ABSTRAK: |
- a. bahwa sebagai tindak lanjut pelaksanaan ketentuan
Pasal 26 ayat (6) Peraturan Daerah Kabupaten Luwu
Nomor 2 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor
6 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan perkotaan, perlu menetapkan tata
cara pembetulan, pengurangan atau penghapusan
sanksi administratif dan pengurangan atau
pembatalan ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan perkotaan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan
Peraturan Bupati tentang Tata Cara pembetulan,
Pengurangan atau penghapusan Sanksi
Administratif dan Pengurangan atau pembatalan
Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
perkotaan;
- 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5049);
• ii-'L
•" -.3
?IV. 1
>' !
Menetapkan
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 82);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4593);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kabupaten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan
Peraturan Perundang-undangan;
8. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 3 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi
Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu;
Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 2
Tahun 2011 tentang Paj^ Bumi dan Bangunan
Perdesaan Dan Perkotaan sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor
6 Tahun 2013;
- MEMUTUSKAN :
PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA
PEMBETULAN, PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN
SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN ATAU
PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Luwu.
3. Bupati adalah Bupati Luwu.
4. Dinas pengelolaan keuangan daerah adalah Dinas pengelolaan
keuangan daerah Kabupaten Luwu.
5. Kepala Dinas pengelolaan keuangan daerah adalah Kepala Dinas
pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Luwu.
6. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan perkotaan yang selanjutnya disebut PBB Perdesaan dan perkotaan adalah pajak atas
bumi dsin/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau
dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan untuk perdesaan dan
perkotaan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
7. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan persiiran
pedalaman serta laut wilayah kabupaten.
8. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau
laut.
9. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah
harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang teijadi
secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang
sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
10. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
11. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu
saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian
tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah.
12. Petugas Penilai PBB Perdesaan dan perkotaan adalah Staf atau
pelaksana yang mempunyai kualifikasi dan kompetensi dalam
penilaian PBB yang ditunjuk oleh Kepala Dinas pengelolaan
keuangan daerah untuk melakukan penilaian Objek Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan perkotaan.
13.Surat Pemberitahusin Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat
SPPT adalah surat yang digunakan untuk membcritahukan besamya
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan perkotaan yang terutang
kepada Wajib Pajak.
14.Surat Tanda Terima Setoran yang selanjutnya disingkat STTS adalah
bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara
lain ke kas umum daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk
oleh Bupati.
15. Surat Ketetapan Pajak Daerah PBB Perdesaan dan perkotaan yang
selanjutnya disebut SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan adalah
surat ketetapan PBB Perdesaan dan perkotaan yang menentukan
besamya jumlah pokok pajak yang terutang.
16. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar PBB Perdesaan dan
perkotaan yang selanjutnya disebut SKPDLB PBB Perdesaan dan
perkotaan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak, karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau seharusnya dibayar.
17. Surat Tagihan Pajak Daerah PBB Perdesaan dan perkotaan yang
selanjutnya disebut STPD PBB Perdesaan dan perkotaan adaleih
surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif
berupa bunga dan/atau denda.
BAB II
TATA CARA PEMBETULAN, PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN
SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN
KETETAPAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN
PERKOTAAN
Pasal 2
Bupati atau Kepala Dinas pengelolaan keuangan daerah karena jabatan
atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
a. Membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu sepcrti SPPT, SKPD, STPD;
b.mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif PBB
Perdesaan dan perkotaan berupa bunga, denda, dan kenaikan yang
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena
kesalahan Wajib Pajak; dan/atau
c. mengurangkan SPPT, SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan, atau STPD
PBB Perdesaan dan perkotaan; dan/atau
d. membatalkan SPPT, SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan, STPD PBB
Perdesaan dan perkotaan, atau SKPDLB PBB Perdesaan dan
perkotaan, yang tidak benar.
(1)
(2)
I (3)
(4)
(5)
Pasal 3
pembetulan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a meliputi
pembetulan atas kesalahan atau kekeliruan yang bersifat
manusiawi yang tidak mengandung persengketaan antara flskus
dan wajib pajak yaitu:
a. kesalahan tulis, antara lain kesalahan penulisan Nomor Objek
Pajak, alamat objek pajak, nomor surat keputusan atau surat
ketetapan, luas tanah, luas bangunan, tahun pajak, dan/atau
tanggal jatuh tempo;
b. kesalahan hitung, antara lain kesalahan penjumlahan,
pembatalan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan;
dan/atau
c. kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan PBB antara lain kekeliruan dalam
penerapan tanf, kekeliruan penerapan persentase pengenaan
PBB dan kekliruan penerapan sanksi administrasi.
