116 Formula tarif sewa barang milik daerah merupakan hasil perkalian dari: a. tarif pokok sewa; dan b. faktor penyesuaian sewa. Pasal 117 (1) Tarif pokok sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 huruf a, merupakan hasil perkalian antara nilai indeks barang milik daerah dengan luas tanah dan/atau bangunan dan nilai wajar tanah dan/atau bangunan. (2) Tarif pokok sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibedakan untuk: a. barang milik daerah berupa tanah; b. barang milik daerah berupa bangunan; c. barang milik daerah berupa sebagian tanah dan bangunan; dan d. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan. (3) Tarif pokok sewa barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c, dapat termasuk formula sewa barang milik daerah berupa prasarana bangunan. (4) Ketentuan mengenai Tarif pokok sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 118 (1) Tarif pokok sewa untuk barang milik daerah berupa tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) huruf a, merupakan hasil perkalian dari: a. faktor variabel sewa tanah; 46 b. luas tanah (Lt); dan c. nilai tanah (Nt). (2) Faktor variabel sewa tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, besarannya ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (3) Luas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dihitung berdasarkan gambar situasi/peta tanah atau sertifikat tanah. (4) Nilai tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan nilai wajar atas tanah. Pasal 119 (1) Luas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3), dihitung dalam meter persegi. (2) Dalam hal tanah yang disewakan hanya sebagian tanah, maka luas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3), adalah sebesar luas bagian tanah yang disewakan. (3) Dalam hal pemanfaatan bagian tanah yang disewakan memiliki dampak terhadap bagian tanah yang lainnya, maka luas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3), dapat ditambahkan jumlah tertentu yang diyakini terkena dampak pemanfaatan tersebut. (4) Nilai tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (4), dihitung dalam rupiah per meter persegi. Pasal 120 (1) Tarif pokok sewa untuk barang milik daerah berupa bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) huruf b, merupakan hasil perkalian dari: a. faktor variabel sewa bangunan; b. luas bangunan (lb); dan c. nilai bangunan. (2) Dalam hal sewa bangunan termasuk prasarana bangunan, maka tarif pokok sewa bangunan ditambahkan tarif pokok sewa prasarana bangunan. Pasal 121 (1) Faktor variabel sewa bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) huruf a, ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (2) Luas bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) huruf b, merupakan luas lantai bangunan sesuai gambar dalam meter persegi. (3) Nilai bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) huruf c, merupakan nilai wajar atas bangunan. Pasal 122 (1) Dalam hal bangunan yang disewakan hanya sebagian dari bangunan, maka luas bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) huruf b, adalah sebesar luas lantai dari bagian bangunan yang disewakan. (2) Dalam hal pemanfaatan bagian bangunan yang disewakan memiliki dampak terhadap bagian bangunan yang lainnya, maka luas bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) huruf b, dapat ditambahkan jumlah tertentu dari luas bangunan yang diyakini terkena dampak dari pemanfaatan tersebut. 47 (3) Nilai bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) huruf c, dihitung dalam rupiah per-meter persegi. Pasal 123 (1) Tarif pokok sewa untuk barang milik daerah berupa sebagian tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) huruf c, merupakan hasil penjumlahan dari: a. tarif pokok sewa tanah; dan b. tarif pokok sewa bangunan. (2) Penghitungan tarif pokok sewa tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berlaku mutatis mutandis ketentuan dalam Pasal 118 dan Pasal 119. (3) Penghitungan tarif pokok sewa bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berlaku mutatis mutandis ketentuan dalam Pasal 120, Pasal 121 dan Pasal 122. Pasal 124 (1) Tarif pokok sewa untuk prasarana bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (2) merupakan hasil perkalian dari: a. faktor variabel sewa prasarana bangunan; dan b. nilai prasarana bangunan (Hp). (2) Faktor variabel sewa prasarana bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan sama besar dengan faktor variabel sewa bangunan. (3) Nilai prasarana bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan nilai wajar atas prasarana bangunan. (4) Nilai prasarana bangunan dihitung dalam rupiah. Pasal 125 (1) Faktor penyesuaian sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 huruf b, meliputi: a. jenis kegiatan usaha penyewa; b. bentuk kelembagaan penyewa; dan c. Periode sewa. (2) Faktor penyesuai sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung dalam persentase. (3) Faktor penyesuai sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Paragraf Keempat Jenis Kegiatan Usaha Penyewa Pasal 126 Jenis kegiatan usaha penyewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (1) huruf a, dikelompokkan atas: a. kegiatan bisnis; b. kegiatan non bisnis; dan c. kegiatan sosial. 48 Pasal 127 (1) Kelompok kegiatan bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf a, diperuntukkan bagi kegiatan yang berorientasi untuk mencari keuntungan, antara lain: a. perdagangan; b. jasa; dan c. industri. (2) Kelompok kegiatan non-bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf b, diperuntukkan bagi kegiatan yang menarik imbalan atas barang atau jasa yang diberikan namun tidak mencari keuntungan, antara lain: a. pelayanan kepentingan umum yang memungut biaya dalam jumlah tertentu atau terdapat potensi keuntungan, baik materil maupun immateril; b. penyelenggaraan pendidikan nasional; c. upaya pemenuhan kebutuhan pegawai atau fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas dan fungsi Pengguna Barang; dan d. kegiatan lainnya yang memenuhi kriteria non-bisnis. (3) Kelompok kegiatan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c, diperuntukkan bagi kegiatan yang tidak menarik imbalan atas barang/jasa yang diberikan dan/atau tidak berorientasi mencari keuntungan, antara lain: a. pelayanan kepentingan umum yang tidak memungut biaya dan/atau tidak terdapat potensi keuntungan; b. kegiatan sosial; c. kegiatan keagamaan; d. kegiatan kemanusiaan; e. kegiatan penunjang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; dan f. kegiatan lainnya yang memenuhi kriteria sosial. Paragraf Kelima Perjanjian Sewa Pasal 128 (1) Penyewaan barang milik daerah dituangkan dalam perjanjian sewa yang ditandatangani oleh penyewa dan: a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; dan b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. (2) Perjanjian sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. dasar perjanjian; b. para pihak yang terikat dalam perjanjian; c. jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu; d. besaran dan jangka waktu sewa, termasuk periode sewa; e. tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu sewa; f. peruntukan sewa, termasuk kelompok jenis kegiatan usaha dan kategori bentuk kelembagaan penyewa; g. hak dan kewajiban para pihak; dan h. hal lain yang dianggap perlu. 49 (3) Penandatanganan perjanjian sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). dilakukan pada kertas bermaterai sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Seluruh biaya yang timbul dalam rangka pembuatan perjanjian sewa ditanggung penyewa. Paragraf Keenam Pembayaran Sewa Pasal 129 (1) Hasil sewa barang milik daerah merupakan penerimaan daerah dan wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah. (2) Penyetoran uang sewa barang milik daerah harus dilakukan sekaligus secara tunai paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum ditandatanganinya perjanjian sewa barang milik daerah. (3) Pembayaran uang sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan dengan cara pembayaran secara tunai kepada bendahara penerimaan atau menyetorkannya ke rekening Kas Umum Daerah. (4) Pembayaran uang sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dibuktikan dengan menyerahkan bukti setor sebagai salah satu dokumen pada lampiran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjanjian sewa. Pasal 130 (1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (2), penyetoran uang sewa barang milik daerah untuk KSPI dapat dilakukan secara bertahap dengan persetujuan Pengelola Barang. (2) Persetujuan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaporkan kepada Bupati. (3) Penyetoran uang sewa barang milik daerah secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam perjanjian Sewa. (4) Penyetoran uang sewa barang milik daerah secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan dengan memperhitungkan nilai sekarang dari setiap tahap pembayaran berdasarkan besaran sewa barang milik daerah hasil perhitungan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 sampai dengan Pasal 125. (5) Perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat meminta masukan dari Penilai yang berkompeten. (6) Penyetoran uang sewa barang milik daerah secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dilakukan sepanjang penyewa tidak memiliki kemampuan yang cukup dari aspek finansial untuk membayar secara sekaligus yang dibuktikan dengan surat pernyataan. (7) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ditandatangani oleh penyewa yang sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai ketidakmampuan tersebut dan pernyataan tanggung jawab untuk membayar lunas secara bertahap. 50 Paragraf Ketujuh Perpanjangan Jangka Waktu Sewa Pasal 131 (1) Jangka waktu sewa barang milik daerah dapat diperpanjang dengan persetujuan: a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; dan b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. (2) Penyewa dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu sewa kepada: a. Bupati, untuk barang milik daerah pada Pengelola Barang; dan b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah pada Pengguna Barang. (3) Pengajuan permohonan perpanjangan jangka waktu sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan ketentuan: a. untuk jangka waktu sewa lebih dari 1 (satu) tahun, permohonan perpanjangan harus disampaikan paling lambat 4 (empat) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa; b. untuk jangka waktu sewa per tahun, permohonan harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa; c. untuk jangka waktu sewa per bulan, permohonan harus disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum berakhirnya jangka waktu sewa; dan d. untuk periode sewa per hari atau per jam, permohonan harus disampaikan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa. (4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b, diajukan dengan melengkapi persyaratan sebagaimana permohonan sewa pertama kali. (5) Tata cara pengajuan usulan perpanjangan jangka waktu sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b, dilaksanakan dengan mekanisme sebagaimana pengajuan usulan sewa baru. (6) Penetapan jangka waktu dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (5), dilakukan dengan mempertimbangkan: a. karakteristik jenis infrastruktur; b. kebutuhan penyediaan infrastruktur; c. ketentuan untuk masing-masing jenis infrastruktur dalam peraturan perundang-undangan; dan d. pertimbangan lain dari Bupati. Paragraf Kedelapan Pengakhiran Sewa Pasal 132 Sewa berakhir apabila: a. berakhirnya jangka waktu sewa; b. berlakunya syarat batal sesuai perjanjian yang ditindaklanjuti dengan pencabutan persetujuan sewa oleh Bupati atau Pengelola Barang; c. Bupati atau Pengelola Barang mencabut persetujuan sewa dalam rangka pengawasan dan pengendalian; dan d. ketentuan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 51 Pasal 133 (1) Penyewa wajib menyerahkan barang milik daerah pada saat berakhirnya sewa dalam keadaan baik dan layak digunakan secara optimal sesuai fungsi dan peruntukannya. (2) Penyerahan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (3) Pengelola Barang/Pengguna Barang harus melakukan pengecekan barang milik daerah yang disewakan sebelum ditandatanganinya Berita Acara Serah Terima guna memastikan kelayakan kondisi barang milik daerah bersangkutan. (4) Penandatanganan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan setelah semua kewajiban penyewa dipenuhi. Paragraf Kesembilan Tata Cara Pelaksanaan Sewa Oleh Pengelola Barang Pasal 134 (1) Calon Penyewa mengajukan surat permohonan disertai dengan dokumen pendukung. (2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat: a. data calon penyewa; b. latar belakang permohonan; c. jangka waktu penyewaan, termasuk periodesitas Sewa; dan d. peruntukan Sewa. (3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari: a. pernyataan/persetujuan dari pemilik/pengurus, perwakilan pemilik/pengurus, atau kuasa pemilik/pengurus dalam hal calon penyewa berbentuk hukum/badan usaha; b. pernyataan kesediaan dari calon penyewa untuk menjaga dan memelihara barang milik daerah serta mengikuti ketentuan yang berlaku selama jangka waktu sewa; dan c. data barang milik daerah yang diajukan untuk dilakukan sewa. Pasal 135 (1) Data calon penyewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (2) huruf a, terdiri dari: a. fotokopi KTP; b. Fotokopi NPWP; c. fotokopi SIUP; dan d. data lainnya. (2) Dalam hal calon penyewa adalah perorangan, data calon penyewa hanya dibuktikan dengan fotokopi KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (3) Data barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (3) huruf c, terdiri dari: a. foto atau gambar barang milik daerah, berupa: 1. gambar lokasi dan/atau site plan tanah dan/atau bangunan yang akan disewa; dan 2. foto bangunan dan bagian bangunan yang akan disewa. b. alamat objek yang akan disewakan; dan/atau c. perkiraan luas tanah dan/atau bangunan yang akan disewakan. 52 Pasal 136 (1) Pengelola Barang melakukan penelitian terhadap surat permohonan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, untuk menguji atas kelayakan penyewaan terkait permohonan dari calon penyewa. (2) Dalam melakukan penelitian terhadap barang yang akan disewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (3) huruf c, Pengelola Barang dapat meminta keterangan kepada Pengguna Barang yang menyerahkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang diajukan untuk disewakan. (3) Pengelola Barang menugaskan Penilai Pemerintah atau Penilai Publik untuk melakukan penilaian objek sewa guna memperoleh nilai wajar barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disewakan. (4) Penilai publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (5) Hasil penilaian berupa nilai wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diperlakukan sebagai tarif pokok sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 adalah perhitungan besaran Sewa. (6) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), digunakan oleh Pengelola Barang dalam melakukan kajian kelayakan penyewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan perhitungan besaran sewa. (7) Seluruh biaya yang timbul dalam rangka penilaian dibebankan pada APBD. (8) Dalam hal terdapat usulan sewa dari beberapa calon penyewa dalam waktu yang bersamaan, Pengelola Barang menentukan penyewa dengan didasarkan pada pertimbangan aspek pengamanan dan pemeliharaan barang milik daerah serta usulan sewa yang paling menguntungkan pemerintah daerah. (9) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang mengajukan usulan permohonan sewa barang milik daerah kepada Bupati untuk mendapat persetujuan. Pasal 137 (1) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (9), diberikan dengan mempertimbangkan hasil penelitian dan kajian kelayakan penyewaan. (2) Apabila Bupati tidak menyetujui permohonan tersebut, Bupati menerbitkan surat penolakan kepada pihak yang mengajukan permintaan sewa dengan disertai alasan. (3) Apabila Bupati menyetujui permohonan tersebut, Bupati menerbitkan surat persetujuan penyewaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan. (4) Surat persetujuan penyewaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sekurangkurangnya memuat: a. data barang milik daerah yang akan disewakan; b. data penyewa; c. data sewa, antara lain: 1. besaran tarif sewa; dan 2. jangka waktu. 53 (5) Besaran sewa yang dicantumkan dalam surat persetujuan sewa barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan merupakan nilai hasil perhitungan berdasarkan formula tarif sewa. (6) Dalam hal terdapat usulan nilai sewa yang diajukan oleh calon penyewa dan nilai usulan tersebut lebih besar dari hasil perhitungan berdasarkan formula tarif sewa, besaran sewa yang dicantumkan dalam surat persetujuan sewa adalah sebesar usulan besaran sewa dari calon penyewa. Paragraf Kesepuluh Tata Cara Pelaksanaan Sewa Oleh Pengguna Barang Pasal 138 Pengguna Barang dapat membentuk Tim dalam rangka pemanfaatan sewa untuk mempersiapkan usulan sewa. Pasal 139 (1) Pengajuan permohonan sewa oleh calon penyewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 berlaku mutatis mutandis terhadap pengajuan permohonan sewa oleh calon penyewa pada Pengguna Barang. (2) Pengguna Barang melakukan penelitian atas kelayakan penyewaan permohonan sewa oleh calon penyewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pengguna Barang melakukan penilaian terhadap barang milik daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan atau selain tanah dan/atau bangunan yang akan disewakan. (4) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan oleh: a. Penilai Pemerintah atau Penilai Publik yang ditetapkan oleh Bupati, untuk barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan. b. Tim yang ditetapkan oleh Bupati dan dapat melibatkan penilai yang ditetapkan oleh Bupati, untuk barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan. (5) Berdasarkan hasil penelitian kelayakan dan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pengguna Barang mengajukan usulan permohonan sewa barang milik daerah kepada Pengelola Barang untuk mendapat persetujuan. Pasal 140 (1) Usulan permohonan sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (5), disertai: a. data barang milik daerah yang diusulkan; b. usulan jangka waktu sewa; c. usulan nilai sewa berdasarkan formulasi tarif/ besaran sewa; d. surat pernyataan dari Pengguna Barang; dan e. surat pernyataan dari calon penyewa. (2) Dalam hal usulan sewa yang diajukan oleh Pengguna Barang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), bukan berdasarkan permohonan dari calon penyewa, maka usulan sewa kepada Pengelola Barang tidak perlu disertai surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e. 54 Pasal 141 (1) Surat pernyataan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) huruf d, menyatakan bahwa: a. Barang milik daerah yang akan disewakan tidak sedang digunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD/unit kerja; dan b. penyewaan barang milik daerah tidak akan mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD/unit kerja. (2) Surat pernyataan calon penyewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) huruf e, menyatakan bahwa calon penyewa bersedia untuk menjaga dan memelihara barang milik daerah serta mengikuti ketentuan yang berlaku selama jangka waktu sewa. Pasal 142 (1) Pengelola Barang melakukan penelitian atas kelayakan penyewaan yang diusulkan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (5). (2) Pengelola Barang dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat meminta keterangan kepada Pengguna Barang yang mengajukan sewa. (3) Pengelola Barang dapat menugaskan Penilai untuk melakukan penilaian guna menghitung nilai wajar atas nilai sewa pasar apabila Pengelola Barang memiliki keyakinan yang memadai bahwa: a. luas tanah dan/atau bangunan yang disewakan tidak mencerminkan kondisi peruntukan sewa; atau b. estimasi perhitungan tarif dasar sewa dengan menggunakan formula sewa dianggap sangat jauh berbeda dengan kondisi pasar. (4) Hasil penilaian berupa nilai wajar atas nilai sewa pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diperlakukan sebagai tarif pokok sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 dalam penghitungan besaran sewa. (5) Dalam hal yang diusulkan untuk disewakan merupakan barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan, Pengelola Barang melakukan penelitian atas besaran sewa yang diusulkan oleh Pengguna Barang. (6) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan dengan berpedoman pada standar penilaian dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dipergunakan oleh Pengelola Barang dalam melakukan kajian kelayakan penyewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan perhitungan besaran sewa. (8) Seluruh biaya yang timbul dalam rangka Penilaian dibebankan pada APBD. Pasal 143 (1) Pengelola Barang memberikan surat persetujuan atas permohonan sewa barang milik daerah yang diajukan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (5), dengan mempertimbangkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (1), dan kajian kelayakan penyewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (7). 55 (2) Berdasarkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang mengajukan penetapan formulasi/besaran sewa kepada Bupati dengan melampirkan hasil penelitian dan kajian kelayakan penyewaan. Pasal 144 (1) Apabila Pengelola Barang tidak menyetujui permohonan sewa barang milik daerah yang diajukan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (5), Pengelola Barang memberitahukan kepada pihak yang mengajukan permintaan sewa dengan disertai alasan. (2) Apabila Pengelola Barang menyetujui permohonan sewa yang diajukan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (5), Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan penyewaan barang milik daerah. (3) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit memuat: a. data barang milik daerah yang akan disewakan; b. data calon penyewa; dan c. data sewa, antara lain: 1. besaran tarif sewa; dan 2. jangka waktu, termasuk periodesitas sewa. (4) Apabila usulan sewa yang diajukan oleh Pengguna Barang tidak disertai data calon penyewa, maka persetujuan sewa tidak perlu disertai data calon penyewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b. (5) Besaran sewa yang dicantumkan dalam surat persetujuan sewa barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan merupakan nilai hasil perhitungan berdasarkan formula tarif sewa. (6) Apabila usulan nilai sewa yang diajukan oleh calon penyewa dan/atau Pengguna Barang lebih besar dari hasil perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), maka besaran sewa yang dicantumkan dalam surat persetujuan sewa untuk barang milik daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan adalah sebesar usulan besaran sewa dari calon penyewa dan/atau Pengguna Barang. (7) Besaran sewa yang dicantumkan dalam surat persetujuan sewa barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan berdasarkan nilai sewa. Pasal 145 (1) Pengguna Barang melaksanakan sewa berdasarkan persetujuan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 ayat (2), paling lambat 1 (satu) bulan sejak dikeluarkannya persetujuan sewa oleh Pengelola Barang. (2) Dalam hal usulan sewa yang diajukan oleh Pengguna Barang tidak disertai data calon penyewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 ayat (4), Pengguna Barang mengupayakan agar informasi mengenai pelaksanaan sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperoleh dengan mudah dan jelas oleh para calon penyewa. (3) Dalam hal terdapat usulan sewa dari beberapa calon penyewa dalam waktu yang bersamaan, Pengguna Barang menentukan penyewa dengan mempertimbangkan aspek pengamanan dan pemeliharaan barang milik daerah serta pertimbangan usulan sewa yang dianggap paling menguntungkan. 56 Paragraf Kesebelas Pemeliharaan Sewa Pasal 146 (1) Penyewa wajib melakukan pemeliharaan atas barang milik daerah yang disewa. (2) Seluruh biaya pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk biaya yang timbul dari pemakaian dan pemanfaatan barang milik daerah menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penyewa. (3) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditujukan untuk menjaga kondisi dan memperbaiki barang agar selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna. (4) Perbaikan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus sudah selesai dilaksanakan paling lambat pada saat berakhirnya jangka waktu sewa. (5) Dalam hal barang milik daerah yang disewa rusak akibat keadaan kahar (force majeur), perbaikan dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan oleh Pengelola Barang/ Pengguna Barang dan Penyewa. Paragraf Keduabelas Perubahan Bentuk Barang Milik Daerah Pasal 147 (1) Perubahan bentuk barang milik daerah dilakukan dengan persetujuan: a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; dan b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. (2) Perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan tanpa mengubah konstruksi dasar bangunan. (3) Dalam hal perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mengakibatkan adanya penambahan, bagian yang ditambahkan menjadi barang milik daerah dan disertakan dalam Berita Acara Serah Terima pada saat berakhirnya jangka waktu sewa. Paragraf Ketigabelas Ganti Rugi Pasal 148 Dalam hal barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang disewakan hilang selama jangka waktu sewa, penyewa wajib melakukan ganti rugi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf Keempatbelas Denda Sanksi Pasal 149 Penyewa dikenakan sanksi administratif berupa surat teguran apabila: a. penyewa belum menyerahkan barang milik daerah yang disewa pada saat berakhirnya jangka waktu sewa; 57 b. perbaikan barang milik daerah belum dilaksanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (4), menjelang berakhirnya jangka waktu sewa; dan/atau c. penggantian barang milik daerah belum dilaksanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148, paling lambat sebelum berakhirnya jangka waktu sewa. Pasal 150 (1) Dalam hal penyerahan, perbaikan, dan atau penggantian barang milik daerah belum dilakukan terhitung 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149, penyewa dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan. (2) Dalam hal penyerahan, perbaikan, dan atau penggantian barang milik daerah belum dilakukan terhitung 1 (bulan) sejak diterbitkannya surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyewa dikenakan sanksi administratif berupa denda, sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keenam Pinjam Pakai Paragraf Kesatu Prinsip Umum Pasal 151 (1) Pinjam pakai dilaksanakan dengan pertimbangan: a. mengoptimalkan barang milik daerah yang belum atau tidak dilakukan penggunaan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang; dan b. menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. (2) Peminjam pakai dilarang untuk melakukan pemanfaatan atas objek pinjam pakai. Paragraf Kedua Pihak Pelaksana Pinjam Pakai Pasal 152 (1) Pinjam pakai barang milik daerah dilaksanakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. (2) Pelaksanaan pinjam pakai barang milik daerah dilakukan oleh: a. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; dan b. Pengguna Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. (3) Pelaksanaan Pinjam Pakai oleh Pengelola Barang/ Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Bupati. 58 Paragraf Ketiga Objek Pinjam Pakai Pasal 153 (1) Objek pinjam pakai meliputi barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang/ Pengguna Barang. (2) Objek pinjam pakai barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya. Paragraf Keempat Jangka Waktu Pinjam Pakai Pasal 154 (1) Jangka waktu pinjam pakai barang milik daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali. (2) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1). (3) Apabila jangka waktu pinjam pakai akan diperpanjang, permohonan perpanjangan jangka waktu pinjam pakai disampaikan kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang paling lambat 2 (dua) bulan sebelum jangka waktu pinjam pakai berakhir. (4) Dalam hal permohonan perpanjangan jangka waktu pinjam pakai disampaikan kepada Pengelola Barang/ Pengguna Barang melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), proses pinjam pakai dilakukan dengan mengikuti tata cara permohonan pinjam pakai baru. Paragraf Kelima Perubahan Bentuk Barang Milik Daerah Pasal 155 (1) Selama jangka waktu pinjam pakai, peminjam pakai dapat mengubah bentuk barang milik daerah, sepanjang tidak mengakibatkan perubahan fungsi dan/atau penurunan nilai barang milik daerah. (2) Perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. tanpa disertai dengan perubahan bentuk dan/atau konstruksi dasar barang milik daerah; atau b. disertai dengan perubahan bentuk dan/atau konstruksi dasar barang milik daerah. (3) Usulan perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan mengajukan permohonan perubahan bentuk oleh peminjam pakai kepada: a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; dan b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. (4) Perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan setelah mendapat persetujuan Bupati. 59 Paragraf Keenam Perjanjian Pinjam Pakai Pasal 156 (1) Pelaksanaan Pinjam Pakai dituangkan dalam perjanjian serta ditandatangani oleh: a. Peminjam pakai dan Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; dan b. Peminjam pakai dan Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. para pihak yang terikat dalam perjanjian; b. dasar perjanjian; c. identitas para pihak yang terkait dalam perjanjian; d. jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu; e. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu peminjaman; f. hak dan kewajiban para pihak; dan g. persyaratan lain yang dianggap perlu. (3) Salinan perjanjian pinjam pakai disampaikan kepada Pengguna Barang. Paragraf Ketujuh Tata Cara Pelaksanaan Pinjam Pakai Barang Milik Daerah Pada Pengelola Barang Pasal 157 (1) Calon peminjam pakai mengajukan permohonan pinjam pakai kepada Pengelola Barang. (2) Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melakukan penelitian atas permohonan pinjam pakai. (3) Penelitian atas permohonan pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi: a. kepastian belum digunakan atau tidak adanya penggunaan barang milik daerah; b. tujuan penggunaan objek pinjam pakai; dan c. jangka waktu pinjam pakai. (4) Hasil Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan dasar pertimbangan Bupati dalam memberikan persetujuan/penolakan atas permohonan pinjam pakai. Pasal 158 (1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (3), Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan pinjam pakai kepada Bupati. (2) Permohonan persetujuan pinjam pakai paling sedikit memuat: a. pertimbangan yang mendasari permohonan pinjam pakai; b. identitas peminjam pakai; c. tujuan penggunaan objek pinjam pakai; d. rincian data objek pinjam pakai yang dibutuhkan; dan e. jangka waktu pinjam pakai. 60 (3) Apabila objek pinjam pakai berupa tanah dan/atau bangunan atau sebagian tanah dan/atau bangunan, rincian data objek pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, termasuk luas dan lokasi tanah dan/atau bangunan. (4) Apabila objek pinjam pakai berupa selain tanah dan/atau bangunan, rincian data objek pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, termasuk nama dan jumlah barang milik daerah. Pasal 159 (1) Pemberian persetujuan/penolakan oleh Bupati atas permohonan pinjam pakai dilakukan dengan mempertimbangkan: a. barang milik daerah yang dimohon dalam kondisi belum atau tidak sedang digunakan untuk tugas dan fungsi Pengelola Barang; dan b. barang milik daerah yang dimohon akan digunakan untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah pusat/pemerintahan daerah lainnya. (2) Apabila Bupati menyetujui permohonan pinjam pakai, Bupati menerbitkan surat persetujuan pinjam pakai. (3) Surat persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit memuat: a. identitas peminjam pakai; b. data objek pinjam pakai; c. jangka waktu pinjam pakai; dan d. kewajiban peminjam pakai. (4) Apabila Bupati tidak menyetujui permohonan pinjam pakai, Bupati menerbitkan surat penolakan pinjam pakai kepada calon peminjam pakai dengan disertai alasan. Pasal 160 (1) Pelaksanaan pinjam pakai barang milik daerah dituangkan dalam perjanjian pinjam pakai yang ditandatangani oleh Bupati dan Peminjam pakai. (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti dengan penyerahan objek pinjam pakai dari Pengelola Barang kepada peminjam pakai yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. Pasal 161 (1) Selama jangka waktu pinjam pakai, peminjam pakai wajib memelihara dan mengamankan objek pinjam pakai dengan biaya yang dibebankan pada Peminjam pakai. (2) Sebelum jangka waktu pinjam pakai berakhir, peminjam pakai harus memberitahukan kepada Pengelola Barang akan mengakhiri atau memperpanjang waktu pinjam pakai. (3) Dalam hal pinjam pakai akan diperpanjang, peminjam pakai mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pinjam pakai kepada Pengelola Barang. (4) Pengelola Barang menyampaikan pengajuan permohonan persetujuan perpanjangan pinjam pakai kepada Bupati. (5) Pengajuan perpanjangan permohonan persetujuan pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (4), melampirkan: a. surat persetujuan pinjam pakai sebelumnya dari Bupati; 61 b. surat pernyataan dari peminjam pakai bahwa objek pinjam pakai masih digunakan untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah pusat/ pemerintahan daerah lainnya; dan c. surat pernyataan dari Pengelola Barang bahwa pelaksanaan pinjam pakai tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pasal 162 (1) Dalam hal peminjam pakai akan mengakhiri pinjam pakai sebelum masa pinjam pakai berakhir, peminjam pakai harus memberitahukan kepada Pengelola Barang. (2) Peminjam pakai dalam mengakhiri pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (3) Pengelola Barang melaporkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada Bupati. Paragraf Kedelapan Tata Cara Pelaksanaan Pinjam Pakai Barang Milik Daerah Pada Pengguna Barang Pasal 163 (1) Calon peminjam pakai mengajukan permohonan pinjam pakai kepada Pengguna Barang. (2) Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Bupati melalui Pengelola Barang berdasarkan permohonan dari calon peminjam pakai dengan melampirkan: a. surat permohonan pinjam pakai dari calon peminjam pakai; b. surat pernyataan dari Pengguna Barang bahwa pelaksanaan pinjam pakai tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan c. data objek pinjam pakai, antara lain kartu identitas barang, untuk barang milik daerah yang memiliki kartu identitas barang. (3) Permohonan persetujuan pinjam pakai dari Pengguna Barang sekurangkurangnya memuat: a. pertimbangan yang mendasari permohonan pinjam pakai; b. identitas peminjam pakai; c. tujuan penggunaan objek pinjam pakai; d. rincian data objek pinjam pakai yang dibutuhkan, termasuk luas dan lokasi tanah dan/atau bangunan; dan e. jangka waktu pinjam pakai. Pasal 164 (1) Permohonan persetujuan pinjam pakai dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 ayat (2), Pengelola Barang melakukan penelitian (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kepastian belum digunakan atau tidak adanya penggunaan barang milik daerah; b. tujuan penggunaan objek pinjam pakai; dan c. jangka waktu pinjam pakai. 