ABSTRAK: |
- a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf g Undang–Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang–Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Reklame merupakan jenis Pajak Kabupaten/Kota;
b. bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang sangat penting artinya guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, pembangunan, peningkatan pelayanan masyarakat guna menunjang pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu dibentuk Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara tentang Pajak Reklame.
- 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 29 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Luwu Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3826);
5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686);
6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
7. Undang-Undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
8. Undang-Undang 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
11. Undang-Undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
12. Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Pajak Daerah antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007;
17. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 5 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun 2006 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 151);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 8 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Kabupaten Luwu Utara (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Utara Tahun 2008 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 179).
- PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK REKLAME
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Utara.
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonomi yang lain sebagai Badan Eksekutif.
3. Bupati adalah Bupati Luwu Utara.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Luwu Utara.
5. Dinas adalah Dinas yang mengelolah pajak daerah.
6. Reklame adalah benda, alat Pembuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau mengujikan suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah.
7. Panggung/lokasi reklame adalah suatu sarana atau tempat pemasangan satu atau beberapa reklame.
8. Penyelenggaran Reklame adalah perorangan atau badan yang menyelenggarakan reklame, baik untuk yang atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.
9. Kawasan/zone adalah batas-batas wilayah tertentu sesuai dengan pemanfaatan wilayah tesebut yang dapat digunakan untuk pemasangan reklame.
10. Nilai jual objek pengelolaan reklame adalah kesuluruhan pembayaran/pengeluaran biaya yang dikeluarkan oleh pemilik atau penyelenggara reklame termasuk dalam hal ini adalah biaya/harga beli bahan reklame, konstruksi, instalasi listrik, pembayaran / ongkos perakitan pemancaran, peragaan, penayangan, pengecatan, pemasangan dan transportasi pengangkutan dan lain sebagainya sampai bangunan reklame rampung, dipancarkan, diperagakan, ditayangkan, atau terpasang di tempat yang telah diizinkan.
11. Nilai strategis lokasi reklame adalah ukuran nilai yang ditetapkan pada titik lokasi pemasangan reklame tersebut berdasarkan kriteria kepadatan kemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai aspek bidang usaha.
12. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.
13. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah surat setoran yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan Bupati.
14. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang.
15. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
16. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
17. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah Surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
20. Pengadilan Pajak adalah Pengadilan yang memberikan kepastian hukum dan keadilan atas sengketa pajak yang terjadi antara petugas pajak dengan masyarakat wajib pajak.
21. Sengketa Pajak adalah Sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan perundang – undangan perpajakan termasuk gugatan atau pelaksanaan penagihan berdasarkan undang–undang penagihan pajak dengan surat paksa.
22. Banding adalah Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding berdasarkan perundang–undangan yang berlaku.
23. Gugatan adalah Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang diajukan gugatan berdasarkan perundang–undangan yang berlaku.
24. Kantor Lelang Negara adalah Kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara lelang.
25. Tim Pertimbangan Reklame adalah bentukan daerah guna menata, memberikan pertimbangan dimana titik reklame yang telah disepakati.
26. Reklame tidak bergerak adalah benda, alat Pembuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau mengujikan suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah yang sifatnya menetap pada satu titik.
27. Reklame bergerak adalah benda, alat Pembuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau mengujikan suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah yang sifatnya tidak menetap dan berpindah-pindah.
28. Orang adalah orang perorang dan badan hokum yang mengelola pajak reklame.
BAB II
PERSYARATAN DAN TATA CARA PEROLEHAN IZIN
PENYELENGGARAAN REKLAME
Pasal 2
Reklame tidak bergerak :
a. Pajak Reklame tidak bergerak;
b. Pajak Reklame bergerak.
BAB III
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK
Pasal 3
Dengan nama Pajak Pengelolaan Reklame dipungut Pajak atas setiap penyelenggara Reklame.
Pasal 4
(1) Obyek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame.
(2) Penyelenggara Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. reklame papan/billboard/megatron;
b. reklame kain;
c. reklame Melekat;
d. reklame selebaran;
e. reklame berjalan termasuk pada kendaraan;
f. reklame udara;
g. reklame suara;
h. reklame film/slide;
i. reklame peragaan; dan
j. reklame apung.