Pengurangan atau penghapusan sanksi administratif sebagaimana dim^sud dalam Pasal 2 huruf b, dapat dilakukan terhadap sanksi
administratif yang tercantum dalam :
a. SPPT;
b. SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan; atau
c. STPD PBB Perdesaan dan perkotaan.
Penghapusan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c, yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang mengalami
kesulitan keuangan atau Wajib Pajak Badan yang mengalami
kesulitan likuiditas.
Pengurangan SPPT, SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan, STPD
PBB Perdesaan dan perkotaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 huruf c, dapat dilakukan dalam hal ketidakmampuan Wajib Pajak
dalam melakukan pembayaran atas PajakTerutang.
Pembatalan SPPT, SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan, STPD PBB
Perdesaan dan perkotaan, SKPDLB PBB Perdesaan dan perkotaan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, dapat dilakukan
i
apabila SPPT, SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan, STPD PBB
Perdesaan dan perkotaan, SKPDLB PBB Perdesaan dan perkotaan,
karena:
a. bukan merupakan objek PBB Perdesaan dan perkotaan;
b. adanya satu objek PBB Perdesaan dan perkotaan yang terbit
dua/lebih SPPT;
c. adanya SPPT atas tanah yang sudah terbagi habis dan masingmasing bagian sudah muncul SPPT sendiri;
d. obyek PBB Perdesaan dan perkotaan yang tidak diketahui
pemiliknya dan selama 5 (lima) tahun tidak memenuhi
pembaysiran atas pajak terutang.
Pasal 4
(1) permohonan pembetulan hanya dapat diajukan oleh wajib pajak
atau kuasanya secara perorangan
(2) dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1),
permohonan pembetulan surat ketetapan PBB berupa SPPT dapat
diajukan secara kolektif.
Pasal 5
(1) permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat (1)
hams memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk 1 (satu) surat
keputusan seperti SPPT, SKPD, dan STPD;
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai alasan
yang mendukung permohonannya;
diajukan kepada Bupati melalui Kepala Dinas Pengelolaan
Keuangan Daerah ; dan
surat permohonan ditandatangani oleh wajib pajak, dan dalam
hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan wajib pajak :
1) hams dilampiri dengan surat kuasa khusus, bagi wajib pajak
orang pribadi dengan pokok pajak lebih besar dari
Rp. 5.000.000,00 (lima juta mpiah) dan wajib pajak badan;
atau
2) hams dilampiri dengan surat kuasa, bagi wajib pajak orang
pribadi dengan pokok pajak sampai dengan Rp. 5.000.000,00
(lima juta mpiah).
e. dilampiri fotocopy SPPT, SKPD PBB perdesaan dan perkotaan,
atau STPD PBB perdesaan dan perkotaan yang dimohonkan
pembetulan, dan dalam hal permohonan pembetulan untuk
tahun pajak yang sama maka dilampiri asli SPPT atau SKPD dan
STPD;
(2) permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2)
hams memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. diajukan untuk SPPT dengan pajak yang temtang untuk setiap
SPPT paling banyak Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu mpiah);
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai alasan
yang menduloing permohonannya;
c. diajukan kepada Bupati melalui Kepala Dinas Pengelolasm
Keuangan Daerah;dan
d. diajukan melalui Kepala Desa/Lurah setempat.
e. dilampiri fotocopy SPPT, SKPD PBB perdesaan dan perkotaan,
atau STPD PBB perdesaan dan perkotaan yang dimohonkan
pembetulan, dan dalam hal permohonan pembetulan untuk
tahun pajak yang sama maka dilampiri asli SPPT.
b.
d.