62 (3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Bupati sebagai dasar pertimbangan persetujuan/penolakan permohonan persetujuan pinjam pakai. Pasal 165 (1) Pemberian persetujuan/penolakan oleh Bupati atas permohonan pinjam pakai dilakukan dengan mempertimbangkan: a. barang milik daerah yang dimohon dalam kondisi belum atau tidak digunakan untuk tugas dan fungsi pemerintah daerah; b. barang milik daerah yang dimohon akan digunakan untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah pusat/pemerintahan daerah lainnya; dan c. jangka waktu pinjam pakai paling lama 5 (lima) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian pinjam pakai. (2) Dalam hal Bupati menyetujui permohonan pinjam pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 ayat (2), Bupati menerbitkan surat persetujuan pinjam pakai paling rendah memuat: a. identitas peminjam pakai; b. data barang milik daerah objek pinjam pakai; c. jangka waktu pinjam pakai; dan d. kewajiban peminjam pakai. (3) Dalam hal Bupati tidak menyetujui permohonan pinjam pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 ayat (2), Bupati melalui Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna Barang disertai alasannya. Pasal 166 (1) Pelaksanaan pinjam pakai barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang dituangkan dalam perjanjian pinjam pakai antara Pengelola Barang dengan peminjam pakai. (2) Perjanjian pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti dengan penyerahan objek pinjam pakai dari Pengguna Barang kepada peminjam pakai yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (3) Selama jangka waktu pinjam pakai, peminjam pakai wajib memelihara dan mengamankan objek pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan biaya yang dibebankan pada peminjam pakai. (4) Sebelum jangka waktu pinjam pakai berakhir, peminjam pakai harus memberitahukan kepada Pengguna Barang akan mengakhiri atau memperpanjang pinjam pakai. (5) Dalam hal pinjam pakai akan diperpanjang, peminjam pakai mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pinjam pakai kepada Pengguna Barang. (6) Pengguna Barang menyampaikan pengajuan permohonan persetujuan perpanjangan pinjam pakai kepada Bupati melalui Pengelola Barang. (7) Pengajuan permohonan persetujuan perpanjangan pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilampiri dengan: a. surat persetujuan pinjam pakai sebelumnya dari Bupati; b. surat pernyataan dari peminjam pakai bahwa objek pinjam pakai masih digunakan untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah pusat/ pemerintahan daerah lainnya; dan 63 c. surat pernyataan dari Pengguna Barang bahwa pelaksanaan pinjam pakai tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah, dalam hal pinjam pakai dilaksanakan oleh Pengguna Barang. Pasal 167 (1) Dalam hal peminjam pakai akan mengakhiri pinjam pakai sebelum masa pinjam pakai berakhir, peminjam pakai harus memberitahukan kepada Pengguna Barang. (2) Peminjam pakai dalam mengakhiri pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (3) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengguna Barang melaporkan kepada Bupati melalui Pengelola Barang. Bagian Ketujuh Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) Paragraf Kesatu Prinsip Umum Pasal 168 KSP barang milik daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka: a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah; dan/atau b. meningkatkan penerimaan pendapatan daerah. Pasal 169 (1) KSP atas barang milik daerah dilaksanakan apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk memenuhi biaya operasional, pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap barang milik daerah yang dikerjasamakan. (2) Mitra KSP ditetapkan melalui tender, kecuali untuk barang milik daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung. (3) Barang milik daerah yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memiliki karakteristik: a. barang yang mempunyai spesifikasi tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. barang yang memiliki tingkat kompleksitas khusus seperti bandara udara, pelabuhan laut, kilang, instalasi listrik, dan bendungan/waduk; c. barang yang dikerjasamakan dalam investasi yang berdasarkan perjanjian hubungan bilateral antar negara; atau d. barang lain yang ditetapkan Bupati. (4) Penunjukan langsung mitra KSP atas barang milik daerah yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh Pengelola Barang atau Pengguna Barang terhadap Badan Usaha Milik Negara/ Daerah yang memiliki bidang dan/atau wilayah kerja tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Mitra KSP harus membayar kontribusi tetap setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan menyetor pembagian keuntungan hasil KSP ke rekening Kas Umum Daerah. 64 (6) Perhitungan besaran kontribusi pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), yang merupakan bagian pemerintah daerah, harus memperhatikan perbandingan nilai barang milik daerah yang dijadikan objek KSP dan manfaat lain yang diterima pemerintah daerah dengan nilai investasi mitra dalam KSP. Pasal 170 (1) Selama jangka waktu pengoperasian, mitra KSP dilarang menjaminkan atau menggadaikan barang milik daerah yang menjadi objek KSP. (2) Biaya persiapan KSP yang dikeluarkan Pengelola Barang atau Pengguna Barang sampai dengan penunjukan mitra KSP dibebankan pada APBD. (3) Biaya persiapan KSP yang terjadi setelah ditetapkannya mitra KSP dan biaya pelaksanaan KSP menjadi beban mitra KSP. (4) Cicilan pokok dan biaya yang timbul atas pinjaman mitra KSP, dibebankan pada mitra KSP dan tidak diperhitungkan dalam pembagian keuntungan. (5) Pengawasan atas pelaksanaan KSP oleh mitra KSP dilakukan oleh: a. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah pada Pengelola Barang; dan b. Pengguna Barang, untuk barang milik daerah pada Pengguna Barang. Paragraf Kedua Pihak Pelaksana KSP Pasal 171 (1) Pihak yang dapat melaksanakan KSP adalah: a. Pengelola Barang dengan persetujuan Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau b. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. (2) Persetujuan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, setelah mendapat pertimbangan dari Bupati. (3) Pihak yang dapat menjadi mitra KSP barang milik daerah meliputi: a. Badan Usaha Milik Negara; b. Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau c. Swasta, kecuali perorangan. Paragraf Ketiga Objek KSP Pasal 172 (1) Objek KSP meliputi barang milik daerah berupa: a. tanah dan/atau bangunan; dan b. selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang/Pengguna Barang. (2) Objek KSP barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya. 65 Paragraf Keempat Hasil KSP Pasal 173 (1) Hasil KSP dapat berupa tanah, gedung, bangunan, serta sarana dan fasilitas yang diadakan oleh mitra KSP. (2) Sarana dan fasilitas hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain: a. peralatan dan mesin; b. jalan, irigasi, dan jaringan; c. aset tetap lainnya; dan d. aset lainnya. (3) Hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi bagian dari pelaksanaan KSP. (4) Hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi barang milik daerah sejak diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai perjanjian atau pada saat berakhirnya perjanjian. Pasal 174 (1) Hasil KSP barang milik daerah dalam rangka penyediaan infrastruktur terdiri atas: a. penerimaan daerah yang harus disetorkan selama jangka waktu KSP barang milik daerah; dan b. infrastruktur beserta fasilitasnya hasil KSP barang milik daerah. (2) Penerimaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. kontribusi tetap; dan b. pembagian keuntungan. Pasal 175 (1) Dalam pelaksanaan KSP, mitra KSP dapat melakukan perubahan dan/atau penambahan hasil KSP. (2) Perubahan dan/atau penambahan hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara addendum perjanjian. (3) Addendum perjanjian KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditujukan untuk menghitung kembali besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan. (4) Besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Tim berdasarkan hasil perhitungan. (5) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh: a. Bupati, untuk barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan; atau b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan. (6) Perubahan dan/atau penambahan hasil KSP dilakukan setelah memperoleh persetujuan Bupati. 66 Paragraf Kelima Jangka Waktu KSP Pasal 176 (1) Jangka waktu KSP paling lama 25 (dua puluh lima) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. (2) Dalam hal KSP atas barang milik daerah dilakukan untuk penyediaan infrastruktur, jangka waktu KSP paling lama 35 ( tiga puluh lima) tahun sejak perjanjian KSP ditandatangani dan dapat diperpanjang. Pasal 177 (1) Perpanjangan jangka waktu KSP dilakukan oleh mitra KSP dengan cara mengajukan permohonan persetujuan perpanjangan jangka waktu KSP paling lambat 2 (dua) tahun sebelum jangka waktu berakhir. (2) Perpanjangan jangka waktu KSP dilaksanakan dengan pertimbangan: a. sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan b. selama pelaksanaan KSP terdahulu, mitra KSP mematuhi peraturan dan perjanjian KSP. Paragraf Keenam Perjanjian KSP Pasal 178 (1) Pelaksanaan KSP dituangkan dalam perjanjian antara Bupati atau Pengelola Barang dengan mitra KSP setelah diterbitkan Keputusan pelaksanaan KSP oleh Bupati. (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditandatangani oleh mitra KSP dan: a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. (3) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. dasar perjanjian; b. identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian; c. objek KSP; d. hasil KSP berupa barang, jika ada; e. peruntukan KSP; f. jangka waktu KSP; g. besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan serta mekanisme pembayarannya; h. hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian; i. ketentuan mengenai berakhirnya KSP; j. sanksi; dan k. penyelesaian perselisihan. (4) Perjanjian KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dituangkan dalam bentuk Akta Notaris. (5) Penandatanganan perjanjian KSP dilakukan setelah mitra KSP menyampaikan bukti setor pembayaran kontribusi tetap pertama kepada Pengelola Barang/ Pengguna Barang. 67 (6) Bukti setor pembayaran kontribusi tetap pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (5), merupakan salah satu dokumen pada lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian KSP. Paragraf Ketujuh Kontribusi Tetap dan Pembagian Keuntungan Pasal 179 (1) Mitra KSP wajib menyetorkan: a. kontribusi tetap; dan b. pembagian keuntungan KSP. (2) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setiap tahun selama jangka waktu KSP. (3) Kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan penerimaan daerah. (4) Besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (5) Dalam KSP barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungannya dapat berupa bangunan beserta fasilitasnya yang dibangun dalam satu kesatuan perencanaan. (6) Sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungannya yang berupa bangunan beserta fasilitasnya sebagaimana dimaksud ayat (5), bukan merupakan objek KSP. Pasal 180 (1) Besaran nilai bangunan beserta fasilitasnya sebagai bagian dari kontribusi tetap dan kontribusi pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (5), paling banyak 10% (sepuluh persen) dari total penerimaan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan selama masa KSP. (2) Bangunan yang dibangun dengan biaya sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dari awal pengadaannya merupakan barang milik daerah. (3) Besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan KSP barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dan sebagian tanah dan/atau bangunan ditetapkan dari hasil perhitungan Tim yang dibentuk oleh Bupati, berdasarkan dan/atau mempertimbangkan hasil penilaian. (4) Besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan KSP barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan ditetapkan dari hasil perhitungan Tim yang dibentuk oleh Pengelola Barang, berdasarkan dan/atau mempertimbangkan hasil penilaian. Pasal 181 (1) Perhitungan kontribusi tetap merupakan hasil perkalian dari: a. besaran persentase kontribusi tetap; dan b. nilai wajar barang milik daerah yang menjadi objek KSP. (2) Besaran persentase kontribusi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditentukan oleh Bupati dari hasil perhitungan Tim berdasarkan dan/atau mempertimbangkan hasil penilaian. 68 (3) Nilai wajar barang milik daerah dalam rangka KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berdasarkan: a. hasil penilaian oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik yang ditetapkan oleh Bupati, untuk barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan; dan b. hasil penilaian oleh Tim ditetapkan dengn Keputusan Bupati dan dapat melibatkan Penilai yang ditetapkan Bupati, untuk barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan. (4) Apabila terdapat nilai barang milik daerah yang berbeda dengan nilai wajar hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dalam rangka pemanfaatan barang milik daerah digunakan nilai wajar hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a. Pasal 182 (1) Besaran persentase kontribusi tetap pelaksanaan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (1) huruf a, meningkat setiap tahun yang dihitung berdasarkan kontribusi tetap tahun pertama dengan memperhatikan estimasi tingkat inflasi. (2) Besaran peningkatan persentase kontribusi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam persetujuan pelaksanaan KSP dan dituangkan dalam perjanjian KSP. Pasal 183 (1) Perhitungan pembagian keuntungan dilakukan dengan mempertimbangkan: a. nilai investasi pemerintah daerah; b. nilai investasi mitra KSP; dan c. risiko yang ditanggung mitra KSP. (2) Perhitungan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan oleh Bupati berdasarkan hasil perhitungan Tim dan/atau pertimbangan hasil penilaian. (3) Besaran nilai investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, didasarkan pada nilai wajar barang milik daerah yang menjadi objek KSP. (4) Besaran nilai investasi mitra KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, didasarkan pada estimasi investasi dalam proposal KSP. Pasal 184 (1) Besaran pembagian keuntungan dapat ditinjau kembali oleh Bupati dalam hal realisasi investasi yang dikeluarkan oleh mitra KSP lebih rendah dari estimasi investasi sebagaimana tertuang dalam perjanjian. (2) Realisasi investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan dari hasil audit yang dilakukan oleh auditor independen. Pasal 185 (1) KSP atas barang milik daerah dapat dilakukan untuk mengoperasionalkan barang milik daerah. (2) KSP operasional atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bukan merupakan penggunaan barang milik daerah yang dioperasikan oleh pihak lain. 69 (3) Apabila mitra KSP hanya mengoperasionalkan barang milik daerah, bagian keuntungan yang menjadi bagian mitra KSP ditentukan oleh Bupati berdasarkan persentase tertentu dari besaran keuntungan yang diperoleh mitra KSP terkait pelaksanaan KSP. Pasal 186 (1) Apabila mitra KSP barang milik daerah untuk penyediaan infrastruktur berbentuk Badan Usaha Milik Negara/Daerah, kontribusi tetap dan pembagian keuntungan yang disetorkan kepada pemerintah daerah dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hasil perhitungan Tim KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 ayat (5). (2) Penetapan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada kondisi keuangan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan hasil analisis kelayakan bisnis KSP. (3) Besaran penetapan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Paragraf Kedelapan Pembayaran Kontribusi Tetap dan Pembagian Keuntungan Pasal 187 (1) Pembayaran kontribusi tetap tahun pertama ke rekening Kas Umum Daerah oleh mitra KSP harus dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum penandatanganan perjanjian KSP. (2) Pembayaran kontribusi tetap tahun berikutnya disetorkan ke rekening Kas Umum Daerah paling lambat dilakukan sesuai dengan tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian dan dilakukan setiap tahun sampai dengan berakhirnya perjanjian KSP. (3) Pembayaran kontribusi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dibuktikan dengan bukti setor. Pasal 188 (1) Pembagian keuntungan hasil pelaksanaan KSP tahun sebelumnya harus disetor ke rekening Kas Umum Daerah paling lambat dilakukan sesuai dengan tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian dan dilakukan setiap tahun sampai dengan berakhirnya perjanjian KSP. (2) Pembayaran pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh mitra KSP berdasarkan persetujuan Bupati. Paragraf Kesembilan Berakhirnya KSP Pasal 189 (1) KSP berakhir dalam hal: a. berakhirnya jangka waktu KSP sebagaimana tertuang dalam perjanjian; b. pengakhiran perjanjian KSP secara sepihak oleh Bupati atau Pengelola Barang; c. berakhirnya perjanjian KSP; dan d. ketentuan lain sesuai peraturan perundang-undangan. 70 (2) Pengakhiran KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan dalam hal mitra KSP: a. tidak membayar kontribusi tetap selama 3 (tiga) tahun berturutturut; b. tidak membayar pembagian keuntungan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sesuai perjanjian KSP; atau c. tidak memenuhi kewajiban selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian KSP. (3) Pengakhiran KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh: a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. (4) Pengakhiran KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan secara tertulis. Pasal 190 (1) mitra harus melaporkan akan mengakhiri KSP paling lambat 2 (dua) tahun sebelum jangka waktu KSP berakhir. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati atau Pengelola Barang meminta auditor independen/aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan audit atas pelaksanaan KSP. (3) Auditor independen/aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menyampaikan hasil audit kepada Bupati, Pengelola Barang, dan/atau Pengguna Barang. (4) Bupati, Pengelola Barang, dan/atau Pengguna Barang menyampaikan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada mitra KSP. (5) Mitra KSP menindaklanjuti hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan melaporkannya kepada Bupati, Pengelola Barang, dan/atau Pengguna Barang. Pasal 191 (1) Serah terima objek KSP dilakukan paling lambat pada saat berakhirnya jangka waktu KSP. (2) Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (3) Dalam hal Mitra KSP belum selesai menindaklanjuti hasil audit setelah dilakukannya serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mitra KSP tetap berkewajiban menindaklanjuti hasil audit. (4) Pengguna Barang/Pengelola Barang melaporkan pengakhiran KSP dan penyerahan objek KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Bupati paling lambat 1 (satu) bulan setelah penyerahan. Pasal 192 (1) Pengakhiran perjanjian KSP secara sepihak oleh Bupati atau Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 ayat (1) huruf b, dilaksanakan dengan menerbitkan teguran tertulis pertama kepada mitra KSP. 71 (2) Apabila mitra KSP tidak melaksanakan teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran tertulis pertama, Bupati atau Pengelola Barang menerbitkan teguran tertulis kedua. (3) Apabila mitra KSP tidak melaksanakan teguran kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran tertulis kedua, Bupati atau Pengelola Barang menerbitkan teguran tertulis ketiga yang merupakan teguran terakhir. (4) Apabila mitra KSP tidak melaksanakan teguran ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran tertulis ketiga, Bupati atau Pengelola Barang menerbitkan surat pengakhiran KSP. (5) Surat pengakhiran KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Mitra KSP harus menyerahkan objek KSP kepada Bupati atau Pengelola Barang dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah menerima surat pengakhiran KSP. Paragraf Kesepuluh Tata Cara Pelaksanaan KSP Barang Milik Daerah Yang Berada Pada Pengelola Barang Pasal 193 Tahapan pelaksanaan KSP atas barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang meliputi: a. inisiatif atau permohonan; b. penelitian administrasi; c. pembentukan Tim dan penilaian; d. perhitungan besaran penerimaan daerah dari KSP berupa kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan; e. pemilihan mitra; f. penerbitan keputusan; g. penandatanganan perjanjian; dan h. pelaksanaan. Pasal 194 KSP atas barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang dapat dilakukan berdasarkan: a. inisiatif Bupati; atau b. permohonan dari pihak lain. Pasal 195 (1) Inisiatif Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 194 huruf a, dituangkan dalam bentuk rekomendasi KSP barang milik daerah. (2) Inisiatif Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berasal dari rencana kebutuhan yang disampaikan oleh Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang. Pasal 196 (1) Permohonan dari Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 194 huruf b, diusulkan kepada Bupati. 72 (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. latar belakang permohonan; b. rencana peruntukan KSP; c. jangka waktu KSP; dan d. usulan besaran penerimaan daerah dari KSP. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan: a. data barang milik daerah yang direncanakan untuk dilakukan KSP; b. data pemohon KSP; c. proposal rencana usaha KSP; dan d. informasi lainnya berkaitan dengan usulan KSP. (4) Informasi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, antara lain: a. Rencana Umum Tata Ruang Wilayah dan penataan kota; dan b. bukti kepemilikan atau dokumen yang dipersamakan. (5) Kelengkapan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak diberlakukan untuk KSP dalam rangka mengoperasionalkan barang milik daerah. Pasal 197 (1) Pengelola Barang melakukan penelitian administrasi atas dokumen barang milik daerah yang akan dilakukan KSP. (2) Dokumen barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. bukti kepemilikan atau dokumen yang dipersamakan; b. dokumen pengelolaan barang milik daerah; dan c. dokumen penatausahaan barang milik daerah. Pasal 198 Apabila hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197, barang milik daerah dapat dilakukan KSP, Bupati: a. membentuk Tim KSP; dan b. menugaskan Penilai melalui Pengelola Barang untuk melakukan penilaian barang milik daerah yang akan dilakukan KSP guna mengetahui nilai wajar atas barang milik daerah bersangkutan. Pasal 199 (1) Dalam hal barang milik daerah dapat dilakukan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198, maka Bupati membentuk Tim KSP. (2) Tim KSP bertugas: a. menyiapkan rincian kebutuhan bangunan dan fasilitas yang akan ditenderkan apabila KSP berdasarkan inisiatif Bupati dan bukan dalam rangka mengoperasionalkan barang milik daerah; b. menghitung besaran penerimaan daerah dari KSP berdasarkan dan/atau mempertimbangkan hasil penilaian; c. menyiapkan perjanjian KSP; d. menyiapkan Berita Acara Serah Terima objek KSP dari Pengelola Barang kepada mitra KSP; dan e. melaksanakan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Bupati. (3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tim KSP dapat mengikutsertakan SKPD/Unit Kerja teknis yang berkompeten. 73 Pasal 200 (1) Dalam rangka menentukan kelayakan bisnis KSP, Bupati dapat menugaskan penilai atau pihak lain yang berkompeten untuk melakukan: a. analisis penggunaan atas barang milik daerah yang akan dilakukan KSP; atau b. analisis kelayakan bisnis atas proposal KSP. (2) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 huruf b, dan laporan analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati sebagai bagian dalam menentukan pelaksanaan KSP. Pasal 201 (1) Berdasarkan laporan analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 200 ayat (1), dan/atau mempertimbangkan laporan penilaian nilai wajar barang milik daerah, Tim KSP menghitung besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan. (2) Penghitungan besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan oleh Tim KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 181 sampai dengan Pasal 186. (3) Dalam hal usulan besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan yang diajukan oleh pihak lain lebih besar dari hasil perhitungan Tim KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan yang ditetapkan dalam persetujuan KSP adalah sebesar usulan besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan yang diajukan oleh pihak lain. (4) Besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dijadikan nilai limit terendah dalam pelaksanaan pemilihan mitra KSP. Pasal 202 Pemilihan mitra KSP dilakukan oleh panitia pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 sampai dengan Pasal 110. Pasal 203 (1) Bupati menerbitkan keputusan pelaksanaan KSP. (2) Keputusan pelaksanaan KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. objek KSP; b. peruntukan KSP; c. penerimaan daerah dari KSP; d. identitas mitra KSP; dan e. jangka waktu KSP. Pasal 204 (1) Berdasarkan keputusan pelaksanaan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1), menandatangani Perjanjian KSP dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berlaku keputusan pelaksanaan KSP. 74 (2) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak keputusan pelaksanaan KSP ditetapkan tidak ditindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjian KSP, keputusan pelaksanaan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dinyatakan tidak berlaku. (3) Penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah mitra KSP menunjukkan bukti pembayaran kontribusi tetap tahun pertama. Pasal 205 (1) Mitra KSP harus melaksanakan KSP sebagaimana ditentukan dalam perjanjian KSP. (2) Apabila KSP dilakukan bukan dalam rangka mengoperasionalkan barang milik daerah, maka pada saat pembangunan selesai dilaksanakan, mitra KSP wajib: a. menyerahkan bangunan hasil KSP beserta fasilitasnya yang merupakan bagian dari kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (5); dan b. dapat langsung mengoperasionalkan hasil KSP yang dibangun sesuai dengan perjanjian KSP. Paragraf Kesebelas Tata Cara Pelaksanaan KSP Barang Milik Daerah Yang Berada Pada Pengguna Barang Pasal 206 Tahapan pelaksanaan KSP atas barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang meliputi: a. permohonan; b. penelitian administrasi; c. pembentukan Tim dan penilaian; d. perhitungan besaran kontribusi dan persentase pembagian keuntungan; e. persetujuan; f. pemilihan mitra; g. penerbitan keputusan; h. penandatanganan perjanjian; dan i. pelaksanaan. Pasal 207 (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 206 huruf a, diajukan oleh Pengguna Barang untuk memperoleh persetujuan dari Pengelola Barang. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. latar belakang permohonan; b. rencana peruntukan KSP; c. jangka waktu KSP; dan d. usulan besaran penerimaan daerah dari KSP. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan: a. data calon mitra KSP; b. proposal rencana usaha KSP; c. data barang milik daerah yang akan dijadikan objek KSP; dan d. surat pernyataan dari Pengguna Barang. 75 (4) Surat pernyataan dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, menegaskan bahwa: a. Barang milik daerah yang akan menjadi objek KSP tidak sedang digunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD; dan b. pelaksanaan KSP barang milik daerah tidak akan mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD. (5) Dalam hal Pengguna Barang mengusulkan penetapan mitra KSP melalui mekanisme penunjukan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4), maka pengajuan permohonan dari Pengguna Barang kepada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai data calon mitra KSP. (6) Data calon mitra KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (5), meliputi: a. nama; b. alamat; c. Nomor Pokok Wajib Pajak ; d. bentuk kelembagaan, jenis kegiatan usaha, fotokopi Surat Izin Usaha/Tanda Izin Usaha atau yang sejenis, untuk calon mitra KSP yang berbentuk badan hukum/badan usaha. Pasal 208 (1) Persetujuan atas permohonan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 ayat (1) diberikan oleh Pengelola Barang berdasarkan laporan panitia pemilihan mitra dan laporan Tim KSP dengan mempertimbangkan hasil penilaian. (2) Apabila Pengelola Barang tidak menyetujui permohonan KSP tersebut, Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna Barang disertai dengan alasan. (3) Pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Pengelola Barang dengan menerbitkan surat persetujuan. (4) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling sedikit memuat: a. objek KSP; b. peruntukan KSP; c. nilai barang milik daerah yang menjadi objek KSP sebagai besaran nilai investasi pemerintah; d. minimal besaran kontribusi tetap; e. minimal persentase pembagian keuntungan; dan f. jangka waktu KSP. (5) Berdasarkan Surat Persetujuan KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Bupati menetapkan keputusan pelaksanaan KSP. (6) Berdasarkan keputusan pelaksanaan KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (5), para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1), menandatangani perjanjian KSP dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berlaku keputusan pelaksanaan KSP. (7) Surat persetujuan KSP dari Pengelola Barang dinyatakan tidak berlaku apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak ditetapkan tidak ditindaklanjuti dengan penandatanganan surat perjanjian KSP. (8) Penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan setelah mitra KSP menunjukkan bukti pembayaran kontribusi tetap tahun pertama. 76 Pasal 209 Ketentuan pelaksanaan KSP barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 sampai dengan Pasal 205 mutatis mutandis berlaku untuk pelaksanaan KSP barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. Paragraf Keduabelas Perpanjangan Jangka Waktu KSP Yang Berada Pada Pengelola Barang Dan Pengguna Barang Pasal 210 (1) Permohonan perpanjangan jangka waktu KSP atas barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang diajukan oleh mitra KSP kepada Bupati paling lambat 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu KSP. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1), dilampiri: a. proposal perpanjangan KSP; b. data dan kondisi objek KSP; dan c. bukti penyetoran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dalam 5 (lima) tahun terakhir. (3) Bupati meneliti permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta mengevaluasi kelayakan perpanjangan pelaksanaan KSP yang telah berlangsung. (4) Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bupati menyetujui usulan perpanjangan jangka waktu KSP, maka Bupati: a. membentuk Tim KSP; dan b. menugaskan penilai untuk melakukan penghitungan nilai barang milik daerah yang akan dijadikan objek KSP, besaran kontribusi tetap, dan persentase pembagian keuntungan KSP. (5) Tugas Tim KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, antara lain: a. menyiapkan perjanjian perpanjangan KSP; b. menghitung besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan KSP berdasarkan dan/atau dengan mempertimbangkan hasil Penilaian; dan c. melaksanakan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Bupati. Pasal 211 (1) Dalam rangka menentukan kelayakan perpanjangan jangka waktu pelaksanaan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (3), Bupati melalui Pengelola Barang dapat menugaskan penilai atau pihak yang berkompeten untuk melakukan analisis kelayakan perpanjangan pelaksanaan KSP. (2) Penilai atau pihak yang berkompeten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan laporan analisis kelayakan perpanjangan yang merupakan hasil pelaksanaan tugas kepada Bupati melalui Pengelola Barang. (3) Tim KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (5), menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugas kepada Bupati melalui Pengelola Barang. 77 (4) Apabila laporan hasil pelaksanaan tugas Tim KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan jangka waktu KSP tidak dapat disetujui, Bupati menerbitkan surat penolakan perpanjangan jangka waktu KSP yang ditujukan kepada mitra KSP disertai dengan alasan. (5) Apabila laporan hasil pelaksanaan tugas Tim KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan jangka waktu KSP dapat disetujui, Bupati menerbitkan surat persetujuan perpanjangan jangka waktu KSP yang ditujukan kepada mitra KSP. (6) Berdasarkan surat persetujuan perpanjangan jangka waktu KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Tim KSP menyusun perjanjian perpanjangan jangka waktu KSP sekaligus menyiapkan hal-hal teknis yang diperlukan. (7) Perpanjangan jangka waktu KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (6), berlaku pada saat penandatanganan perjanjian KSP antara Bupati dengan mitra KSP dilakukan. Pasal 212 (1) Permohonan perpanjangan jangka waktu KSP atas barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang diajukan oleh mitra KSP kepada Pengguna Barang. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melampirkan: a. proposal perpanjangan KSP; b. data dan kondisi objek KSP; dan c. bukti penyetoran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dalam 5 (lima) tahun terakhir. Pasal 213 (1) Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212 ayat (1), melakukan penelitian administrasi atas permohonan perpanjangan jangka waktu KSP yang disampaikan oleh mitra KSP. (2) Berdasarkan hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan perpanjangan jangka waktu KSP kepada Pengelola Barang. (3) Permohonan perpanjangan jangka waktu KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilampirkan: a. proposal perpanjangan KSP; b. data dan kondisi objek KSP; dan c. bukti penyetoran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dalam 5 (lima) tahun terakhir. (4) Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang menyetujui usulan perpanjangan jangka waktu KSP, maka Pengelola Barang: a. membentuk Tim KSP; dan b. menugaskan Penilai. Pasal 214 (1) Tim KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 ayat (4) huruf a, bertugas antara lain: a. menyiapkan perjanjian perpanjangan KSP; dan 78 b. menghitung besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan KSP berdasarkan dan/atau dengan mempertimbangkan hasil penilaian; dan c. melaksanakan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Pengelola Barang. (2) Tim KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada Pengelola Barang. (3) Apabila hasil pelaksanaan tugas Tim KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan jangka waktu KSP tidak dapat disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat penolakan perpanjangan jangka waktu KSP yang ditujukan kepada mitra KSP disertai dengan alasan. (4) Apabila hasil pelaksanaan tugas Tim KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan jangka waktu KSP dapat disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan perpanjangan jangka waktu KSP yang ditujukan kepada mitra KSP. (5) Berdasarkan persetujuan perpanjangan jangka waktu KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Tim KSP menyusun perjanjian perpanjangan jangka waktu KSP sekaligus menyiapkan hal-hal teknis yang diperlukan. Pasal 215 (1) Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 ayat (4) huruf b, bertugas melakukan penghitungan nilai barang milik daerah yang akan dijadikan objek KSP, besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan KSP. (2) Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyampaikan laporan penilaian yang merupakan hasil pelaksanaan tugas kepada Pengelola Barang. Pasal 216 (1) Dalam rangka menentukan kelayakan perpanjangan jangka waktu pelaksanaan KSP atas permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212, Pengelola Barang dapat menugaskan penilai atau pihak yang berkompeten untuk melakukan analisis kelayakan perpanjangan pelaksanaan KSP. (2) Perpanjangan jangka waktu KSP berlaku pada saat penandatanganan perjanjian KSP antara Pengelola Barang dengan mitra KSP dilakukan. Pasal 217 (1) Dalam hal Bupati atau Pengelola Barang tidak menyetujui permohonan perpanjangan jangka waktu KSP, objek KSP beserta sarana berikut fasilitasnya diserahkan kepada Bupati atau Pengelola Barang pada saat berakhirnya jangka waktu KSP sebagaimana diatur dalam perjanjian KSP. (2) Penyerahan objek KSP beserta sarana dan prasarananya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan Berita Acara Serah Terima antara mitra KSP dengan: a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. 