Pasal 5
Tidak termasuk obyek Pajak Reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) meliputi :
a. penyelenggraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan serta papan nama/identitas yang melekat pada tempat usaha/bangunan dan sejenisnya;
b. penyelenggaran reklame lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pasal 6
(1) Subyek Pajak adalah Pribadi atau Badan yang menyelenggarakan atau memasang Reklame.
(2) Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan yang menyelenggarakan Reklame.
BAB IV
PERSYARATAN DAN TATA CARA PEROLEHAN IZIN PENYELENGGARAAN REKLAME
Pasal 7
Setiap orang yang menyelenggarakan reklame wajib memperoleh izin.
Pasal 8
(1) Tata cara memperoleh izin pejak reklame sebagai berikut :
a. pemohon mengajukan permohonan kepada dinas yang mengelola pajak reklame;
b. Dinas melakukan penelitian syarat-syarat yang diajukan dalam kurun waktu paling lama 2 (dua) hari kerja;
c. Reklame tidak bergerak dengan ukuran 2 M keatas dilakukan kajian teknis oleh Tim Pertimbangan Reklame;
d. Hasil kajian teknis dari Tim Pertimbangan Reklame dibuat Berita Acara yang memberikan keputusan diterima atau ditolak.
(2) Tim Pertimbangan yang dimaksud pada ayat (1) huruf c akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
(3) Anggota Tim Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
BAB V
TEMPAT PEMASANGAN DAN PELARANGAN
REKLAME TIDAK BERGERAK
Pasal 9
Pemasangan dan Pelarangan Reklame tidak bergerak di kawasan/zona reklame akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB VI
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 10
Pajak yang terutang dipungut di Wilayah Daerah Kabupaten Luwu Utara.
BAB VII
DASAR PENGENAAN, TARIF DAN
CARA PERHITUNGAN PAJAK REKLAME
Pasal 11
(1) Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah nilai sewa reklame.
(2) Nilai sewa reklame sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan pemasangan, lama pemasangan, nilai strategis lokasi dan jenis reklame.
(3) Dalam hal reklame diselenggarakan oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan reklame untuk kepentingan sendiri, maka nilai sewa reklame dihitung berdasarkan besar pemasangan, pemeliharaan, nilai strategis, lokasi dan jenis reklame.
(4) Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, maka nilai sewa reklame ditentukan berdasarkan jumlah pembayaran untuk masa pajak/masa penyelenggara reklame dengan memperhatikan biaya pemasangan, pemeliharaan, lamanya pemasangan, nilai strategis lokasi dan jenis reklame.
BAB VIII
DASAR PERHITUNGAN, NILAI JUAL OBYEK PENGELOLAAN DAN
NILAI STRATEGIS PEMASANGAN REKLAME TIDAK BERGERAK
Pasal 12
(1) Dasar perhitungan Pajak Reklame tidak bergerak :
a. perhitungan Pajak Reklame yang dijadikan dasar adalah Nilai sewa Reklame (NSR);
b. Nilai Sewa Reklame (NSR) diperoleh dari hasil pemjumlahan Nilai Sewa Pajak Reklame (NSPR) dan Nilai Jual Objek Pajak Reklame (NJOPR);
c. nilai Sewa Pajak Reklame (NSPR) adalah diperoleh dari Hasil Penjumlahan Klasifikasi Jalan Dan Lokasi Pemasangan/Kepadatan Pemanfaatan;
d. Nilai Jual Obyek Pajak Reklame adalah Jenis dan Luas, tarif dan batas minimal; dan
e. pajak terutang adalah hasil perkalian Nilai Sewa Reklame (NSR), lama pemasangan, dan tarif pajak.
(2) Jumlah Pajak Terutang dalam Masa Pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Reklame x Jumlah Pemasangan x Lama Penyelenggaraan x 25% (dua lima puluh persen) untuk penyelenggaraan usaha besar.
(3) Jumlah Pajak Terutang dalam Masa Pajaka adalah Nilai Jual Obyek Penyelenggaraan x 10% (sepuluh persen) untuk penyelenggaraan usaha kecil.
Pasal 13
Nilai jual Obyek Reklame dan Batas Minimal Reklame bergerak ditetapkan sebagai berikut:
NO
JENIS REKLAME SATUAN UKURAN TARIF/M
(Rp)
BATAS MINIMAL MASA PAJAK
1 2 3 4 5
1.
2.
3.
4.
5.