Pasal 6
(1) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, hams memenuhi
persyaratan :
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SKPD PBB Perdesaan dan
perkotaan, STPD PBB Perdesaan dan perkotaan, atau SPPT;
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
mencantumkan besamya sanksi administratif yang dimohonkan
pengurangan atau penghapusan disertai alasan yang mendukung
permchonannya;
c. diajukan kepada Bupati melalui Kepala Dinas pengelolaan
keuangan daerah;
d. dilampiri fotocopy SPPT, SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan,
atau STPD PBB Perdesaan dan perkotaan, yang dimohonkan
pengurangan atau penghapusan sanksi administratif;
e. Wajib Pajak tidak pernah mengajukan pembatalan atas SPPT
dalam hal yang diajukan permohonan pengurangan atau
penghapusan adalah sanksi administratif yang tercantum dalam
SPPT;
f. Wajib Pajak tidsik pernah mengajukan keberatan atas SKPD PBB
Perdesaan dan perkotaan dalam hal yang diajukan permohonan
pengurangan atau penghapusan adalah sanksi administratif yang
tercantum dalam SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan; dan
g. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam
hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, maka
hams dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
(2) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat
dipertimbangkan.
Pasal 7
(1) Permohonan pengurangan SPPT, SKPD PBB Perdesaan dan
perkotaan, atau STPD PBB Perdesaan dan perkotaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 humf c, hams memenuhi persyaratan :
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPPT, SKPD PBB Perdesaan
dan perkotaan, atau STPD PBB Perdesaan dan perkotaan; b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
mencantumkan besamya ketetapan yang dimohonkan
perigurangan disertai alasan yang mendukung permohonannya; c. diajukan kepada Bupati melalui Kepala Dinas pengelolaan
keuangan daerah;
d. dilampiri fotocopy asli SPPT, SKPD PBB Perdesaan dan
perkotaan, STPD PBB Perdesaan dan perkotaan, yang
dimohonkan pengurangan;
e. dilampiri fotocopy bukti pelunasan PBB tahun sebelumnya;
f. Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atau mengajukan
keberatan namun tidak dapat dipertimbangkan, atas SPPT, SKPD
PBB Perdesaan dan perkotaan, dalam hal yang diajukan
permohonan pengurangan adalah SPPT, SKPD PBB Perdesaan
dan perkotaan;
g. tidak diajukan keberatan atas SPPT atau SKPD PBB Perkotaan,
yang dimohonkan Pengurangan, atau dalam hal diajukan
keberatan telah diterbitkan Surat Keputusan Keberatan dan atas
Surat Keputusan Keberatan dimaksud tidak diajukan Banding.
h.Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam
hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, maka
harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
Wajib Pajak yang mengajukan keberatan kemudian mencabut
keberatannya tersebut, tidak termasuk pengertian Wajib Pajak yang tidak mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f dan huruf g.
Permohonan pengurangan SPFT, SKPD PBB Perkotaan, STPD PBB
Perkotaan, yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dianggap bukan sebagai permohonan
sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepada Wajib Pajak atau
kuas£inya diberitahukan secara tertulis disertai alasan yang
mendasari.
Pasal 8
Permohonan pembatalan SPPT, SKPD PBB Perdesaan dan
perkotaan, STPD PBB Perdesaan dan perkotaan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, diajukan secara perseorangan,
kecuali untuk SPPT dapat juga diajukan secara kolektif.
Permohonan pembatalan yang diajukan secara perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1], harus memenuhi
persyaratan :
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPPT, SKPD PBB Perdesaan
dan perkotaan, STPD PBB Perdesaan dan perkotaan;
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
mencantumkan alasan yang mendukung permohonannya;
c. diajukan kepada Bupati melalui kepala Dinas;
d. dilampiri asli SPPT, SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan, STPD
PBB Perdesaan dan perkotaan, Tahun yang bersangkutan yang
dimohonkan pembatalan;
e. surat pengantar dari Kelurahan/desa untuk pengajuan
pembatalan SPPT secara kolektif; dan
f. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam
hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, maka
harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
Permohonan pembatalan untuk SPPT yang diajukan secara kolektif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi
persyaratan :
a. 1 (satu) permohonan untuk beberapa SPPT Tahun Pajak yang
sama dengan pajak yang terutang untuk setiap SPPT paling
banyak Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
mengemukakan alasan yang mendukung permohonannya;
permohonan diajukan melalui Lurah/Kepala Desa setempat;
dilampiri asli SPPTyang dimohonkan pembatalan; dan
disampaikan kepada Bupati melalui kepala Dinas pengelolaan
keuangan daerah.
(4) Permohonan pembatalan SPPT, SKPD PBB Perdesaan dan
perkotaan, STPD PBB Perdesaan dan perkotaan, secara
perseorangan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dianggap bukan sebagai permohonan
sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepada Wajib Pajak atau
kuasanya diberitahukan secara tertulis disertai alasan yang
mendasari.
c.
d.
e.