79 Bagian Kedelapan Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Paragraf Kesatu Prinsip Umum Pasal 218 (1) BGS/BSG barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan: a. Pengguna Barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan b. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut. (2) Bangunan dan fasilitasnya yang menjadi bagian dari hasil pelaksanaan BGS/BSG harus dilengkapi dengan Izin Mendirikan Bangunan atas nama pemerintah daerah. (3) Biaya persiapan BGS/BSG yang dikeluarkan Pengelola Barang atau Pengguna Barang sampai dengan penunjukan mitra BGS/BSG dibebankan pada APBD. (4) Biaya persiapan BGS/BSG yang terjadi setelah ditetapkannya mitra BGS/BSG dan biaya pelaksanaan BGS/BSG menjadi beban mitra yang bersangkutan. (5) Penerimaan hasil pelaksanaan BGS/BSG merupakan penerimaan daerah yang wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah. (6) BGS/BSG barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati. Pasal 219 (1) Penetapan status Penggunaan barang milik daerah sebagai hasil dari pelaksanaan BGS/BSG dilaksanakan oleh Bupati, dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD terkait. (2) Hasil pelaksanaan BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah bangunan beserta fasilitas yang telah diserahkan oleh mitra setelah berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan untuk BGS atau setelah selesainya pembangunan untuk BSG. Pasal 220 (1) Mitra BGS atau mitra BSG yang telah ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian: a. wajib membayar kontribusi ke rekening Kas Umum Daerah setiap tahun sesuai besaran yang telah ditetapkan; b. wajib memelihara objek BGS/BSG; dan c. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan: 1. tanah yang menjadi objek BGS/BSG; 2. hasil BGS yang digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Daerah; dan/atau 3. hasil BSG. (2) Mitra BGS barang milik daerah harus menyerahkan objek BGS kepada Bupati pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern pemerintah. 80 Paragraf Kedua Pihak Pelaksana Pasal 221 (1) Pihak yang dapat melakukan BGS/BSG adalah Pengelola Barang. (2) Pihak yang dapat menjadi mitra BGS/BSG meliputi: a. Badan Usaha Milik Negara; b. Badan Usaha Milik Daerah; c. Swasta kecuali perorangan; dan/atau d. Badan Hukum lainnya. (3) Dalam hal mitra BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2), membentuk konsorsium, mitra BGS/BSG harus membentuk badan hukum Indonesia sebagai pihak yang bertindak untuk dan atas nama mitra BGS/BSG dalam perjanjian BGS/BSG. Paragraf Ketiga Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Pasal 222 (1) Objek BGS/BSG meliputi: a. barang milik daerah berupa tanah yang berada pada Pengelola Barang; atau b. barang milik daerah berupa tanah yang berada pada Pengguna Barang. (2) Dalam hal barang milik daerah berupa tanah yang status penggunaannya berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, telah direncanakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang yang bersangkutan, BGS/BSG dapat dilakukan setelah terlebih dahulu diserahkan kepada Bupati. (3) BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan oleh Pengelola Barang dengan mengikutsertakan Pengguna Barang sesuai tugas dan fungsinya. (4) Keikutsertaan Pengguna Barang dalam pelaksanaan BGS/BSG, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), mulai dari tahap persiapan pembangunan, pelaksanaan pembangunan sampai dengan penyerahan hasil BGS/BSG. Paragraf Keempat Hasil Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Pasal 223 (1) Gedung, bangunan, sarana, dan fasilitasnya yang diadakan oleh mitra BGS/BSG merupakan hasil BGS/BSG. (2) Sarana dan fasilitas hasil BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain: a. peralatan dan mesin; b. jalan, irigasi dan jaringan; c. aset tetap lainnya; dan d. aset lainnya. 81 (3) Gedung, bangunan, sarana dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi barang milik daerah sejak diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai perjanjian atau pada saat berakhirnya perjanjian. Pasal 224 (1) Dalam pelaksanaan BGS/BSG, mitra BGS/BSG dapat melakukan perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG. (2) Perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sesuai dengan penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah daerah dan/atau untuk program-program nasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara addendum perjanjian BGS/BSG. (4) Addendum perjanjian BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (3): a. tidak melebihi jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun; dan b. menghitung kembali besaran kontribusi yang ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan Tim yang dibentuk oleh Bupati. (5) Perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan setelah memperoleh persetujuan Bupati. Paragraf Kelima Bentuk Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Pasal 225 BGS/BSG barang milik daerah dilaksanakan dengan bentuk: a. BGS/BSG barang milik daerah atas tanah yang berada pada Pengelola Barang; dan b. BGS/BSG barang milik daerah atas tanah yang berada pada Pengguna Barang. Paragraf Keenam Pemilihan Dan Penetapan Mitra Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Pasal 226 (1) Pemilihan mitra BGS/BSG dilakukan melalui Tender. (2) Tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 sampai dengan 110. Pasal 227 Hasil pemilihan mitra BGS/BSG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 ditetapkan dengan Keputusan Bupati. 82 Paragraf Ketujuh Jangka Waktu Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Pasal 228 (1) Jangka waktu BGS/BSG paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani. (2) Jangka waktu BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya berlaku untuk 1 (satu) kali perjanjian dan tidak dapat dilakukan perpanjangan. Paragraf Kedelapan Perjanjian Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Pasal 229 (1) Pelaksanaan BGS/BSG dituangkan dalam perjanjian. (2) Perjanjian BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditandatangani antara Bupati dengan mitra BGS/BSG. (3) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat: a. dasar perjanjian; b. identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian; c. objek BGS/BSG; d. hasil BGS/BSG; e. peruntukan BGS/BSG; f. jangka waktu BGS/BSG; g. besaran kontribusi tahunan serta mekanisme pembayarannya; h. besaran hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk tugas dan fungsi Pengelola Barang/Pengguna Barang; i. hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian; j. ketentuan mengenai berakhirnya BGS/BSG; k. sanksi; l. penyelesaian perselisihan; dan m. persyaratan lain yang dianggap perlu. (4) Perjanjian BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dituangkan dalam bentuk Akta Notaris. (5) Penandatanganan perjanjian BGS/BSG dilakukan setelah mitra BGS/BSG menyampaikan bukti setor pembayaran kontribusi tahunan pertama kepada pemerintah daerah. (6) Bukti setor pembayaran kontribusi tahunan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (5), merupakan salah satu dokumen pada lampiran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjanjian BGS/BSG. 83 Paragraf Kesembilan Kontribusi Tahunan, Hasil Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Yang Digunakan Langsung Untuk Tugas Dan Fungsi Pemerintah Daerah, Penghitungan Dan Pembayarannya Pasal 230 (1) Mitra wajib membayar kontribusi tahunan melalui penyetoran ke Rekening Kas Umum Daerah sebagai penerimaan daerah dari pelaksanaan BGS/BSG. (2) Besaran kontribusi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung oleh Tim yang dibentuk oleh Bupati. Pasal 231 (1) Besaran kontribusi tahunan merupakan hasil perkalian dari besaran persentase kontribusi tahunan dengan nilai wajar barang milik daerah yang akan dilakukan BGS/BSG. (2) Besaran persentase kontribusi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati berdasarkan perhitungan Penilai. (3) Nilai wajar barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan berdasarkan hasil penilaian oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik yang ditetapkan oleh Bupati. (4) Dalam hal nilai barang milik daerah berbeda dengan nilai wajar hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), BGS/BSG barang milik daerah menggunakan nilai wajar hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 232 (1) Besaran kontribusi tahunan pelaksanaan BGS/BSG dapat meningkat setiap tahun dari yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (2). (2) Peningkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung berdasarkan kontribusi tahunan tahun pertama dengan memperhatikan tingkat inflasi. (3) Besaran kontribusi tahunan ditetapkan dalam persetujuan pelaksanaan BGS/BSG dan dituangkan dalam perjanjian. (4) Dalam hal usulan besaran kontribusi tahunan yang diajukan oleh calon mitra BGS/BSG lebih besar dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh Penilai Pemerintah, besaran kontribusi tahunan yang ditetapkan dalam persetujuan pelaksanaan BGS/BSG dan yang dituangkan dalam perjanjian adalah sebesar usulan besaran kontribusi tahunan dari calon mitra BGS/BSG. Pasal 233 (1) Pembayaran kontribusi tahunan pertama ke Rekening Kas Umum Daerah oleh mitra BGS/BSG harus dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum penandatanganan perjanjian BGS/BSG. (2) Pembayaran kontribusi tahunan tahun berikutnya ke Rekening Kas Umum Daerah harus dilakukan sesuai dengan tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian. 84 (3) Pembayaran kontribusi tahunan pada akhir tahun perjanjian dibayarkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum perjanjian berakhir. (4) Pembayaran kontribusi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dibuktikan dengan bukti setor. Pasal 234 (1) Dalam jangka waktu pengoperasian BGS/BSG, paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari hasil BGS/BSG harus digunakan langsung oleh Pengguna Barang untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan. (2) Besaran hasil BGS/BSG yang digunakan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan rekomendasi oleh Tim yang dibentuk oleh Bupati. (3) Penyerahan bagian hasil BGS/BSG yang digunakan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam perjanjian BGS/BSG. (4) Penetapan penggunaan barang milik daerah hasil BGS/BSG yang digunakan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Bupati. Paragraf Kesepuluh Berakhirnya Jangka Waktu Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Pasal 235 (1) BGS/BSG berakhir dalam hal: a. berakhirnya jangka waktu BGS/BSG sebagaimana tertuang dalam perjanjian BGS/BSG; b. pengakhiran perjanjian BGS/BSG secara sepihak oleh Bupati; c. berakhirnya perjanjian BGS/BSG; dan d. ketentuan lain sesuai peraturan perundang-undangan. (2) Pengakhiran BGS/BSG secara sepihak oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan dalam hal mitra BGS/BSG tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian dan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, antara lain: a. mitra BGS/BSG terlambat membayar kontribusi tahunan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut; b. mitra BGS/BSG tidak membayar kontribusi tahunan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut; atau c. mitra BGS/BSG belum memulai pembangunan dan/atau tidak menyelesaikan pembangunan sesuai dengan perjanjian, kecuali dalam keadaan force majeure. (3) Pengakhiran BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan oleh Bupati secara tertulis. Pasal 236 (1) Pengakhiran perjanjian BGS/BSG secara sepihak oleh Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 235 ayat (1) huruf b, dilaksanakan dengan tahapan: a. Bupati menerbitkan teguran tertulis pertama kepada mitra BGS/BSG; 85 b. dalam hal mitra BGS/BSG tidak melaksanakan teguran dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran tertulis pertama, Bupati menerbitkan teguran tertulis kedua; c. dalam hal mitra BGS/BSG tidak melaksanakan teguran kedua dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran tertulis kedua, Bupati menerbitkan teguran tertulis ketiga yang merupakan teguran terakhir; dan d. dalam hal mitra BGS/BSG tidak melaksanakan teguran ketiga dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran tertulis ketiga, Bupati menerbitkan surat pengakhiran BGS/BSG. (2) Setelah menerima surat pengakhiran BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, mitra BGS/BSG wajib menyerahkan objek BGS/BSG kepada Bupati. (3) Bupati meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan audit atas objek BGS/BSG yang diserahkan oleh mitra BGS/BSG. (4) Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditujukan untuk memeriksa: a. kesesuaian jumlah dan kondisi objek BGS/BSG antara yang akan diserahkan dengan perjanjian BGS/BSG; b. kesesuaian bangunan dan fasilitas hasil BGS/BSG antara yang akan diserahkan dengan Perjanjian BGS/BSG; dan c. laporan pelaksanaan BGS/BSG. (5) Aparat pengawasan intern pemerintah melaporkan hasil audit kepada Bupati dengan tembusan kepada mitra BGS/BSG. (6) Mitra BGS/BSG menindaklanjuti seluruh hasil audit yang disampaikan oleh aparat pengawasan intern pemerintah dan melaporkannya kepada Bupati. (7) Serah terima objek BGS/BSG dilakukan paling lambat pada saat berakhirnya jangka waktu BGS/BSG dan dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (8) Mitra tetap berkewajiban menindaklanjuti hasil audit dalam hal terdapat hasil audit yang belum selesai ditindaklanjuti oleh mitra setelah dilakukannya serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (7). (9) Pengakhiran sepihak BGS/BSG tidak menghilangkan kewajiban mitra BGS/BSG untuk memenuhi kewajibannya sebagaimana tertuang dalam perjanjian BGS/BSG. Paragraf Kesebelas Tata Cara Pelaksanaan Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Atas Barang Milik Daerah Berupa Tanah Yang Berada Pada Pengelola Barang Pasal 237 Tahapan pelaksanaan BGS/BSG atas barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang, meliputi: a. inisiatif atau permohonan; b. penelitian administrasi; c. pembentukan Tim dan Penilaian; d. perhitungan besaran penerimaan daerah berupa kontribusi tahunan dan persentase hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk tugas dan fungsi pemerintahan; e. pemilihan mitra; f. penerbitan keputusan; g. penandatanganan perjanjian; dan 86 h. pelaksanaan. Pasal 238 BGS/BSG atas barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang dapat dilakukan berdasarkan: a. inisiatif Bupati; atau b. permohonan dari pihak lain. Pasal 239 (1) Inisiatif Bupati atas BGS/BSG Barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 238 huruf a, dituangkan dalam bentuk rekomendasi BGS/BSG barang milik daerah. (2) Inisiatif Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berasal dari rencana kebutuhan yang disampaikan oleh Pengguna Barang. Pasal 240 (1) Permohonan dari pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 238 huruf b, diusulkan kepada Bupati yang memuat: a. latar belakang permohonan; b. rencana peruntukan BGS/BSG; c. jangka waktu BGS/BSG; dan d. usulan besaran kontribusi tahunan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan: a. data barang milik daerah yang diajukan untuk dilakukan BGS/BSG; b. data pemohon BGS/BSG; c. proposal rencana usaha BGS/BSG; d. informasi lainnya berkaitan dengan usulan BGS/BSG, antara lain informasi mengenai: 1. Rencana Umum Tata Ruang Wilayah dan penataan kota; dan 2. bukti kepemilikan atau dokumen yang dipersamakan. Pasal 241 (1) Besaran kontribusi tahunan, dan persentase hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk tugas dan fungsi pemerintahan dihitung oleh Tim BGS/BSG berdasarkan dan/atau mempertimbangkan nilai wajar barang milik daerah dan analisis dari Penilai. (2) Penghitungan hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk tugas dan fungsi pemerintahan, dilakukan oleh Tim BGS/BSG. (3) Apabila diperlukan, Bupati melalui Pengelola Barang dapat menugaskan Penilai untuk melakukan perhitungan hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk tugas dan fungsi pemerintahan. (4) Besaran kontribusi tahunan dan hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk tugas dan fungsi pemerintahan merupakan nilai limit terendah dalam pelaksanaan pemilihan mitra. (5) Besaran kontribusi tahunan dan hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk tugas dan fungsi pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. 87 Pasal 242 (1) Mitra BGS/BSG harus melaksanakan pembangunan gedung dan fasilitasnya sesuai dengan yang telah ditentukan dalam perjanjian BGS/BSG. (2) Apabila mitra BGS/BSG telah selesai melaksanakan pembangunan gedung dan fasilitasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka: a. mitra menyerahkan hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan sebagaimana ditentukan dalam perjanjian BSG/BGS; b. mitra dapat langsung mengoperasionalkan hasil BGS yang dibangun sesuai dengan perjanjian BGS; dan c. mitra menyerahkan hasil BSG kepada Bupati. (3) Hasil BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, merupakan barang milik daerah. Pasal 243 Ketentuan mengenai pelaksanaan KSP barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 194 sampai dengan Pasal 205 mutatis mutandis berlaku untuk pelaksanaan BGS/BSG yang berada pada Pengelola Barang. Paragraf Keduabelas Tata Cara Pelaksanaan Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Atas Barang Milik Daerah Berupa Tanah Yang Berada Pada Pengguna Barang Pasal 244 (1) Barang milik daerah berupa tanah yang berada pada Pengguna Barang dapat dilakukan BGS/BSG berdasarkan: a. inisiatif Pengguna Barang; atau b. permohonan dari pihak lain. (2) Inisiatif Pengguna Barang atas pelaksanaan BGS/BSG barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, disampaikan dalam bentuk surat permohonan pelaksanaan BGS/BSG yang ditujukan kepada Bupati. (3) Permohonan dari pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, disampaikan dalam bentuk surat permohonan pelaksanaan BGS/BSG yang ditujukan kepada Pengguna Barang. (4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memuat antara lain: a. latar belakang permohonan; b. rencana peruntukan BGS/BSG; c. jangka waktu BGS/BSG; d. usulan besaran kontribusi tahunan; dan e. usulan persentase hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk tugas dan fungsi pemerintahan. 88 Pasal 245 (1) Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan BGS/BSG terhadap permohonan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 ayat (3), kepada Bupati yang memuat: a. latar belakang permohonan; b. rencana peruntukan BGS/BSG; c. jangka waktu BGS/BSG; d. usulan besaran kontribusi tahunan; dan e. usulan persentase hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk tugas dan fungsi pemerintahan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai: a. data barang milik daerah yang diajukan untuk dilakukan BGS/BSG; b. data pemohon BGS/BSG; c. proposal BGS/BSG; d. data barang milik daerah yang akan dilakukan BGS/BSG; dan e. Informasi lainnya berkaitan dengan usulan BGS/BSG. (3) Data barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, menegaskan bahwa: a. barang milik daerah yang akan dilakukan BGS/BSG tidak sedang digunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi pokok SKPD/unit kerja; dan b. pelaksanaan BGS/BSG barang milik daerah tidak akan mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD. (4) Informasi lainnya yang berkaitan dengan usulan BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, antara lain informasi mengenai: a. Rencana Umum Tata Ruang Wilayah dan penataan kota; dan b. bukti kepemilikan atau dokumen yang dipersamakan. (5) Apabila permohonan BGS/BSG yang diajukan oleh Pengguna Barang bukan berdasarkan permohonan dari pemohon BGS/BSG, maka permohonan BGS/BSG kepada Bupati tidak perlu disertai data pemohon BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b. (6) Berdasarkan permohonan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5), Pengelola Barang melakukan penelitian administrasi atas barang milik daerah yang akan dilakukan BGS/BSG. (7) Pengelola Barang menyampaikan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), kepada Bupati. Pasal 246 (1) Berdasarkan hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (7), Bupati dapat memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan BGS/BSG. (2) Apabila Bupati tidak menyetujui permohonan BGS/BSG, Bupati menerbitkan surat penolakan yang disampaikan kepada Pengguna Barang dengan disertai alasan. (3) Apabila Bupati menyetujui permohonan BGS/BSG, Bupati menerbitkan surat persetujuan. (4) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memuat persetujuan Bupati dan kewajiban Pengguna Barang untuk menyerahkan barang milik daerah yang akan dijadikan sebagai objek BGS/BSG kepada Bupati. (5) Penyerahan objek BGS/BSG kepada Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. 89 Pasal 247 (1) Penentuan rincian kebutuhan bangunan dan fasilitas yang akan dibangun di atas objek BGS/BSG ditentukan Bupati berdasarkan pertimbangan bersama antara Pengelola Barang dan Pengguna Barang. (2) Ketentuan pada pelaksanaan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 194 sampai dengan Pasal 205 berlaku mutatis mutandis terhadap pelaksanaan BGS/BSG barang milik daerah atas tanah yang berada pada Pengguna Barang yang sudah diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Bupati. Bagian Kesembilan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Paragraf Kesatu Prinsip Umum Pasal 248 KSPI atas barang milik daerah dilakukan dengan pertimbangan: a. dalam rangka kepentingan umum dan/atau penyediaan infrastruktur guna mendukung tugas dan fungsi pemerintahan; b. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk penyediaan infrastruktur; dan c. termasuk dalam daftar prioritas program penyediaan infrastruktur yang ditetapkan oleh pemerintah. Pasal 249 (1) Kewajiban Mitra KSPI selama jangka waktu KSPI adalah: a. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI; b. wajib memelihara objek KSPI dan barang hasil KSPI; dan c. dapat dibebankan pembagian kelebihan keuntungan sepanjang terdapat kelebihan keuntungan yang diperoleh dari yang ditentukan pada saat perjanjian dimulai (clawback). (2) Mitra KSPI harus menyerahkan objek KSPI dan barang hasil KSPI kepada pemerintah daerah pada saat berakhirnya jangka waktu KSPI sesuai perjanjian. (3) Barang hasil KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menjadi barang milik daerah sejak diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai perjanjian. (4) Penetapan mitra KSPI dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 250 Jenis Infrastruktur yang termasuk dalam daftar prioritas program penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 huruf c, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 90 Paragraf Kedua Pihak Pelaksana Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Atas Barang Milik Daerah Pasal 251 (1) Pihak yang dapat melaksanakan KSPI adalah: a. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau b. Pengguna Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. (2) KSPI atas barang milik daerah dilakukan antara pemerintah daerah dan badan usaha. (3) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah badan usaha yang berbentuk: a. Perseroan Terbatas; b. Badan Usaha Milik Negara; c. Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau d. Koperasi. Paragraf Ketiga PJPK Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Atas Barang Milik Daerah Pasal 252 (1) PJPK KSPI atas barang milik daerah merupakan pihak yang ditunjuk dan/atau ditetapkan sebagai PJPK dalam rangka pelaksanaan kerja sama pemerintah daerah dengan badan usaha. (2) Pihak yang dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai PJPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempedomani ketentuan perturan perundangundangan. Paragraf Keempat Objek Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Pasal 253 (1) Objek KSPI meliputi: a. barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau b. barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. (2) Objek KSPI atas barang milik daerah meliputi: a. tanah dan/atau bangunan; b. sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan; atau c. selain tanah dan/atau bangunan. Paragraf Kelima Jangka Waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Pasal 254 (1) Jangka waktu KSPI atas barang milik daerah paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. (2) Jangka waktu KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. 91 (3) Jangka waktu KSPI atas barang milik daerah dan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam perjanjian KSPI atas barang milik daerah. Pasal 255 (1) Perpanjangan jangka waktu KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254 ayat (3), hanya dapat dilakukan apabila terjadi government force majeure, seperti dampak kebijakan pemerintah yang disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi, politik, sosial, dan keamanan. (2) Perpanjangan jangka waktu KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan permohonannya paling lama 6 (enam) bulan setelah government force majeure terjadi. Paragraf Keenam Hasil Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Atas Barang Milik Daerah Pasal 256 (1) Hasil dari KSPI atas barang milik daerah terdiri atas: a. barang hasil KSPI berupa infrastruktur beserta fasilitasnya yang dibangun oleh mitra KSPI; dan b. pembagian atas kelebihan keuntungan yang diperoleh dari yang ditentukan pada saat perjanjian dimulai (clawback). (2) Pembagian atas kelebihan keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan penerimaan pemerintah daerah yang harus disetorkan ke rekening Kas Umum Daerah. Pasal 257 (1) Formulasi dan/atau besaran pembagian kelebihan keuntungan (clawback) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (2) Penetapan besaran pembagian kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mempertimbangkan hasil kajian dari Tim KSPI yang dibentuk oleh Bupati. (3) Perhitungan pembagian kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain: a. nilai investasi pemerintah daerah; b. nilai investasi mitra KSPI; c. resiko yang ditanggung mitra KSPI; dan d. karakteristik infrastruktur. Paragraf Ketujuh Infrastruktur Hasil Pemanfaatan Barang Milik Daerah Dalam Rangka Penyediaan Infrastrukur Pasal 258 (1) Infrastruktur yang menjadi hasil kegiatan KSPI atas barang milik daerah berupa: a. bangunan konstruksi infrastruktur beserta sarana dan prasarana; 92 b. pengembangan infrastruktur berupa penambahan dan/atau peningkatan terhadap kapasitas, kuantitas dan/atau kualitas infrastruktur; dan/atau c. hasil penyediaan infrastruktur berupa penambahan dan/atau peningkatan terhadap kapasitas, kuantitas dan/atau kualitas infrastruktur lainnya. (2) Mitra KSPI menyerahkan infrastruktur yang menjadi hasil kegiatan KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai perjanjian atau pada saat berakhirnya perjanjian. (3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh mitra KSPI atas barang milik daerah kepada PJPK. Pasal 259 (1) PJPK menyerahkan barang milik daerah yang diterima dari mitra KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 ayat (3), kepada Bupati. (2) Barang hasil KSPI atas barang milik daerah berupa infrastruktur beserta fasilitasnya menjadi barang milik daerah sejak diserahkan kepada pemerintah daerah. Paragraf Kedelapan Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Atas Barang Milik Daerah Pada Pengelola Barang Pasal 260 Tahapan pelaksanaan KSPI atas barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang meliputi: a. permohonan; b. penelitian administrasi; c. pembentukan Tim dan penilaian; d. perhitungan besaran penerimaan daerah dari KSPI berupa pembagian kelebihan keuntungan (clawback); e. penerbitan keputusan; f. penyerahan barang milik daerah dari Bupati kepada Penanggung Jawab proyek KSPI; g. pemilihan mitra; h. penandatanganan perjanjian; i. pelaksanaan; j. pengamanan dan pemeliharaan; k. pembayaran bagian atas kelebihan keuntungan (clawback), jika ada; dan l. pengakhiran. Pasal 261 (1) KSPI atas barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang dapat dilakukan berdasarkan permohonan dari Pengelola Barang yang disampaikan secara tertulis kepada Bupati. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat data dan informasi mengenai: a. identitas PJPK, termasuk dasar penetapan/ penunjukkannya; b. latar belakang permohonan; c. barang milik daerah yang diajukan untuk dilakukan KSPI, antara lain jenis, nilai, dan kuantitas barang milik daerah; 93 d. rencana peruntukan KSPI; e. jangka waktu KSPI; dan f. estimasi besaran pembagian kelebihan keuntungan (clawback). Pasal 262 (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 261 ayat (2), dilengkapi dokumen pendukung berupa: a. proposal pra kelayakan studi (pra feasibility study) proyek KSPI; b. surat pernyataan kesediaan menjadi PJPK KSPI; dan c. surat kelayakan penyediaan infrastruktur dari Kementerian/Lembaga dan/atau Dinas Teknis sesuai kententuan peraturan perundang-undangan. (2) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, paling sedikit memuat: a. data dan informasi mengenai PJPK KSPI; b. dasar penunjukan/penetapan; c. barang milik daerah yang direncanakan untuk dijadikan sebagai objek KSPI; d. kesediaan dan kesanggupan untuk menjadi PJPK KSPI; dan e. kesediaan melaksanakan proses KSPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 263 (1) Bupati melakukan penelitian administrasi atas permohonan KSPI yang diajukan oleh PJPK. (2) Apabila berdasarkan hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menunjukkan bahwa barang milik daerah dapat dilakukan KSPI, maka Bupati: a. membentuk Tim KSPI; dan b. menugaskan Penilai untuk melakukan penilaian barang milik daerah yang akan dilakukan KSPI guna mengetahui nilai wajar atas barang milik daerah bersangkutan. Pasal 264 (1) Tim KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) huruf a, berjumlah gasal dan beranggotakan antara lain: a. Pengelola Barang; b. Perwakilan dari SKPD terkait; dan c. Perwakilan dari SKPD yang membidangi pengelolaan barang milik daerah. (2) Tugas Tim KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. melakukan kajian atas barang milik daerah yang diusulkan menjadi objek KSPI; b. melakukan kajian atas besaran penerimaan daerah dari KSPI, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 256 ayat (1) huruf b; dan c. melaksanakan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Bupati. (3) Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Tim KSPI dibebankan pada APBD. (4) Tim KSPI dapat meminta masukan kepada Penilai atau pihak yang berkompeten dalam rangka pelaksanaan tugas. 94 Pasal 265 (1) Perhitungan besaran pembagian kelebihan keuntungan (clawback) dilakukan oleh Tim KSPI sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 257. (2) Bupati menetapkan besaran bagian Pemerintah dalam pembagian kelebihan keuntungan (clawback) dengan mempertimbangkan perhitungan Tim KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam surat persetujuan KSPI. (3) Besaran bagian pemerintah daerah dalam pembagian kelebihan keuntungan (clawback) yang ditetapkan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dicantumkan dalam dokumen tender. Pasal 266 (1) Bupati menerbitkan Keputusan KSPI apabila permohonan KSPI dianggap layak, dengan mempertimbangkan hasil pelaksanaan tugas Tim KSPI. (2) Keputusan KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurangkurangnya memuat: a. data barang milik daerah yang menjadi objek KSPI; b. peruntukan KSPI, termasuk kelompok/jenis infrastruktur; c. besaran pembagian kelebihan keuntungan (clawback); d. jangka waktu KSPI atas barang milik daerah; dan e. penunjukan PJPK KSPI atas barang milik daerah. (3) Salinan Keputusan KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Pengelola Barang. (4) Apabilla permohonan KSPI dianggap tidak layak, Bupati memberitahukan kepada pemohon disertai alasannya. Pasal 267 (1) Bupati menyerahkan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI kepada PJPK penyediaan infrastruktur berdasarkan Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (1). (2) Penyerahan dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima yang ditandatangani oleh Bupati dan PJPK penyediaan infrastruktur. (3) Penyerahan objek KSPI kepada PJPK penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dalam rangka KSPI atas barang milik daerah dan bukan sebagai pengalihan kepemilikan barang milik daerah. Pasal 268 (1) PJPK penyediaan infrastruktur atas barang milik daerah menetapkan mitra KSPI berdasarkan hasil tender dari proyek kerjasama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama pemerintah dalam penyediaan infrastruktur. (2) Penetapan mitra KSPI dilaporkan oleh PJPK penyediaan infrastruktur atas barang milik daerah kepada Bupati paling lama 1 (satu) bulan setelah tanggal ditetapkan. Pasal 269 (1) PJPK Penyediaan Infrastruktur menandatangani perjanjian KSPI dengan mitra KSPI yang ditetapkan dari hasil tender. 95 (2) Penandatanganan perjanjian KSPI dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya Keputusan KSPI. Pasal 270 (1) Berdasarkan perjanjian KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 269 ayat (1), PJPK Penyediaan Infrastruktur menyerahkan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI kepada mitra KSPI. (2) Penyerahan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI kepada mitra KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima yang ditandatangani oleh PJPK Penyediaan Infrastruktur dan mitra KSPI. (3) Penyerahan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dalam rangka pemanfaatan barang milik daerah dan bukan sebagai pengalihan kepemilikan barang milik daerah. Pasal 271 (1) PJPK Penyediaan Infrastruktur melaporkan pelaksanaan penandatanganan perjanjian KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 269 ayat (1), dan penyerahan barang milik daerah kepada mitra KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 270 ayat (1), kepada Bupati dengan melampirkan salinan perjanjian KSPI dan salinan Berita Acara Serah Terima. (2) Dalam hal jangka waktu sudah terlewati dan perjanjian belum ditandatangani, Keputusan KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 269 ayat (2), dinyatakan tidak berlaku. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sepanjang lewat waktu tidak disebabkan oleh hal yang dilakukan oleh mitra KSPI, penandatanganan perjanjian dilakukan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan KSPI atas barang milik daerah. Pasal 272 (1) Perjanjian KSPI atas barang milik daerah paling rendah memuat: a. dasar perjanjian; b. identitas para pihak; c. barang milik daerah yang menjadi objek pemanfaatan; d. peruntukan pemanfaatan; e. hak dan kewajiban; f. jangka waktu pemanfaatan; g. besaran penerimaan serta mekanisme pembayaran; h. ketentuan mengenai berakhirnya pemanfaatan; i. sanksi; dan j. penyelesaian perselisihan. (2) Perjanjian KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam bentuk Akta Notaris. Pasal 273 (1) Mitra KSPI atas barang milik daerah wajib melakukan pengamanan dan pemeliharaan atas: a. barang milik daerah yang menjadi objek KSPI; dan b. barang hasil KSPI atas barang milik daerah berdasarkan perjanjian. 96 (2) Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditujukan untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi dan hilangnya barang milik daerah yang menjadi objek dan hasil KSPI atas barang milik daerah. (3) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditujukan untuk menjaga kondisi dan memperbaiki barang milik daerah yang menjadi objek KSPI dan hasil KSPI atas barang milik daerah agar selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna. (4) Perbaikan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus sudah selesai dilaksanakan paling lambat pada saat berakhirnya jangka waktu KSPI. (5) Seluruh biaya pengamanan dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi beban mitra KSPI. Pasal 274 (1) Mitra KSPI dilarang mendayagunakan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI selain untuk peruntukan KSPI sesuai perjanjian. (2) Mitra KSPI dilarang menjaminkan atau menggadaikan barang milik daerah objek KSPI. Pasal 275 (1) Bagian pemerintah daerah atas pembagian kelebihan keuntungan (clawback) disetorkan oleh mitra KSPI ke rekening Kas Umum Daerah paling lambat 31 maret. (2) Bagian pemerintah daerah atas pembagian kelebihan keuntungan (clawback) yang terjadi pada tahun terakhir dalam jangka waktu perjanjian KSPI disetorkan oleh mitra KSPI ke rekening Kas Umum Daerah paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian. (3) Bagian pemerintah daerah atas pembagian kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disetorkan oleh mitra KSPI sepanjang terdapat kelebihan keuntungan (clawback) yang diperoleh dari yang ditentukan pada saat perjanjian KSPI dimulai. Pasal 276 KSPI atas barang milik daerah berakhir dalam hal: a. berakhirnya jangka waktu KSPI atas barang milik daerah; b. pengakhiran perjanjian KSPI atas barang milik daerah secara sepihak oleh Bupati; atau c. ketentuan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 277 (1) Pengakhiran secara sepihak oleh Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 huruf b, dapat dilakukan dalam hal mitra KSPI atas barang milik daerah: a. tidak membayar pembagian kelebihan keuntungan dari KSPI atas barang milik daerah yang ditentukan pada saat perjanjian dimulai (clawback); atau b. tidak memenuhi kewajiban selain dari sebagaimana dimaksud dalam huruf a sebagaimana tertuang dalam perjanjian. 97 (2) Pengakhiran KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh Bupati berdasarkan hasil pertimbangan Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang secara tertulis. Pasal 278 (1) Pengakhiran perjanjian KSPI secara sepihak oleh Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277, diawali dengan penerbitan teguran tertulis pertama kepada mitra KSPI oleh Bupati. (2) Apabila mitra KSPI tidak melaksanakan teguran pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak teguran tertulis pertama diterbitkan, Bupati menerbitkan teguran tertulis kedua. (3) Apabila mitra KSPI tidak melaksanakan teguran kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak teguran tertulis kedua diterbitkan, Bupati menerbitkan teguran tertulis ketiga yang merupakan teguran terakhir. (4) Apabila mitra KSPI tidak melaksanakan teguran ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak teguran tertulis ketiga diterbitkan, Bupati menerbitkan surat pengakhiran KSPI. (5) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) serta surat pengakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditembuskan kepada PJPK. (6) Mitra KSPI harus menyerahkan objek KSPI kepada Bupati dengan tembusan PJPK berdasarkan surat pengakhiran KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah menerima surat pengakhiran perjanjian KSPI. Pasal 279 (1) Mitra KSPI harus melaporkan akan mengakhiri KSPI paling lambat 2 (dua) tahun sebelum jangka waktu KSPI berakhir kepada PJPK. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan audit oleh auditor independen/aparat pengawasan intern pemerintah atas pelaksanaan KSPI atas barang milik daerah berdasarkan permintaan PJPK. (3) Auditor independen/aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menyampaikan hasil audit kepada PJPK penyediaan infrastruktur atas barang milik daerah. (4) PJPK menyampaikan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada mitra KSPI. (5) Mitra KSPI menindaklanjuti hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan melaporkannya kepada PJPK. Pasal 280 (1) Mitra KSPI menyerahkan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI pada saat berakhirnya KSPI kepada PJPK dalam keadaan baik dan layak digunakan secara optimal sesuai fungsi dan peruntukannya. (2) Dalam hal terdapat infrastruktur hasil KSPI atas barang milik daerah, mitra KSPI wajib menyerahkannya bersamaan dengan penyerahan objek KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. 98 Pasal 281 Dalam hal masih terdapat hasil audit yang belum selesai ditindaklanjuti oleh mitra KSPI setelah dilakukan serah terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280, Mitra KSPI tetap berkewajiban menindaklanjutinya sampai dengan selesai. Pasal 282 (1) PJPK melaporkan kepada Bupati: a. berakhirnya KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276; b. hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 279 ayat (3); dan c. hasil audit yang belum diselesaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 281. (2) PJPK menyerahkan kepada Bupati: a. objek KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1); dan b. hasil KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2). Paragraf Kesembilan Penatausahaan Pasal 283 (1) Pengelola Barang melakukan penatausahaan atas pelaksanaan KSPI atas barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang. (2) Pengguna Barang melakukan penatausahaan atas pelaksanaan KSPI atas barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. Pasal 284 (1) Mitra KSPI melaporkan secara tertulis hasil penyetoran pendapatan daerah atas KSPI kepada Bupati sesuai perjanjian dengan dilampiri bukti penyetoran pendapatan daerah. (2) Bukti penyetoran pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan dokumen sumber pelaksanaan penatausahaan KSPI. Paragraf Kesepuluh Sanksi Dan Denda Pasal 285 (1) Dalam hal mitra KSPI terlambat melakukan pembayaran atau melakukan pembayaran namun tidak sesuai dengan ketentuan atas pembagian keuntungan KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 275, mitra KSPI atas barang milik daerah wajib membayar denda sebagaimana diatur dalam naskah perjanjian. (2) Pembayaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui penyetoran ke Rekening Kas Umum Daerah. Pasal 286 (1) Dalam hal barang milik daerah yang menjadi objek KSPI tidak dipelihara dengan baik sesuai ketentuan pada perjanjian, mitra KSPI memperbaiki sampai pada kondisi sesuai dengan yang diperjanjikan. 99 (2) Perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus sudah selesai dilaksanakan paling lambat pada saat berakhirnya masa KSPI atas barang milik daerah. Pasal 287 (1) Dalam hal barang milik daerah yang menjadi objek KSPI hilang selama pelaksanaan masa KSPI akibat kesalahan atau kelalaian mitra KSPI, mitra wajib mengganti objek dan hasil KSPI dengan barang yang sama atau barang yang sejenis dan setara. (2) Penggantian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus sudah selesai dilaksanakan paling lambat pada saat berakhirnya KSPI. Pasal 288 (1) Dalam hal perbaikan dan/atau penggantian barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 286 dan Pasal 287 tidak dapat dilakukan, mitra KSPI membayar biaya perbaikan dan/atau penggantian tersebut secara tunai. (2) Penentuan besaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh PJPK. Pasal 289 Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 288 ayat (1), dilakukan dengan cara menyetorkan ke Rekening Kas Umum Daerah paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak adanya penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 288 ayat (2). Pasal 290 Mitra dikenakan sanksi administratif berupa surat teguran dalam hal: a. belum melakukan perbaikan dan/atau penggantian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 288 dan Pasal 289 pada saat berakhirnya KSPI; atau b. belum menyerahkan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI dan/atau hasil pemanfaatan pada saat berakhirnya KSPI. Pasal 291 (1) Dalam hal perbaikan, penggantian, dan/atau penyerahan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 289 belum dilakukan terhitung 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 290, mitra dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan. (2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mitra dikenakan sanksi administratif berupa denda sebagaimana diatur dalam naskah perjanjian. Pasal 292 Dalam hal denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 291 ayat (2), tidak dilunasi mitra KSPI, maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 100 Paragraf Kesebelas Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Atas Barang Milik Daerah Pada Pengguna Barang Pasal 293 Tata cara pelaksanaan KSPI pada Pengelola Barang mulai dari Pasal 260 sampai dengan Pasal 292 berlaku mutatis mutandis terhadap tata cara pelaksanaan KSPI pada Pengguna Barang. Pasal 294 Bupati melakukan penelitian administrasi terhadap barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang dengan dilampiri surat pernyataan dari Pengguna Barang bahwa barang milik daerah yang menjadi objek KSPI tidak sedang digunakan atau tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi Pengguna Barang. BAB VIII PENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN Bagian Pertama Pengamanan Paragraf Kesatu Prinsip Umum Pasal 295 (1) Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya. (2) Pengamanan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. pengamanan fisik; b. pengamanan administrasi; dan c. pengamanan hukum. Pasal 296 (1) Bukti kepemilikan barang milik daerah wajib disimpan dengan tertib dan aman. (2) Penyimpanan bukti kepemilikan barang milik daerah dilakukan oleh Pengelola Barang. Pasal 297 Bupati dapat menetapkan kebijakan asuransi atau pertanggungan dalam rangka pengamanan barang milik daerah tertentu dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. Paragraf Kedua Tata Cara Pengamanan Tanah Pasal 298 (1) Pengamanan fisik tanah dilakukan dengan antara lain: a. memasang tanda letak tanah dengan membangun pagar batas; 101 b. memasang tanda kepemilikan tanah; dan c. melakukan penjagaan. (2) Pengamanan fisik tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan pemerintah daerah dan kondisi/letak tanah yang bersangkutan (3) Pengamanan administrasi tanah dilakukan dengan: a. menghimpun, mencatat, menyimpan, dan menatausahakan dokumen bukti kepemilikan tanah secara tertib dan aman; dan b. melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. melengkapi bukti kepemilikan dan/atau menyimpan sertifikat tanah; 2. membuat kartu identitas barang; 3. melaksanakan inventarisasi/sensus barang milik daerah sekali dalam 5 (lima) tahun serta melaporkan hasilnya; dan 4. mencatat dalam Daftar Barang Pengelola/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna. (4) Pengamanan hukum dilakukan terhadap: a. tanah yang belum memiliki sertifikat; dan b. tanah yang sudah memiliki sertifikat namun belum atas nama pemerintah daerah. Pasal 299 Pembangunan pagar batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 298 ayat (1) huruf a, belum dapat dilakukan dikarenakan keterbatasan anggaran, maka pemasangan tanda letak tanah dilakukan melalui pembangunan patok penanda batas tanah. Pasal 300 Tanda kepemilikan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 298 ayat (1) huruf b, dibuat dengan ketentuan sebagai berikut: a. berbahan material yang tidak mudah rusak; b. diberi tulisan tanda kepemilikan; c. gambar lambang pemerintah daerah; dan d. informasi lain yang dianggap perlu. Pasal 301 (1) Pengamanan hukum terhadap tanah yang belum memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 298 ayat (4) huruf a, dilakukan dengan cara: a. apabila barang milik daerah telah didukung oleh dokumen awal kepemilikan, antara lain berupa Letter C, akta jual beli, akte hibah, atau dokumen setara lainnya, maka Pengelola Barang/Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang segera mengajukan permohonan penerbitan sertifikat atas nama pemerintah daerah kepada Badan Pertanahan Nasional/Kantor Wilayah Bad an Pertanahan Nasional setempat/Kantor Pertanahan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. apabila barang milik daerah tidak didukung dengan dokumen kepemilikan, Pengelola Barang/Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang mengupayakan untuk memperoleh dokumen awal kepemilikan seperti riwayat tanah. 102 (2) Pengamanan hukum terhadap tanah yang sudah bersertifikat namun belum atas nama pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 298 ayat (4) huruf b, dilakukan dengan cara Pengelola Barang/Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang segera mengajukan permohonan perubahan nama sertifikat hak atas tanah kepada kantor pertanahan setempat menjadi atas nama Pemerintah Daerah. Paragraf Ketiga Tata Cara Pengamanan Gedung dan/atau Bangunan Pasal 302 (1) Pengamanan fisik gedung dan/atau bangunan dilakukan sebagai berikut: a. membangun pagar pembatas gedung dan/atau bangunan; b. memasang tanda kepemilikan berupa papan nama; c. melakukan tindakan antisipasi untuk mencegah/menanggulangi terjadinya kebakaran; d. gedung dan/atau bangunan yang memiliki fungsi strategis atau yang berlokasi tertentu dengan tugas dan fungsi melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat dapat memasang Closed-Circuit Television ; dan e. menyediakan satuan pengamanan dengan jumlah sesuai fungsi dan peruntukkan gedung dan/atau bangunan sesuai kondisi lokasi gedung dan/atau bangunan tersebut. (2) Pengamanan fisik terhadap barang milik daerah berupa gedung dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan skala prioritas dan kemampuan keuangan pemerintah daerah. (3) Skala prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. fungsi penggunaan bangunan; b. lokasi bangunan; dan c. unsur nilai strategis bangunan. (4) Pengamanan administrasi gedung dan/atau bangunan dilakukan dengan menghimpun, mencatat, menyimpan, dan menatausahakan secara tertib dan teratur atas dokumen sebagai berikut: a. dokumen kepemilikan berupa Surat Izin Mendirikan Bangunan; b. keputusan penetapan status penggunaan gedung dan/atau bangunan; c. daftar Barang Kuasa Pengguna berupa gedung dan/atau bangunan; d. daftar Barang Pengguna berupa gedung dan/atau bangunan; e. daftar Barang Pengelola berupa gedung dan/atau bangunan; f. Berita Acara Serah Terima; dan g. dokumen terkait lainnya yang diperlukan. (5) Pengamanan hukum gedung dan/atau bangunan: a. melakukan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan, bagi bangunan yang belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan; dan b. mengusulkan penetapan status penggunaan. 103 Paragraf Keempat Tata Cara Pengamanan Kendaraan Dinas Pasal 303 (1) Kendaraan Dinas terdiri dari: a. kendaraan perorangan dinas, yaitu kendaraan bermotor yang digunakan bagi pemangku jabatan: 1. Bupati; 2. Wakil Bupati. b. kendaraan dinas jabatan, yaitu kendaraan yang disediakan dan dipergunakan pejabat untuk kegiatan operasional perkantoran; dan c. kendaraan dinas operasional disediakan dan dipergunakan untuk pelayanan operasional khusus, lapangan, dan pelayanan umum. (2) Pengamanan fisik kendaraan dinas dilakukan terhadap: a. kendaraan perorangan dinas; b. kendaraan dinas jabatan; dan c. kendaraan dinas operasional. Pasal 304 (1) Pengamanan fisik terhadap kendaraan perorangan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan membuat Berita Acara Serah Terima kendaraan antara Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang yang melakukan penatausahaan kendaraan perorangan dinas dengan Pejabat yang menggunakan kendaraan perorangan dinas. (2) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berisi klausa antara lain: a. pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dengan keterangan, antara lain nomor polisi, merek, tahun perakitan kendaraan, kode barang kendaraan dinas perorangan, dan rincian perlengkapan yang melekat pada kendaraan tersebut; b. pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dinas dengan seluruh risiko yang melekat atas kendaraan dinas tersebut; c. pernyataan untuk mengembalikan kendaraan setelah berakhirnya jangka waktu penggunaan atau masa jabatan telah berakhir kepada Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang yang melakukan penatausahaan kendaraan perorangan dinas; d. pengembalian kendaraan perorangan dinas diserahkan pada saat berakhirnya masa jabatan sesuai yang tertera dalam berita acara serah terima kendaraan. (3) Pengembalian kendaraan perorangan dinas dituangkan dalam berita acara penyerahan. (4) Kehilangan Kendaraan Perorangan Dinas menjadi tanggung jawab penanggung jawab kendaraan dengan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 305 (1) Pengamanan fisik terhadap kendaraan dinas jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan membuat Berita Acara Serah Terima kendaraan antara: a. Pengelola Barang dengan Pengguna Barang yang menggunakan kendaraan Dinas Jabatan Pengguna Barang; 104 b. Pengguna Barang dengan Kuasa Pengguna Barang yang menggunakan kendaraan jabatan Kuasa Pengguna Barang; dan c. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dengan pejabat yang menggunakan kendaraan dinas jabatan. (2) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi klausa antara lain: a. pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dengan keterangan antara lain: nomor polisi, merek, tahun perakitan kendaraan, kode barang, dan rincian perlengkapan yang melekat pada kendaraan tersebut; b. pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dinas dengan seluruh risiko yang melekat atas kendaraan dinas jabatan tersebut; c. pernyataan untuk mengembalikan kendaraan setelah berakhirnya jangka waktu penggunaan atau masa jabatan telah berakhir; dan d. pengembalian kendaraan dinas jabatan diserahkan pada saat berakhirnya masa jabatan sesuai yang tertera dalam berita acara serah terima kendaraan. (3) Pengembalian kendaraan dinas jabatan dituangkan dalam berita acara penyerahan kembali. (4) Kehilangan Kendaraan Dinas Jabatan menjadi tanggung jawab penanggung jawab kendaraan dengan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 306 (1) Pengamanan fisik terhadap kendaraan dinas operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (2) huruf c, dilakukan dengan membuat surat pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dinas operasional dan ditandatangani oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dengan penanggung jawab kendaraan dinas operasional. (2) Surat pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sebagai berikut: a. nomor polisi, merek, tahun perakitan kendaraan, kode barang, dan perlengkapan kendaraan; b. pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dinas operasional dengan seluruh risiko yang melekat atas kendaraan dinas; c. pernyataan untuk mengembalikan kendaraan dinas segera setelah jangka waktu penggunaan berakhir; d. pengembalian kendaraan dinas operasional dituangkan dalam berita acara penyerahan kembali; dan e. menyimpan kendaraan dinas operasional pada tempat yang ditentukan. (3) Apabila kendaraan dinas yang hilang sebagai akibat dari kesalahan atau kelalaian atau penyimpangan dari ketentuan, maka Pejabat/penanggung jawab yang menggunakan kendaraan dinas sebagai penanggung jawab kendaraan dinas dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 307 (1) Pengamanan administrasi kendaraan dinas dilakukan, dengan menghimpun, mencatat, menyimpan, dan menatausahakan secara tertib dan teratur atas dokumen sebagai berikut: a. bukti pemilik kendaraan bermotor; b. fotokopi surat tanda nomor kendaraan; 105 c. Berita Acara Serah Terima; d. kartu pemeliharaan; e. data daftar barang; dan f. dokumen terkait lainnya yang diperlukan. (2) Pengamanan hukum kendaraan dinas dilakukan sebagai berikut: a. melakukan pengurusan semua dokumen kepemilikan kendaraan bermotor, seperti bukti pemilik kendaraan bermotor dan surat tanda nomor kendaraan, termasuk pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor; dan b. melakukan pemprosesan Tuntutan Ganti Rugi yang dikenakan pada pihak-pihak yang bertanggungjawab atas kehilangan kendaraan dinas bermotor. Paragraf Kelima Tata Cara Pengamanan Rumah Negara Pasal 308 (1) Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dilarang menelantarkan rumah negara. (2) Pengamanan fisik rumah negara dilakukan sebagai berikut: a. pemasangan patok; dan/atau b. pemasangan papan nama. (3) Pemasangan papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi : a. logo pemerintah daerah; dan b. nama pemerintah daerah. Pasal 309 (1) Setiap rumah negara diberi patok dari bahan material yang tidak mudah rusak, dengan ukuran panjang dan tinggi disesuaikan dengan kondisi setempat. (2) Setiap rumah negara dipasang papan nama kepemilikan pemerintah daerah. Pasal 310 (1) Pengamanan fisik terhadap barang milik daerah berupa rumah negara dilakukan dengan membuat Berita Acara Serah Terima rumah negara. (2) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh: a. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang yang melakukan penatausahaan rumah negara dengan pejabat negara atau pemegang jabatan tertentu yang menggunakan rumah negara pejabat negara atau pemegang jabatan tertentu; b. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang yang melakukan penatausahaan rumah negara dengan Pengelola Barang yang menggunakan rumah negara jabatan Pengelola Barang; c. Pengelola Barang dengan Pengguna Barang yang menggunakan rumah negara jabatan Pengguna Barang; d. Pengguna Barang dengan Kuasa Pengguna Barang yang menggunakan rumah negara jabatan Kuasa Pengguna Barang; dan 106 e. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dengan penanggung jawab rumah negara yang dalam penguasaan Pengguna Barang/Kuasa Pengelola Barang. (3) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat sebagai berikut: a. pernyataan tanggung jawab atas rumah negara dengan keterangan jenis golongan, luas, kode barang rumah negara, dan kode barang sarana/prasarana rumah negara dalam hal rumah negara tersebut dilengkapi dengan sarana/prasarana di dalamnya; b. pernyataan tanggung jawab atas rumah negara dengan seluruh risiko yang melekat atas rumah negara; c. pernyataan untuk mengembalikan rumah negara setelah berakhirnya jangka waktu Surat Izin Penghunian atau masa jabatan telah berakhir kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang; d. pengembalian rumah negara yang diserahkan kembali pada saat berakhirnya masa jabatan atau berakhirnya Surat Izin Penghunian kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang; e. pengembalian sarana/prasarana apabila rumah negara dilengkapi sarana/prasarana sesuai Berita Acara Serah Terima dan diserahkan kembali pada saat berakhirnya masa jabatan atau berakhirnya Surat Izin Penghunian kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang; dan f. penyerahan kembali dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. Pasal 311 (1) Kewajiban penghuni rumah negara meliputi: a. memelihara rumah negara dengan baik dan bertanggung jawab, termasuk melakukan perbaikan ringan atas rumah negara bersangkutan; dan b. menyerahkan rumah negara dalam kondisi baik kepada pejabat yang berwenang paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan pencabutan Surat Izin Penghunian. (2) Penghuni rumah negara dilarang untuk: a. mengubah sebagian atau seluruh bentuk rumah tanpa izin tertulis dari pejabat yang berwenang pada SKPD yang bersangkutan; b. menggunakan rumah negara tidak sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya; c. meminjamkan atau menyewakan rumah negara, baik sebagian maupun keseluruhannya, kepada pihak lain; d. menyerahkan rumah negara, baik sebagian maupun keseluruhannya, kepada pihak lain; e. menjaminkan rumah negara atau menjadikan rumah negara sebagai agunan atau bagian dari pertanggungan utang dalam bentuk apapun; dan f. menghuni rumah negara dalam satu daerah yang sama bagi masingmasing suami/istri yang berstatus Pegawai Negeri Sipil. Pasal 312 (1) Penetapan Status Penggunaan barang milik daerah berupa rumah negara ditetapkan dengan Keputusan Bupati. 107 (2) Hak penghunian rumah negara berlaku sebagaimana ditetapkan dalam Surat Izin Penghunian, kecuali ditentukan lain dalam keputusan pencabutan Surat Izin Penghunian. (3) Surat Izin Penghunian untuk rumah negara golongan I ditetapkan oleh Pengelola Barang. (4) Surat Izin Penghunian untuk rumah negara golongan II dan golongan III ditetapkan oleh Pengguna Barang. (5) Surat Izin Penghunian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), sekurang-kurangnya harus mencantumkan: a. Nama pegawai/nama pejabat, Nomor Induk Pegawai, dan jabatan calon penghuni rumah negara; b. masa berlaku penghunian; c. pernyataan bahwa penghuni bersedia memenuhi kewajiban yang melekat pada rumah negara; dan d. menerbitkan pencabutan Surat Izin Penghunian terhadap penghuni, yang dilakukan: 1. paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak saat meninggal dunia, bagi penghuni yang meninggal dunia; 2. paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak keputusan pemberhentian, bagi penghuni yang berhenti atas kemauan sendiri atau yang dikenakan hukuman disiplin pemberhentian; 3. paling lambat 2 (dua) minggu terhitung sejak saat terbukti adanya pelanggaran, bagi penghuni yang melanggar larangan penghunian rumah negara yang dihuninya; dan 4. paling lambat 6 (enam) bulan sebelum tanggal pensiun, bagi penghuni yang memasuki usia pensiun. Pasal 313 (1) Penghuni rumah negara golongan I yang tidak lagi menduduki jabatan harus menyerahkan rumah negara. (2) Penghuni rumah negara golongan II dan golongan III yang tidak lagi menghuni atau menempati rumah negara karena: a. dipindah tugaskan (mutasi); b. izin penghuniannya berdasarkan Surat Izin Penghunian telah berakhir; c. berhenti atas kemauan sendiri; d. berhenti karena pensiun; atau e. diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat. Pasal 314 (1) Suami/istri/anak/ahli waris lainnya dari penghuni rumah negara Golongan II dan rumah negara golongan III yang meninggal dunia wajib menyerahkan rumah negara yang dihuni paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak saat diterimanya keputusan pencabutan Surat Izin Penghunian. (2) Pencabutan Surat Izin Penghunian rumah negara Golongan I dilakukan oleh Pengelola Barang. (3) Pencabutan Surat Izin Penghunian rumah negara golongan II dan Golongan III dilakukan oleh Pengguna Barang yang menatausahakan rumah negara bersangkutan atas persetujuan Pengelola Barang. 108 Pasal 315 (1) Apabila terjadi sengketa terhadap penghunian rumah negara golongan I, rumah negara golongan II dan rumah negara golongan III, maka Pengelola Barang/Pengguna Barang yang bersangkutan melakukan penyelesaian dan melaporkan hasil penyelesaian kepada Bupati. (2) Dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan dapat meminta bantuan SKPD/unit kerja SKPD terkait. Pasal 316 Pengamanan administrasi barang milik daerah berupa rumah negara dilakukan dengan menghimpun, mencatat, menyimpan, dan menatausahakan secara tertib dan teratur atas dokumen, antara lain: a. sertifikat atau surat keterangan hak atas tanah; b. Surat Izin Penghunian; c. keputusan Bupati mengenai penetapan rumah negara golongan I, golongan II atau golongan III; d. gambar/legger bangunan; e. data daftar barang; dan f. keputusan pencabutan Surat Izin Penghunian. Paragraf Keenam Tata Cara Pengamanan Barang Milik Daerah Berupa Barang Persediaan Pasal 317 (1) Pengamanan fisik barang persediaan dilakukan sebagai berikut: a. menempatkan barang sesuai dengan frekuensi pengeluaran jenis barang; b. menyediakan tabung pemadam kebakaran di dalam gudang/tempat penyimpanan, jika diperlukan; c. menyediakan tempat penyimpanan barang; d. melindungi gudang/tempat penyimpanan; e. menambah prasarana penanganan barang di gudang, jika diperlukan; f. menghitung fisik persediaan secara periodik; dan g. melakukan pengamanan persediaan. (2) Pengamanan administrasi barang persediaan dilakukan, antara lain: a. buku persediaan; b. kartu barang; c. Berita Acara Serah Terima; d. berita acara pemeriksaan fisik barang; e. Surat Perintah Penyaluran Barang; f. laporan persediaan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang semesteran/tahunan; dan g. dokumen pendukung terkait lainnya yang diperlukan. (3) Pengamanan hukum barang persediaan dilakukan, dengan melakukan pemprosesan tuntutan ganti rugi yang dikenakan pada pihak-pihak yang bertanggungjawab atas kehilangan barang persediaan akibat kelalaian, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 109 Paragraf Ketujuh Tata Cara Pengamanan Barang Milik Daerah Selain Tanah, Gedung Dan/Atau Bangunan, Rumah Negara, Dan Barang Persediaan Yang Mempunyai Dokumen Berita Acara Serah Terima Pasal 318 (1) Pengamanan fisik barang milik daerah berupa selain tanah, gedung dan/atau bangunan, rumah negara, dan barang persediaan yang mempunyai dokumen berita acara serah terima dilakukan dengan menyimpan barang di tempat yang sudah ditentukan di lingkungan kantor. (2) Pengamanan administrasi barang milik daerah berupa selain tanah, gedung dan/atau bangunan, rumah negara, dan barang persediaan yang mempunyai dokumen Berita Acara Serah Terima dilakukan, antara lain: a. faktur pembelian; b. dokumen Berita Acara Serah terima; dan/atau c. dokumen pendukung terkait lainnya yang diperlukan. (3) Pengamanan hukum barang milik daerah berupa selain tanah, gedung dan/atau bangunan, rumah negara, dan barang persediaan yang mempunyai dokumen Berita Acara Serah Terima dilakukan dengan melakukan pemprosesan Tuntutan Ganti Rugi yang dikenakan pada pihak yang bertanggungjawab atas kehilangan barang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf Kedelapan Tata Cara Pengamanan Barang Milik Daerah Berupa Barang Tak Berwujud Pasal 319 (1) Pengamanan fisik barang milik daerah berupa barang tak berwujud dilakukan dengan: a. membatasi pemberian kode akses hanya kepada pihak-pihak tertentu yang berwenang terhadap pengoperasian suatu aplikasi; b. melakukan penambahan sistem keamanan (security system) terhadap aplikasi yang dianggap strategis oleh pemerintah daerah. (2) Pengamanan adminstrasi barang milik daerah berupa barang tak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui: a. menghimpun, mencatat, menyimpan, dan menatausahakan secara tertib dan teratur atas dokumen sebagai berikut: 1. Berita Acara Serah Terima; 2. lisensi; dan 3. dokumen pendukung terkait lainnya yang diperlukan. b. mengajukan hak cipta dan lisensi kepada instansi atau pihak yang memiliki kewenangan. 110 Bagian Kedua Pemeliharaan Paragraf Kesatu Prinsip Umum Pasal 320 (1) Barang yang dipelihara adalah barang milik daerah dan/atau barang milik daerah dalam penguasaan Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. (2) Pengelola Barang, Pengguna Barang dan kuasa Pengguna Barang bertanggungjawab atas pemeliharaan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya. (3) Tujuan dilakukan pemeliharaan atas barang milik daerah sebagaimana dimakud pada ayat (2) untuk menjaga kondisi dan memperbaiki semua barang milik daerah agar selalu dalam keadaan baik dan layak serta siap digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna. (4) tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah harus memprioritaskan anggaran belanja pemeliharaan dalam jumlah yang cukup, (5) Biaya pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dibebankan pada APBD. (6) Dalam hal barang milik daerah dilakukan pemanfaatan dengan pihak lain, biaya pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari mitra pemanfaatan barang milik daerah. Paragraf Kedua Tata Cara Pemeliharaan Barang Milik Daerah Pasal 321 (1) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 320 berpedoman pada daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah. (2) Daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan bagian dari daftar kebutuhan barang milik daerah. Pasal 322 (1) Kuasa Pengguna Barang wajib membuat Daftar Hasil Pemeliharaan Barang yang berada dalam kewenangannya. (2) Kuasa Pengguna Barang melaporkan hasil pemeliharaan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), secara tertulis kepada Pengguna Barang untuk dilakukan penelitian secara berkala setiap 6 (enam) bulan. (3) Pengguna Barang atau pejabat yang ditunjuk meneliti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang yang dilakukan dalam 1 (satu) Tahun Anggaran. (4) Daftar Hasil Pemeliharaan Barang yang disusun pengguna barang atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan bahan untuk melakukan evaluasi mengenai efisiensi pemeliharaan barang milik daerah. (5) Penelitian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan terhadap: a. anggaran belanja dan realisasi belanja pemeliharaan; dan 111 b. target kinerja dan realisasi target kinerja pemeliharaan. (6) Pengguna Barang melaporkan/menyampaikan Daftar Hasil Pemeliharaan Barang tersebut kepada Pengelola Barang secara berkala. Pasal 323 (1) Dalam rangka tertib pemeliharaan setiap jenis barang milik daerah dilakukan pencatatan kartu pemeliharaan/perawatan yang dilakukan oleh pengurus barang/pengurus barang pembantu. (2) Kartu pemeliharaan/perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat: a. nama barang; b. spesifikasinya; c. tanggal pemeliharaan; d. jenis pekerjaan atau pemeliharaan; e. barang atau bahan yang dipergunakan; f. biaya pemeliharaan; g. pihak yang melaksanakan pemeliharaan; dan h. hal lain yang diperlukan. BAB IX PENILAIAN Pasal 324 (1) Penilaian barang milik daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah daerah, pemanfaatan, atau pemindahtanganan. (2) Penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan untuk: a. pemanfaatan dalam bentuk pinjam pakai; dan b. pemindahtanganan dalam bentuk hibah. (3) Penetapan nilai barang milik daerah dalam rangka penyusunan neraca pemerintah daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan. (4) Biaya yang diperlukan dalam rangka penilaian barang milik daerah dibebankan pada APBD. Pasal 325 (1) Penilaian barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh: a. Penilai Pemerintah; atau b. Penilai Publik yang ditetapkan oleh Bupati. (2) Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan Penilai selain Penilai Pemerintah yang mempunyai izin praktik Penilaian dan menjadi anggota asosiasi Penilai yang diakui oleh pemerintah. (3) Penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Nilai wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang diperoleh dari hasil penilaian menjadi tanggung jawab Penilai. 