BILBOARD
PAPAN :
A. PAPAN MEREK
B. NEON SIGN /
NEON BOX
C. TIN PLATE
D. BALIGO
MEGATRON
KAIN
MELEKAT/POSTER:
A. POSTER
B. FLUG CHAIN
C. GRAFITTI M2
M2
M2
M2
M2
HARI
M2
Lembar
M2
M2
1.500.000
200.000
500.000
1.000.000
100.000
1.500.000
40.000
100.000
50.000
50.000 1 TAHUN
1 TAHUN
1 TAHUN
1 TAHUN
1 BULAN
1 HARI
1 BULAN
1 BULAN
1 BULAN
1 BULAN
Pasal 14
Nilai strategis pemasangan reklame (NSPR) tidak bergerak sebagai berikut :
a. Klasifikasi Jalan
NO KLASIFIKASI HARGA DASAR PER TITIK (Rp)
1 JALAN NASIONAL 75.000
2 JALAN PROPINSI 60.000
3 JALAN KABUPATEN 50.000
4 JALAN DESA/KOLEKTOR 30.000
b. Lokasi Pemasangan/Kepadatan Pemanfaatan
NO LOKASI HARGA DASAR PER TITIK (Rp)
1 KAWASAN KHUSUS 200.000
2 KAWASAN BISNIS 125.000
3 KAWASAN PERUMAHAN 75.000
4 KAWASAN TERBUKA 60.000
5 KAWASAN INDUSTRI 40.000
6 KAWASAN PERKANTORAN 30.000
7 KAWASAN PENDIDIKAN 20.000
BAB IX
DASAR PERHITUNGAN DAN NILAI JUAL PENGELOLAAN
REKLAME BERGERAK
Pasal 15
(1) Nilai Jual Objek Pengelolaan Reklame sebagai dasar perhitungan Pajak Reklame Bergerak di wilayah Kabupaten Luwu Utara.
(2) Jumlah Pajak Terutang dalam Masa Pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Reklame x Jumlah Pemasangan x Lama Penyelenggaraan x 20 % (dua lima puluh persen).
Pasal 16
Nilai Jual Obyek Pajak Reklame dan Batas Minimal masa Pajak Reklame Tidak Bergerak ditetapkan sebagai berikut :
NO JENIS REKLAME SATUAN UKURAN NJOPR Per SATUAN BATAS MINIMAL MASA PAJAK
1 2 3 4 5
1
2
3
4
5
6 SELEBARAN
BERJALAN PADA
KENDARAAN
UDARA
SUARA
FILM/SLIDE
PERAGAAN :
a. di luar ruangan yang bersifat permanen
b. tidak permanen 100/lembar
M2
Buah
Hari
Hari
1 (satu) kali peragaan
1 (satu) kali peragaan 30.000
200.000
350.000
300.000
300.000
50.000
50.000 1 BULAN
1 TAHUN
1 HARI
1 HARI
1 HARI
1 HARI
1 HARI
BAB X
MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG, DAN SURAT
PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 17
(1) Masa Pajak yaitu jangka waktu yang lamanya sama dengan jangka waktu penyelenggaraan reklame.
(2) Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan reklame.
Pasal 18
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat diterbitkannya SKPD.
Pasal 19
(1) Setiap wajib pajak mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya.
(3) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan kepada Bupati paling lambat 15 hari, setelah berakhirnya masa pajak.
(4) Bentuk isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Bupati.
BAB XI
TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENDATAAN
Pasal 20
(1) Untuk mendapatkan data Wajib Pajak, dilaksanakan Pendaftaran dan pendataan terhadap wajib pajak.
(2) Kegiatan pendaftaran dan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diawali dengan mempersiapkan dokumen yang diperlukan, berupa formulir pendaftaran dan pendataan serta diberikan kepada wajib pajak.
(3) Setelah dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikirim atau diserahkan kepada Wajib Pajak, Wajib Pajak mengisi formulir pendaftaran dan pendataan dengan jelas, lengkap dan benar serta mengembalikan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterimanya formulir pendaftaran kepada petugas pajak.
(4) Petugas Pajak mencatat formulir pendaftaran dan pendataan yang dikembalikan oleh Wajib Pajak dalam buku Induk Wajib Pajak berdasarkan nomor urut yang digunakan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD).
(5) Untuk memberikan kemudahan pelayanan kepada Wajib Pajak, NPWPD dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan daerah.