(5) Pembatalan SPPT, SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan, STPD PBB
Perdesaan dan perkotaan, dapat dilakukan apabila SPPT, SKPD
PBB Perdesaan dan perkotaan, STPD PBB Perdesaan dan
perkotaan, tersebut seharusnya tidak diterbitkan karena bukan
merupakan objek pajak Bumidan Bangunan, yangmeliputi:
a. digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan
pemerintahan;
b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan
nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan, sebagai berikut:
1. bidang ibadah, meliputi masjid, gereja, pura, vihara dan
klenteng;
2. bidang sosial, meliputi panti asuhan, Balai Rukun
Tetangga/Rukun Warga, panti jompo;
3. bidang kesehatan, meliputi Rumah Sakit Pemerintah dan
Puskesmas;
4. bidang pendidikan, meliputi TK, SD, SMP dan SMA/SMK;
5. bidang kebudayaan nasional;
c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang
sejenis dengan itu;
d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak;
a. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik;
f. digunakan oleh badan atau perwsikilan lembaga intemasional
yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(6) Pennohonan pembatalan SPPT secara kolektif yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dianggap bukan
sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan
kepada Lurah setempat diberitahukan secara tertulis disertai
alasan yang mendasari guna disampaikan kepada Wajib Pajak atau
kuasanya.
Pasal 9
(1) Pemberian Pengurangan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, dapat diberikan kepada Wajib Pajak orang
pribadi atau badan sebesar-besarnya 50% (lima puluh persen) per
ketetapan pajak.
(2) Pemberian Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
dapat diberikan kepada Wajib Pajak :
a. karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya
dengan subjek pajak dan/atau Wajib Pajak karena sebab-sebab
tertentu lainnya :
1. Wajib Pajak Pribadi, meliputi:
a) objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi veteran
pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan,
penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/dudanya
diberikan pembatalan sebesar-besarnya 75% (tujuh puluh
lima persen) dari PBB Perdesaan dan perkotaan yang
terutang.
b) Wajib Pajak yang penghasilannya semata-mata berasal dari
objek Pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/
perikanan/petemakan yang hasilnya sangat terbatas
diberikan pengurangan sebagai berikut:
1) luasan sampai dengan 1 ha (satu hektar) diberikan
pengurangan sebesar-besamya 50% (lima puluh persen)
dari PBB Perdesaan dan perkotaan yang terutang;
2) luasan lebih dari 1 ha (satu hektar) diberikan
pengurangan sebesar-besamya 25% (dua puluh lima
persen) dari PBB Perdesaan dan perkotaan yang
terutang;
c) objek pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang
penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan
pegawai negeri/pensiunan BUMN/pensiunan BUMD,
sehingga kewajiban membayar PBB sulit dipenuhi
diberikan pengurangan sebagai berikut:
1) golongan I atau yang setara, diberikan pengurangan
sebesar-besamya 75% (tujuh puluh lima persen) dari
PBB Perdesaan dan perkotaan yang terutang;
2) golongan II atau yang setara, diberikan pengurangan
sebesar-besamya 55% (lima puluh lima persen) dari PBB
Perdesaan dan perkotaan yang temtang;
3) golongan III atau yang setara, diberikan pengurangan
sebesar-besamya 40% (empat puluh persen) dari PBB
Perdesaan dan perkotaan yang terutang; 4) golongan IV atau yang setara, diberikan pengurangan
sebesar-besamya 25% (dua puluh lima persen) dari PBB
Perdesaan dan perkotaan yang temtang; d) objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang
berpenghasilan rendah sehingga kewajiban membayar PBB
sulit dipenuhi diberikan pengurangan sebagai berikut:
1) penghasilan sampai dengan Rp. 300.000,00 (tiga ratus
ribu mpiah) perbulan, diberikan pengurangan sebesarbesamya 50% (lima puluh persen) dari PBB Perdesaan
dan perkotaan yang temtang; 2) penghasilan antara Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu
rupiah) sampai dengan Rp. 800.000,00 (delapan ratus
ribu mpiah) per bulan, diberikan pengurangan sebesarbesamya 25% (dua puluh lima persen) dari PBB
Perdesaan dan perkotaan yang temtang; 3) penghasilan lebih dari Rp. 800.000,00 (delapan ratus
ribu mpiah) sampai dengan Rp. 1.300.000,00 (satu juta tiga ratus ribu mpiah) per bulan, diberikan pengurangan
sebesar-besamya 10% (sepuluh persen) dari PBB
Perdesaan dan perkotaan yang temtang; e) objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang
berpenghasilan rendah dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
per meter perseginya meningkat akibat pembahan
lingkungan dan dampak positif pembangunan diberikan
pengurangan sebagai berikut:
1) meningkat lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen)
akibat pembahan lingkungan dan dampak positif
pembangunan, diberikan pengurangan sebesar-besamya
50% (lima puluh persen);
2) meningkat antara 50% (lima puluh persen) sampai dengan 75% (tujuh puluh lima persen) akibat pembahan
lingkungan dan dampak positif pembangunan, diberikan
pengurangan sebesar-besamya 25% (dua pulxih lima
persen);
3) meningkat antara 25% (dua puluh lima persen) sampai
dengan kurang dari 50% (lima puluh persen) akibat
perubahan lingkungan dan dampak positif
pembangunan, diberikan pengurangan sebesar-besamya
10% (sepuluh persen).