112 Pasal 326 (1) Penilaian barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh Tim yang ditetapkan oleh Bupati, dan dapat melibatkan Penilai yang ditetapkan Bupati. (2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan panitia penaksir harga yang terdiri dari SKPD/Unit Kerja terkait. (3) Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah Penilai Pemerintah atau Penilai Publik. (4) Penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Apabila penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan oleh Pengguna Barang tanpa melibatkan Penilai, maka hasil penilaian barang milik daerah hanya merupakan nilai taksiran. (6) Hasil penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 327 (1) Dalam kondisi tertentu, Bupati dapat melakukan penilaian kembali dalam rangka koreksi atas nilai barang milik daerah yang telah ditetapkan dalam neraca pemerintah daerah. (2) Penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah proses revaluasi dalam rangka pelaporan keuangan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan yang metode penilaiannya dilaksanakan sesuai standar penilaian. (3) Keputusan mengenai penilaian kembali atas nilai barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati dengan berpedoman pada ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. (4) Ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasiona sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk seluruh entitas pemerintah daerah. BAB X PEMINDAHTANGANAN Bagian Kesatu Prinsip Umum Pasal 328 (1) Barang milik daerah yang tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dapat dipindahtangankan. (2) Bentuk pemindahtanganan barang milik daerah meliputi: a. penjualan; b. tukar menukar; d. hibah; atau e. penyertaan modal pemerintah daerah. 113 Pasal 329 (1) Dalam rangka pemindahtanganan barang milik daerah dilakukan penilaian. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk pemindahtanganan dalam bentuk hibah. (3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar. Bagian Kedua Persetujuan Pemindahtanganan Pasal 330 (1) Pemindahtanganan barang milik daerah yang dilakukan setelah mendapat persetujuan DPRD untuk: a. tanah dan/atau bangunan; atau b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). (2) Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak memerlukan persetujuan DPRD, apabila: a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; b. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran; c. diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan; d. diperuntukkan bagi kepentingan umum; atau e. dikuasai pemerintah daerah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis. Pasal 331 (1) Tanah dan/atau bangunan yang sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 ayat (2) huruf a, dimaksudkan bahwa lokasi tanah dan/atau bangunan dimaksud terjadi perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan wilayah. (2) Tanah dan/atau bangunan yang tidak sesuai dengan penataan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu dilakukan penyesuaian yang berakibat pada perubahan luas tanah dan/atau bangunan tersebut. Pasal 332 Bangunan yang harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 ayat (2) huruf b, dimaksudkan bahwa yang dihapuskan adalah bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut dirobohkan untuk selanjutnya didirikan bangunan baru di atas tanah yang sama (rekonstruksi) sesuai dengan alokasi anggaran yang telah disediakan dalam dokumen penganggaran. 114 Pasal 333 Tanah dan/atau bangunan diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 ayat (2) huruf c, adalah: a. tanah dan/atau bangunan yang merupakan kategori rumah negara/daerah golongan III; b. tanah yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan awalnya untuk pembangunan perumahan pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan. Pasal 334 (1) Tanah dan/atau bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 ayat (2) huruf d, merupakan tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk kegiatan yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, rakyat banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan, termasuk diantaranya kegiatan pemerintah daerah dalam lingkup hubungan persahabatan antara negara/daerah dengan negara lain atau masyarakat/lembaga internasional. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain sebagai berikut: a. jalan umum termasuk akses jalan sesuai peraturan perundangan, jalan tol, dan rel kereta api; b. saluran air minum/air bersih dan/atau saluran pembuangan air; c. waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya, termasuk saluran irigasi; d. rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat; e. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, atau terminal; f. tempat ibadah; g. sekolah atau lembaga pendidikan non komersial h. pasar umum; i. fasilitas pemakaman umum; j. fasilitas keselamatan umum, antara lain tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana; k. sarana dan prasarana pos dan telekomunikasi; l. sarana dan prasarana olahraga untuk umum; m. stasiun penyiaran radio dan televisi beserta sarana pendukungnya untuk lembaga penyiaran publik; n. kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa; o. fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas dan fungsinya; p. rumah susun sederhana; q. tempat pembuangan sampah untuk umum; r. cagar alam dan cagar budaya; s. promosi budaya nasional; t. pertamanan untuk umum; u. panti sosial; v. lembaga pemasyarakatan; dan 115 w. pembangkit, turbin, transmisi, dan distribusi tenaga listrik termasuk instalasi pendukungnya yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Pasal 335 Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 ayat (2), dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati. Pasal 336 (1) Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati. (2) Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan DPRD. (3) Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), merupakan nilai wajar untuk pemindahtanganan dalam bentuk penjualan, tukar menukar dan penyertaan modal. (4) Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), merupakan nilai perolehan untuk pemindahtanganan dalam bentuk hibah. (5) Usul untuk memperoleh persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diajukan oleh Bupati. (6) Usulan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan per tiap usulan. Bagian Ketiga Penjualan Paragraf Kesatu Prinsip Umum Pasal 337 (1) Penjualan barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan: a. untuk optimalisasi barang milik daerah yang berlebih atau tidak digunakan/dimanfaatkan; b. secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila dijual; dan/atau c. sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Barang milik daerah yang tidak digunakan/dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan barang milik daerah yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD atau tidak dimanfaatkan oleh pihak lain. Pasal 338 (1) Penjualan barang milik daerah dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal tertentu. 116 (2) Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan penjualan barang milik daerah yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi. (3) Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan setelah dilakukan pengumuman lelang dan di hadapan pejabat lelang. (4) Pengecualian dalam hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. Barang milik daerah yang bersifat khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan b. Barang milik daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati. (5) Barang milik daerah yang bersifat khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, merupakan barang yang diatur secara khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain yaitu: a. Rumah negara golongan III yang dijual kepada penghuninya yang sah; b. Kendaraan perorangan dinas yang dijual kepada: 1. Bupati; 2. Wakil Bupati; 3. mantan Bupati; dan 4. mantan Wakil Bupati. (6) Barang milik daerah lainnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, antara lain yaitu : a. tanah dan/atau bangunan yang akan digunakan untuk kepentingan umum; b. tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya digunakan untuk pembangunan perumahan pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan, sebagaimana tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA); c. selain tanah dan/atau bangunan sebagai akibat dari keadaan kahar (force majeure); d. bangunan yang berdiri di atas tanah pihak lain yang dijual kepada pihak lain pemilik tanah tersebut; e. hasil bongkaran bangunan atau bangunan yang akan dibangun kembali; atau f. selain tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki bukti kepemilikan dengan nilai wajar paling tinggi Rp1.000.000 (satu juta rupiah) per unit. Pasal 339 (1) Dalam rangka penjualan barang milik daerah dilakukan penilaian untuk mendapatkan nilai wajar. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi penjualan barang milik daerah berupa tanah yang diperlukan untuk pembangunan rumah susun sederhana, yang nilai jualnya ditetapkan oleh Bupati berdasarkan perhitungan yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 325 dan Pasal 326. (4) Penentuan nilai dalam rangka penjualan barang milik daerah secara lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 339 ayat (1,) dilakukan dengan memperhitungkan faktor penyesuaian. 117 (5) Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (4), merupakan limit/batasan terendah yang disampaikan kepada Bupati, sebagai dasar penetapan nilai limit. (6) Nilai limit/batasan terendah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), merupakan harga minimal barang yang akan dilelang. (7) Nilai limit/batasan terendah sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ditetapkan oleh Bupati selaku penjual. Pasal 340 (1) Barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak laku dijual pada lelang pertama, dilakukan lelang ulang sebanyak 1(satu) kali. (2) Pada pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan penilaian ulang. (3) Dalam hal setelah pelaksanaan lelang ulang, barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak laku dijual, Pengelola Barang menindaklanjuti dengan penjualan tanpa lelang, tukar menukar, hibah, penyertaan modal atau pemanfaatan. (4) Pengelola Barang dapat melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), atas barang milik daerah setelah mendapat persetujuan Bupati. Pasal 341 (1) Barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan yang tidak laku dijual pada lelang pertama, dilakukan lelang ulang sebanyak 1 (satu) kali. (2) Pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan penilaian ulang. (3) Dalam hal setelah pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak laku dijual, Pengelola Barang menindaklanjuti dengan penjualan tanpa lelang, tukar menukar, hibah, atau penyertaan modal. (4) Pengelola Barang dapat melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atas barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan setelah mendapat persetujuan Bupati untuk masing-masing kegiatan bersangkutan. (5) Dalam hal penjualan tanpa lelang, tukar menukar, hibah, atau penyertaan modal, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dapat dilaksanakan maka dapat dilakukan pemusnahan. Pasal 342 (1) Hasil penjualan barang milik daerah wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah. (2) Dalam hal barang milik daerah berada pada Badan Layanan Umum Daerah maka: a. Pendapatan daerah dari penjualan barang milik daerah dalam rangka penyelenggaraan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Layanan Umum Daerah merupakan penerimaan daerah yang disetorkan seluruhnya ke rekening kas Badan Layanan Umum Daerah. 118 b. Pendapatan daerah dari penjualan barang milik daerah dalam rangka selain penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Layanan Umum Daerah merupakan penerimaan daerah yang disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah. Paragraf Kedua Objek Penjualan Pasal 343 (1) Objek penjualan adalah barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang /Pengguna Barang meliputi: a. tanah dan/atau bangunan; b. selain tanah dan/atau banguan. (2) Penjualan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut: a. memenuhi persyaratan teknis; b. memenuhi persyaratan ekonomis, yakni secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila barang milik daerah dijual, karena biaya operasional dan pemeliharaan barang lebih besar dari pada manfaat yang diperoleh; dan c. memenuhi persyaratan yuridis, yakni barang milik daerah tidak terdapat permasalahan hukum. (3) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, sebagai berikut: a. lokasi tanah dan/atau bangunan sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah; b. lokasi dan/atau luas tanah dan/atau bangunan tidak dapat digunakan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah; c. tanah kavling yang menurut awal perencanaan pengadaannya diperuntukkan bagi pembangunan perumahan pegawai negeri pemerintah daerah yang bersangkutan; d. bangunan berdiri di atas tanah milik pihak lain; atau e. barang milik daerah yang menganggur (idle) tidak dapat dilakukan penetapan status penggunaan atau pemanfaatan. (4) Penjualan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut: a. memenuhi persyaratan teknis; b. memenuhi persyaratan ekonomis, yakni secara ekonomis lebih menguntungkan bagi pemerintah daerah apabila barang milik daerah dijual, karena biaya operasional dan pemeliharaan barang lebih besar daripada manfaat yang diperoleh; dan c. memenuhi persyaratan yuridis, yakni barang milik daerah tidak terdapat permasalahan hukum. (5) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, sebagai berikut: a. barang milik daerah secara fisik tidak dapat digunakan karena rusak, dan tidak ekonomis apabila diperbaiki; b. barang milik daerah secara teknis tidak dapat digunakan lagi akibat modernisasi; 119 c. barang milik daerah tidak dapat digunakan dan dimanfaatkan karena mengalami perubahan dalam spesifikasi akibat penggunaan, seperti terkikis, hangus, dan lain-lain sejenisnya; atau d. barang milik daerah tidak dapat digunakan dan dimanfaatkan karena mengalami pengurangan dalam timbangan/ukuran disebabkan penggunaan atau susut dalam penyimpanan atau pengangkutan. Pasal 344 Penjualan barang milik berupa tanah kavling yang menurut awal perencanaan pengadaannya diperuntukkan bagi pembangunan perumahan pegawai negeri pemerintah daerah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 ayat (6) huruf b, dilakukan dengan persyaratan: a. pengajuan permohonan penjualan disertai dengan bukti perencanaan awal yang menyatakan bahwa tanah tersebut akan digunakan untuk pembangunan perumahan pegawai negeri pemerintah daerah yang bersangkutan; dan b. penjualan dilaksanakan langsung kepada masing-masing pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan yang ditetapkan oleh Bupati. Pasal 345 (1) Penjualan barang milik daerah berupa kendaraan bermotor dinas operasional dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi persyaratan, yakni berusia paling singkat 7 (tujuh) tahun. (2) Usia 7 (tujuh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. terhitung mulai tanggal, bulan, dan tahun perolehannya sesuai dokumen kepemilikan, untuk perolehan dalam kondisi baru; atau b. terhitung mulai tanggal, bulan, dan tahun pembuatannya sesuai dokumen kepemilikan, untuk perolehan tidak dalam kondisi baru. (3) Dalam hal barang milik daerah berupa kendaraan bermotor rusak berat dengan sisa kondisi fisik setinggi-tingginya 30 % (tiga puluh persen), maka penjualan kendaraan bermotor dapat dilakukan sebelum berusia 7 (tujuh) tahun. (4) Penjualan kendaraan bermotor dilakukan sebelum berusia 7 (tujuh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berdasarkan surat keterangan tertulis dari instansi yang berkompeten. Paragraf Ketiga Tata Cara Penjualan Barang Milik Daerah Pada Pengelola Barang Pasal 346 Pelaksanaan penjualan barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang dilakukan berdasarkan: a. Inisiatif Bupati; atau b. Permohonan pihak lain. Pasal 347 (1) Penjualan barang milik daerah pada Pengelola Barang diawali dengan membuat perencanaan penjualan yang meliputi antara lain: a. data barang milik daerah; b. pertimbangan penjualan; dan 120 c. pertimbangan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis oleh Pengelola Barang. (2) Pengelola Barang menyampaikan usulan penjualan kepada Bupati disertai perencanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 348 (1) Bupati melakukan penelitian atas usulan penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 347 ayat (2). (2) Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati membentuk Tim untuk melakukan penelitian. (3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi: a. penelitian data administratif; dan b. penelitian fisik. Pasal 349 (1) Penelitian administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 348 ayat (3) huruf a, dilakukan untuk meneliti: a. status dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah, luas, nilai perolehan tanah, dan data identitas barang, untuk data barang milik daerah berupa tanah; b. tahun perolehan, jenis konstruksi, luas, nilai perolehan bangunan, nilai buku, dan data identitas barang, untuk data barang milik daerah berupa bangunan; dan c. tahun perolehan, jumlah, nilai perolehan, nilai buku, dan data identitas barang, untuk data barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan. (2) Penelitian fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 348 ayat (3) huruf b, dilakukan dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan dijual dengan data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), dituangkan dalam Berita Acara Penelitian untuk selanjutnya disampaikan kepada Bupati melalui Pengelola Barang. Pasal 350 (1) Berdasarkan Berita Acara Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 349 ayat (3), Bupati melalui Pengelola Barang menugaskan Penilai untuk melakukan penilaian atas barang milik daerah yang akan dijual. (2) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dijadikan sebagai dasar penetapan nilai batas (limit) penjualan barang milik daerah. Pasal 351 (1) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan penjualan barang milik daerah kepada Bupati. (2) Apabila penjualan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan persetujuan DPRD, Bupati terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan penjualan kepada DPRD. 121 (3) Pengajuan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap: a. tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 ayat (1) huruf a; dan b. selain tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 330 ayat (1) huruf b. (4) Apabila persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melebihi batas waktu hasil penilaian, maka sebelum dilakukan penjualan terlebih dahulu harus dilakukan penilaian ulang. (5) Apabila hasil penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), lebih tinggi, atau sama, atau lebih rendah dengan hasil penilaian sebelumnya yang diajukan kepada DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati tidak perlu mengajukan permohonan baru persetujuan penjualan barang milik daerah kepada DPRD. (6) Bupati melaporkan hasil penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kepada DPRD. Pasal 352 (1) Barang milik daerah yang akan dijual berdasarkan hasil penelitian yang dituangkan dalam Berita Acara Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 349 ayat (3), dan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam 351 ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (2) Keputusan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. data barang milik daerah yang akan dijual; b. nilai perolehan dan/atau nilai buku barang milik daerah; dan c. nilai limit penjualan dari barang milik daerah. Pasal 353 (1) Apabila Keputusan penjualan oleh Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 352 ayat (1), merupakan penjualan barang milik daerah yang dilakukan secara lelang, Pengelola Barang mengajukan permintaan penjualan barang milik daerah dengan cara lelang kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. (2) Apabila keputusan penjualan oleh Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 352 ayat (1), merupakan penjualan barang milik daerah yang dilakukan tanpa lelang, Pengelola Barang melakukan penjualan barang milik daerah secara langsung kepada calon pembeli. (3) Penjualan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan serah terima barang berdasarkan: a. risalah lelang, apabila penjualan barang milik daerah dilakukan secara lelang; dan b. akta jual beli, apabila penjualan barang milik daerah dilakukan tanpa lelang. Pasal 354 (1) Serah terima barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 353 ayat (3), dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (2) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah kepada Bupati. 122 Paragraf Keempat Tata Cara Penjualan Barang Milik Daerah Pada Pengguna Barang Pasal 355 (1) Penjualan barang milik daerah pada Pengguna Barang diawali dengan menyiapkan permohonan penjualan, antara lain: a. data barang milik daerah; b. pertimbangan penjualan; dan c. pertimbangan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis oleh Pengguna Barang. (2) Pengguna Barang melalui Pengelola Barang mengajukan usulan permohonan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Bupati. (3) Tata cara penjualan barang milik daerah pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 348 sampai dengan Pasal 353 berlaku mutatis mutandis pada tata cara penjualan barang milik daerah pada Pengguna Barang. Pasal 356 (1) Serah terima barang penjualan barang milik daerah pada Pengguna Barang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (2) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah kepada Pengelola Barang. Paragraf Kelima Tata Cara Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas Kepada Pejabat Negara, Mantan Pejabat Negara Dan Pegawai Aparatur Sipil Negara Pasal 357 (1) Syarat kendaraan perorangan dinas yang dapat dijual tanpa melalui lelang kepada pejabat negara dan mantan pejabat Negara sebagai berikut: a. telah berusia paling singkat 4 (empat) tahun: 1. terhitung mulai tanggal, bulan, tahun perolehannya, untuk perolehan dalam kondisi baru; atau 2. terhitung mulai tanggal, bulan, tahun pembuatannya, untuk perolehan selain tersebut pada angka 1. b. sudah tidak digunakan lagi untuk pelaksanaan tugas. (2) Syarat kendaraan perorangan dinas yang dapat dijual tanpa melalui lelang kepada pegawai Aparatur Sipil Negara, telah berusia paling singkat 5 (lima) tahun: a. terhitung mulai tanggal, bulan, tahun perolehannya, untuk perolehan dalam kondisi baru; atau b. terhitung mulai tanggal, bulan, tahun pembuatannya, untuk perolehan selain tersebut pada huruf a. 123 Pasal 358 (1) Kendaraan perorangan dinas dapat dijual tanpa melalui lelang kepada: a. pejabat negara; b. mantan pejabat negara; atau c. pegawai Aparatur Sipil Negara. (2) Pejabat Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu: a. Bupati; dan b. Wakil Bupati. (3) Mantan Pejabat Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu: a. mantan Bupati; dan b. mantan Wakil Bupati. (4) Pegawai Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, adalah Jabatan Pimpinan Tinggi Madya Pasal 359 (1) Syarat Pejabat Negara yang dapat membeli kendaraan perorangan dinas tanpa melalui lelang sebagai berikut: a. telah memiliki masa kerja atau masa pengabdian selama 4 (empat) tahun atau lebih secara berturut-turut, terhitung mulai tanggal ditetapkan menjadi Pejabat Negara; dan b. tidak sedang atau tidak pernah dituntut tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. (2) Secara berturut-turut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah secara berkelanjutan menjalani masa jabatan pada instansi yang sama atau pada instansi yang berbeda. Pasal 360 (1) Pejabat Negara mengajukan permohonan penjualan kendaraan perorangan dinas pada tahun terakhir periode jabatan Pejabat Negara. (2) Tahun terakhir periode jabatan Pejabat Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tahun terakhir pada periode jabatan Pejabat Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Kendaraan perorangan dinas yang dijual tanpa melalui lelang paling banyak 1 (satu) unit kendaraan bagi 1 (satu) orang Pejabat Negara, untuk tiap penjualan yang dilakukan. Pasal 361 (1) Mantan Pejabat Negara yang dapat membeli kendaraan perorangan dinas tanpa melalui lelang memenuhi persyaratan: a. telah memiliki masa kerja atau masa pengabdian selama 4 (empat) tahun atau lebih secara berturut-turut, terhitung mulai tanggal ditetapkan menjadi Pejabat Negara sampai dengan berakhirnya masa jabatan; b. belum pernah membeli kendaraan perorangan dinas tanpa melalui lelang pada saat yang bersangkutan menjabat sebagai Pejabat Negara; c. tidak sedang atau tidak pernah dituntut tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; dan d. tidak diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya. 124 (2) Secara berturut-turut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, secara berkelanjutan menjalani masa jabatan pada instansi yang sama atau pada instansi yang berbeda. Pasal 362 (1) Kendaraan perorangan dinas yang dijual tanpa melalui lelang kepada mantan Pejabat Negara paling banyak 1 (satu) unit kendaraan bagi 1 (satu) orang mantan Pejabat Negara, untuk tiap penjualan yang dilakukan. (2) Mantan Pejabat Negara mengajukan permohonan Penjualan kendaraan perorangan dinas paling lama 1 (satu) tahun sejak berakhirnya masa jabatan Pejabat Negara yang bersangkutan. Pasal 363 (1) Pegawai Aparatur Sipil Negara yang dapat membeli kendaraan perorangan dinas tanpa melalui lelang memenuhi persyaratan: a. telah memiliki masa kerja atau masa pengabdian selama 15 (lima belas) tahun atau lebih secara berturut-turut, terhitung mulai tanggal ditetapkan sebagai pegawai negeri sipil; b. telah menduduki, Jabatan Pimpinan Tinggi Madya paling singkat 5 (lima) tahun; dan c. tidak sedang atau tidak pernah dituntut tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. (2) Masa jabatan paling sedikit 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, jabatan baik dalam instansi yang sama atau pada instansi yang berbeda sebagai Jabatan Pimpinan Tinggi Madya. Pasal 364 Pengguna Barang menentukan harga jual kendaraan perorangan dinas yang dijual kepada Pejabat Negara/mantan Pejabat Negara/Pegawai ASN yang dilakukan tanpa melalui lelang dengan ketentuan sebagai berikut: a. kendaraan dengan umur 4 (empat) tahun sampai dengan 7 (tujuh) tahun, harga jualnya adalah 40% (empat puluh persen) dari nilai wajar kendaraan; dan b. kendaraan dengan umur lebih dari 7 (tujuh) tahun, harga jualnya adalah 20% (dua puluh persen) dari nilai wajar kendaraan. Pasal 365 Pembayaran atas penjualan barang milik daerah berupa kendaraan perorangan dinas tanpa lelang dilakukan dengan: a. pembayaran sekaligus, bagi Pejabat Negara/mantan Pejabat Negara; b. pembayaran secara angsuran paling lama 2 (dua) tahun, bagi pegawai Aparatur Sipil Negara. Pasal 366 Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 365 dilakukan melalui penyetoran ke rekening Kas Umum Daerah: a. paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal berlakunya surat persetujuan penjualan, untuk pembayaran sekaligus; dan 125 b. sesuai mekanisme yang diatur dalam perjanjian antara Pengguna Barang dengan pegawai Aparatur Sipil Negara, untuk pembayaran angsuran. Pasal 367 Apabila pembayaran atas penjualan kendaraan perorangan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 366 belum lunas dibayar, maka: a. kendaraan tersebut masih berstatus sebagai barang milik daerah; b. kendaraan tersebut tetap digunakan untuk keperluan dinas; c. biaya perbaikan/pemeliharaan menjadi tanggung jawab Pejabat Negara/mantan Pejabat Negara atau Pegawai Aparatur Sipil Negara; dan d. kendaraan tersebut dilarang untuk dipindahtangankan, disewakan, dipinjamkan, atau dijaminkan kepada pihak lain. Pasal 368 (1) Pejabat Negara dan mantan Pejabat yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 365 huruf a, Pasal 366 huruf a, dan Pasal 367, dicabut haknya untuk membeli kendaraan perorangan dinas. (2) Pegawai Aparatur Sipil Negara yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 365 huruf b, Pasal 366 huruf b, dan Pasal 367 dicabut haknya untuk membeli kendaraan perorangan dinas tersebut dan angsuran yang telah dibayarkan tidak dapat dikembalikan. (3) Kendaraan perorangan dinas yang batal dibeli oleh Pejabat Negara/mantan Pejabat Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan oleh Pegawai Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), digunakan kembali untuk pelaksanaan tugas. Pasal 369 (1) Biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk perbaikan kendaraan perorangan dinas yang akan dibeli dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum adanya persetujuan penjualan, menjadi tanggungan Pejabat Negara atau Pegawai Aparatur Sipil Negara yang membeli kendaraan perorangan dinas tersebut dan harus dibayar sebagai tambahan harga jual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 364. (2) Biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan biaya selain pemeliharaan rutin atas kendaraan perorangan dinas. Pasal 370 (1) Pejabat Negara atau Pegawai Aparatur Sipil Negara yang pernah membeli kendaraan perorangan dinas, dapat membeli lagi 1 (satu) unit kendaraan perorangan dinas tanpa melalui lelang setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak pembelian yang pertama. (2) Pembelian kembali atas kendaraan perorangan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan sepanjang Pejabat Negara tersebut masih aktif sebagai Pejabat Negara secara berkelanjutan. 126 Pasal 371 (1) Penjualan kendaraan perorangan dinas yang dijual tanpa melalui lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 357, diawali dengan pengajuan surat permohonan penjualan oleh: a. Pejabat Negara, pada tahun terakhir periode jabatan Pejabat Negara; b. Mantan Pejabat Negara, paling lama 1 (satu) tahun sejak berakhirnya masa jabatan Pejabat Negara yang bersangkutan; c. Pegawai Aparatur Sipil Negara. (2) Pengajuan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh: a. Pejabat Negara kepada Pengguna Barang; b. Mantan Pejabat Negara kepada Bupati; dan c. Pegawai Aparatur Sipil Negara kepada Pengguna Barang. (3) Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat sebagai berikut: a. data pribadi, berupa nama, jabatan, alamat, dan tempat/tanggal lahir; dan b. alasan permohonan pembelian kendaraan perorangan dinas. Pasal 372 (1) Surat Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 371 ayat (3), dilampiri dokumen pendukung. (2) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi Pejabat Negara/mantan pejabat negara, antara lain: a. fotokopi surat keputusan pengangkatan bagi Pejabat Negara atau surat keputusan pemberhentian bagi mantan Pejabat Negara; b. fotokopi kartu identitas; c. surat pernyataan yang menyatakan belum pernah membeli atau pernah membeli kendaraan perorangan dinas tanpa lelang setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak pembelian pertama bagi Pejabat Negara; d. dalam hal Pejabat Negara mengajukan pembelian kembali kendaraan perorangan dinas tanpa lelang, dilampirkan fotokopi surat keputusan pengangkatan menjadi Pejabat Negara secara berkelanjutan dengan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak pembelian pertama kendaraan perorangan dinas sebagaimana dimaksud dalam huruf c; e. surat pernyataan yang menyatakan belum pernah membeli kendaraan perorangan dinas tanpa melalui lelang pada saat yang bersangkutan menjadi Pejabat Negara bagi mantan Pejabat Negara; dan f. surat pernyataan yang menyatakan tidak sedang atau tidak pernah dituntut tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. (3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi pegawai Aparatur Sipil Negara, antara lain: a. fotokopi surat keputusan pengangkatan menjadi Sekretaris Daerah ; b. fotokopi surat keputusan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil; c. fotokopi kartu identitas; d. surat pernyataan yang menyatakan belum pernah membeli atau pernah membeli kendaraan perorangan dinas tanpa lelang setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak pembelian pertama; dan 127 e. surat pernyataan yang menyatakan tidak sedang atau tidak pernah dituntut tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. Pasal 373 (1) Berdasarkan Surat Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 371 ayat (3), Pengguna Barang melakukan persiapan permohonan penjualan, antara lain: a. data administrasi kendaraan perorangan dinas; dan b. penjelasan dan pertimbangan penjualan kendaraan perorangan dinas tanpa melalui lelang. (2) Dalam hal persiapan permohonan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah selesai, Pengguna Barang melalui Pengelola Barang mengajukan usulan penjualan kepada Bupati selaku pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah disertai: a. fotokopi Buku Pemilik Kendaraan Bermotor; b. fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan; c. surat permohonan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 ayat (2) dan ayat (3); d. rincian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk perbaikan kendaraan perorangan dinas yang akan dibeli dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum adanya persetujuan penjualan; dan e. surat pernyataan dari pengguna barang bahwa sudah ada kendaraan pengganti. (3) Bupati melakukan penelitian atas usulan permohonan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bupati membentuk Tim untuk: a. melakukan penelitian kelayakan alasan dan pertimbangan permohonan penjualan barang milik daerah; dan b. melakukan penelitian fisik, dengan cara mencocokkan fisik kendaraan perorangan dinas yang akan dijual dengan data administratif. (5) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dituangkan dalam berita acara hasil penelitian untuk selanjutnya disampaikan kepada Bupati melalui Pengelola Barang. (6) Bupati melalui Pengelola Barang menugaskan Penilai untuk melakukan penilaian atas kendaraan perorangan dinas yang akan dijual. (7) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dijadikan sebagai dasar penetapan nilai limit penjualan barang milik daerah. Pasal 374 (1) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan penjualan berdasarkan hasil penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 373 ayat (5) dan ayat (7), kepada Bupati sesuai batas kewenangannya. (2) Apabila persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melebihi batas waktu hasil penilaian, maka sebelum dilakukan penjualan terlebih dahulu harus dilakukan penilaian ulang. (3) Bupati menyetujui dan menetapkan kendaraan perorangan dinas yang akan dijual berdasarkan hasil penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), paling sedikit memuat: a. data kendaraan perorangan dinas; 128 b. nilai perolehan; c. nilai buku; d. harga jual kendaraan perorangan dinas; dan e. rincian biaya yang telah dikeluarkan pemerintah daerah untuk perbaikan kendaraan perorangan dinas yang akan dibeli dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum adanya persetujuan penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 369 ayat (1), untuk Pejabat Negara dan pegawai Aparatur Sipil Negara. (4) Dalam hal Bupati tidak menyetujui penjualan kendaraan perorangan dinas tanpa melalui lelang Bupati memberitahukan secara tertulis kepada pemohon melalui Penggelola Barang. (5) Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang melakukan penjualan kendaraan perorangan dinas kepada Pejabat Negara/mantan Pejabat Negara. (6) Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengguna Barang menyiapkan perjanjian penjualan kendaraan perorangan dinas yang ditandatangani Bupati dengan pegawai Aparatur Sipil Negara. (7) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sekurang-kurangnya memuat: a. identitas pegawai Aparatur Sipil Negara; b. data kendaraan perorangan dinas; c. bentuk pembayaran dan jangka waktu; dan d. hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pasal 375 (1) Pejabat Negara melakukan pembayaran ke Kas Umum Daerah, terdiri dari: a. pembelian kendaran perorangan dinas sesuai harga jual kendaraan perorangan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 364; dan b. biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk perbaikan kendaraan perorangan dinas yang akan dibeli dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum adanya persetujuan penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 369 ayat (1). (2) Mantan Pejabat Negara melakukan pembayaran ke Kas Umum Daerah sesuai harga jual kendaraan perorangan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 364. (3) Pegawai ASN melakukan pembayaran ke Kas Umum Daerah, terdiri dari: a. pembelian kendaran perorangan dinas sesuai harga jual kendaraan perorangan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 364; dan b. biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk perbaikan kendaraan perorangan dinas yang akan dibeli dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum adanya persetujuan penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 369 ayat (1). (4) Serah terima barang dilaksanakan setelah lunas dibayar yang dibuktikan dengan surat keterangan pelunasan pembayaran dari Pengelola Barang/Pengguna Barang. (5) Pengelola Barang/Pengguna Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah sebagai tindak lanjut serah terima barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) Pengelola Barang dan Pengguna Barang melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan penjualan dan penghapusan kendaraan perorangan dinas sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 129 (7) Kendaraan perorangan dinas yang tidak dilakukan penjualan dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam Pasal 358 serta tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas, dapat dilakukan penjualan secara lelang. Bagian Keempat Tukar Menukar Paragraf Kesatu Prinsip Umum Pasal 376 (1) Tukar menukar barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan: a. untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan; b. untuk optimalisasi barang milik daerah; dan c. tidak tersedia dana dalam APBD. (2) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditempuh apabila pemerintah daerah tidak dapat menyediakan tanah dan/atau bangunan pengganti. (3) Selain pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tukar menukar dapat dilakukan: a. apabila barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; b. guna menyatukan barang milik daerah yang lokasinya terpencar; c. dalam rangka pelaksanaan rencana strategis pemerintah pusat/pemerintah daerah; d. guna mendapatkan/memberikan akses jalan, apabila objek tukar menukar adalah barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan; dan/atau e. telah ketinggalan teknologi sesuai kebutuhan, kondisi, atau ketentuan peraturan perundang-undangan, apabila objek tukar menukar adalah barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan. (4) Tukar menukar barang milik daerah dapat dilakukan dengan pihak: a. Pemerintah Pusat; b. Pemerintah Daerah lainnya; c. Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum milik pemerintah lainnya yang dimiliki negara; d. Pemerintah Desa; atau e. Swasta. (5) Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e, merupakan pihak swasta, baik yang berbentuk badan hukum maupun perorangan. Pasal 377 (1) Tukar menukar barang milik daerah dapat berupa: a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Bupati; b. tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang; dan c. selain tanah dan/atau bangunan. 130 (2) Tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang, tetapi tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota. (3) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Pengelola Barang. Pasal 378 Tukar menukar dilaksanakan setelah dilakukan kajian berdasarkan: a. aspek teknis, antara lain: 1. kebutuhan Pengelola Barang /Pengguna Barang; dan 2. spesifikasi barang yang dibutuhkan. b. aspek ekonomis, antara lain kajian terhadap nilai barang milik daerah yang dilepas dan nilai barang pengganti; c. aspek yuridis, antara lain: 1. tata ruang wilayah dan penataan kota; dan 2. bukti kepemilikan. Pasal 379 Berdasarkan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 terhadap barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan, Bupati dapat memberikan alternatif bentuk lain pengelolaan barang milik daerah atas permohonan persetujuan tukar menukar yang diusulkan oleh Pengelola Barang/Pengguna Barang. Pasal 380 (1) Barang pengganti tukar menukar dapat berupa: a. barang sejenis; dan/atau b. barang tidak sejenis. (2) Barang pengganti utama tukar menukar barang milik daerah berupa tanah, harus berupa: a. tanah; atau b. tanah dan bangunan. (3) Barang pengganti utama tukar menukar barang milik daerah berupa bangunan, dapat berupa: a. tanah; b. tanah dan bangunan; c. bangunan; dan/atau d. selain tanah dan/atau bangunan. (4) Barang pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), harus berada dalam kondisi siap digunakan pada tanggal penandatanganan perjanjian tukar menukar atau Berita Acara Serah Terima. Pasal 381 (1) Nilai barang pengganti atas tukar menukar paling sedikit seimbang dengan nilai wajar barang milik daerah yang dilepas. 131 (2) Apabila nilai barang pengganti lebih kecil dari pada nilai wajar barang milik daerah yang dilepas, mitra tukar menukar wajib menyetorkan ke rekening Kas Umum Daerah atas sejumlah selisih nilai antara nilai wajar barang milik daerah yang dilepas dengan nilai barang pengganti. (3) Penyetoran selisih nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum Berita Acara Serah Terima ditandatangani. (4) Selisih nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dituangkan dalam perjanjian tukar menukar. Pasal 382 (1) Apabila pelaksanaan tukar menukar mengharuskan mitra tukar menukar membangun bangunan barang pengganti, mitra tukar menukar menunjuk konsultan pengawas dengan persetujuan Bupati berdasarkan pertimbangan dari SKPD terkait. (2) Konsultan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan badan hukum yang bergerak di bidang pengawasan konstruksi. (3) Biaya konsultan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi tanggung jawab mitra tukar menukar. Pasal 383 Tukar menukar dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Bupati sesuai dengan kewenangannya. Paragraf Kedua Tata Cara Pelaksanaan Tukar Menukar Barang Milik Daerah Pada Pengelola Barang Pasal 384 Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang dilakukan berdasarkan: a. kebutuhan dari Pengelola Barang untuk melakukan tukar menukar; atau b. permohonan tukar menukar dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 376 ayat (4). Pasal 385 (1) Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan pada kebutuhan pengelola barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 384 huruf a, diawali dengan pembentukan Tim oleh Bupati untuk melakukan penelitian mengenai kemungkinan melaksanakan tukar menukar yang didasarkan pada pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 376 ayat (1) dan ayat (3). (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. penelitian kelayakan tukar menukar, baik dari aspek teknis, ekonomis, maupun yuridis; b. penelitian data administratif; dan c. penelitian fisik. (3) Penelitian administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan untuk meneliti: a. status penggunaan dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah, luas, peruntukan, kode barang, kode register, nama 132 barang, dan nilai perolehan, untuk data barang milik daerah berupa tanah; b. tahun pembuatan, kode barang, kode register, nama barang, konstruksi bangunan, luas, status kepemilikan, lokasi, nilai perolehan, dan nilai buku, untuk data barang milik daerah berupa bangunan; dan c. tahun perolehan, kode barang, kode register, nama barang, jumlah, nilai perolehan, nilai buku, kondisi barang, dan bukti kepemilikan kendaraan untuk data barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan. (4) Penelitian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan ditukarkan dengan data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4), dituangkan dalam berita acara penelitian. (6) Tim menyampaikan berita acara hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kepada Bupati untuk penetapan barang milik daerah menjadi objek tukar menukar. Pasal 386 (1) Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385 ayat (6), Pengelola Barang menyusun rincian rencana barang pengganti sebagai berikut: a. tanah meliputi luas dan lokasi yang peruntukannya sesuai dengan tata ruang wilayah; b. bangunan meliputi: jenis, luas, dan konstruksi bangunan serta sarana dan prasarana penunjang; dan c. selain tanah dan bangunan meliputi jumlah, jenis barang, kondisi barang dan spesifikasi barang. (2) Pengelola Barang melakukan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 325 dan Pasal 326 terhadap barang milik daerah yang akan ditukarkan dan barang pengganti. (3) Hasil Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan Pengelola Barang kepada Bupati. Pasal 387 (1) Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 386 ayat (3), Bupati melakukan penetapan mitra tukar menukar. (2) Bupati menerbitkan keputusan tukar menukar dengan paling sedikit memuat: a. mitra tukar menukar; b. barang milik daerah yang akan dilepas; c. nilai wajar barang milik daerah yang akan dilepas yang masih berlaku pada tanggal keputusan diterbitkan; dan d. rincian rencana barang pengganti. (3) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan tukar menukar kepada Bupati. (4) Dalam hal tukar menukar memerlukan persetujuan DPRD, Bupati terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan tukar menukar kepada DPRD. 133 (5) Berdasarkan surat persetujuan tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Bupati dan mitra tukar menukar menandatangani perjanjian tukar menukar. (6) Setelah menandatangani perjanjian tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mitra tukar menukar melaksanakan: a. pekerjaan pembangunan/pengadaan barang pengganti sesuai dengan perjanjian tukar menukar, untuk tukar menukar atas barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan. b. pekerjaan untuk melaksanakan pekerjaan pengadaan barang pengganti sesuai dengan perjanjian tukar menukar termasuk menyelesaikan pengurusan dokumen administratif yang diperlukan, tukar menukar atas barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan. Pasal 388 (1) Bupati membentuk Tim untuk melakukan monitoring pelaksanaan pengadaan/pembangunan barang pengganti berdasarkan laporan konsultan pengawas dan penelitian lapangan. (2) Sebelum dilakukan penyerahan barang milik daerah yang dilepas, Pengelola Barang melakukan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 325 dan Pasal 326 terhadap kesesuaian barang pengganti sesuai dengan yang tertuang dalam perjanjian tukar menukar. (3) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana tersebut pada ayat (2), menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuian spesifikasi dan/atau jumlah barang pengganti dengan perjanjian tukar menukar, mitra tukar menukar berkewajiban melengkapi/memperbaiki ketidaksesuai tersebut. (4) Dalam hal kewajiban mitra tukar menukar untuk melengkapi/memperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dapat dipenuhi, maka mitra tukar menukar berkewajiban untuk menyetorkan selisih nilai barang milik daerah dengan barang pengganti ke rekening Kas Umum Daerah. (5) Bupati membentuk Tim untuk melakukan penelitian kelengkapan dokumen barang pengganti, antara lain bukti kepemilikan, serta menyiapkan Berita Acara Serah Terima untuk ditandatangani oleh Pengelola Barang dan mitra tukar menukar. Pasal 389 (1) Berdasarkan perjanjian Tukar Menukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 387 ayat (5), Pengelola Barang melakukan serah terima barang, yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (2) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah yang dilepas dari daftar barang Pengelola kepada Bupati serta Pengelola Barang mencatat dan mengajukan permohonan penetapan status penggunaan terhadap barang pengganti sebagai barang milik daerah. 134 Pasal 390 (1) Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan pada permohonan dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 384 huruf b, diawali dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai data pendukung berupa: a. rincian peruntukan; b. jenis/spesifikasi; c. lokasi/data teknis; d. perkiraan nilai barang pengganti; dan e. hal lain yang diperlukan. (3) Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan pada kebutuhan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385 sampai dengan Pasal 389 berlaku mutatis mutandis pada Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan pada permohonan dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 376 ayat (4). Paragraf Ketiga Tata Cara Pelaksanaan Tukar Menukar Pada Pengguna Barang Pasal 391 (1) Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan tukar menukar kepada Bupati melalui Pengelola Barang, dengan disertai: a. penjelasan/pertimbangan tukar menukar; b. surat pernyataan atas perlunya dilaksanakan tukar menukar yang ditandatangani oleh Pengguna Barang; c. peraturan daerah mengenai tata ruang wilayah atau penataan kota; d. data administratif barang milik daerah yang dilepas; dan e. rincian rencana kebutuhan barang pengganti. (2) Data administratif barang milik daerah yang dilepas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, diantaranya: a. status penggunaan dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah, luas, kode barang, kode register, nama barang, dan nilai perolehan, untuk barang milik daerah berupa tanah; b. tahun pembuatan, kode barang, kode register, nama barang, konstruksi bangunan, luas, status kepemilikan, nilai perolehan, dan nilai buku, untuk barang milik daerah berupa bangunan; dan c. tahun perolehan, kode barang, kode register, nama barang, jumlah, nilai perolehan, nilai buku, kondisi barang, dan bukti kepemilikan kendaraan, untuk barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan. (3) Rincian rencana kebutuhan barang pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi: a. luas dan lokasi yang peruntukannya sesuai dengan tata ruang wilayah, untuk barang milik daerah berupa tanah; b. jenis, luas, dan rencana konstruksi bangunan, serta sarana dan prasarana penunjang, untuk barang milik daerah berupa bangunan; dan/atau c. jumlah, jenis barang, kondisi barang dan spesifikasi barang untuk barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan. 135 (4) Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385 sampai dengan Pasal 389 ayat (1), berlaku mutatis mutandis pada pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah pada Pengguna Barang. (5) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima, Pengguna Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah yang dilepas dari Daftar Barang Pengguna kepada Pengelola Barang serta Pengguna Barang mencatat dan mengajukan permohonan penetapan status penggunaan terhadap barang pengganti sebagai barang milik daerah. Paragraf Keempat Perjanjian dan Berita Acara Serah Terima Pasal 392 (1) Tukar menukar dituangkan dalam perjanjian. (2) Perjanjian sekurang-kurangnya memuat: a. identitas pihak; b. jenis dan nilai barang milik daerah; c. spesifikasi barang pengganti; d. klausal bahwa dokumen kepemilikan barang pengganti diatasnamakan pemerintah daerah; e. jangka waktu penyerahan objek tukar menukar; f. hak dan kewajiban para pihak; g. ketentuan dalam hal terjadi kahar (force majeure); h. sanksi; dan i. penyelesaian perselisihan. (3) Perjanjian tukar menukar ditandatangani oleh mitra tukar menukar dengan Bupati. Pasal 393 (1) Penyerahan barang milik daerah dan barang pengganti dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 389 ayat (1) . (2) Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditandatangani oleh mitra tukar menukar dan Pengelola Barang. (3) Penandatanganan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah tanggal penandatanganan perjanjian tukar menukar untuk barang pengganti yang telah siap digunakan pada tanggal perjanjian tukar menukar ditandatangani. (4) Penandatanganan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan paling lama 2 (dua) tahun setelah tanggal penandatanganan perjanjian tukar menukar untuk barang pengganti yang belum siap digunakan pada tanggal perjanjian tukar menukar ditandatangani. (5) Penandatanganan Berita Acara Serah Terima hanya dapat dilakukan dalam hal mitra tukar menukar telah memenuhi seluruh ketentuan dan seluruh klausul yang tercantum dalam perjanjian tukar menukar. Pasal 394 Bupati berwenang membatalkan perjanjian Tukar Menukar secara sepihak dalam hal Berita Acara Serah Terima tidak ditandatangani sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 393 ayat (3) dan ayat (4). 136 Bagian Kelima Hibah Paragraf Kesatu Prinsip Umum Pasal 395 (1) Hibah barang milik daerah dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan: a. sosial; b. budaya; c. keagamaan; d. kemanusiaan; e. pendidikan yang bersifat non komersial; dan f. penyelenggaraan pemerintahan pusat/pemerintahan daerah. (2) Penyelenggaraan pemerintahan pusat/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, termasuk hubungan antar negara, hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hubungan antara pemerintah daerah dengan masyarakat/lembaga internasional, dan pelaksanaan kegiatan yang menunjang penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Pasal 396 (1) Barang milik daerah dapat dihibahkan apabila memenuhi persyaratan: a. bukan merupakan barang rahasia negara; b. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; atau c. tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah. (2) Segala biaya yang dikeluarkan dalam proses pelaksanaan hibah ditanggung sepenuhnya oleh pihak penerima hibah. Pasal 397 (1) Barang milik daerah yang dihibahkan wajib digunakan sebagaimana ketentuan yang ditetapkan dalam naskah hibah. (2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Pengelola Barang. Pasal 398 (1) Pihak yang dapat menerima hibah sebagai berikut: a. lembaga sosial, lembaga budaya, lembaga keagamaan, lembaga kemanusiaan, atau lembaga pendidikan yang bersifat non komersial berdasarkan akta pendirian, anggaran dasar/rumah tangga, atau pernyataan tertulis dari instansi teknis yang kompeten bahwa lembaga yang bersangkutan adalah lembaga yang memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. pemerintah pusat; c. pemerintah daerah lainnya; d. pemerintah desa; e. perorangan atau masyarakat yang terkena bencana alam dengan kriteria masyarakat berpeng hasilan rendah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau 137 f. pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemberian hibah kepada pemerintah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan dalam hal: a. Barang milik daerah berskala lokal yang ada di desa dapat dihibahkan kepemilikannya kepada desa; dan b. Barang milik desa yang telah diambil dari desa, oleh pemerintah daerah kabupaten dikembalikan kepada desa, kecuali yang sudah digunakan untuk fasilitas umum. Pasal 399 (1) Hibah dapat berupa: a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Bupati; b. tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang; dan c. selain tanah dan/atau bangunan. (2) Tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan sesuai yang tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran. (3) Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi: a. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya untuk dihibahkan; dan b. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang lebih optimal apabila dihibahkan. (4) Penetapan barang milik daerah yang akan dihibahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Bupati. Paragraf Kedua Tata Cara Hibah Barang Milik Daerah Pada Pengelola Barang Pasal 400 Pelaksanaan hibah barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang dilakukan berdasarkan: a. inisiatif Bupati; atau b. permohonan dari pihak yang dapat menerima Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 398. Pasal 401 (1) Pelaksanaan hibah barang milik daerah pada Pengelola Barang yang didasarkan pada inisiatif Bupati sebagaimana dimaksud Pasal dalam 400 huruf a, diawali dengan pembentukan Tim oleh Bupati untuk melakukan penelitian. (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penelitian data administratif; dan b. penelitian fisik. (3) penelitian data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilakukan untuk meneliti: a. status dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah, luas, kode barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, dan peruntukan, untuk data barang milik daerah berupa tanah; 138 b. tahun pembuatan, konstruksi, luas, kode barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan status kepemilikan untuk data barang milik daerah berupa bangunan; c. tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, kode barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan jumlah untuk data barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan; dan d. data calon penerima hibah. (4) Dalam melakukan penelitian terhadap data calon penerima hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, Tim dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang dan berkompeten mengenai kesesuaian data calon penerima hibah. (5) Penelitian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan dihibahkan dengan data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (6) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), dituangkan dalam berita acara penelitian. (7) Tim menyampaikan berita acara hasil penelitian kepada Bupati untuk menetapkan barang milik daerah menjadi objek hibah. (8) Dalam hal berdasarkan berita acara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Hibah dapat dilaksanakan, Bupati melalui Pengelola Barang meminta surat pernyataan kesediaan menerima hibah kepada calon penerima hibah. Pasal 402 (1) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada Bupati. (2) Dalam hal hibah memerlukan persetujuan DPRD, Bupati terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada DPRD. (3) Apabila permohonan hibah disetujui oleh Bupati sebagaimana dimaksud ayat pada (1) atau disetujui oleh DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati menetapkan keputusan pelaksanaan hibah paling rendah memuat: a. penerima hibah; b. objek hibah; c. nilai perolehan dan nilai buku terhadap barang yang dapat dilakukan penyusutan, untuk tanah dan/atau bangunan; d. nilai perolehan dan nilai buku terhadap barang yang dapat dilakukan penyusutan, untuk selain tanah dan/atau bangunan; dan e. peruntukan hibah. Pasal 403 (1) Berdasarkan Keputusan pelaksanaan Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 402 ayat (3), Bupati dan pihak penerima hibah menandatangani naskah hibah. (2) Naskah hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sekurangkurangnya: a. identitas para pihak; b. jenis dan nilai barang yang dilakukan hibah; c. tujuan dan peruntukan hibah; d. hak dan kewajiban para pihak; 139 e. klausul beralihnya tanggung jawab dan kewajiban kepada pihak penerima hibah; dan f. penyelesaian perselisihan. (3) Berdasarkan naskah hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengelola Barang melakukan serah terima barang milik daerah kepada penerima hibah yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (4) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah yang telah dihibahkan. Pasal 404 (1) Pelaksanaan hibah barang milik daerah pada pengelola barang yang didasarkan pada permohonan dari pihak yang dapat menerima hibah sebagaimana dimaksud Pasal 400 huruf b, diawali dengan penyampaian permohonan oleh pihak pemohon kepada Bupati. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. data pemohon; b. alasan permohonan; c. peruntukan hibah; d. jenis/spesifikasi/nama barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihibahkan; e. jumlah/luas/volume barang milik daerah yang di mohonkan untuk dihibahkan; f. lokasi/data teknis; dan g. surat pernyataan kesediaan menerima hibah. Pasal 405 (1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 404 ayat (1), Bupati membentuk Tim untuk melakukan penelitian. (2) Tata cara penelitian sampai dengan pelaksanaan serah terima pada pelaksanaan hibah yang didasarkan pada inisiatif Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 401 sampai dengan Pasal 403 berlaku mutatis mutandis terhadap tata cara penelitian sampai dengan pelaksanaan serah terima pada pelaksanaan hibah yang didasarkan pada permohonan pihak pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 404. (3) Apabila permohonan hibah tidak disetujui, Bupati melalui Pengelola Barang memberitahukan kepada pihak yang mengajukan permohonan hibah, disertai dengan alasannya. Paragraf Ketiga Tata Cara Pelaksanaan Hibah Barang Milik Daerah Pada Pengguna Barang Pasal 406 (1) Pelaksanaan hibah barang milik daerah pada Pengguna Barang diawali dengan pembentukan Tim Internal pada SKPD oleh Pengguna Barang untuk melakukan penelitian. (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penelitian data administratif; dan b. penelitian fisik. 140 (3) Penelitian data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilakukan untuk meneliti: a. status dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah, luas, kode barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, dan peruntukan, untuk data barang milik daerah berupa tanah; b. tahun pembuatan, konstruksi, luas, kode barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan status kepemilikan untuk data barang milik daerah berupa bangunan; c. tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, kode barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan jumlah untuk data barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan; dan d. data calon penerima Hibah. (4) Penelitian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan dihibahkan dengan data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dituangkan dalam berita acara penelitian dan selanjutnya disampaikan Tim kepada Pengguna Barang. (6) Berdasarkan berita acara hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pengguna Barang mengajukan permohonan hibah kepada Pengelola Barang yang memuat: a. data calon penerima hibah; b. alasan untuk menghibahkan; c. data dan dokumen atas tanah dan/atau bangunan; d. peruntukan hibah; e. tahun perolehan; f. status dan bukti kepemilikan; g. nilai perolehan; h. jenis/spesifikasi barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihibahkan; dan i. lokasi. (7) Penyampaian surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), disertai dengan surat pernyataan kesediaan menerima hibah. Pasal 407 Tata cara penelitian barang milik daerah yang akan dihibahkan yang berada pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 401 berlaku mutatis mutandis terhadap tata cara penelitian atas permohonan yang diajukan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 406. Pasal 408 (1) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada Bupati. (2) Dalam hal hibah memerlukan persetujuan DPRD, Bupati terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada DPRD. (3) Apabila permohonan Hibah disetujui oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau disetujui DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati menetapkan pelaksanaan hibah, yang sekurang-kurangnya memuat: a. penerima hibah; 141 b. objek hibah; c. nilai perolehan dan nilai buku terhadap barang yang dapat dilakukan penyusutan, untuk tanah dan/atau bangunan; d. nilai perolehan dan nilai buku terhadap barang yang dapat dilakukan penyusutan, untuk selain tanah dan/atau bangunan; dan e. peruntukan hibah. (4) Apabila permohonan Hibah tidak disetujui, Bupati melalui Pengelola Barang menerbitkan surat penolakan kepada Pengguna Barang yang mengajukan permohonan disertai dengan alasannya. (5) Berdasarkan penetapan pelaksanaan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang dan pihak penerima hibah menandatangani naskah hibah. (6) Naskah hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), memuat sekurangkurangnya: a. identitas para pihak; b. jenis dan nilai barang yang dilakukan hibah; c. tujuan dan peruntukan hibah; d. hak dan kewajiban para pihak; e. klausul beralihnya tanggung jawab dan kewajiban kepada pihak penerima hibah; dan f. penyelesaian perselisihan. (7) Berdasarkan naskah hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pengelola Barang melakukan serah terima barang milik daerah kepada penerima hibah yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (8) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pengguna Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah yang telah dihibahkan. Pasal 409 Pelaksanaan hibah barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaanya direncanakan untuk dihibahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 399 ayat (2) dan ayat (3) huruf a, mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian Keenam Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Paragraf Kesatu Prinsip Umum Pasal 410 (1) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan, dan peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Penyertaan modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Barang milik daerah yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara dalam rangka penugasan pemerintah; atau 142 b. Barang milik daerah lebih optimal apabila dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk. (3) Penyertaan modal pemerintah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (4) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang telah disertakan dalam penyertaan modal pemerintah daerah kepada Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara menjadi kekayaan yang dipisahkan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 411 (1) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah dapat berupa: a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan Bupati; b. tanah dan/atau bangunan pada Pengguna Barang; atau c. selain tanah dan/atau bangunan. (2) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati sesuai batas kewenangannya. Pasal 412 (1) Penetapan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 411 ayat (1) huruf a, dilakukan oleh Bupati sesuai batas kewenangannya. (2) Tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 411 ayat (1) huruf b, antara lain tanah dan/atau bangunan yang sejak awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran, yaitu Dokumen Pelaksanaan Anggaran . (3) Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 411 ayat (1) huruf c, antara lain meliputi: a. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah; dan b. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang lebih optimal untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah. Pasal 413 Penyertaan modal pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan analisa kelayakan investasi mengenai penyertaan modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 143 Paragraf Kedua Tata Cara Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Atas Barang Milik Daerah pada Pengelola Barang Pasal 414 (1) Pengelola Barang melaksanakan penilaian dengan menugaskan: a. Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 325, untuk tanah dan/atau bangunan yang akan dijadikan objek penyertaan modal; dan b. Tim yang ditetapkan oleh Bupati dan dapat melibatkan Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 326, untuk selain tanah dan/atau bangunan yang akan dijadikan objek penyertaan modal. (2) Pengelola Barang menyampaikan hasil penilaian kepada Bupati. (3) Bupati membentuk Tim untuk melakukan penelitian terhadap: a. hasil analisis kelayakan investasi yang dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; b. data administratif, diantaranya: tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, kode barang, kode register, nama barang, dan nilai perolehan atau nilai buku; dan c. kesesuaian tujuan penyertaan modal pemerintah daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 410. (4) Tim melakukan kajian bersama dengan calon penerima penyertaan modal pemerintah daerah dan/atau SKPD terkait, yang dituangkan dalam dokumen hasil kajian. (5) Apabila berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penyertaan modal pemerintah daerah layak dilaksanakan, maka calon penerima penyertaan modal pemerintah daerah menyampaikan surat pernyataan kesediaan menerima penyertaan modal pemerintah daerah yang berasal dari barang milik daerah. (6) Tim menyampaikan dokumen hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan surat pernyataan kesediaan menerima penyertaan modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kepada Bupati. Pasal 415 (1) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan penyertaan modal pemerintah daerah kepada Bupati. (2) Dalam hal penyertaan modal pemerintah daerah memerlukan persetujuan DPRD, Bupati terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan kepada DPRD. (3) Apabila permohonan tidak disetujui oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau tidak disetujui oleh DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati melalui Pengelola Barang memberitahukan pada calon penerima penyertaan modal disertai dengan alasan. (4) Apabila permohonan penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah disetujui oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau disetujui oleh DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati menetapkan keputusan atas barang milik daerah yang akan disertakan sebagai penyertaan modal. (5) Pengelola Barang menyiapkan rancangan Peraturan Daerah tentang penyertaan modal pemerintah daerah dengan melibatkan SKPD terkait. (6) Rancangan Peraturan Daerah tentang penyertaan modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada DPRD untuk dilakukan pembahasan bersama dan selanjutnya ditetapkan sebagai Peraturan Daerah tentang penyertaan modal. 