Pasal 21
(1) Wajib Pajak yanag telah memiliki NPWPD, setiap awal bulan wajib mengisi SPTPD masa pajak bulan yang lalu.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diiisi dengan jelas, lengkap dengan benar serta ditanda tangani oleh wajib pajak atau kuasanya dan disampaikan ke Bupati Cq. Kepala SKPD yang membidangi pajak daerah paling lambat 15 (lima belas) hari setelah berakhir masa pajak.
(3) Seluruh data perpajakan yang diperoleh dari daftar isian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihimpun dan dicatat atau dituangkan dalam berkas kartu data, yang merupakan hasil akhir yang dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan dan penetapan pajak.
BAB XI
PENETAPAN, TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN PAJAK
Pasal 22
(1) Pajak dipungut berdasarkan Penetapan Bupati C.q Dinas atau dibayar sendiri Wajib Pajak yang berdomisili di dalam maupun di luar daerah, yang memiliki objek pajak di Kabupaten Luwu Utara.
(2) Wajib Pajak harus memenuhi kewajiban Pajak yang terutang yang menggunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan, SPPD, SKPDKB, dan atau SKPDKBT.
(3) Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diterbitkan STPD sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak.
(4) Tata cara pengisian dan penyampaian SPPD, SKPD, SKPDKB, diatur dengan Peraturan Bupati.
(5) Pembayaran Pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Pasal 23
(1) Wajib Pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang.
(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terhutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan :
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT; dan
c. SKPDN
(3) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Pasal 24
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(3) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran anggaran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XIII
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN
PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 25
(1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan keringanan dan pembebasan pajak.
(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.
BAB XIV
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN,
PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU
PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 26
(1) Bupati karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
a. membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penetapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah;
b. membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar; dan
c. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilapan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau kekurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Bupati Cq. Kepala SKPD yang membidangi pajak daerah paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas.
(3) Bupati Cq. Kepala SKPD yang membidangi pajak daerah paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati Cq. Kepala SKPD yang membidangi pajak daerah tidak memberikan keputusan, permohonan, pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.
BAB XIV
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 27
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati Cq. Kepala SKPD yang membidangi pajak daerah atas suatu :
a. SKPD;
b. SKPDKB;
c. SKPDKBT;
d. SKPDLB; dan/atau
e. SKPDN.
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3) Bupati Cq. Kepala SKPD yang membidangi pajak daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati Cq. Kepala SKPD yang membidangi pajak daerah tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan.
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Pasal 28
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding kepada pengadilan pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan dari Bupati.
(2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Pasal 29
Apabila mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dikabulkan sebagian atau seluruhnya kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan tambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
BAB XVI
PENGEMBALIAN KELEBIHAN
PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 30
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Bupati Cq. Kepala SKPD yang membidangi pajak daerah secara tertulis dan menyebutkan paling kurang:
a. nama dan alamat Wajib Pajak;
b. masa pajak;
c. besarnya kelebihan pembayaran pajak; dan
d. alasan yang jelas.
(2) Bupati Cq. Kepala SKPD yang membidangi daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Bupati Cq. Kepala SKPD yang membidangi pajak daerah tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila wajib pajak mempunyai hutang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu hutang pajak dimaksud.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB Bupati Cq. Kepala SKPD yang membidangi pajak daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.
Pasal 31
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan hutang pajak lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4), pembayarannya dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XVII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 32
(1) SKPDKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a diterbitkan :
a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang, atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak;
b. Apabila SPTPD tidak disampaikam dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak;
c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak terpenuhi, pajak yang tdrutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak dan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(2) SKPDKBT sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b ditertibkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(3) Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(4) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(5) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
(6) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
BAB XVIII
KADALUWARSA
Pasal 33
(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluwarsa setelah melampui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali wajib pajak melakukan tindak pindana dibidang perpajakan daerah.
(2) Kadaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. diterbitkan surat teguran dan surat paksa; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XIX
PENYIDIKAN
Pasal 34
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintahan daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah tersebut;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;
g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa yang dimaksud pada huruf e di atas;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagaimana tersangka atau sak si;
j. menghentikan penyidikan; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyelidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 35
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau malampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran.
BAB XIX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 36
Terhadap obyek Pajak yang pajaknya telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dan belum beyar, maka besarnya pajak yang terutang didasarkan pada Peraturan Daerah yang berlaku terdahulu.
BAB XX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang menyangkut tehnik pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Pasal 40
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Utara.
|