1) objek Pajak yang berupa cagar budaya yang telah
ditetapkan sebagai bangunan dan/atau lingkungan cagar
budaya diberikan pengurangan sebesar 50% (lima puluh
persen).
Wajib Pajak Badan, meliputi:
a) perguruan tinggi swasta, diberikan pengurangan sebesarbesamya 50% (lima puluh persen);
b) Wajib Pajak Badan yang mengalami kerugian pada tahun
Pajak sebelumnya dan mengalami kesulitan likuiditas,
dapat diberikan pengurangan sebesar-besamya 50% (lima
puluh persen).
b. karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya
dengan Objek Pajak itu sendiri diberikan pengurangan sebesarbesamya 100% (seratus persen), meliputi:
1. dalam hal objek pajak terkena bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam antara lain gempa bumi, banjir, kekeringan, angin
topan, tanah longsor dan bencana lainnya;
2. dalam hal objek pajak terkena sebab lain yang luar biasa,
meliputi kebakaran dan wabah penyakit/hama tanaman.
(3) Perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
angka 2 huruf a), harus memenuhi salah satu kriteria sebagai
berikut:
a. sumbangan pembinaan pendidikan dan pungutan lainnya
dengan nama apapun rata-rata sampai dengan Rp. 2.000.000,00
(dua juta rupiah) per tahun;
b. luas bangunan sampai dengan 2.000 m2 (dua ribu meter
persegi);
c. lantai/tingkat bangunan kurang dari 4 lantai;
d.luas tanah sampai dengan 20.000 m2 (dua puluh ribu meter
persegi);
e. jumlah mahasiswa sampai dengan 1.500 (seribu lima ratus)
mahasiswa;
(4) Pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 2
huruf a), tidak termasuk pada bumi dan/atau bangunan yang dikuasai, dimiliki dan/atau dimanfaatkan oleh perguruan tinggi tetapi secara nyata tidak dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pendidikan secara langsung yang terletak di luar lingkungan
perguruan tinggi yang bersangkutan.
Pasal 10
(1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), diberikan kepada Wajib Pajak atas PBB Perdesaan dan perkotaan
yang terutang yang tercantum dalam SPPT dan/atau SKPD PBB
Perdesaan dan perkotaan.
(2) PBB Perdesaan dan perkotaan terutang yang tercantum dalam
SPPT dan/atau SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), yaitu pokok pajak.
P) Apabila pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2), telah diberikan, maka tidak dapat dimintakan pembatalan
sanksi administratif.
Pasal 11
(1) Pengurangan sebagedmana dimsiksud dalam Pasal 9 ayat (2), dapat diberikan berdasarkan permohonan Wajib Pajak.
(2) Permohonan pengurangan pajak terutang Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diajukan secara :
a. perseorangan, untuk PBB Perdesaan dan perkotaan y^g
terutang yang tercantum dalam SKPD PBB Perdesaan dan
perkotaan dan STPD PBB Perdesaan dan perkotaan; b. perseorangan atau kolektif untuk PBB Perdesaan dan perkotaan
yang tercantum dalam SPPT.
Pasal 12
Permohonan pengurangan yang diajukan secara perseorang^ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), h^s memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6dan Pasal 7.
Pasal 13
11
(1) Pengurangan Ketetapan PBB Perdesaan dan perkotaan harus
diajukan dalam jangkawaktu;
a. 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya SPPT atau SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan tahun berkenaan kecuali apabila Wajib Pajak atau kuasanya dapat menunjukkan bahwa jangka waktu
itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaanny^ b. 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkannya STPD PBB
Perdesaan dan perkotaan;
c. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya bencana alam, d. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya sebab lain yang luar biasa, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena
keadaan diluar kekuasaannya.