144 Pasal 416 (1) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 415 ayat (6), Pengelola Barang melaksanakan penyertaan modal pemerintah daerah berpedoman pada keputusan Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 415 ayat (4). (2) Berdasarkan peraturan daerah dan keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang melakukan serah terima dengan penerima Penyertaan Modal Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. Pasal 417 Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 416 ayat (2), Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah yang telah dijadikan penyertaan modal pemerintah daerah. Paragraf Ketiga Tata Cara Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Atas Barang Milik Daerah Pada Pengguna Barang Pasal 418 (1) Penyertaan modal pemerintah daerah yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dijadikan sebagai penyertaan modal pemerintah daerah, maka Pengguna Barang melalui Pengelola Barang mengajukan usul kepada Bupati disertai pertimbangan dan kelengkapan data berupa: a. data administratif, antara lain: 1. dokumen anggaran dan/atau dokumen perencanaannya; 2. nilai realisasi pelaksanaan anggaran; dan 3. keputusan penetapan status penggunaan. b. dokumen hasil analisis kelayakan investasi mengenai penyertaan modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyertaan modal pemerintah daerah yang diarahkan untuk optimalisasi barang milik daerah, maka pengajuan usul oleh Pengguna Barang melalui Pengelola Barang kepada Bupati disertai pertimbangan dan kelengkapan data berupa: a. data administratif, antara lain tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, kode barang, kode register, nama barang, dan nilai perolehan atau nilai buku; b. dokumen hasil analisa kelayakan investasi mengenai penyertaan modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Tata cara penyertaan modal pemerintah daerah mengenai penilaian sampai dengan serah terima barang yang disertakan sebagai penyertaan modal pemerintah daerah yang berada pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 sampai dengan Pasal 416, berlaku mutatis mutandis pada penilaian sampai dengan serah terima barang yang akan disertakan sebagai penyertaan modal pemerintah daerah yang berada pada pengguna barang. Pasal 419 Berdasarkan Berita Acara Serah Terima Pengguna Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah yang telah dijadikan penyertaan modal pemerintah daerah. 145 BAB XI PEMUSNAHAN Bagian Kesatu Prinsip Umum Pasal 420 Pemusnahan barang milik daerah dilakukan apabila: a. tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat dipindahtangankan; atau b. terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 421 (1) Pemusnahan dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Bupati, untuk barang milik daerah pada Pengguna Barang. (2) Pemusnahan dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati, untuk barang milik daerah pada Pengelola Barang. (3) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), dituangkan dalam berita acara dan dilaporkan kepada Bupati. Pasal 422 Pemusnahan dilakukan dengan cara: a. dibakar; b. dihancurkan; c. ditimbun; d. ditenggelamkan; atau e. cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Tata Cara Pemusnahan Pada Pengguna Barang Pasal 423 (1) Pengajuan permohonan pemusnahan barang milik daerah dilakukan oleh Pengguna Barang kepada Bupati. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. pertimbangan dan alasan pemusnahan; dan b. data barang milik daerah yang diusulkan pemusnahan. (3) Data barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, antara lain meliputi: a. kode barang; b. kode register; c. nama barang; d. tahun perolehan; e. spesifikasi barang; f. kondisi barang; g. jumlah barang; h. bukti kepemilikan untuk barang milik daerah yang harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan; 146 i. nilai perolehan; dan j. nilai buku untuk barang milik daerah yang dapat dilakukan penyusutan. (4) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dokumen pendukung berupa: a. surat pernyataan dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang yang sekurang-kurangnya memuat: 1. identitas Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang; dan 2. pernyataan bahwa barang milik daerah tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat dipindahtangankan atau alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. fotokopi bukti kepemilikan, untuk barang milik daerah yang harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan; c. kartu identitas barang, untuk barang milik daerah yang harus dilengkapi dengan kartu identitas barang; dan d. foto barang milik daerah yang diusulkan pemusnahan. Pasal 424 (1) Pengelola Barang melakukan penelitian terhadap permohonan usulan Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 423. (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. penelitian kelayakan pertimbangan dan alasan permohonan pemusnahan barang milik daerah; b. penelitian data administratif; dan c. penelitian fisik. (3) Penelitian data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan untuk meneliti antara lain: a. kode barang; b. kode register; c. nama barang; d. tahun perolehan; e. spesifikasi barang; f. kondisi barang; g. jumlah barang; h. bukti kepemilikan untuk barang milik daerah yang harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan; i. nilai perolehan; dan/atau j. nilai buku, untuk barang milik daerah yang dapat dilakukan penyusutan. (4) Penelitian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan dimusnahkan dengan data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Pengelola Barang menyampaikan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2,) kepada Bupati sebagai bahan pertimbangan persetujuan pemusnahan barang milik daerah. Pasal 425 (1) Apabila permohonan pemusnahan barang milik daerah tidak disetujui, Bupati memberitahukan kepada Pengguna Barang melalui Pengelola Barang yang mengajukan permohonan disertai dengan alasan. 147 (2) Apabila permohonan pemusnahan barang milik daerah disetujui, Bupati menerbitkan surat persetujuan pemusnahan barang milik daerah. (3) Surat persetujuan pemusnahan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit memuat: a. data barang milik daerah yang disetujui untuk dimusnahkan, yang sekurang-kurangnya meliputi kode barang, kode register, nama barang, tahun perolehan, spesifikasi barang, kondisi barang, jumlah barang, nilai perolehan, dan nilai buku untuk barang milik daerah yang dapat dilakukan penyusutan; dan b. kewajiban Pengguna Barang untuk melaporkan pelaksanaan Pemusnahan kepada Bupati. Pasal 426 (1) Berdasarkan surat persetujuan pemusnahan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 425 ayat (2), Pengguna Barang melakukan pemusnahan barang milik daerah. (2) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan dan dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan surat persetujuan pemusnahan barang milik daerah oleh Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 425 ayat (2). (3) Berdasarkan Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengguna Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah. BagianKetiga Tata Cara Pemusnahan Pada Pengelola Barang Pasal 427 (1) Pengajuan permohonan pemusnahan barang milik daerah dilakukan oleh Pengelola Barang kepada Bupati. (2) Muatan materi surat permohonan pemusnahan pada Pengguna Barang serta kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 423 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berlaku mutatis mutandis terhadap muatan materi surat permohonan pemusnahan dan serta kelengkapan dokumen dukung pada Pengelola Barang. Pasal 428 (1) Bupati melakukan penelitian terhadap permohonan usulan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 427. (2) Tata cara penelitian terhadap permohonan pemusnahan barang milik daerah pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 424 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), berlaku mutatis mutandis terhadap tata cara penelitian terhadap permohonan pemusnahan barang milik daerah pada Pengelola Barang. (3) Apabila permohonan pemusnahan barang milik daerah tidak disetujui, Bupati memberitahukan kepada Pengelola Barang disertai dengan alasan. (4) Apabila permohonan pemusnahan barang milik daerah disetujui, Bupati menerbitkan surat persetujuan pemusnahan barang milik daerah. 148 (5) Surat persetujuan pemusnahan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), paling sedikit memuat: a. data barang milik daerah yang disetujui untuk dimusnahkan, yang sekurang-kurangnya meliputi kode barang, kode register, nama barang, tahun perolehan, spesifikasi barang, kondisi barang, jumlah barang, nilai perolehan, dan nilai buku untuk barang milik daerah yang dapat dilakukan penyusutan; dan b. kewajiban Pengelola Barang untuk melaporkan pelaksanaan pemusnahan kepada Bupati. Pasal 429 (1) Berdasarkan persetujuan pemusnahan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 428 ayat (4), Pengelola Barang melakukan pemusnahan barang milik daerah. (2) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam berita acara pemusnahan dan dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal persetujuan pemusnahan barang milik daerah dari Bupati. (3) Berdasarkan berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah. BAB XII PENGHAPUSAN Bagian Kesatu Prinsip Umum Pasal 430 Penghapusan barang milik daerah meliputi: a. penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna; b. penghapusan dari Daftar Barang Pengelola; dan c. penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah. Pasal 431 (1) Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 430 huruf a, dilakukan dalam hal barang milik daerah sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang. (2) Penghapusan dari Daftar Barang Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 430 huruf b, dilakukan dalam hal barang milik daerah sudah tidak berada dalam penguasaan Pengelola Barang. (3) Penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 430 huruf c, dilakukan dalam hal terjadi penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disebabkan karena: a. pemindahtanganan atas barang milik daerah; b. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya; c. menjalankan ketentuan undang-undang; 149 d. pemusnahan; atau e. sebab lain. Pasal 432 (1) Barang milik daerah sudah tidak berada dalam penguasaan Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang disebabkan karena: a. penyerahan barang milik daerah; b. pengalihan status penggunaan barang milik daerah; c. pemindahtanganan atas barang milik daerah; d. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya; e. menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. pemusnahan; atau g. sebab lain. (2) Sebab lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, merupakan sebab-sebab yang secara normal dipertimbangkan wajar menjadi penyebab penghapusan, seperti, hilang karena pencurian, terbakar, susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, mati, dan sebagai akibat dari keadaan kahar (force majeure). Pasal 433 (1) Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1), untuk barang milik daerah pada Pengguna Barang dilakukan dengan menerbitkan keputusan penghapusan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati. (2) Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1), untuk barang milik daerah pada Pengelola Barang dilakukan dengan menerbitkan keputusan penghapusan oleh Bupati. (3) Dikecualikan dari ketentuan mendapat persetujuan penghapusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk barang milik daerah yang dihapuskan karena: a. pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 sampai dengan Pasal 60; b. pemindahtanganan; atau c. pemusnahan. (4) Bupati dapat mendelegasikan persetujuan penghapusan barang milik daerah berupa barang persediaan kepada Pengelola Barang untuk Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna. (5) Pelaksanaan atas penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4), dilaporkan kepada Bupati. Bagian Kedua Pelaksanaan Penghapusan Barang Milik Daerah Pada Pengguna Barang Dan/Atau Kuasa Pengguna Barang Pasal 434 (1) Penghapusan karena penyerahan barang milik daerah kepada Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf a, dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. (2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah Pengelola Barang menerbitkan keputusan penghapusan barang milik daerah. 150 (3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 1 (satu) bulan diterbitkan oleh Pengelola Barang sejak tanggal Berita Acara Serah Terima penyerahan kepada Bupati. (4) Pengguna Barang melaporkan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati, dengan melampirkan: a. keputusan penghapusan; dan b. Berita Acara Serah Terima penyerahan kepada Bupati. (5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang melakukan penyesuaian pencatatan barang milik daerah pada daftar barang milik daerah. Pasal 435 (1) Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagai akibat dari penyerahan barang milik daerah kepada Bupati harus dicantumkan dalam Laporan Semesteran dan Laporan Tahunan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang. (2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari penyerahan barang milik daerah dari Pengguna Barang kepada Bupati harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan. Pasal 436 (1) Penghapusan karena pengalihan status penggunaan barang milik daerah kepada Pengguna Barang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf b, dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. (2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah Pengelola Barang menerbitkan keputusan penghapusan barang milik daerah. (3) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 1 (satu) bulan diterbitkan oleh Pengelola Barang sejak tanggal Berita Acara Serah Terima pengalihan status penggunaan barang milik daerah. (4) Pengguna Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati dengan melampirkan: a. keputusan penghapusan; dan b. Berita Acara Serah Terima pengalihan status penggunaan barang milik daerah. (5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang melakukan penyesuaian pencatatan barang milik daerah pada daftar barang milik daerah. Pasal 437 (1) Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagai akibat dari pengalihan status penggunaan barang milik daerah harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang. (2) Perubahan daftar barang milik daerah sebagai akibat dari pengalihan status penggunaan barang milik daerah harus dicantumkan dalam laporan barang milik daerah semesteran dan laporan tahunan. 151 Pasal 438 (1) Penghapusan karena pemindahtanganan atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf c, dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang (2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah Pengelola Barang menerbitkan keputusan penghapusan barang milik daerah. (3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 1 (satu) bulan diterbitkan oleh Pengelola Barang sejak tanggal Berita Acara Serah Terima. (4) Keputusan penghapusan barang milik daerah karena pemindahtanganan atas barang milik daerah disampaikan kepada Pengguna Barang disertai dengan: a. Risalah Lelang dan Berita Acara Serah Terima, dalam hal pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk penjualan secara lelang; b. Berita Acara Serah Terima, dalam hal pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk penjualan tanpa lelang, tukar menukar, dan penyertaan modal pemerintah daerah; dan c. Berita Acara Serah Terima dan naskah hibah, dalam hal pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk hibah. (5) Pengguna Barang menyampaikan laporan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepada Bupati dengan melampirkan: a. Keputusan Penghapusan; dan b. Berita Acara Serah Terima, Risalah Lelang, dan Naskah Hibah. (6) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang menghapus barang milik daerah dari Daftar Barang Milik Daerah. Pasal 439 (1) Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagai akibat dari penghapusan karena pemindahtanganan harus dicantumkan dalam laporan barang Pengguna/laporan barang Kuasa Pengguna semesteran dan tahunan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang. (2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari penghapusan karena pemindahtanganan harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan. Pasal 440 (1) Penghapusan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf d, dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. (2) Pengguna Barang mengajukan permohonan penghapusan barang milik daerah kepada Pengelola Barang paling sedikit memuat: a. pertimbangan dan alasan penghapusan; dan b. data barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihapuskan, diantaranya meliputi tahun perolehan, kode barang, kode register, nama barang, jenis, identitas, kondisi, lokasi, nilai buku, dan/atau nilai perolehan. 152 (3) Permohonan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit dilengkapi dengan: a. salinan/fotokopi putusan pengadilan yang telah dilegalisasi/disahkan oleh pejabat berwenang; dan b. fotokopi dokumen kepemilikan atau dokumen yang setara. (4) Pengelola Barang melakukan penelitian terhadap permohonan penghapusan barang milik daerah dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), yang meliputi: a. penelitian data dan dokumen barang milik daerah; b. penelitian terhadap isi putusan pengadilan terkait barang milik daerah sebagai objek putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya; dan c. penelitian lapangan (on site visit), jika diperlukan. (6) Penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c, dilakukan untuk memastikan kesesuaian antara barang milik daerah yang menjadi objek putusan pengadilan dengan barang milik daerah yang menjadi objek permohonan penghapusan. (7) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada Bupati. Pasal 441 (1) Apabila permohonan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 440 ayat (2) tidak disetujui, Bupati melalui Pengelola Barang memberitahukan pada Pengguna Barang disertai dengan alasan. (2) Apabila permohonan penghapusan barang milik daerah disetujui, Bupati menerbitkan surat persetujuan penghapusan barang milik daerah. (3) Surat persetujuan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat data barang milik daerah yang disetujui untuk dihapuskan, diantaranya meliputi: a. kode barang; b. kode register; c. nama barang; d. tahun perolehan; e. spesifikasi/identitas teknis; f. kondisi barang; g. jumlah; h. nilai perolehan; i. nilai buku untuk barang milik daerah yang dapat dilakukan penyusutan; dan j. kewajiban Pengguna Barang untuk melaporkan pelaksanaan Penghapusan kepada Bupati melalui Pengelola Barang. Pasal 442 (1) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 421 ayat (2), Pengelola Barang menerbitkan keputusan penghapusan barang. (2) Keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melakukan penghapusan barang milik daerah dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna. 153 (3) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 1 (satu) bulan diterbitkan oleh Pengelola Barang sejak tanggal persetujuan penghapusan barang milik daerah dari Bupati. (4) Pengguna Barang melaporkan penghapusan kepada Bupati dengan melampirkan keputusan penghapusan barang milik daerah. (5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang menghapuskan barang milik daerah dari Daftar Barang Milik Daerah. Pasal 443 Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 440, Pasal 441 dan Pasal 442, hanya dilakukan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya. Pasal 444 (1) Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagai akibat dari putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang. (2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan. Pasal 445 (1) Penghapusan karena melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf e, diawali dengan pengajuan permohonan penghapusan barang milik daerah oleh Pengguna Barang kepada Bupati melalui Pengelola Barang. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. pertimbangan dan alasan penghapusan; dan b. data barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihapuskan, yang sekurang-kurangnya meliputi tahun perolehan, kode barang, kode register, nama barang, jenis, identitas, kondisi, lokasi, nilai buku, dan/atau nilai perolehan. (3) Pengelola Barang melakukan penelitian terhadap permohonan penghapusan barang milik daerah dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada Bupati. Pasal 446 (1) Apabila Bupati menyetujui permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 445 ayat (4), Bupati menerbitkan surat persetujuan penghapusan. 154 (2) Surat persetujuan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. data barang milik daerah yang disetujui untuk dihapuskan, yang sekurang-kurangnya meliputi tahun perolehan, kode barang, kode register, nama barang, spesifikasi/identitas teknis, jenis, kondisi, jumlah, nilai buku, dan/atau nilai perolehan; dan b. kewajiban Pengguna Barang untuk melaporkan pelaksanaan penghapusan kepada Bupati. (3) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna Barang melakukan penghapusan barang milik daerah dari Daftar Pengguna Barang dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna dengan berdasarkan keputusan penghapusan Pengelola Barang. (4) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diterbitkan paling lama 1 (satu)bulan oleh Pengelola Barang sejak tanggal persetujuan Bupati. Pasal 447 (1) Pengguna Barang melaporkan penghapusan barang milik daerah kepada Bupati, dengan melampirkan keputusan penghapusan yang dikeluarkan oleh Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 446 ayat (4). (2) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 446 ayat (4), Pengelola Barang menghapuskan barang milik daerah dari Daftar Barang Milik Daerah. Pasal 448 (1) Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagai akibat dari melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang. (2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan. Pasal 449 (1) Penghapusan barang milik daerah karena pemusnahan pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf f, dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. (2) Penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah Pengelola Barang menerbitkan keputusan penghapusan barang milik daerah. (3) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diterbitkan oleh Pengelola Barang paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal berita acara pemusnahan. (4) Pengguna Barang menyampaikan laporan penghapusan disampaikan kepada Bupati dengan melampirkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang menghapuskan barang milik daerah pada Daftar Barang Milik Daerah. 155 Pasal 450 (1) Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagai akibat dari pemusnahan harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan pengguna barang atau kuasa pengguna barang. (2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari pemusnahan harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan. Pasal 452 (1) Penghapusan karena sebab lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf g, dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. (2) Pengguna Barang mengajukan permohonan penghapusan barang milik daerah kepada Bupati melalui Pengelola Barang yang sedikitnya memuat: a. pertimbangan dan alasan penghapusan; dan b. data barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihapuskan, diantaranya meliputi tahun perolehan, kode barang, kode register, nama barang, jenis, identitas, kondisi, lokasi, nilai buku, dan/atau nilai perolehan. (3) Permohonan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diajukan karena alasan: a. hilang karena kecurian; b. terbakar, susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, mati untuk hewan/ikan/tanaman; atau c. keadaan kahar (force majeure). Pasal 452 (1) Permohonan penghapusan barang milik daerah dengan alasan hilang karena kecurian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 451 ayat (3) huruf a, harus dilengkapi: a. surat keterangan dari Kepolisian; dan b. surat keterangan dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang paling sedikit memuat: 1. identitas Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang; 2. pernyataan mengenai atas kebenaran permohonan dan barang milik daerah tersebut hilang karena kecurian serta tidak dapat diketemukan; dan 3. pernyataan apabila di kemudian hari ditemukan bukti bahwa penghapusan barang milik daerah dimaksud diakibatkan adanya unsur kelalaian dan/atau kesengajaan dari Pejabat yang menggunakan/penanggung jawab barang milik daerah/Pengurus Barang tersebut, maka tidak menutup kemungkinan kepada yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Permohonan penghapusan barang milik daerah dengan alasan terbakar, susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, mati untuk hewan/ikan/tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 451 ayat (3) huruf b, harus dilengkapi: a. identitas Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang; 156 b. pernyataan dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang mengenai kebenaran permohonan yang diajukan; c. pernyataan dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang bahwa barang milik daerah telah terbakar, susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, mati untuk hewan/ikan/tanaman; dan d. surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dilampiri hasil laporan pemeriksaan/penelitian. (3) Permohonan penghapusan barang milik daerah dengan alasan keadaan kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 451 ayat (3) huruf c, harus dilengkapi: a. surat keterangan dari instansi yang berwenang: 1. mengenai terjadi keadaan kahar (force majeure); atau 2. mengenai kondisi barang terkini karena keadaan kahar (force majeure). b. pernyataan bahwa barang milik daerah telah terkena keadaan kahar (force majeure) dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. Pasal 453 (1) Pengelola Barang melakukan penelitian terhadap permohonan penghapusan barang milik daerah dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 451 ayat (3). (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. penelitian kelayakan pertimbangan dan alasan permohonan penghapusan; b. penelitian data administratif sedikitnya terhadap kode barang, kode register, nama barang, tahun perolehan, spesifikasi/identitas barang milik daerah, penetapan status penggunaan, bukti kepemilikan untuk barang milik daerah yang harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan, nilai buku, dan/atau nilai perolehan; dan c. penelitian fisik untuk permohonan penghapusan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 451 ayat (3) huruf b dan huruf c, jika diperlukan. (3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada Bupati untuk penghapusan barang milik daerah karena sebab lain. Pasal 454 (1) Apabila permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 451 ayat (3) tidak disetujui, Bupati memberitahukan kepada Pengguna Barang melalui Pengelola Barang disertai dengan alasan. (2) Apabila permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 451 ayat (3) disetujui, Bupati menerbitkan surat persetujuan penghapusan barang milik daerah. (3) Surat persetujuan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat data barang milik daerah yang disetujui untuk dihapuskan, yang sekurang-kurangnya meliputi: a. kode barang; b. kode register; c. nama barang; d. tahun perolehan; e. spesifikasi/identitas teknis; f. kondisi barang ; g. jumlah; 157 h. nilai perolehan; i. nilai buku untuk barang milik daerah yang dapat dilakukan penyusutan; dan j. kewajiban Pengguna Barang untuk melaporkan pelaksanaan penghapusan kepada Bupati. (4) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang menetapkan keputusan penghapusan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal persetujuan. (5) Pengguna Barang melakukan penghapusan barang milik daerah dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna berdasarkan Keputusan Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Pasal 455 (1) Pengguna Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati dengan melampirkan keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 454 ayat (4). (2) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 454 ayat (4), Pengelola Barang menghapuskan barang milik daerah dari Daftar Barang Milik Daerah. (3) Perubahan Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagai akibat dari sebab lain harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang. (4) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari sebab lain harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan. Bagian Ketiga Pelaksanaan Penghapusan Barang Milik Daerah Pada Pengelola Barang Pasal 456 (1) Penghapusan karena penyerahan barang milik daerah kepada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf a, dilakukan oleh Pengelola Barang. (2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah Bupati menerbitkan keputusan penghapusan barang milik daerah. (3) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud ayat (2), paling lambat 1 (satu) bulan diterbitkan oleh Bupati sejak tanggal Berita Acara Serah Terima penyerahan kepada Pengguna Barang. (4) Pengelola Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati dengan melampirkan keputusan penghapusan dan Berita Acara Serah Terima penyerahan kepada Pengguna Barang sebagaiamana dimaksud pada ayat (3). (5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang melakukan penyesuaian pencatatan barang milik daerah pada Daftar Barang Milik Daerah. Pasal 457 (1) Perubahan Daftar Barang Pengelola sebagai akibat dari penyerahan barang milik daerah kepada Pengguna Barang harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan pengelola barang. 158 (2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari penyerahan barang milik daerah kepada Pengguna Barang harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan. Pasal 458 (1) Penghapusan karena pemindahtanganan atas barang milik daerah kepada Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf c, dilakukan oleh Pengelola Barang. (2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah Bupati menerbitkan keputusan penghapusan barang milik daerah. (3) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lambat 1 (satu) bulan diterbitkan oleh Bupati sejak tanggal Berita Acara Serah Terima. (4) Pengelola Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati dengan melampirkan keputusan penghapusan yang disertai dengan: a. Risalah Lelang dan Berita Acara Serah Terima, apabila pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk penjualan secara lelang; b. Berita Acara Serah Terima, apabila pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk penjualan tanpa lelang, tukar menukar dan penyertaan modal pemerintah daerah; dan c. Berita Acara Serah Terima dan naskah hibah, apabila pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk hibah. (5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang menghapuskan barang milik daerah dari Daftar Barang Milik Daerah. Pasal 459 (1) Perubahan Daftar Barang Pengelola sebagai akibat dari pemindahtanganan barang milik daerah harus dicantumkan dalam laporan barang semesteran dan tahunan Pengelola Barang. (2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari pemindahtanganan barang milik daerah harus dicantumkan dalam laporan barang milik daerah semesteran dan tahunan. Pasal 460 (1) Penghapusan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf d, dilakukan oleh Pengelola Barang. (2) Pengelola Barang mengajukan permohonan penghapusan kepada Bupati paling sedikit memuat: a. pertimbangan dan alasan penghapusan; dan b. data barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihapuskan, sekurang-kurangnya meliputi tahun perolehan, kode barang, kode register, nama barang, jenis, identitas, kondisi, lokasi, nilai buku, dan/atau nilai perolehan. (3) Permohonan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sekurang-kurangnya dilengkapi dengan: a. salinan/fotokopi putusan pengadilan yang telah dilegalisasi/disahkan oleh pejabat berwenang; dan b. fotokopi dokumen kepemilikan atau dokumen setara. 159 (4) Bupati melakukan penelitian terhadap permohonan penghapusan barang milik daerah dari Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi: a. penelitian data dan dokumen barang milik daerah; b. penelitian terhadap isi putusan pengadilan terkait barang milik daerah sebagai objek putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya; dan c. penelitian lapangan (on site visit) jika diperlukan, guna memastikan kesesuaian antara barang milik daerah yang menjadi objek putusan pengadilan dengan barang milik daerah yang menjadi objek permohonan penghapusan. (6) Dalam hal permohonan penghapusan barang milik daerah tidak disetujui, Bupati memberitahukan kepada Pengelola Barang disertai dengan alasan. (7) Dalam hal permohonan penghapusan barang milik daerah disetujui, Bupati menerbitkan surat persetujuan penghapusan barang milik daerah. (8) Surat persetujuan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling rendah memuat: a. data barang milik daerah yang disetujui untuk dihapuskan, paling sedikit meliputi kode barang, kode register, nama barang, tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, jenis, kondisi, jumlah, nilai buku, dan/atau nilai perolehan; dan b. kewajiban Pengelola Barang untuk melaporkan pelaksanaan penghapusan kepada Bupati. Pasal 461 (1) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 460 ayat (7), Bupati menerbitkan keputusan penghapusan barang. (2) Berdasarkan keputusan penghapusan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang melakukan penghapusan barang milik daerah dari Daftar Barang Pengelola. (3) Keputusan penghapusan barang milik daerah diterbitkan oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal persetujuan. (4) Pengelola Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati dengan melampirkan keputusan penghapusan barang milik daerah. (5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang menghapuskan barang milik daerah dari Daftar Barang Milik Daerah. Pasal 462 Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 460 dan Pasal 461 hanya dilakukan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya. Pasal 463 (1) Perubahan daftar barang Pengelola sebagai akibat dari putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan pengelola barang. 160 (2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan. Pasal 464 (1) Penghapusan barang milik daerah karena melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf e, diawali dengan mengajukan permohonan penghapusan barang milik daerah dari Pengelola Barang kepada Bupati. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. pertimbangan dan alasan penghapusan; dan b. data barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihapuskan, yang sekurang-kurangnya meliputi tahun perolehan, kode barang, kode register, nama barang, jenis, identitas, kondisi, lokasi, nilai buku dan/atau nilai perolehan. (3) Bupati melakukan penelitian terhadap permohonan penghapusan barang milik daerah dari Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. penelitian data dan dokumen barang milik daerah; b. penelitian terhadap peraturan perundang-undangan terkait barang milik daerah; dan c. penelitian lapangan (on site visit) jika diperlukan, guna memastikan kesesuaian antara barang milik daerah yang menjadi objek peraturan perundang-undangan dengan barang milik daerah yang menjadi objek permohonan penghapusan. Pasal 465 (1) Apabila Bupati menyetujui hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 464 ayat (4), Bupati menerbitkan surat persetujuan penghapusan. (2) Surat persetujuan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. data barang milik daerah yang disetujui untuk dihapuskan, paling sedikit meliputi kode barang, kode register, nama barang, spesifikasi/identitas teknis, kondisi, jumlah, nilai buku, dan/atau nilai perolehan; dan b. kewajiban Pengelola Barang untuk melaporkan pelaksanaan penghapusan kepada Bupati. (3) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang melakukan penghapusan barang milik daerah dari Daftar Pengelola Barang berdasarkan Keputusan penghapusan Bupati. (4) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan oleh Bupati paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal persetujuan. Pasal 466 (1) Pengelola Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati dengan melampirkan keputusan penghapusan. (2) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 465 ayat (4), Pengelola Barang menghapuskan barang milik daerah dari Daftar Barang Milik Daerah. 