Pengurangan Ketetapan PBB Perdesaan dan perkotaan sSl^aimiia dimaksud pada ayat (1), tidak memiliki tun^^^
PBB Perdesaan dan perkotaan Tahun pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan pengurangan, kecuali dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
(3) Pengurangan Ketetapan PBB Perdesaan dan perkotaan ^^L«La dimaksud pada ayat (1), tidak ^^J-^an keber^an
atas SPPT atau SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan atau STPD
PBB Perdesaan dan perkotaan yang dimohonkan pengurangan. I
Pasal 14
Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrate Smana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dan permohonan perX^gan atau pembatalan SPPT, SKPD PBB Perdesaan dan
perkotaan, STPD PBB Perdesaan dan perkotaan sebagaimana dim^sud
dalam Pasal 2 huruf c, diajukan oleh Wajib Pajak hanya 1 (satu) kali
dalam tahun pajak yang sama.
(2)
Pasal 15
Dokumen pendukung yang digunakan untuk mengajukan permohonan
pengurangan ketetapan PBB yang diajukan secara perseorangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, meliputi:
a. Wajib Pajak Pribadi, meliputi:
1. Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi veteran pejuang
kemerdekaan, pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang
gerilya, atau janda/dudanya berupa :
a) fotocopy kartu tanda anggota veteran, atau fotocopy Keputusan
tentang pengakuan, pengesahan dan penganugerahan gelar
kehormatan dari pejabat yang berwenang;
b) fotocopy SPPT tahun berkenaan;
c) fotocopy bukti pelunasan PBB Perdesaan dan perkotaan tahun
pajak sebelumnya;
d) fotocopy slip gaji pensiun sebagai anggota veteran pejuang
kemerdekaan, pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa
bintang gerilya, atau janda/dudanya;
e) fotocopy bukti pembayaran rekening tagihan listrik, air
dan/atau telepon bulan terakhir.
2. Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yeing
penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan pegawai
negeri/pensiunan BUMN/pensiunan BUMD sehingga kewajiban
membayeir PBB Perdesaan dan perkotaan sulit dipenuhi berupa :
a) fotocopy Keputusan pensiun;
b) fotocopy SPPT tahun berkenaan;
c) fotocopy slip gaji pensiun atau dokumen sejenis lainnya;
d) fotocopy KTP dan/atau Kartu Identitas Lainnya;
e) fotocopy kartu keluarga;
1) fotocopy bukti pelunasan PBB Perdesaan dan perkotaan tahun
pajak sebelumnya;
g) fotocopy bukti pembayaran rekening tagihan listrik, air
dan/atau telepon bulan terakhir.
3. Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang
berpenghasilan rendah sehingga kewajiban membayar PBB
Perdesaan dan perkotaan sulit dipenuhi berupa :
a) surat pemyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan bahwa
penghasilan Wajib Pajak rendah, yang diketahui oleh Ketua RT,
Ketua RW dan Kelurahan/dcsa;
b) fotocopy SPPT tahun berkenaan;
c) fotocopy KTP dan/atau Kartu Identitas Lainnya;
d) fotocopy kartu keluarga;
e) fotocopy slip gaji atau dokumen lain yang sejenis;
f) fotocopy bukti pembayaran rekening tagihan listrik, air
dan/atau telepon bulan terakhir;
g) fotocopy bukti pelunasan PBB Perdesaan dan perkotaan tahun
pajak sebelumnya;
4. Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang
berpenghasilan rendah dan nilai jual objek pajak per meter persegi
meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak
pembangunan berupa :
a) surat pemyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan bahwa
penghasilan Wajib Pajak rendah, yang diketahui oleh Ketua RT,
Ketua RW dan Kelurahan/desa;
b) fotocopy SPPT tahun berkenaan;
c) fotocopy KTP dan/atau Kartu Identitas Lainnya;
d) fotocopy kartu keluarga;
5.
1.
2.
e) fotocopy bukti pembayaran rekening tagihan listrik, air
dan/atau telepon bulan terakhir;
1) fotocopy bukti pelunasan PBB Perdesaan dan perkotaan tahun
pajak sebelumnya;
Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berupa cagar
budaya yang telah ditetapkan sebagai bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya berupa :
a) Keputusan Bupati tentang Penetapan Bangunan dan/atau
Lingkungan sebagai Bangunan dan/atau Lingkungan Cagar
Budaya yang dilegalisir oleh Kepala Bagian Hukum Sekretariat
Daerah;
b) fotocopy SPPT tahun berkenaan;
c) fotocopy KTP dan/atau Kartu Identitas Lainnya;
d) fotocopy kartu keluarga;
e) fotocopy bukti pembayaran rekening tagihan listrik, air
dan/atau telepon bulan terakhir;
1) fotocopy bukti pelunasan PBB Perdesaan dan perkotaan tahun
pajak sebelumnya.
b. Wajib Pajak Badan, meliputi:
Wajib Pajak perguruan tinggi swasta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a angka 2 huruf a), berupa :
a) fotocopy SPPT tahun berkenaan;
b) laporan keuangan (antara lain neraca awal dan neraca akhir
tahun) yang telah diaudit oleh aparat pengawasan fungsional
pemerintah dan/atau akuntan publik;
c) laporan penerimaan dan pengeluaran rutin;
Wajib Pajak Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a
^gka 2 huruf b), yang mengalami kerugian dan kesulitan
likuiditas tahun Pajak sebelumnya sehingga tidak dapat
memenuhi kewajiban rutin, berupa :
a) fotocopy SPPT tahun berkenaan;
b) fotocopy akta pendirian perusahaan atau yayasan;
c) fotocopy laporan keuangan tahun sebelumnya; d) fotocopy cash flow Perusahaan yang telah diaudit akuntan
publik;
e) keputusan dari Mahkamah Agung tentang kerugian dan
kesulitan likuiditas;
f) fotocopy SPT PPh Badan tahun pajak sebelumnya;
g) fotocopy bukti pelunasan PBB Perdesaan dan perkotaan tahun
pajak sebelumnya.
Pasai 16
Dokumen pendukung untuk permohonan Wajib Pajak yang diajukan
secara perseorangan dalam hal objek pajaknya terkena bencana alam
atau sebab lain yang luar biasa berupa :
a. surat pernyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan objek pajaknya
terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa;
b. surat keterangan yang mendukung alasan permohonan dari Lurah
setempat atau instansi terkait.
Pasal 17
Permohonan pengurangan yang diajukan secara kolektif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), harus memenuhi persyaratan dan
data pendukung
Pasal 18
Permohonan Pengurangan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, dapat diajukan :
a. dalam hal kondisi tertentu yaitu objek Pajak yang Wajib Pajaknya
orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela
kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau
janda/dudanya dengan PBB Perdesaan dan perkotaan yang terutang
kurang dari Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
b. dalam hal PBB Perdesaan dan perkotaan yang terutang kurang dari
Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), yaitu :
1. objek Pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/
perikanan/peternakan yang hasilnya ssingat terbatas yang Wajib
Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah;
2. objek pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang
penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan pegawai
negeri/pensiunan BUMN/pensiunan BUMD;
^ 3. objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang
berpenghasilan rendah sehingga kewajiban membayar PBB
Perdesaan dan perkotaan sulit dipenuhi;
4. objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang
berpenghasilan rendah yang NJOP per meter perseginya
meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak
pembangunan;
5. dalam hal objek pajak terkena bencana alam bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor;
6. dalam hal objek pajak terkena sebab lain yang luar biasa,
meliputi kebakaran, wabah penyakit tanaman dan/atau wabah
hama tanamsm.
c. dalam jangka waktu :
1. 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya SPPT tahun berkenaan kecuali
apabila Wajib Pajak atau kuasanya dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar
kekuasaannya; 2. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya bencana alam;
3. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya sebab lain yang
luar biasa, kecuali apabila Wajib Pajak melalui pengurus LVRI
setempat, pengurus organisasi terkait lainnya atau Lurah, dapat
menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak
dipenuhi karena keadaan yang diluar kekuasaanya; d. dalam hal tidak diajukan keberatan atas SPPT yang dimohonkan
pengurangan.
Pasal 19
Persyaratan permohonan pengurangan yang diajukan secara kolektif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, meliputi:
a. satu permohonan untuk beberapa SPPT tahun pajak yang sama;
b. permohonan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
dengan mencantumkan besamya persentase pengurangan yang
dimohon disertai alasan yang jelas;
c. permohonan diajukan kepada Bupati Cq. Kepala Dinas Pengelolaan
Keuangan Daerah melalui:
1. pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) setempat
untuk pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 huruf a;
2. Lurah setempat, untuk pengajuan permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf b angka 4 dan angka 5;
d. fotocopy KTP dan/atau Kartu Identitas sejenis untuk semua
pemohon;
e. fotocopy SPPTyang dimohonkan pengurangan.
Pasal 20
(1) Dokumen pendukung untuk permohonan Wajib Pajak yang diajukan secara kolektif cleh pengurus Legiun Veteran Republik
Indonesia (LVRI) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c
angka 1, berupa:
a. fotocopy kartu anggota veteran tiap-tiap Wajib Pajak;
b. fotocopy bukti pelunasan PBB Perdesaan dan perkotaan tiap-tiap
Wajib Pajak tahun pajak sebelumnya.
(2) Dokumen pendukung untuk permohonan Wajib Pajak yang diajukan secara kolektif oleh Lurah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 huruf c angka 2, berupa :
a. surat keterangan yang mendukung alasan permohonan dari
Lurah setempat atau instansi terkait;
b. fotocopy bukti pelunasan PBB Perdesaan dan perkotaan tiap-tiap
Wajib Pajak tahun pajak sebelumnya;
Pasal 21
(1) Keputusan pengurangan dapat mengabulkan seluruhnya atau
sebagian atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(2) Keputusan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan berdasarkan Hasil Penelitian Kantor, dan apabila
diperlukan dapat dilanjutkan dengan Penelitian di lapangan.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan
berdasarkan surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam Laporan
Hasil Penelitian pembatalan PBB Perdesaan dan perkotaan.
(4) Wajib Pajak yang telah diberikan suatu Keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), tidak dapat lagi mengajukan permohonan
pengurangan untuk SPPT, SKPD PBB Perdesaan dan perkotaan dan I STPD PBB Perdesaan dan perkotaan yang sama.
Pasal 22
(1) Bupati atau Kepala Dinas pengelolaan keuangan daerah sesuai
kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pengurangan
harus memberi suatu keputusan atas permohonan pengurangan.
(2) Kepala Dinas pengelolaan keuangan daerah berwenang memberikan
keputusan atas permohonan pengurangan dalam hal PBB
Perdesaan dein perkotasin terutang sampai dengan Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk satu ketetapan
pajak.
(3) Bupati berwenang memberikan keputusan atas permohonan
pengurangan dalam hal PBB Perdesaan dan perkotaan terutang
lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk satu
ketetapan pajak.
1
Pasal 23
Tanggal diterimanya permohonan pengurangan, yaitu :
a. tanggal tanda pengiriman surat permohonan pengurangan, dalam hal
disampaikan melalui pos dengan tanda bukti pengiriman surat; atau
b. tanggal terima surat permohonan pengurangan dalam hal diajukan
secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya kepada Bupati
melalui Kepala Dinas pengelolaan keuangan daerah.
Pasal 24
(1) Bupati atau Kepala Dinas pengelolaan keuangan daerah
memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan sejak tanggal diterimanya permintaan pengurangan sanksi
administratif yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
(2) Kepala Dinas pengelolaan keuangan daerah berwenang memberikan
keputusan atas permohonan pengurangan atau penghapusan
sanksi administratif sampai dengan Rp. 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) untuk satu ketetapan pajak.
(3) Bupati berwenang memberikan keputusan atas permohonan
pengurangan atau penghapusan sanksi administratif lebih dari
Rp. 100.000.000,00 (seratus puluh juta rupiah) untuk satu
ketetapan pajak
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),
didasarkan pada Hasil Penelitian Kantor, dan apabila diperlukan
dapat dilanjutkan dengan Penelitian di lapangan.
(5) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dapat
mengabulkan seluruhnya atau sebagian atau menolak permintaan.
(6) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan
berdasarkan surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam Laporan
Hasil Penelitian pengurangan atau penghapusan sanksi
administratif.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
(1) Bentuk formulir yang digunakan dalam rangka pengajuan
pembetulan, pengurangan atau penghapusan sanksi administratif
dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak bumi dan
bangunan perdesaan dan perkotaan sebagaimana tercantum
dalam lampiran Peraturan Bupati ini.
(2) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Bupati ini akan
diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Pasal 26
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanean
peraturan bupati ini dengan penempatannya dalam berita daerah kabupaten luwu
|