161 Pasal 467 (1) Perubahan Daftar Barang Pengelola sebagai akibat dari melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan pengelola barang. (2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan. Pasal 468 (1) Penghapusan barang milik daerah karena pemusnahan pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf f, dilakukan sesuai dengan ketentuan. (2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Pengelola Barang setelah Bupati menerbitkan keputusan penghapusan barang milik daerah. (3) Keputusan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diterbitkan oleh Bupati paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal berdasarkan berita acara pemusnahan. (4) Pengelola Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati dengan melampirkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada pada ayat (2), dan berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang menghapuskan barang milik daerah dari Daftar Barang Milik Daerah. Pasal 469 (1) Perubahan Daftar Barang Pengelola sebagai akibat dari Pemusnahan harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan pengelola barang. (2) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari pemusnahan barang milik daerah harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan. Pasal 470 (1) Penghapusan karena sebab lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 432 ayat (1) huruf g, dilakukan oleh Pengelola Barang. (2) Pengelola Barang mengajukan permohonan penghapusan barang milik daerah kepada Bupati paling sedikit memuat: a. pertimbangan dan alasan penghapusan; dan b. data barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihapuskan, yang di antaranya meliputi kode barang, kode register, nama barang, nomor register, tahun perolehan, spesifikasi, identitas, kondisi barang, lokasi, nilai buku, dan/atau nilai perolehan. (3) Permohonan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diajukan karena alasan: a. hilang karena kecurian; b. terbakar, susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, mati untuk hewan/ikan/tanaman; dan/atau c. keadaan kahar (force majeure). 162 (4) Permohonan penghapusan barang milik daerah dengan alasan hilang karena kecurian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, harus dilengkapi: a. surat keterangan dari Kepolisian; b. surat keterangan dari Pengelola Barang paling sedikit memuat: 1. identitas Pengelola Barang; 2. pernyataan mengenai atas kebenaran permohonan dan barang milik daerah tersebut hilang karena kecurian serta tidak dapat diketemukan; dan 3. pernyataan apabila di kemudian hari ditemukan bukti bahwa penghapusan barang milik daerah dimaksud diakibatkan adanya unsur kelalaian dan/atau kesengajaan dari Pejabat yang menggunakan/penanggung jawab barang milik daerah/Pengurus Barang tersebut, maka tidak menutup kemungkinan kepada yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Permohonan penghapusan barang milik daerah dengan alasan terbakar, susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, mati untuk hewan/ikan/tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, harus dilengkapi: a. identitas Pengelola Barang; b. pernyataan dari Pengelola Barang mengenai kebenaran permohonan yang diajukan; c. pernyataan bahwa barang milik daerah telah, terbakar, susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, mati untuk hewan/ikan/tanaman; dan d. surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dilampiri hasil laporan pemeriksaan/penelitian. (6) Permohonan penghapusan barang milik daerah dengan alasan keadaan kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, harus dilengkapi: a. surat keterangan dari instansi yang berwenang: 1. mengenai terjadinya keadaan kahar (force majeure); atau 2. mengenai kondisi barang terkini karena keadaan kahar (force majeure). b. pernyataan bahwa barang milik daerah telah terkena keadaan kahar (force majeure). (7) Bupati melakukan penelitian terhadap permohonan penghapusan barang milik daerah dari Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (8) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7), meliputi: a. penelitian kelayakan pertimbangan dan alasan permohonan penghapusan; b. penelitian data administratif sedikitnya terhadap tahun perolehan, spesifikasi/identitas barang milik daerah, penetapan status penggunaan, bukti kepemilikan untuk barang milik daerah yang harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan, nilai buku, dan/atau nilai perolehan; dan c. penelitian fisik untuk permohonan penghapusan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c, jika diperlukan. 163 Pasal 471 (1) Apabila permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 470 ayat (3) tidak disetujui, Bupati memberitahukan kepada Pengelola Barang disertai dengan alasan. (2) Apabila permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 470 ayat (3) disetujui, Bupati menerbitkan surat persetujuan penghapusan barang milik daerah. (3) Surat persetujuan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat data barang milik daerah yang disetujui untuk dihapuskan, paling sedikit meliputi: a. kode barang; b. kode register; c. nama barang; d. tahun perolehan; e. spesifikasi/identitas teknis; f. kondisi barang; g. jumlah; h. nilai perolehan; i. nilai buku untuk barang milik daerah yang dapat dilakukan penyusutan; dan j. kewajiban Pengelola Barang untuk melaporkan pelaksanaan penghapusan kepada Bupati. (4) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati menetapkan keputusan penghapusan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal persetujuan. (5) Pengelola Barang melakukan penghapusan barang milik daerah dari Daftar Barang Pengelola berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Pasal 472 (1) Pengelola Barang menyampaikan laporan penghapusan kepada Bupati dengan melampirkan keputusan penghapusan barang milik daerah. (2) Berdasarkan keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 471 ayat (4), Pengelola Barang menghapuskan barang milik daerah dari Daftar Barang Milik Daerah. (3) Perubahan Daftar Barang Milik Daerah sebagai akibat dari sebab lain harus dicantumkan dalam laporan semesteran dan laporan tahunan. BAB XIII PENATAUSAHAAN Bagian Kesatu Pembukuan Pasal 473 (1) Pengelola Barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah yang berada di bawah penguasaannya ke dalam Daftar Barang Pengelola menurut penggolongan dan kodefikasi barang. (2) Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah yang status penggunaannya berada pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang ke dalam Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Pengguna menurut penggolongan dan kodefikasi barang. 164 Pasal 474 (1) Pengelola Barang menghimpun daftar barang Pengguna/daftar barang Kuasa Pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 473 ayat (2). (2) Pengelola Barang menyusun daftar barang milik daerah berdasarkan himpunan daftar barang Pengguna/daftar barang Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan daftar barang Pengelola menurut penggolongan dan kodefikasi barang. (3) Dalam daftar barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk barang milik daerah yang dimanfaatkan oleh pihak lain. Bagian Kedua Inventarisasi Pasal 475 (1) Pengguna Barang melakukan inventarisasi barang milik daerah paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (2) Dalam hal barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, inventarisasi dilakukan oleh Pengguna Barang setiap tahun. (3) Pengguna Barang menyampaikan laporan hasil Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kepada Pengelola Barang paling lama 3 (tiga) bulan setelah selesainya Inventarisasi. Pasal 476 Pengelola Barang melakukan inventarisasi barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Bagian Ketiga Pelaporan Pasal 477 (1) Kuasa Pengguna Barang harus menyusun laporan barang Kuasa Pengguna Semesteran dan laporan barang Kuasa Pengguna Tahunan untuk disampaikan kepada Pengguna Barang. (2) Pengguna Barang menghimpun laporan barang Kuasa Pengguna Semesteran dan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai bahan penyusunan laporan barang Pengguna semesteran dan tahunan. (3) Laporan barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca SKPD untuk disampaikan kepada Pengelola barang. Pasal 478 (1) Pengelola Barang harus menyusun laporan barang Pengelola semesteran dan laporan barang Pengelola tahunan. 165 (2) Pengelola Barang harus menghimpun laporan barang Pengguna semesteran dan laporan barang Pengguna tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 477 ayat (2), serta laporan barang Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai bahan penyusunan laporan barang milik daerah. (3) Laporan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah daerah. BAB XIV PEMBINAAN, PENGENDALIAN, DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 479 Bupati melakukan pembinaan pengelolaan barang milik daerah dan menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah. Bagian Kedua Pengawasan dan Pengendalian Pasal 480 Pegawasan dan pengendalian pengelolaan barang milik daerah dilakukan oleh: a. Pengguna Barang melalui pemantauan dan penertiban; dan/atau b. Pengelola Barang melalui pemantauan dan investigasi. Pasal 481 (1) Pengguna Barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan barang milik daerah yang berada di dalam penguasaannya. (2) Pelaksanaan pemantauan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Unit Kerja SKPD dilaksanakan oleh Kuasa Pengguna Barang. (3) Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dapat meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang menindaklanjuti hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 482 (1) Pengelola Barang melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah, dalam rangka penertiban penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 166 (2) Pemantauan dan investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditindaklanjuti oleh Pengelola Barang dengan meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan audit atas pelaksanaan Penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah. (3) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Pengelola Barang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XV PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PADA SKPD YANG MENGGUNAKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH Pasal 483 (1) Barang milik daerah yang digunakan oleh Badan Layanan Umum Daerah merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan untuk menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum Daerah yang bersangkutan. (2) Pengelolaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempedomani ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan Barang Milik Daerah, kecuali terhadap barang yang dikelola dan/atau dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Layanan Umum Daerah mempedomani ketentuan peraturan perundangundangan mengenai Badan Layanan Umum Daerah. BAB XVI BARANG MILIK DAERAH BERUPA RUMAH NEGARA Bagian Kesatu Prinsip Umum Pasal 484 Rumah negara merupakan barang milik daerah yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan. Pasal 485 (1) Bupati menetapkan status penggunaan golongan rumah negara. (2) Rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibagi ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu: a. rumah negara golongan I; b. rumah negara golongan II; dan c. rumah negara golongan III. (3) Penetapan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada pemohonan penetapan status penggunaan yang diajukan oleh Pengguna Barang. 167 Pasal 486 (1) Rumah negara golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 485 ayat (2) huruf a, merupakan rumah negara dipergunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah tersebut serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih memegang jabatan tertentu tersebut. (2) Rumah negara golongan II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 485 ayat (2) huruf b, merupakan rumah negara yang mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu SKPD dan hanya disediakan untuk didiami oleh pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan. (3) Termasuk dalam rumah negara golongan II rumah negara yang berada dalam satu kawasan dengan SKPD atau Unit Kerja, rumah susun dan mess/asrama pemerintah daerah. (4) Rumah negara golongan III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 485 ayat (2) huruf c, merupakan rumah negara yang tidak termasuk golongan I dan golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya. Pasal 487 (1) Barang milik daerah berupa rumah negara hanya dapat digunakan sebagai tempat tinggal pejabat atau pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan yang memiliki Surat Izin Penghunian. (2) Pengguna Barang wajib mengoptimalkan penggunaan barang milik daerah berupa rumah negara Golongan I dan rumah negara golongan II dalam menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi. (3) Pengguna Barang rumah negara golongan I dan rumah negara golongan II wajib menyerahkan barang milik daerah berupa rumah negara yang tidak digunakan kepada Bupati. Pasal 488 (1) Surat Ijin Penghunian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 487 ayat (1), untuk rumah negara golongan I ditandatangani oleh Pengelola Barang. (2) Surat Ijin Penghunian (SIP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 487 ayat (1), untuk rumah negara golongan II dan golongan III ditandatangani oleh Pengguna Barang. Pasal 489 (1) Suami dan istri yang masing-masing berstatus pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan, hanya dapat menghuni satu rumah negara. (2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diberikan apabila suami dan istri tersebut bertugas dan bertempat tinggal di daerah yang berlainan. Bagian Kedua Penggunaan Pasal 490 (1) Barang milik daerah berupa rumah negara dapat dilakukan alih status penggunaan. 168 (2) Alih status penggunaan: a. antar Pengguna Barang untuk rumah negara golongan I dan rumah negara golongan II; b. dari Pengguna Barang kepada Pengguna Barang rumah negara golongan III, untuk rumah negara golongan II yang akan dialihkan statusnya menjadi rumah negara golongan III; atau c. dari Pengguna Barang rumah negara golongan III kepada Pengguna Barang, untuk rumah negara golongan III yang telah dikembalikan status golongannya menjadi rumah negara golongan II. (3) Pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Bupati. (4) Alih status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, hanya dapat dilakukan apabila barang milik daerah berupa rumah negara telah berusia paling singkat 10 (sepuluh) tahun sejak dimiliki oleh pemerintah daerah atau sejak ditetapkan perubahan fungsinya sebagai rumah negara. (5) Usulan alih status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, harus disertai sekurang-kurangnya dengan: a. persetujuan tertulis dari Bupati mengenai pengalihan status golongan rumah negara dari rumah negara golongan II menjadi rumah negara golongan III; b. surat pernyataan bersedia menerima pengalihan dari Pengguna Barang rumah negara golongan III; c. salinan keputusan penetapan status rumah negara golongan II; d. salinan Surat Izin Penghunian rumah negara golongan II; dan e. gambar arsip/gambar ledger berupa rumah dan gambar situasi. (6) Pengguna Barang bertanggung jawab penuh atas kebenaran dan keabsahan data dan dokumen yang diterbitkan dalam rangka pengajuan usulan pengalihan status penggunaan. (7) Proses pengajuan dan pemberian persetujuan alih status penggunaan mengikuti ketentuan mengenai alih status penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 sampai dengan Pasal 60. Pasal 491 (1) Dalam hal diperlukan Bupati dapat melakukan alih fungsi barang milik daerah berupa rumah negara golongan I dan rumah negara golongan II, menjadi bangunan kantor. (2) Alih fungsi barang milik daerah berupa rumah negara golongan I dan rumah negara golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Bagian Ketiga Tata Cara Pengalihan Hak Rumah Negara Pasal 492 (1) Pemindahtanganan dalam bentuk penjualan rumah Negara hanya dapat dilakukan terhadap barang milik daerah berupa rumah negara golongan III. (2) Penjualan barang milik daerah berupa rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan kepada penghuni yang sah. (3) Penjualan barang milik daerah berupa rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mekanisme tidak secara lelang. 169 (4) Penjualan barang milik daerah berupa rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan terhadap rumah negara yang tidak dalam keadaan sengketa. Pasal 493 (1) Penjualan rumah negara golongan III dilakukan oleh Pengelola Barang setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Bupati. (2) Penjualan barang milik daerah berupa rumah negara golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam bentuk pengalihan hak rumah negara golongan III. (3) Dalam hal usulan penjualan barang milik daerah berupa rumah negara golongan III disetujui, maka Bupati menerbitkan surat persetujuan penjualan barang milik daerah berupa rumah negara golongan III. (4) Dalam hal usulan penjualan barang milik daerah berupa rumah negara golongan III tidak disetujui, maka Bupati menerbitkan surat penolakan usulan penjualan barang milik daerah berupa rumah negara golongan III disertai alasannya. Pasal 494 (1) Pengajuan usul penjualan barang milik daerah berupa rumah negara golongan III dilakukan oleh Pengguna Barang rumah negara golongan III kepada Bupati, yang sekurang-kurangnya disertai dengan data dan dokumen: a. surat pernyataan dari Pengguna Barang rumah negara golongan III yang menyatakan bahwa rumah negara yang diusulkan untuk dijual tidak dalam keadaan sengketa; b. keputusan penetapan status rumah negara golongan III; c. persetujuan pengalihan dan penetapan status penggunaan barang milik daerah; d. Surat Ijin Penghunian rumah negara golongan III; e. gambar/ledger, lokasi, tahun perolehan, luas tanah, dan bangunan rumah negara golongan III; dan f. surat pernyataan kelayakan pengalihan hak rumah negara golongan III dari Pengguna Barang rumah negara golongan III. (2) Pengguna Barang rumah negara golongan III bertanggung jawab penuh atas kebenaran dan keabsahan data dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 495 (1) Rumah negara yang dapat dialihkan haknya adalah rumah negara golongan III yang telah berumur 10 (sepuluh) tahun atau lebih dan tidak dalam keadaan sengketa. (2) Umur rumah negara sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1), diperhitungkan berdasarkan penetapan status atau pengalihan status oleh Bupati. (3) Rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), hanya dapat dialihkan haknya kepada penghuni atas permohonan penghuni melalui Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang. (4) Penghuni rumah negara golongan III dapat mengajukan permohonan pengalihan apabila yang bersangkutan telah mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun atau lebih sebagai pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan. 170 (5) Dalam hal suami dan istri masing-masing mendapat Surat Izin Penghunian untuk menghuni rumah negara golongan III, maka pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diberikan kepada salah satu dari suami dan istri yang bersangkutan dan belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari pemerintah berdasarkan ketentuan perundang-undangan. (6) Pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang telah memperoleh rumah dan/atau tanah dari pemerintah, tidak dapat lagi mengajukan permohonan pengalihan hak atas rumah negara golongan III. (7) Pengalihan hak rumah negara golongan III kepada penghuninya ditetapkan oleh Bupati. Pasal 496 (1) Penghuni rumah negara golongan III yang dapat mengajukan permohonan pengalihan hak kepada Pengguna Barang harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan: 1. mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun; 2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; dan 3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Pensiunan pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan; 1. menerima pensiun dari Negara; 2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; dan 3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari pemerintah, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Janda/duda pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan: 1. masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara, yang: a) almarhum suaminya/isterinya sekurang-kurangnya mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun; atau b) masa kerja almarhum suaminya/isterinya ditambah dengan jangka waktu sejak yang besangkutan menjadi janda/duda berjumlah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun; 2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; dan 3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. d. Janda/duda pahlawan, yang suaminya/isterinya dinyatakan sebagai pahlawan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku: 1. masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara; 2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; dan 3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan. e. Pejabat negara, janda/duda pejabat negara: 1. masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara; 2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; dan 171 3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Apabila penghuni rumah negara golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meninggal dunia, maka pengajuan permohonan pengalihan hak atas rumah negara dimaksud dapat diajukan oleh anak sah dari penghuni yang bersangkutan. (3) Apabila pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan/penghuni yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meninggal dan tidak mempunyai anak sah, maka rumah negara kembali ke pemerintah daerah. (4) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna Barang mengajukan usulan penjualan rumah negara golongan III Kepada Bupati. (5) Bupati melakukan penelitian dan pengkajian sebagai bahan pertimbangan persetujuan Bupati atas permohonan yang diajukan penghuni rumah negara golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Pasal 497 (1) Bupati melalui Pengelola Barang menugaskan Penilai untuk melakukan penilaian atas rumah negara golongan III yang akan dialihkan dan hasil penilaian dilaporkan kepada Bupati. (2) Dalam melakukan penelitian dan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 496 ayat (5), Bupati dapat membentuk Tim. (3) Hasil penelitian dan pengkajian dituangkan dalam Berita Acara dan disampaikan kepada Bupati sebagai bahan pertimbangan persetujuan penjualan rumah negara golongan III. (4) Bupati menyetujui dan menetapkan pengalihan hak rumah negara golongan III berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3). (5) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan dengan menerbitkan surat persetujuan dan penetapan dengan menerbitkan surat keputusan. (6) Pelaksanaan penjualan barang milik daerah berupa rumah negara golongan III dalam bentuk pengalihan hak harus dilaporkan kepada Bupati dengan melampirkan salinan keputusan pengalihan hak rumah negara dan penetapan harga rumah negara golongan III setelah penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (7) Dalam hal Bupati tidak menyetujui atas pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 496 ayat (1), Bupati memberitahukan kepada Pengguna Barang rumah negara golongan III disertai alasannya untuk disampaikan kepada pengguni rumah negara golongan III. Pasal 498 (1) Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 497 ayat (5), Bupati menetapkan harga rumah beserta tanahnya berdasarkan hasil penilaian. (2) Harga rumah negara golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebesar 50 % (lima puluh persen) dari nilai wajar. 172 Pasal 499 (1) Pengalihan rumah negara golongan III dilakukan dengan cara sewa beli. (2) Bupati menandatangani surat perjanjian sewa beli rumah negara golongan III. (3) Pembayaran harga rumah negara golongan III dapat dilaksanakan secara angsuran dan disetor ke Kas Umum Daerah. (4) Apabila rumah yang dialihkan haknya terkena rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembayarannya dapat dilakukan secara tunai. (5) Pembayaran angsuran pertama ditetapkan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari harga rumah negara Golongan III dan dibayar penuh pada saat perjanjian sewa beli ditandatangani, sedang sisanya diangsur dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 500 (1) Penghuni yang telah membayar lunas harga rumah negara golongan III beserta tanahnya, memperoleh: a. penyerahan hak milik rumah; dan b. pelepasan hak atas tanah. (2) Penghuni yang telah memperoleh penyerahan hak milik dan pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengajukan permohonan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Pelepasan hak atas tanah dan/atau penyerahan hak milik rumah serta penghapusan dari daftar barang milik daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (4) Bupati menyerahkan surat keputusan penyerahan hak milik rumah dan pelepasan hak atas tanah kepada penghuni yang telah membayar lunas harga rumah beserta harga tanahnya sesuai perjanjian sewa beli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 499 ayat (2). (5) Penghuni yang telah memperoleh surat keputusan penyerahan hak milik rumah dan pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib mengajukan permohonan hak untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah kepada Kantor Pertanahan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Surat keputusan penyerahan hak milik rumah dan pelepasan hak atas tanah untuk ditindaklanjuti dengan penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah. Bagian Keempat Tata Cara Penghapusan Rumah Negara Pasal 501 (1) Penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara dilakukan berdasarkan keputusan penghapusan yang diterbitkan oleh: a. Pengelola Barang untuk penghapusan dari Daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna Barang; dan b. Bupati untuk penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah Pengelola Barang. 173 (2) Penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara golongan I dan rumah negara golongan II dari Daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna kepada Bupati atau Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang lainnya; b. penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara golongan III dari daftar barang Pengguna/Kuasa Pengguna kepada Bupati atau Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang lain rumah negara golongan III; atau c. penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara dari Daftar Barang Milik Daerah. (3) Penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilakukan sebagai tindak lanjut dari: a. penyerahan kepada Bupati; b. alih status penggunaan kepada Pengguna Barang lain; c. alih status penggunaan menjadi bangunan kantor; atau d. sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab penghapusan, antara lain terkena bencana alam atau terkena dampak dari terjadinya force majeure. (4) Penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan sebagai tindak lanjut dari: a. penyerahan kepada Bupati; b. alih status penggunaan kepada Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang lain; c. penjualan rumah negara golongan III; d. sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab penghapusan, antara lain terkena bencana alam atau terkena dampak dari terjadinya force majeure. (5) Penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan sebagai tindak lanjut dari: a. penjualan rumah negara golongan III; atau b. sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab penghapusan, antara lain terkena bencana alam, atau terkena dampak dari terjadinya force majeure. Pasal 502 Penghapusan barang milik daerah berupa rumah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 501 dilakukan setelah keputusan penghapusan diterbitkan oleh: a. Pengelola Barang untuk barang milik daerah berupa rumah negara golongan I dan rumah negara golongan II, untuk penghapusan dari daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna; b. Pengelola Barang rumah negara golongan III, untuk penghapusan dari Daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna rumah negara golongan III; atau c. Bupati, untuk penghapusan dari daftar barang Pengelola Barang. 174 Pasal 503 (1) Pengelola Barang menyampaikan laporan pelaksanaan penghapusan kepada Bupati dengan melampirkan keputusan penghapusan dari daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 502 huruf a dan huruf b. (2) Pengelola Barang menyampaikan laporan pelaksanaan penghapusan karena penjualan rumah negara golongan III kepada Bupati dengan melampirkan: a. keputusan penghapusan dari daftar barang Pengguna/Kuasa Pengguna rumah negara golongan III; b. keputusan penyerahan hak milik rumah dan pelepasan hak atas tanah rumah negara golongan III; dan c. perjanjian sewa beli. Pasal 504 Nilai barang milik daerah berupa rumah negara yang dihapuskan sebesar nilai yang tercantum dalam: a. Daftar Barang Pengelola/Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Pengguna; atau b. Daftar Barang Milik Daerah. Bagian Kelima Tata Cara Penatausahaan Rumah Negara Pasal 505 (1) Penatausahaan barang milik daerah berupa rumah negara meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan. (2) Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dan Pengelola Barang melakukan penatausahaan barang milik daerah berupa rumah negara. (3) Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pelengkap dari penatausahaan barang milik daerah antara lain: a. alih status penggunaan; b. alih status golongan; c. alih fungsi; d. penjualan rumah negara golongan III; dan e. penghapusan. Pasal 506 (1) Inventarisasi dalam rangka penatausahaan barang milik daerah berupa rumah negara dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun. (2) Pelaksanaan Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk mengumpulkan data administrasi dan fisik barang milik daerah berupa rumah negara sekurang-kurangnya meliputi: a. bukti kepemilikan tanah dan bangunan; b. status penggunaan; c. status penghunian; d. nilai dan luas tanah dan bangunan; e. alamat, lokasi, dan tipe bangunan; dan f. kondisi bangunan (3) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan oleh Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang kepada Bupati. 175 Pasal 507 (1) Pelaporan dalam rangka penatausahaan barang milik daerah berupa rumah negara dilaksanakan setiap semesteran dan tahunan. (2) Pengguna Barang menyusun laporan semesteran dan tahunan atas barang milik daerah berupa rumah negara sebagai bagian dari pelaporan barang milik daerah. (3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan terhadap kegiatan pembukuan dan inventarisasi barang milik daerah berupa rumah negara. Bagian Keenam Pengawasan dan Pengendalian Rumah Negara Pasal 508 Pengguna Barang melakukan pengawasan dan pengendalian barang milik daerah berupa rumah negara yang berada dalam penguasaannya. BAB XVII GANTI RUGI DAN SANKSI Pasal 509 (1) Setiap kerugian daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan/pelanggaran hukum atas pengelolaan barang milik daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Setiap pihak yang mengakibatkan kerugian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XVIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 510 (1) Pejabat atau pegawai yang melaksanakan pengelolaan Barang Milik Daerah yang menghasilkan penerimaan Daerah dapat diberikan insentif. (2) Pejabat atau pegawai selaku pengurus barang dalam melaksanakan tugas rutinnya dapat diberikan tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan keuangan Daerah. (3) Pemberian insentif dan/atau tunjangan kepada Pejabat atau pegawai yang melaksanakan pengelolaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dalam Peraturan Bupati sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 176 BAB XIX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 511 (1) Pejabat Pengelola barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. (2) Penggolongan dan kodefikasi barang milik daerah yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang belum ditetapkannya peraturan tentang Penggolongan dan Kodefikasi yang baru. (3) Pembukuan, inventarisasi dan pelaporan barang milik daerah yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang belum ditetapkannya peraturan tentang Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan. (4) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku: a. pemanfaatan Barang Milik Daerah yang telah terjadi dan belum mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang maka Bupati dapat menerbitkan persetujuan terhadap kelanjutan pemanfaatan Barang Milik Daerah dengan ketentuan Pengelola Barang menyampaikan permohonan persetujuan untuk sisa waktu pemanfaatan sesuai dengan perjanjian kepada Bupati, dengan melampirkan: 1. Usulan kontribusi dari Pemanfaatan Barang Milik Daerah; dan 2. Laporan hasil audit aparat pengawasan internal Pemerintah b. tukar menukar Barang Milik Daerah yang telah dilaksanakan tanpa persetujuan pejabat berwenang dan barang pengganti telah tersedia seluruhnya, dilanjutkan dengan serah terima Barang Milik Daerah dengan aset pengganti antara Pengelola Barang dengan mitra Tukar Menukar dengan ketentuan: 1. Pengelola Barang memastikan nilai barang pengganti sekurangkurangnya sama dengan nilai Barang Milik Daerah yang dipertukarkan; dan 2. Pengelola Barang membuat pernyataan bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan Tukar Menukar tersebut. (5) Bupati menerbitkan persetujuan penghapusan atas Barang Milik Daerah yang telah diserahterimakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, berdasarkan permohonan dari Pengelola barang. (6) Segala akibat hukum yang menyertai pelaksanaan Pemanfaatan sebelum diberikannya persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, serta pelaksanaan tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pihak dalam Pemanfaatan atau Tukar menukar tersebut. BAB XX KETENTUAN PENUTUP Pasal 513 Ketentuan mengenai: a. Struktur pejabat pengelola barang milik daerah; b. Format perencanaan kebutuhan barang milik daerah; c. Format penggunaan barang milik daerah; d. Format laporan hasil penelitian pemeliharaan barang milik daerah; 177 e. Format penghapusan barang milik daerah; dan f. Format surat persetujuan. sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 514 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 22), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 515 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat