ABSTRAK: |
- bahwa untuk menindak lanjuti Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan angkutan Jalan,
pasal: 6 ayat (4), pasal 7 ayat (1), pasal 8, 9, 17, 20 (ayatl,
huruf d) pasal 21 ayat (3), Pasal 25, 26 ayat(l) huruf c),
Pasal 27 ayat (2), Pasal 35, 39 ayat (3), pasal 43 ayat (3),
pasal 44, 45 ayat (2) huruf d Pasal 53 Ayat (1,3, huruf,a),
Pasal 55 ayat (1) huruf a) pasal 63, 95 ayat (1), huruf, d),
Pasal 96 ayat (6), pasal 99 ayat (3), pasal 133 ayat (4),
Pasal 139 ayat (3), Pasal 146 ayat (2) huruf (c), Pasal 148
(huruf, c), Pasal 152 huruf (a), Pasal 176 huruf e, 179 huruf
d, Pasal 182 huruf d, Pasal 197, 198, 242 ayat (1), dan
pasal 245 ayat (2).
bahwa dalam rangka menunjang perkembangan
pembangunan dan pertumbuhan perekonomian di Kota
Palopo, diperlukan sistem Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang menjamin kehandalan, keselamatan,
kelancaran, ketertiban, keamanan dan kenyamanan,
berdaya guna dan berhasil guna;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Daerah tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
- Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1980 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia nomor 3209);
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Mamasa dan Kota Palopo di
Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 24. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4186);
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Jalan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 132. Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4444);
1
, • ' -- ... !
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
6. Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan lingkungan hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang perubahan kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Nomor 5679);
8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 1 12, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5038);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1993 Nomor 59. Tambahan Lembaran Negara Nomor
3527);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 60.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3528);
12. Peraturan Pemerinta.h Nomor 43 Tahun 1993 tentang
Prasarana dan Lalulintas Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1993 Nomor 60. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3529);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang
Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1993 Nomor 64. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3530);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2 011 tentang
Manajemen Dan Rekayasa, Analisa Dampak serta
Manajemen Kebutuhan Lalulintas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 61. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5221);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2011 tentang
Forum Lalulintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 73. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5229);
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 80 Tahun 2015
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
- MEMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN DAERAB TENTANG LALU LINTAS DAN
ANGKUTAN JALAN.
BABI
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Palopo.
2. Walikota adalah Walikota Palopo.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Menteri adalah Pembantu Presiden yang memimpin kementerian negara dan
bertanggungjawab atas urusan pemerintahan dibidang Jalan, bidang sarana
dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bidangindustri, bidang
pengembangan teknologi atau bidang pendidikan dan latihan.
5. Gubemur adalah Gubemur Sulawesi Selatan
6. Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
7. Dinas adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas
pokok dan fungsi di bidang lalulintas dan angkutan jalan.
8. Kepala Dinas adalah pejabat yang diangkat oleh walikota yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan tugas dan fungsi di bidang lalulintas dan angkutan
jalan.
9. Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan.
10. Analisis Dampak Lalu Lintas yang selanjutnya disingkat Andalalin adalah studi
atau kajian mengenai dampak Lalu Lintas dari suatu pembangunan,
kegiatan dan/ atau usaha tertentu yang hasilnya dituangkan dalam bentuk
dokumen Andalalin atau perencanaan pengaturan Lalu Lintas.
11. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya disingkat LLAJ adalah
satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan,
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana LLAJ, Kendaraan,
Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.
12. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat
ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan.
13. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah serangkaian Simpul
dan/ atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
14. Simpul adalah tempat yang diperuntukan bagi pergantian antarmoda
dan intermoda yang berupa Terminal, stasiun kereta api, pelabuhan
laut, pelabuhan sungai dan danau, dan/ atau bandar udara.
15. Prasarana LLAJ adalah Ruang Lalu Lintas, Terminal, dan Perlengkapan Jalan
yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi lsyarat Lalu Lintas, alat pengendali
dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta
fasilitas pendukung.
3
16. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di Jalanyang terdiri atas Kendaraan
bermotor dan kendaraan tidak bermotor.
17. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan
mekanik berupa mesin.
18. Kendaraan tidak bermotor adalah setiap kendaraanyang digerakkan oleh tenaga
manusia dan/ atau hewan.
19. Kendaraan bennotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk
angkutan barang dan/ atau orang dengan dipungut bayaran.
20. Ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukan bagi gerak pindah
kendaraan, orang, dan/ atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung.
21. Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, yang
beradapadapermukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaantanahdan/atau air, serta di atas permukaan air.
22. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringansekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan denganpersil serta menghubungkan antar pusat pemukiman yang
berada di dalam kota.
23. Terminal adalah pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan
untukmengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan
orang dan/ atau barang, serta perpindahan moda angkutan.
24. Terminal penumpang adalah pangkalan kendaraanbennotor umum yang
digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan
menurunkan orang serta perpindahan moda angkutan
25. Terminal Barang adalah pangkalan kendaraan bennotor umum yang digunakan
untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan
barang serta perpindahan moda angkutan.
26. Halte adalah tempat pemberhentian kendaraanbermotor umum untuk
menaikkan dan menurunkan penumpang.
27. Parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atautidak bergerak untuk beberapa
saat dan ditinggalkan pengemudinya.
28. Berhenti adalah keadaan kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak
ditinggalkan pengemudinya.
29. Rambu lalu lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang,
huruf, angka, kalimat, dan/ atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan,
larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan.
30. Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas
permukaan jalanyang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis
membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk
mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas.
31. Alat pemberi lsyarat lalu lintas yang selanjutnya disingkat APILL adalah
perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi
dengan isyarat bunyi untuk mengatur lalu lintas orang dan/ atau kendaraan di
persimpangan atau pada ruas Jalan.
32. Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan atau tanpa
rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan bermotor
beroda tiga tanpa rumah-rumah.
33. Badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dalam hukum
diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.
34. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputiperseroan terbatas,
perseroan komanditer, badanusaha milik negara atau daerah dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
35. Perusahaan angkutan umum adalah badan hukumyang menyediakan jasa
angkutan orang dan/ ataubarang dengan kendaraan bermotor umum.
4
' T -� '1 !!
36. Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan
jasa perusahaan angkutan umum dan/ atau jasa perparkiran.
37. Pengemudi adalah orang yang mengemudikankendaraan bermotor di jalan yang
telah memiliki surat izin mengemudi.
38. Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan
tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa penggunajalan
lainyang mengakibatkan korban manusia dan/ atau kerugian harta benda.
39. Penumpang adalah orang yang berada di kendaraan selain pengemudi dan awak
kendaraan.
40. Pejalan kaki adalah setiap orang yang berjalan di ruang lalu lintas jalan.
41. Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas.
42. Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan
yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan.pengaturan, dan
pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam rangka
mewujudkan,mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas.
43. Keamanan Lalu Lintas Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terbebasnya
setiap orang, barang, dan/ atau kendaraan dari gangguan perbuatan melawan
hukum, dan/ atau rasa takut dalam berlalu lintas.
44. Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalanadalah suatu keadaan
terhindamyasetiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang
disebabkan olehmanusia, kendaraan, jalan, dan/ atau lingkungan.
45. Ketertiban Lalu Lintas Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas
yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap
Pengguna jalan.
46. Kelancaran Lalu Lintas Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas
dan penggunaan angkutan yang be bas dari hambatan dan kemacetan di jalan.
4 7. Sistem informasi dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan adalah
sekumpulan subsistem yang sating berhubungan dengan melalui
penggabungan, pemrosesan, penyimpanan, dan pendistribusian data yang
terkait dengan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.
48. Aksessibilitas adalah kemudahan untuk mencapai suatu tujuan perjalanan
orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan
kendaraan.
49. Difable adalah individu-individu yang karena kondisi fisik dan/atau mentalnya
mempunyai perbedaan kemampuan dengan individu lainnya.
50. Mobil bus adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat
duduk lebih dari 8(delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang
beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.
5 1. Mobil Penumpang adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki
tempat duduk maksimal 8(delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau
yang beratnya tidak lebih dari 3.SOO(tiga ribu lima ratus)kilogram.
52. Mobil Barang adalah kendaraan bermotor yang dirancang sebagian atau
seluruhnya untuk mengangkut barang.
53. Kereta Gandengan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut
barang yang seluruh bebannya ditumpu oleh alat itu sendiri dan dirancang
untuk di tarik oleh kendaraan bennotor.
54. Kereta Tempelan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut
barang yang dirancang untuk ditarik dan sebagian bebannya di tumpu oleh
kendaraan bermotor penariknya.
55. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan
dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan tetap, lintasan tetap
danjadwal tetap maupun tidak terjadwal.
56. Wilayah operasi adalah kawasan tempat angkutan taksi beroperasi berdasarkan
izin yang diberikan.
5
'r t ', !
57. Jaringan lintas adalah kumpulan dari lalu lintas yang menjadi satu kesatuan
jaringan pelayanan angkutan barang.
58. Jaringan Trayek adalah kumpulan dari trayek-trayekyang menjadi satu
kesatuan jaringan pelayanan angkutan orang.
59. Angkutan Antar Kota Antar Provinsi adalah angkutan dari satu kota ke kota
yang lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota yang melalui lebih dari
satu daerah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam
Trayek.
60. Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi adalah angkutan dari satu kota ke kota
yang lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota dalam satu daerah
provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek.
61.Angkutan Kota adalah angkutan dari satu tempat ketempat yang lain dalam
satu daerah dengan menggunakan mobil penumpang umum yang terikat dalam
trayek.
62. Angkutan perbatasan adalah angkutan kota yang melalui wilayah kecamatan
yang berbatasan langsung dengan daerah dengan menggunakan mobil bus
umum dan/ atau mobil penumpang umum yang terikat dalamtrayek.
63.Angkutan khusus adalah angkutan yang mempunyai asal dan/atau tujuan
tetap, yang melayani antar jemput penumpang umum, antar jemput karyawan,
permukiman dan simpul yang berbeda.
64. Angkutan Pariwisata adalah angkutan denganmenggunakan mobil bus umum
yang dilengkapi dengan tanda-tanda khusus untuk keperluan pariwisata
ataukeperluan lain diluar pelayanan angkutan dalam trayek, seperti untuk
keperluan keluarga dan keperluan sosial lainnya.
65. Jumlah Berat Yang Diperbolehkan yang selanjutnya disingkat JBB adalah berat
maksimum kendaraanbermotor berikut muatannya yang diperbolehkanmenurut
rancangannya.
66. Fasilitas Park.ir adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian
Kendaraan yang tidak bersifat sementara untuk melakukan kegiatan pada
suatu kurun waktu.
67. Fasilitas Parkir di dalam ruang milik jalan (on street parking) adalah
fasilitasuntuk parkir kendaraandengan menggunakan sebagian badan jalan.
68. Fasilitas parkir di luar ruang milik jalan (off street parking) adalah fasilitas
parkir kendaraan yang dibuat khusus yang dapat berupa taman parkir
dan/ atau gedung parkir yang selanjutnya di sebut fasilitas parkir untuk umum.
69. Satuan Ruang Parkir yang selanjutnya disingkat SRP adalah ukuran luas
efektifuntuk meletakkan kendaraan (mobil penumpang, mobil bus, mobilbarang,
dan/atau sepeda motor), termasuk ruang bebas dan lebar buka pintu.
70. Petugas Parkir adalah petugas yang mengatur secara langsung kendaraan yang
diparkir dan memungut retribusi parkir dari pengguna jasa perparkiran.
71. Pengujian kendaraan adalah serangkaian kegiatan menguji dan/atau
memeriksa bagian-bagian kendaraan, kereta gandengan, kereta tempelan dan
kendaraan khusus dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan
laikjalan.
72. Pengujian berkala kendaraan adalah kegiatan pengujian kendaraan
yangdilaksanakan setiap periode tertentu.
73. Penguji adalah petugas pelaksana pengujian yang telah memiliki kewenangan
dan tanda kualifikasi teknis dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat.
74. Pembantu Penguji adalah petugas yang memiliki kewenangan tertentu dalam
penyelenggaraan pengujiankendaraan yang bertugas membantu/
mempersiapkan kegiatan pengujian kendaraan.
6
1, ,( ·, !
75. Tanda Uji Berkala adalah tanda bukti lulus uji berkala yang berbentuk
lempengan plat logam yang berisi data dan legitimasi termasuk masa
berlakunya basil pengujian berkala, dan harus dipasang pada setiap kendaraan
yang telah dinyatakan lulus uji berkala pada tempat yang telah tersedia untuk
itu.
76. Tanda Samping adalah tanda yang dipasang pada bagian kanan dan kiri
kendaraan bermotor berisi data teknis kendaraan yang bersangkutan,
kelasJalanterendah yang boleh dilalui serta masa berlaku uji kendaraan yang
bersangkutan.
77. Buku Uji Berkala adalah tanda bukti lulus uji berkala, buku yang berisi data
dan legitimasi masa berlakunya basil pengujian berkala dan harus selalu
disertakan pada kendaraan yang bersangkutan.
78. Emisi adalah gas buang dari sumber kendaraanbermotor sebagai hasil proses
pembakaran di ruang mesin.
79. Uji Emisi dan Perawatan kendaraan bermotor adalah suatu mekanisme
pengendalian emisi gas buang kendaraan bermotor dalam rangka pengendalian
pencemaran udara yang mewajibkan pemilik kendaraanbermotor untuk
merawat kendaraannya agar memenuhi ambang batas emisi gas buang
kendaraanbermotor.
80. Bengkel Pelaksana Uji Emisi adalah bengkel Kendaraanbermotor yang telah
mendapat penetapan untuk menyelenggarakan uji emisi dan perawatan
kendaraanbermotor bukan untuk umum dan sepeda motor.
8 1. Teknisi Uji Emisi adalah orang yang melaksanakan uji emisi dan perawatan
kendaraan bermotor di bengkel ujiemisi.
82. Surat Keterangan Memenuhi Ambang Batas Emisi adalah tanda bukti tertulis
yang diberikan oleh bengkel pelaksana uji emisi untuk menyatakan bahwa
kendaraan bermotor bukan untuk umum dan sepeda motor telah mengikuti
uji emisi dan perawatan serta telah memenuhi ambang batas emisi gas
buang Kendaraan bermotor yang ditunjukkan dengan stelan mesin yang benar.
83. Stiker Lulus Uji Emisi adalah tanda pengenal telah lulus uji emisi dan
perawatan kendaraan yang diberikan oleh bengkel pelaksana uji emisi yang
ditempel pada kendaraan bermotor bukan umum dan sepeda motor dengan
masa berlaku 6 (enam) bulan.
84. Ambang Batas Emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau
bahan pencemar yang terkandung dalam emisi gas buang
Kendaraanbermotor.
85. Laik jalan adalah persyaratan minimum kondisi suatu kendaraan yang harus
dipenuhi agar terjamin keselamatan dan mencegah terjadinya pencemaran
udara serta kebisingan lingkungan pada waktu dioperasikan di Jalan.
86. Petugas pemeriksa adalah petugas kepolisian negara Republik Indonesia dan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang LLAJ.
87. Pemeriksaan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh petugas
pemeriksa terhadap pengemudi, kendaraan bermotor dan tidak bermotor
mengenai pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan serta pemenuhan
kelengkapan administrasi serta terhadap pelanggaran ketertiban parkir dan
ketertiban di terminal.
88. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disingkat PPNSD adalah
pejabat Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diberi wewenang khusus oleh
undangundang untuk melakukan penyidikan di bidang perhubungan.
89. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya.
7
• 4
BABII
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan diselenggarakan berdasarkan
asas:
a. transparan;
b. akuntabel;
c. berkelanjutan;
d. partisipatif;
e. bermanfaat;
f. efisien dan efektif;
g. seimbang;
h. terpadu; dan
i. mandiri.
Pasal 3
Tujuan Penyelenggaraan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan adalah untuk
mewujudkan:
a. pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, nyaman, selamat, tertib,
lancar, dan terpadu dengan moda -angkutan lain untuk mendorong
perekonomian daerah, memajukan kesejahteraan masyarakat, memperkokoh
persatuan dankesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat
bangsa;
b. etika berLalu Lintas dan budaya bangsa; dan
c. penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
BABW
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan Peraturan Daerah ini meliputi:
a. Pembinaan dan Penyelenggaraan LLAJ;
b. Jaringan LLAJ;
c. Pengujian dan Pemeriksaan Kendaraan;
d. Bengkel;
e. Terminal;
f. Pembinaan Pemakai Jalan;
g. Penanggulangan Kecelakaan Lalu Lintas;
h. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
i. Analisis Dampak Lalu Lintas;
j. Angkutan;
k. Perparkiran;
1. Pemindahan Kendaraan
m. Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
n. Sumber Daya di Bidang Perhubungan;
o. Kerjasama;
p. Peran serta Masyarakat;
q. Penyelenggaraan Sistem Informasi dan Komunikasi;
r. Forum LLAJ;
s. Pengawasan dan Pengendalian;
t. Penyidikan;
u. Ketentuan Pidana;
v. Ketentuan Peralihan;
w. Ketentuan Penutup.
8
' ..
BABIV
PEMBINAAN DAN PENYELENGGARAAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 5
(1) Tanggungjawab dan pembinaan atas LLAJ di Daerah dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah.
(2) Pembinaan LLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem LLAJ di daerah yang
jaringannya berada diwilayah Daerah;
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi dan izin kepada perusahaan
Angkutan umum di Daerah;
c. Pengawasan terhadap pelaksanaan LLAJ Daerah.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan
Pasal 6
Penyelenggaraan kegiatan LLAJ yang langsung kepada masyarakat dilakukan oleh
pemerintah daerah, badan hukum dan/ atau masyarakat.
BABV
JARINGAN LLAJ
Bagfan Kesatu
Rencana lnduk Jaringan
Pasal '1
(1) Pemerintah Daerah menyusun dan menetapkan Rencana Induk Jaringan
LLAJ Daerah dengan memperhatikan:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. Rencana Induk Jaringan LLAJ Nasional;
c. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
d. Rencana Induk Jaringan LLAJ Provinsi;
e. Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah.
(2) Rencana Induk Jaringan LLAJ Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan pedoman bagi pengembangan jaringan LLAJDaerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penetapan Rencana
Induk Jaringan LLAJ Daerah diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 8
(1) Rencana Induk Jaringan LLAJ Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
memuat:
a. rencana lokasi ruang kegiatan yang harus dihubungkan oleh ruang Lalu
Lintas;
b. prakiraan-prakiraan perpindahan orang dan/ atau barang menurut asal
dan
c. tujuan perJalanan;
d. arah kebijakan LLAJ dalam keseluruhan moda transportasi;
e. rencana kebutuhan lokasi simpu1.
(2) Arah kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi
penetapan rencana angkutan dalam berbagai moda sesuai dengan potensi
yang akan dikembangkan.
9
' ' • .! • :.
Pasal 9
(1) Dinas menyusun rencana detail transportasi sebagai penjabaran Rencana
Induk Jaringan LLAJ Daerah.
(2) Rencana detail transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. rencana lokasi pembangunan jaringan Jalan dan Terminal;
b. rencana simpul, jaringan Trayek, jaringan lintas, wilayah operasi taksi,
kerjasama transportasi antar daerah untuk pelayanan angkutan umum
diperbatasan.
(3) Rencana lokasi pembangunan Terminal ditetapkan oleh Walikota.
(4) Rencana lokasi pembangunan Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a khusus untuk Terminal penumpang, diusulkan Walikota kepada
Menteri melalui Gubernur untuk ditetapkan sebagai Terminal Penumpang
Antar Kota Antar Provinsi dan TerminalPenumpang Antar Kota Dalam
Provinsi.
(5) Rencana jaringan Trayek dan lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, diusulkan Walikota kepada Menteri dan Gubernur untuk ditetapkan
dalam kesatuan sistem jaringan Trayek Antar Kota Antar Provinsi dan Trayek
Antar Kota Dalam Provinsi.
Bagian Kedua
Jalan
Paragraf 1
Penggunaan Jalan
Pasal 10
(1) Penggunaan Jalan Kota ditetapkan berdasarkan fungsi dan kelas Jalan.
(2) Kendaraan tidak bermotor dilarang menggunakan jalur kendaraan bermotor
jika telah disediakan jalur Jalan khusus bagi kendaraan tidak bermotor.
(3) Penetapan penggunaan Jalan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
batas kecepatan paling tinggi setiap Jalan kota ditetapkan oleh Walikota.
Paragraf2
Perlengkapan Jalan
Pasal 11
( 1) Perlengkapan Jalan terdiri dari:
a. alat pemberi isyarat Lalu Lintas;
b. rambu Lalu Lintas;
c. marka Jalan;
d. alat penerangan Jalan;
e. alat pengendali pemakai Jalan, terdiri atas:
1. alat pembatas kecepatan; dan
2. alat pembatas tinggi dan lebar Kendaraan.
f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan, terdiri atas:
1. pagar pengaman;
2. cermin tikungan;
3. tanda patok tikungan (delineator);
4. pulau-pulau Lalu Lintas;
5. pita penggaduh; dan
6. median Jalan.
g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat;dan/atau
h. fasilitas pendukung kegiatan LLAJ yang berada di Jalan maupun di luar
badan Jalan;
10
' t
f T � f "'
{2) Perencanaan penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana climaksud pada
ayat (1) disusun oleh Dinas untuk jangka waktu paling lama 5 (lima)
tahun.
(3) Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh Dinas.
Pasal 12
(1) Pemasangan perlengkapan Jalan dilakukan oleh Dinas sesuai dengan
persyaratan teknis dan Rencana Induk Jaringan.
{2) Pemasangan perlengkapan Jalan yang dilakukan oleh Badan atau
perorangan harus sesuai dengan persyaratan teknis dan dengan izin Dinas.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasangan perlengkapan Jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat {1) dan ayat {2) diatur dengan Peraturan
Walikota.
Pasal 13
(1) Setiap Badan atau perorangan dilarang menempelkan, memasang sesuatu
yang menyerupai, menambah atau mengurangi arti, merusak, memindahkan
rambu-rambu, marka Jalan dan APILL.
(2) Badan atau perorangan setelah mendapat izin dari Dinas dapat memasang
reklame pada fasilitas, perlengkapan Jalan dan fasilitas pendukung.
Paragraf 3
Sistem Kecerclasan Transportasi
Pasal 14
(1) Dalam rangka pelaksanaan Sistem Kecerdasan Transporta.sf
(Intelligent Transport System}, Dinas menera.pkan penggabungan
a.plfka.sf berbagai teknologi transporta.sf melfputf. komunika.sf,
elektronika, komputer hardware dan software, serta telekom.unika.sf
un't"uk uu;mbuat prasarana dan sarana transporta.sf lebfh informa.tf.f,
lancar, aman, nyama.n dan ramah lfngkungan.
(2J Penerapan Intelligent Tran.sport System sebagcdman.a dimaksud pada
ayat (l} melf.putf.:
a. bus priority;
b. railbus priority;
c. Variable Message Sign (VMS};
d. traJlf.c report dengan radio dan televlsi;
e. e-payment/e-tf.cketfng;
f. display informasi angkutan um.um/bus; dan
g. Ruang Pengendali (CC Room}.
Paragraf4
Pengendalian Lingkungan Jalan
Pasal 15
(1) Jalan sebagai prasarana transportasi, terdiri dari ruang manfaat Jalan,
ruang milik Jalan, dan ruang pengawasan Jalan, yang harus dikendalikan
pemanfaatan dan penggunaannya agar tidak menimbulkan kerusakan Jalan
dan fasilitas penunjangnya, serta tidak menimbulkan gangguan Lalu Lintas.
11
. .
• • .. ! ' 1,
(2) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. penetapan dan atau pengaturan garis sepadan Jalan;
b. pengendalian pembukaan Jalan masuk;
c. pengaturan pengendalian dan pemanfaatan lahan pada ruang milik Jalan
dan ruang pengawasan Jalan.
Pasal 16
Pengendalian, pemanfaatan dan penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (2) dilaksanakan secara terkoordinasi dengan instansi
terkait.
Pasal 17
(1) Setiap Badan atau perorangan dilarang memanfaatkan lahan pada ruang
milik Jalan untuk parkir Kendaraan bermotor dan/atau bongkar muat
barang, kecuali dengan izin Walikota.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 18
Pembukaan Jalan masuk dan pemanfaatan lahan pada ruang milik Jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c, dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 5
Penggunaan Jalan Selain Untuk Kepentingan Lalu Lintas
Pasal 19
Jalan sebagai ruang Lalu Lintas, fungsi dan peruntukannya meliputi:
a. bagian perkerasan yang berfungsi untuk pergerakkan Kendaraan;
b. bagian Badan Jalan yang berfungsi untuk drainase dan perlengkapan Jalan;
c. trotoar yang berfungsi sebagai fasilitas pejalan kaki; dan
d. ruang dengan jarak tertentu dari permukaan Jalan berfungsi sebagai ruang
be bas.
Pasal 20
(1) Instansi, Badan atau perorangan dilarang menggunakan Jalansebagai
ruang Lalu Lintas untuk kegiatan di luar kepentingan Lalu Lintas yang
dapat merubah fungsi dan peruntukan Jalan, kecuali dengan izin Walikota.
(2) Izin Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah
mendapat pertimbangan teknis Lalu Lintas dari Dinas dan berkoordinasi
dengan instansi terkait.
Pasal 21
Setiap Badan atau perorangan dilarang menyimpan benda-benda dan/atau
alat-alat di Jalan yang dapat menimbulkan hambatan, gangguan dan
kecelakaan Lalu Lintas kecuali setelah mendapat izin dari Dinas dan/ atau instansi
yang berwenang.
12
. .
" T !_! , ,II
Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis-jenis kegiatan penggunaan Jalanselain
untuk kepentingan Lalu Lintas dan tata laksana perizinannya diatur dengan
Peraturan Walikota.
Paragraf6
Dispensasi Penggunaan Jalan
Pasal 23
(1) Kelas, daya dukung dan muatan sumbu terberat yang diizinkan serta
larangan penggunaan Jalan, ditetapkan dengan rambu-rambu Lalu Lintas.
(2) Setiap Kendaraan angkutan barang dan angkutan penumpang dilarang
menggunakan Jalan yang tidak sesuai dengan kelas, daya dukung, serta
tidak sesuai dengan muatan sumbu terberat yang diizinkan untuk Jalan
itu.
Pasal 24
(1) Walikota dapat menerbitkan izin dispensasi penggunaan Jalan-Jalantertentu
untuk dilalui oleh Kendaraan angkutan barang dan angkutan penumpang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2).
(2) Izin dispensasi penggunaan Jalan bagi angkutan barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada:
a. Kendaraan pengangkut membawa barang yang dimensi ukuran dan
beratnya tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi bagian yang lebih kecil;
b. Kendaraan yang karena berat muatannya melebihi batas muatan
sumbu terberat (MST) yang diizinkan untuk kelas Jalan yang
dilaluinya;
c. Kendaraan angkutan barang yang memuat kebutuhan bahan pokok
dan/ atau bahan bakar;
d. Kendaraan angkutan barang yang digunakan untuk kepentingan proyek
tertentu di Daerah; atau
e. Kendaraan angkutan barang yang membawa muatan yang bersifat darurat.
(3) lzin dispensasi penggunaan Jalan bagi angkutan penumpang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk angkutan karyawan.
Pasal 25
(1) Permohonan izin dispensasi penggunaan Jalan diajukan secara tertulis
oleh pemilik atau Pengemudi kepada Walikota melaluipejabat yang ditunjuk
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya
berisikan pemilik Kendaraan, spesifikasi Kendaraan, ruteJalan, jenis muatan,
dan lama penggunaan Jalan.
(3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Dinasmenerbitkan surat izin dispensasi penggunaan Jalan dengan jangka
waktu tertentu.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1) dan pemberian izin Dispensasi penggunaan Jalan diatur dengan
Peraturan Walikota.
13
,
t • "'
.
. ..
Paragraf7
Fasmtas Pejalan Kaid
Pasal 26
(1) Dalam rangka pembinaan terhadap pemakai Jalan, Pemerintah Daerah
merencanakan dan membangun serta memelihara fasilitas pejalan kaki yang
meliputi:
a. trotoar;
b. tempat penyeberangan pejalan kaki terdiri dari:
1. jembatan penyeberangan orang;
2. penyeberangan di persimpangan berlampu Lalu Lintas;
3. penyeberangan di ruas Jalan (pelican crossing dan zebra crossing);
4. terowongan; dan/atau
5. bentuk lainnya
c. tempat-tempat menunggu dan/ atau pemberhentian Kendaraan; dan
d. pedestrl.a.n/cl.ty walk.
(2) Pembangunan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan pedoman, standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan.
(3) Pemerintah Daerah dapat mengikutsertakan instansi, Badan Hukum dan
perorangan dalam pembangunan fasilitas pejalan kaki.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, standar dan persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta pengikutsertaan dalam
pembangunan fasilitas pejalan kaki sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 8
Bak dan Kewajiban Pejalan Kaid dalam .BerLalu Lintas
Pasal 27
(1) Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yangberupa
trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.
(2) Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di
tempat penyeberangan.
(3) Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat(l), Pejalan
Kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan
keselamatan dirinya.
Pasal 28
( 1) Pejalan Kaki wajib:
a. menggunakan bagian Jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan Kaki atau
Jalan yang paling tepi; atau
b. menyeberang di tempat yang telah ditentukan.
{2) Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang
ditentukansebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejalan Kaid
wajib memperhatikan Keselamatan dan Kelancaran Lalu Lintas.
(3) Pejalan kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda khusus yangjelas
dan mudah dikenali Pengguna Jalan lain.
14
,- t ':"
Paragraf9
Fasilitas Dlfabel
Pasal 29
(1) Pemerintah Daerah wajib memberikan perlakuan khusus di bidang LLAJ
kepada difabeL
(2) Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. aksesibilitas;
b. prioritas pelayanan; dan
c. fasilitas pelayanan.
{3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian perlakuan khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
BABVI
PENGUJIAN DAN PEMERIKSAAN KENDARAAN
Bagian Kesatu
Pengujian
Paragrar 1
Jenis dan Fungsi
Pasal 30
(1) Pengujian dilakukan terhadap Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak
Bermotor.
(2) Pengujian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan:
a. Jenis yang meliputi mobil penumpang, mobil bus, mobil barang dan
Kendaraan khusus;
b. Fungsi yang meliputi Kendaraan bennotor perseorangan dan Kendaraan
bennotor umum.
(3) Pengujian Kendaraan tidak bennotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap Kendaraan tidak bermotor yang digerakkan oleh orang,
Kendaraan tidak bennotor yang digerakkan secara elektrik.
Paragraf2
Pengujian Kendaraan Bermotor
Pasal 31
(1) Pemeriksaan dan pengujian fisik dilakukan terhadap kendaraan bennotor
yang terdiri dari mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang,
Kendaraan khusus, kereta gandengan, sepeda motor roda tl.ga yang
dimodifikasi atau sepeda motor dengan rumahrumah, dan kereta tempelan
yang dioperasikan di Jalan.
(2) Pemeriksaan dan pengujian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
meliputi pengujian terhadap persyaratan teknis dan laik Jalan.
(3) Bukti lulus uji pemeriksaan dan pengujian fisik sebagaimana dimaksud
pada yat (2) berupa pemberian buku uji dan/ atau kartu uji serta tanda uji.
15
. � .,
Pasal 32
(1) Pengesahan basil uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) diberikan
oleh:
a. penguji Kendaraan bermotor yang memiliki kompetensi yang ditetapkan
oleh Menteri; dan
b. penguji swasta yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri
untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian agen
tunggal pemegang merk dan unit pelaksana pengujian swasta.
(2) Kompetensi penguji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan
sertifikat tanda lulus pendidikan dan pelatihan.
Paragraf 3
Pengujian Berkala
Pasal 33
(1) Pengujian berkala Kendaraan bermotor dilaksanakan oleh Dinas.
(2) Pelaksanaan uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan di tempat Pengujian Kendaraan Bermotor.
(3) Pengujian Kendaraan Bermotor dapat berupa Pengujian Statis atau
Pengujian Keliling
Pasal 34
(1) Untuk menyelenggarakan pengujian berkala, Walikota berwenang
merencanakan, membangun, dan memelihara tempat pengujian Kendaraan
baik yang bersifat statis berupa gedung pengujian maupun yang bersifat
dinamis berupa Kendaraan pengujian keliling.
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan
peralatan mekanis sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(3) Peralatan mekanis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dipelihara
dan dikalibrasi secara berkala.
Pasal 35
(1) Pelaksanaan pengujian berkala Kendaraan bermotor dilakukandengan
kegiatan:
a. pengujian pertama; dan
b. pengujian berkala.
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan retribusi yang
besarnya diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Pasal 36
Kendaraan bermotor yang dikecualikan dari wajib uji adalah:
a. Kendaraan bermotor milik TNI/POLRI;
b. mobil penumpang yang tidak digunakan untuk angkutan umum;
c. sepeda motor tanpa rumah-rumah; dan
d. sepeda motor tanpa kereta samping.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan dan pengujian fisik
sebagaimana dimaksud dalam. Pasal 31 ayat (1), pengujian berkala sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), dan model bukti lulus pemeriksaan dan
pengujian fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) diatur dengan
Peraturan Walikota
16
r
T !_(
I
. ,
Pasal 38
(1) Kendaraan bermotor wajib Uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal31 ayat
(1) yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis laik Jalan,
dan emisi gas buang.
(2) Persyaratan teknis laik Jalan, dan emisi gas buang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus sesuai dengan rancang bangun yang telah ditetapkan.
(3) Untuk memenuhi persyaratan teknis laik Jalan, dan emisi gas buang,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan:
a. pengujian berkala;
b. pemeliharaan dan/ atau perawatan.
Pasal 39
Pengujian berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf a
dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali.
Pasal 40
(1) Pengujian berkala Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 ayat (1) untuk pertama kali dilakukan setelah 1 (satu) tahun sejak
diterbitkannya Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.
(2) Syarat yang wajib dilampirkan untuk pengujian berkala sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Sertiflkat Registrasi Uji Tipe;
b. Surat Tanda Nomor Kendaraan;
c. identitas pemilik; dan
d. bukti pelunasan biaya uji.
(3) Pengujian berkala selanjutnya dilaksanakan sebelum masa uji berakhir.
Pasal 41
(1) Terhadap pemilik Kendaraan bermotor wajib uji yang melakukan
pemeriksaan teknis, dikenai retribusi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai retribusi pengujian berkala Kendaraan
bermotor diatur dalam Peraturan Daerah.
Pasal 42
(1) Pengujian berkala dilakukan dengan menggunakan fasilitas dan peralatan
pengujian serta dilakukan oleh tenaga penguji yang memiliki kualifikasi
teknis sesuai ketentuan perundang-undangan.
(2) Peralatan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah peralatan
uji berkala Kendaraan bermotor berupa peralatan pengujian lengkap,
peralatan pengujian dasar atau peralatan pengujian keliling.
(3) Peralatan pengujian lengkap atau peralatan pengujian dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) adalah peralatan yang dipasang dan digunakan
pada lokasi tempat pengujian yang bersifat tetap.
(4) Peralatan pengujian keliling sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
peralatan yang digunakan pada lokasi tempat pengujian yang bersifat tidak
tetap dan ditempatkan pada Kendaraan bermotor pengangkut peralatan uji.
(5) Fasilitas dan peralatan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
dapat berupa fasilitas dan peralatan pengujian pada lokasi yang bersifat
tetap dan/ atau pada lokasi yang bersifat tidak tetap.
(6) Dinas berkewajiban mengadakan tenaga penguji, fasilitas dan peralatan
pengujian sesuai peningkatan kebutuhan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
17
Pasal 43
(1) Apabila suatu Kendaraan dinyatakan tidak lulus uji, penguji wajib
memberitahukan kepada pemilik atau pemegang Kendaraan sekurangkurangnya meliputi:
a. perbaikan yang harus dilakukan; dan
b. waktu dan tempat pelaksaaan uji ulang.
(2) Dalam hal perbaikan yang harus dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, kepada pemilik/pemegang diberikan tempo selama-lamanya 14
(empat belas) hari, tidak diberlakukan sebagai pemohon baru dan tidak
dipungut biaya uji.
(3) Apabila setelah dilakukan uji ulang temyata Kendaraan masih dinyatakan
tidak lulus, maka untuk uji u1ang selanjutnya dikenai retribusi.
Pasal 44
( 1) Apabila pemilik/pemegang Kendaraan tidak menyetujui pemberitahuan tidak
lulus uji dari penguji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1),
pemilik atau pemegang dapat mengajukan permohonan keberatan secara
tertulis kepada pimpinan petugas penguji.
(2) Pimpinan petugas penguji dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) jam
harus memberikan jawaban diterima atau ditolaknya permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1}, setelah mendengar penjelasan dari
penguji yang bersangkutan.
(3) Apabila permohonan keberatan diterima harus dilakukan uji u1ang.
(4) Apabila permohonan keberatan ditolak dan/atau setelah dilakukan uji ulang
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), temyata tetap tidaklulus uji, maka
pemilik/pemegang tidak dapat mengajukan lagi permohonan keberatan
Pasal 45
(1) Pemilik Kendaraan bermotor wajib uji dapat memindahkan (mutasi)
pengujian Kendaraannya ke tempat di mana Kendaraan itu berdomisili.
(2) Pemindahan pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
mendapatkan rekomendasi dari Dinas.
Pasal 46
Perubahan status dan/ atau perubahan spesifikasi teknis Kendaraanbermotor
dapat dilakukan setelah diadakan pemeriksaan teknis, mendapatkan
rekomendasi dari Dinas serta mendapatkan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).
Paragraf4
Tenaga Pelaksana Pengujlan
Pasal 47
(1) Tenaga pelaksana pengujian Kendaraan bermotor terdiri dari penguji pelaksana
pemula, pelaksana, pelaksana lanjutan dan penyelia.
(2) Penguji Kendaraan bermotor penyelia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang menandatangani buku uji dan/ atau kartu uji serta tanda uji.
(3) Penguji Kendaraan bermotor penyelia sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat memberikan pemyataan dan merekomendasikan penghapusan bagi
Kendaraan dinas, instansi, Badan Hukumpemerintah dan swasta yang
akan melakukan penghapusan dan/ atau pelelangan.
18
' , �t .r ' .,
Paragraf 5
PenguJian Kendaraan Tidak Bermotor
Pasal 48
(1) Setiap Kendaraan tidak bermotor yang dioperasikan untuk orang dan/atau
barang di Jalan wajib memenuhi uji persyaratan keselamatan yang meliputi:
a. persyaratan teknis; dan
b. persyaratan tata cara memuat barang.
(2) Persyaratan tata cara memuat barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b paling sedikit meliputi dimensi dan berat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji persyaratan keselamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf"6
Tenaga Telmis PenguJi Kendaraan Ticlak Bermotor
Pasal 49
(1) Tenaga pelaksana pengujian Kendaraan tidak bermotor terdiri dari:
a. tenaga teknis administrasi penguji; dan
b. tenaga penguji.
(2) Tenaga penguji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala Dinas
Paragraf 1
Pemerilrsaan Kenclaraan Bermotor
Pasal 50
(1) Dalam rangka meningkatkan perwujudan ketertiban dan keselamatan LLAJ,
kelestarian lingkungan serta terjaganya sarana dan prasarana Jalan,
Pemerintah Daerah menyelenggarakan sistem pemeriksaan Kendaraan
bermotor
(2) Sistem pemeriksaan Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. pemeriksaan dan/ atau pengujian Kendaraan bermotor; dan
b. pemeriksaan, pengendalian dan pengawasan bengkel Kendaraanbermotor.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan kendaraan bermotor
sebagaimana dimaksud pada ayat {1} diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 51
( 1) Pemeriksaan Kendaraan bermotor dilakukan terhadap setiap Kendaraan
bermotor yang dioperasionalkan di Jalan.
(2) Pemeriksaan Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. persyaratan teknis dan laik Jalan; dan
b. emisi gas buang.
(3) Pemeriksaan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dapat
melibatkan Polres dan Instansi yang terkait.
19
I -,
Pasal 52
(1) Pemeriksaan ambang batas emisi gas buang Kendaraan bermotor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 pada ayat (2) huruf b dilakukan
terhadap:
a. mobil penumpang umum;
b. mobil bus;
c. mobil barang;
d. mobil pribadi;
e. kereta gandengan dan kereta tempelan; dan
f. ICendaraan bermotor roda 3 (ti.ga} dengan rumah-rumah dan/atau
pengangkut barang.
(2) Pemeriksaan ambang batas emisi gas buang Kendaraan bermotor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan bersamaan dengan
Pengujian Kendaraan Bermotor.
Paragraf2
Pemeriksaan Emisi Gas Buang
Pasal 53
(1) Kendaraan bermotor milik pribadi wajib memenuhi ketentuan ambang batas
emisi gas buang.
(2) Pemeriksaan ambang batas emisi gas buang Kendaraan bermotormilik
pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya
sekali dalam setahun.
(3) Pemeriksaan ambang batas emisi gas buang Kendaraan bermotor milik
pribadi dilaksanakan di tempat pengujian Kendaraan bermotor, Agen Pemegang
Merk (APM) dan bengkel umum yang ditunjuk sebagai Bengkel Pelaksana Uji
Emisi.
(4) Pemeriksaan ambang batas emisi gas buang Kendaraan bermotor milik
pribadi pada pengujian Kendaraan bermotor milik Pemerintah Daerah atau
bengkel pelaksana Uji Emisi dikenai retribusi
(5) Sebagai bukti bahwa Kendaraan bermotor pribadi telah memenuhi ambang
batas emisi gas buang diberikan Surat Keterangan danStiker yang dipasang
pada Kendaraan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemeriksaan ambang batas emisi gas
buang Kendaraan bermotor milik pribadi sebagaimana dimaksudpada ayat (3)
dan Bengkel Pelaksana Uji Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
dengan Peraturan Walikota.
Pasal 54
Setiap Kendaraan bermotor pribadi yang tidak memenuhi persyaratan ambang
batas emisi yang ditentukan dilarang beroperasi di Jalan.
Paaal 55
(1) Bengkel pelaksana Uji Emisi Kendaraan bermotor pribadi harus memenuhi
persyaratan.
20
. ·'-' ' .,
(2) Peralatan pemeriksaan emisi gas buang Kendaraan pribadi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diadakan oleh Pemerintah Daerah dan/atau
oleh Bengkel Pelaksana Uji Emisisetelah mendapat rekomendasi dan
keterangan lulus tera/kalibrasi yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan bengkel pelaksana uji emisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 56
Pengawasan pemeriksaan emisi gas buang Kendaraan bermotor pribadi
dilakukan oleh Dinas.
Paragraf 3
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Bergerak
Pasal 57
(1) Penanggulangan pencemaran udara dari sumber bergerak meliputi
pengawasan terhadap penaatan ambang batas emisi gas buang yang sudah
ditetapkan, dilakukan melalui kegiatan:
a. pemeriksaan emisi gas buang Kendaraan bermotor di Jalan dilakukan
oleh petugas penguji yang memiliki kualifikasi teknis penyelia; dan
b. pemberlakukan hari bebas Kendaraan bermotor di Jalan kota sesuai
hari/tanggal/jam pemberlakuan.
(2) Penetapan pemberlakuan hari bebas Kendaraan bermotor di Jalan kota
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Walikota.
(3) Penetapan pemberlakuan hari bebas Kendaraan bermotor diluar Jalan kota
diteta.pkan oleh Walikota setelah berkoordinasi dengan Menteri yang
bertanggung jawab di bidang Jalan untuk Jalan Nasional dan Gubernur
untuk Jalan Provinsi.
Paragraf4
Penilaian Telmis
Pasal 58
(1) Penilaian teknis berlaku bagi Kendaraan bermotor yang akan dilakukan
penghapusan (scapping) dan/atau Kendaraan angkutan penumpang umum
yang akan diremajakan.
(2) Penilaian teknis dilakukan terhadap kondisi fisik Kendaraan bermotor oleh
petugas penguji dan dikenakan retribusi bagi Kendaraan di luar kepemilikan
Pemerintah Daerah.
(3) Sebagai bukti telah dilakukan penilaian teknis diterbitkan Berita Acara
Penilaian Teknis.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 5
Pemeliharaan, Perawatan, dan/ atau Perbaikan Kendaraan Bermotor
Pasal 59
(1) Untuk menjaga kondisi Kendaraan bermotor agar memenuhi persyaratan
teknis laik Jalan dan emisi gas buang, Kendaraanbermotor perlu dilakukan
pemeliharaan, perawatan dan/ atau perbaikan.
(2) Pemeliharaan, perawatan dan/ atau perbaikan Kendaraan bermotor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh bengkel
umum dan bengkel khusus.
21
.. �, • -#
Bagian Ketiga
Sanksi Administratif
Pasal 60
(1) Pemilik mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, yang
dimodifikasi atau sepeda motor dengan rumah rumah yang melaksanakan uji
berkala yang melanggar Pasal 40 ayat (1) atau pemilik Kendaraan bermotor
wajib uji yang melakukan pemindahan pengujian berkala yang melanggar
Pasal 45 ayat (2) atau setiap orang yang melakukan perubahan status
dan/ atau spesifikasi teknis Kendaraan bermotor yang melanggar Pasal 46
dikenai sanksi aclministratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa denda
administratif paling sedikit RpS00.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan
paling banyak Rpl.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
(4) Penetapan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan berdasarkan Keputusan Walikota.
BAB VII
BENGKEL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 61
(1) Bengkel umum Kendaraan Bermotor berfungsi untuk memperbaiki dan
merawat Kendaraan Bermotor agar tetap memenuhi persyaratan teknis dan
laik Jalan.
(2) Bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
persyaratan:
a. persyaratan sistem mutu;
b. mekanik;
c. fasilitas dan peralatan;
d. manajemen informasi
Bagian Kedua
Klasifikasi
Pasal 62
(1) Bengkel umum Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
ayat ( 1) meliputi:
a. Bengkel umum agen tunggal pemegang merk Kendaraan bermotor;
b. Bengkel umum swasta bukan agen tunggal pemegang merk Kendaraan
bermotor
(2) Bengkel umum swasta sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf b
meliputi:
a. Bengkel umum swasta besar;
b. Bengkel umum swasta kecil;
22
.. ,,
Bagian Ketiga
Perizinan dan Sertifikasi
Paragraf 1
Perizinan
Pasal 63
Penyelenggaraan bengkel umum Kendaraan bermotor sebagimana dimaksud
dalam Pasal 62 ayat ( 1) dan ayat (2) wajib memiliki izin yang diterbitkan oleh
Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf2
Sertifikasi
Pasal 64
(1) Bengkel umum Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
ayat ( 1) wajib bersertifikasi
(2) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri
yang bertanggungjawab di bidang industri setelah mendapat rekomendasi dari
Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk
menetapkan kelas bengkel umum
(4) Kelas bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari:
a. bengkel kelas I tipe A, B, dan C;
b. bengkel kelas II tipe A, B, dan C;
c. bengkel kelas III tipe A, B, dan C.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara perizinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, dan sertifikasi sebagaimana
dimaksud ada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota
Bagian Keempat
Bengkel Umum Pelaksana Uji Berkala
Pasal 65
(1) Bengkel umum Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
ayat ( 1) dapat menjadi unit pelaksana uji berkala Kendaraan bermotor
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan bengkel umum Kendaraan
bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Walikota.
Bagian Kelima
Pembinaan Bengkel
Pasal 66
Pembinaan dan pengembangan bengkel umum Kendaraan bermotor dan/ atau
sebagai unit Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor dilakukan oleh Dinas.
23
. . • ,, 1 ,
Pasal 67
(1) Pembinaan bengkel umum Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 meliputi :
a. pemberian bimbingan dan arahan tentang ketentuan-ketentuan teknis
dan laik Jalan Kendaraan;
b. pengawasan pemeriksaan peralatan yang digunakan;
c. peningkatan profesionalisme baik langsung maupun tidak langsung.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan bengkel umum sebagaimana
dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota
Baglan Keenam
Kerjasama
Pasal 68
(1) Kerjasama di bidang pembinaan dan pengembangan bengkel umum
Kendaraan bermotor bertujuan memanfaatkan sumber daya di bidang
teknologi Kendaraan bermotor yang tersedia di bengkel umum Kendaraan
bermotor untuk ditingkatkan fungsinya sebagai unit pengujian berkala
Kendaraan bermotor.
(2) Sasaran kerjasama meliputi:
a. terciptanya kondisi Kendaraan bennotor yang memenuhi persyaratan
teknis dan kelaikan Jalan;
b. meningkatkan penerapan sistem prosedur dan pemanfaatan serta
penggunaan peralatan perawatan, perbaikan dan pengujian Kendaraan
bermotor yang memenuhi standar yang berlaku;
c. meningkatkan kualitas perawatan, perbaikan dan pengujian berkala
Kendaraan bermotor;
d. terciptanya kesadaran penggunaan komponen Kendaraan bermotor
sesuai dengan standar yang berlaku;
e. meningkatkan jumlah Unit Pengujian Berkala KendaraanBermotor; dan
f. meningkatkan keterpaduan perencanaan, pelaksanaan/pengembangan
program pembinaan bengkel umum Kendaraanbermotor.
Baglan Ketujuh
Sanksi Administratif
Pasal 69
( 1) Barang siapa menyelenggarakan bengkel umum agen tunggal pemegang
merk Kendaraan bermotor atau bengkel umum swasta besar bukan agen
tunggal pemegang merk Kendaraan bermotor tidak bersertifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Denda administratif; dan/ atau
c. Penghentian sementara pelayan umum.
Pasal 70
(1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (2) huruf a dikenai sebanyak 3 (tiga) kali dengan
jangka waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari kalender
24
(2) Sanksi adminstratif berupa denda administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (2) huruf b dikenakan kepada penyelenggara Bengkel
setelah berakhimya jangka waktu peringatan tertulis paling sedikit
Rpl.000.000,00 (satu juta rupiah), dan paling banyak RpS.000.000,00 (lima
juta rupiah).
(3) Sanksi adminstratif berupa penghentian sementara pelayanan umum
sebagaimana dimaksud pada · Pasal 69 ayat (2) huruf c dikenakan kepada
Bengkel 60 (enam puluh) hari kalender sejak pembayaran denda
administratif tidak dilaksanakan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) diatur dengan Peraturan
Walikota.
(5) Penetapan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan berdasarkan Keputusan Walikota.
BAB VIII
TERMINAL
Bagian Kesatu
Umum
Paragraf 1
Penyelenggaraan
Pasal 71
(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan Terminal.
(2) Penyelenggaraan Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Dinas.
(3) Penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan
pengelolaan, pemeliharaan dan penertiban
Paragraf2
Fungal
Pasal 72
Terminal mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. menunjang kelancaran perpindahan orang dan/ atau barang serta
keterpaduan intramoda dan antar moda;
b. menunjang keamanan, keselamatan, serta ketertiban LLAJ;
c. tempat pengendalian serta pengawasan sistem perizinan, pemeriksaan teknis
dan laik Jalan penyelenggaraan angkutan orang dan/ atau barang dengan
Kendaraan bermotor umum; dan
d. tempat penyedia jasa bagi pengguna layanan fasilitas Terminal. Paragraf3
Lokasi
Pasal 73
(1) Penetapan lokasi Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3)
dilakukan dengan memperhatikan:
25
• f
a. tingkat aksesibilitas pengguna jasa angkutan:
b. kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota;
c. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/ atau kinerja jaringan Jalan,
jaringan Trayek, dan jaringan lintas;
d. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau pusat kegiatan;
e. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain;
f. permintaan angkutan;
g. kelayakan teknis, finansial, dan ekonomi;
h. keamanan dan keselamatan LLAJ; dan/atau
i. kelestarian lingkungan hidup.
(2) Setiap lahan yang telah ditetapkan sebagai rencana lokasi pembangunan
Terminal, diberikan atau dipasang tanda batas peruntukan yangjelas dengan
patok rencana Terminal.
Paragraf4
Tipe Terminal
Pasal 74
(1) Tipe Terminal penumpang terdiri dari:
a. Terminal penumpang tipe A;
b. Terminal penumpang tipe B; dan
c. Terminal penumpang tipe C;
(2) Terminal penumpang tipe A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
berfungsi melayani Kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar
provinsi, angkutan antar kota dalam provinsi, angkutan kota dan/ atau
angkutan perdesaan.
(3) Terminal penumpang tipe B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
berfungsi melayani Kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam
provinsi, angkutan kota dan/ atau angkutan perdesaan.
(4) Terminal penumpang tipe C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
berfungsi melayani Kendaraan umum untuk angkutan perdesaan.
Paragraf 5
Pembangunan Terminal
Pasa175
(1) Pembangunan Terminal dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan persetujuan
DPRD.
(2) Pembangunan Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
mengikutsertakan Badan dengan tetap mengutamakan fungsi Terminal.
(3) Pembangunan Terminal diawali dengan studi kelayakan yang
mempertimbangkan:
a. rencana tata ruang wilayah daerah;
b. rancang bangun Terminal;
c. Andalalin; dan
d. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan {AMDAL) atau Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup/Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL).
26
Paragraf6
FasWtas Terminal
Pasal 76
(1) Fasilitas Terminal penumpang terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas
penunjang.
(2) Fasilitas utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. jalur pemberangkatan Kendaraan umum;
b. jalur kedatangan Kendaraan umum;
c. tempat parkir Kendaraan umum selama menunggu keberangkatan,
termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat Kendaraan
umum;
d. bangunan kantor Terminal;
e. ruang tunggu penumpang;
f. menara pengawas dan/atau Central Control Television (CCTV);
g. loket penjualan karcis;
h. rambu-rambu dan papan informasi yang sekurang-kurangnya memuat
petunjuk jurusan, tarif penumpang dan jadwal perjalanan;
i. pelataran parkir Kendaraan pengantar dan/ atau taksi;
j. fasilitas untuk penyandang cacat (difable), manusia usia lanjut, anakanak, wanita hamil (tempat khusus ibu menyusui) dan orang sakit;
k. pos keamanan;
1. ruang terbuka hijau; dan
m. musholla.
(3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. kamar kecil/ toilet;
b. kios/kantin;
c. ruang pengobatan;
d. ruang peristirahatan pengemudi;
e. ruang informasi dan pengaduan;
f. ruang akses telepon/ internet;
g. alat pemadam kebakaran;
h. tempat penitipan barang;
i. tempat perawatan dan perbaikan ringan;
j. pencucian Kendaraan; dan
k. sarana dan prasarana kebersihan;
Pasal 77
Kios/kantin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) huruf b
disediakan bagi pedagang usaha mikro, kecil dan/ atau menengah.
Pasal 78
Setiap pengguna fasilitas Terminal dilarang mendirikan bangunan baru,
merenovasi, memugar dan/ atau mengubah bentuk bangunan di lingkungan
Terminal.
27
.
. ,, Paragraf7
Lingkungan Kerja Terminal
Pasal 79
(1) Lingkungan kerja Terminal penumpang adalah kawasan yang
diperuntukkan bagi fasilitas Terminal.
(2) Lingkungan kerja Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:
a. lingkungan kerja Terminal yaitu lingkungan yang berkaitan langsung
dengan fasilitas Terminal dan dibatasi dengan pagar;
b. lingkungan pengawasan Terminal yaitu lingkungan di luar lingkungan
kerja Terminal dengan radius 100 (seratus) meter diluar tembok
Terminal.
(3) Lingkungan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berada
di bawah pengawasan petugas Terminal yang bertugas menjaga kelancaran
arus Lalu Lintas.
Paragraf8
Pengelolaan Terminal
Pasal 80
(1) Pengelolaan Terminal terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan operasional.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan Terminal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf9
Pemeliharaan Terminal
Pasal 81
(1) Pemeliharaan Terminal terdiri dari kegiatan untuk menjaga kondisi
Terminal agar tetap bersih, teratur, tertib, rapi, dan memenuhi persyaratan
keselamatan dan keamanan.
(2) Pemeliharaan Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. fasilitas utama; dan
b. fasilitas penunjang.
(3) Pelaksanaan pemeliharaan Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilaksanakan secara swakelola dan/ atau oleh Pihak Ketiga.
Paragraf 10
Penertiban Terminal
Pasal 82
(1) Penertiban Terminal penumpang terdiri dari kegiatan untuk menjaga kondisi
Terminal agar tetap teratur, tertib dan memenuhi persyaratan keselamatan
dan keamanan Terminal.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penertiban Terminal penumpang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
28
Paragraf 11
Tata Tertib Terminal
Pasal 83
Setiap orang yang berada di Terminal harus tunduk pada petunjuk dan ketentuan
dari pengelola Terminal dalam hal menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan
dan kesehatan, di lingkungan Terminal serta ketentuan perundang-undangan.
Pasal 84
(1) Setiap Kendaraan bermotor umum dalam Trayek wajib singgah di Terminal
yang sudah ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam izin Trayek
(2) Setiap Kendaraan bermotor umum dalam Trayek tetap dan teratur maupun
Trayek insidental wajib singgah di Terminal yang sudah ditetapkan.
(3) Setiap Kendaraan bermotor umum dalam Trayek tetap dan teratur maupun
Trayek insidental yang masuk Terminal wajib berhenti di tempat yang telah
disediakan sesuai dengan jurusannya.
Pasal 85
Setiap Kendaraan bermotor umum dalam Trayek tetap dan teratur maupun
Trayek insidental yang melintas, memulai dan/ atau mengakhiri perjalanan di
Terminal, wajib memenuhi persyaratan laik Jalan, persyaratan administrasi
dan mematuhi rambu-rambu serta tandatanda Lalu Lintas yang ada di Terminal.
Pasal 86
Setiap Kendaraan bermotor umum dalam Trayek tetap dan teratur maupun
Trayek insidental yang menjalankan Trayek perkotaan dan perbatasan wajib
masuk Terminal sesuai dengan Izin Trayelmya.
Pasal 87
(1) Setiap orang yang menjalankan usaha di lingkungan Terminal wajib
memiliki tanda pengenal yang dikeluarkan oleh pejabat yang.ditunjuk
(2) Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk tanda pengenal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota
Paragraf 12
Kewajiban
Pasal 88
Pedagang wajib menyediakan kotak sampah pada tempat berjualan, dan
selanjutnya membuang sampah tersebut setiap hari ke dalam bak sampah
yang disediakan
Pasal 89
Setiap orang yang menggunakan fasilitas utama dan/ atau fasilitas penunjang
Terminal harus sesuai dengan fungsinya.
29
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Tempat Kegiatan Usaha
Paragraf 1
Perizinan Penggunaan Kios/Kantin dan Loket Penjualan Karels
Pasal 90
Setiap orang dan/ atau Badan yang akan menjalankan usaha di Terminal
harus mendapatkan Surat Izin Penempatan dari Walikota atau Pejabat yang
ditunjuk.
Pasal 91
(1) Surat Izin Penempatan sebagaimana climaksud dalam Pasal 90,berlalru
untukjangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai lZll1 penempatan dan tata cara
perpanjangan Surat Izin Penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Walikota
Pasal 92
(1) Di Terminal penumpang dapat dipasang reklame.
(2) Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut Retribusi
Pemakaian Kekayaan Daerah dan/ atau Pajak Daerah
Paragraf2
Pengelolaan Kegiatan Usaha Penunjang
Pasal 93
(1) Pengelolaan fasilitas penunjang dapat dilakukan oleh orang atau Badan
setelah mendapat izin dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Ketentuan mengenai pengelolaan fasilitas penunjang diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Walikota.
Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Kebersihan dan Keindahan
Pasal 94
(1) Pemerintah Daerah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kebersihan dan
keindahan Terminal serta menyediakan sarana dan prasarana yang
diperlukan.
(2) Setiap pengguna jasa fasilitas Terminal wajib menjaga kebersihan dan
keindahan serta menjaga sarana dan prasarana yang tersedia.
Pasal 95
(1) Setiap orang wajib membuang sampah di tempat pembuangan sementara
atau bak-bak sampah dan tempat sampah lain yang ditentukan.
(2) Dinas bertanggung jawab atas kebersihan dan pembuangan sampah di
dalam lingkungan kerja Terminal sampai ke Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) atau bak-bak sampah dan tempat lain yang ditentukan oleh
Penyelenggara Terminal.
30
. ., Paragraf 1
Larangan
Pasal 96
Pedagang dan/ atau orang yang bekerja di lingkungan Terminal dilarang:
a. memindahtangankan Surat Izin Penempatan dan/ atau Tanda Pengenal;
b. menempati tempat usaha yang bukan haknya atau melebihi luas yang
ditentukan;
c. menjual barang dan/ atau menggunakan tempat usaha untuk kegiatan yang
dapat menimbulkan bahaya kebakaran atau bahaya-bahaya lainnya.
Pasal 97
Setiap orang yang berada di dalam Terminal dilarang:
a. bertempat tinggal/menetap;
b. merusak, mengambil, memindahkan dan/ atau mengotori inventaris Terminal;
c. menempatkan Kendaraan/alat pengangkut barang di tempat yang tidak
semestinya;
d. menjadi calo, pengemis, pengamen, peminta sumbangan/ derma, pemulung,
penjual oprokan dan asongan;
e. berjudi, minum-minuman keras, menggunakan narkoba, bertindak asusila;
f. membawa barang-barang yang berbahaya dan membunyikan petasan dan
bunyi-bunyian yang lain yang mengganggu.
Bagian Keempat
Terminal Barang
Paragraf 1
Pengaturan
Pasal 98
(1) Pengaturan dan pengendalian kegiatan bongkar muat barang, dilakukan
pada tempat-tempat yang ditetapkan peruntukannya.
(2) Tempat-tempat yang ditetapkan peruntukannya sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) meliputi :
a. ruas-ruas Jalan yang ditetapkan sebagai lokasi bongkar muat barang;
b. lokasi perdagangan dan industri serta pergudangan;
c. halaman atau fasilitas yang disediakan oleh pemilik barang secara
khusus;
d. lokasi proyek yang menggunakan Jalan-Jalan di Daerah; dan
e. Terminal Barang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tempat-tempat yang ditetapkan
peruntukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Walikota.
Paragraf2
Perizinan
Pasal 99
(1) Pemberian Izin Bongkar Muat Barang didasarkan atas pertimbangan:
a. dampak minimum terhadap kelancaran dan ketertiban Lalu Lintas dan
angkutan Jalan; dan
b. tidak menimbulkan kerusakan Jalan dan merugikan pemakai Jalan
lainnya.
31
(2) Waktu pelaksanaan bongkar muat barang disesuaikan dengan tingkat
pelayanan LLAJ yang ditetapkan oleh Dinas.
(3) Permohonan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara
tertulis kepada Walikota melalui pejabat yang ditunjuk.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Walikota.
Pasal 100
Setiap orang atau Badan dilarang melakukan bongkar muat barang tanpa izin
dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf3
Fasllitas
Pasal 101
Fasilitas bongkar muat barang berfungsi melayani kegiatan bongkar dan/atau
muat barang, serta perpindahan intra moda dan/ atau antar mod.a transportasi.
Pasal 102
(1) Fasilitas Terminal bongkar muat barang terdiri dari fasilitas utama dan
fasilitas penunjang.
(2) Fasilitas utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. bangunan kantor Terminal;
b. tempat parkir Kendaraan untuk melakukan bongkar dan/ atau muat
barang;
c. gudang atau lapangan penumpukan/penitipan barang;
d. tempat parkir Kendaraan angkutan untuk istirahat atau selama
menunggu keberangkatan;
e. rambu-rambu dan papan informasi; dan
f. alat bongkar muat;
(3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. tempat istirahat awak Kendaraan;
b. fasilitas parkir Kendaraan, selain Kendaraan angkutan barang;
c. tempat ibadah;
d. alat timbang Kendaraan dan muatannya;
e. ruang pengobatan;
f. kamar kecil/ toilet;
g. kios/kantin; dan
h. taman. Paragraf4
Jasa Pelayanan
Pasal 103
(1) Atas jasa pelayanan Terminal dipungut retribusi.
(2) Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) terdiri dari jasa:
a. penggunaan tempat parkir Kendaraan untuk melakukan bongkar muat
barang;
b. penggunaan tempat parkir Kendaraan angkutan barang untuk istirahat
atau selama menunggu keberangkatan;
c. penggunaan fasilitas parkir Kendaraan, selain Kendaraan angkutan
barang; dan
d. penggunaan tempat penitipan barang sementara/gudang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jasa pelayanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota.
32
• • r
Bagian Kelhna
Sanksi Administratif
Pasal 104
(1) Setiap pengguna fasilitas Terminal yang melakukan perbuatan melanggar
Pasal 78 atau Pasal 89 atau pengguna jasa fasilitas Terminal yang
melakukan perbuatan melanggar Pasal 94 ayat (2) dikenai sanksi
administratif.
(2) Setiap orang yang berada di Terminal melalrukan perbuatan melanggar
Pasal 83 atau Pasal 95 ayat (1) atau Pasal 97 huruf a dikenai sanksi
administratif.
(3) Setiap pedagang yang melakukan perbuatan melanggar Pasal 88 atau Pasal
96 huruf a dikenai sanksi administratif.
(4) Pengemudi Kendaraan bermotor umum dalam Trayek yang melanggar Pasal
84 ayat (1) atau dalam Trayek tetap dan teratur ataupun insedentil yang
melanggar Pasal 85 atau Trayek perkotaan dan perbatasan yang melanggar
Pasal 86 dikenai sanksi administratif.
(5) Setiap orang yang menjalankan usaha di lingkungan Terminal yang
melakukan perbuatan melanggar Pasal 87 ayat (1) dikenai sanksi
administratif.
(6) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan
ayat (4) berupa:
a. Teguran;
b. Peringatan tertulis;
c. Denda administratif; dan/ atau
d. Pencabutan izin.
Pasal 105
(1) Sanksi administratif berupa teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
104 ayat (6) huruf a dikenakan pada pelanggaran Pasal 83, Pasal 87 ayat
(1), Pasal 89, Pasal 94 ayat (2), Pasal 96 huruf a dan Pasal 97 huruf a.
(2) Sanksi administrasi berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 104 ayat (6) huruf b dikenakan pada pelanggaran Pasal 78,
Pasal 89 , Pasal 94 ayat (2), dengan batas waktu akhir pelaksanaan paling
lama 30 (tiga puluh) hari kalender.
(3) Sanksi administrasi berupa denda administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 104 ayat (6) huruf c dikenakan pada pelanggaran Pasal 78,
Pasal 84 ayat (1), Pasal 84 ayat (2), Pasal 84ayat (3), Pasal 87 ayat (1),
Pasal 88, Pasal 89, Pasal 94 ayat (2), Pasal 95 ayat (1), Pasal 96 huruf a
paling sedikit Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak
Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah).
(4) Sanksi administrasi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 104 ayat (6) huruf d dikenakan pada pelanggaran Pasal 78 dan Pasal
96 huruf a setelah 60 (enam puluh) hari kalender dari batas waktu akhir
pembayaran denda administrasi tidak dilaksanakan, dan Pasal 96 huruf a .
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (6) diatur dengan Peraturan
Walikota.
(6) Penetapan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan berdasarkan Keputusan Walikota.
33
• • f
BABIX
PEMBINAAN PEMAKAI JAL.AN
Bagian Kesatu
Budaya Tertib Berlalu Lintas
Pasal 106
(1) Dinas bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pembinaan budaya tertib
berlalu lintas
(2) Upaya membangun dan mewujudkan budaya tertib berlalu lintas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pelaksanaan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini;
b. sosialisasi dan internalisasi tata cara dan etika berlalu lintas serta program
Keselamatan LLAJ;
c. membentuk dan membina komunitas masyarakat akan sadar
Keselamatan LLAJ; dan
d. penciptaan lingkungan Ruang Lalu Lintas yang mendorong pengguna
Jalan berperilaku tertib.
(3) Dinas menetapkan kebijakan dan program untuk mewujudkan budaya
tertib berlalu Iintas di Jalan, sekurang-kurangnya meliputi :
a. pembinaan staf dan ka.ryawan Dinas;
b. pembinaan teknis pengemudi angkutan umum;
c. sosialisasi Zona Selamat Sekolah;
d. pembinaan petugas parkir; dan
e. kampanye aksi keselamatan di Jalan.
Bagian Kedua
Penclidlkan Pengemucli
Pasal 107
Penyelenggaraan pendidikan pengemudi Kendaraan bermotor, bertujuan mendidik
dan melatih calon-calon pengemudi Kendaraan bermotor untuk menjadi
pengemudi yang memiliki pengetahuan di bidang LLAJ, terampil, berdisiplin,
bertanggungiawab serta bertingkah laku dan bersikap mental yang baik dalam
berlalu lintas.
Pasal 108
Penyelenggaraan pendidikan pengemudi dapat dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah, Badan Hukum, atau Perorangan.
Pasal 109
Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107, Dinas
melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pendidikan pengemudi yang
meliputi pengarahan, bimbingan dan bantuan teknis serta pengawasan terhadap
keten tuan-ketentuan:
a. penyediaan fasilitas belajar berupa ruang kelas dan peralatan mengajar
yang memadai;
b. lokasi lapangan untuk praktek mengemudi;
c. memiliki dan menggunakan Kendaraan bermotor untuk praktek latihan
mengemudi yang dilengkapi:
34
1. tanda bertuliskan latihan/belajar yang jelas kelihatan dari depan dan
dari belakang;
2. rem tambahan yang dioperasikan oleh instruktur;
3. tambahan kaca spion belakang dan samping khusus untuk instruktur.
d. penyusunan dan pengesahan kurikulum yang terdiri dari mata pelajaran
teori dan praktek meliputi:
1. pengetahun umum;
2. peraturan perundang-undangan di bidang LLAJ;
3. pengetahuan praktis, mengenai teknik dasar Kendaraanbermotor,
kecelakaan Lalu Lintas dan pertolongan pertama pada kecelakaan serta
sopan santun atau etika berlalu lintas di Jalan;
4. praktek mengemudikan Kendaraan bermotor di lapangan praktek;
5. praktek mengemudikan Kendaraan bermotor dalam berlalu lintas di Jalan;
6. praktek perawatan Kendaraan bermotor.
e. persyaratan untuk calon siswa pendidikan sekolah mengemudi; dan
f. persyaratan instruktur pendidikan mengemudi.
Pasal 110
(1) Penyelenggara pendidikan pengemudi dapat menerbitkan surat tanda lulus
pendidikan mengemudi.
(2) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum,
calon Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi
angkutan umum.
Pasal 111
( 1) Pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan pengemudi hanya dapat
dilaksanakan setelah mendapat izin dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Penyelenggara pendidikan pengemudi wajib mendapatkan rekomendasi dari
Dinas dan Kepolisian.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan penyelenggaraan pendidikan
pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Walikota.
Bagian Ketiga
Waktu Kerja Pengemudi
Pasal 112
(1) Setiap Perusahaan Angkutan Umum wajib mematuhi dan memberlakukan
ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian
Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Waktu kerja bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling lama 8 (delapan) jam sehari.
(3) Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum setelah mengemudikan kendaraan
selama 4 (empat) jam berturut-turut wajib beristirahat paling singkat
setengah jam.
(4) Dalam hal tertentu Pengemudi dapat dipekerjakan paling lama 12 (dua
belas) jam sehari termasuk waktu istirahat selama 1 (satu) jam.
35
Bagian Keempat
Pembinaan Pengemudi Anglmtan Umum
Pasal 113
(1) Untuk meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum, Pemerintah
Daerah melakukan pembinaan terhadap pengemudi angkutan umum.
(2) Pembinaan pengemudi angkutan umum dilaksanakan melalui:
a. penyuluhan;
b. pendidikan dan pelatihan;dan
c. pemilihan Pengemudi Angkutan Umum Teladan.
(3) Dalam pelaksanaan pembinaan pengemudi angkutan umum, Pemerintah
Daerah melibatkan:
a. Kepolisian;
c. Dinas Perhubungan Provinsi;
d. Organda;
e. Jasa Raharja;
f. Organisasi Pengemudi;
g. Organisasi Non Pemerintah; dan
h. Badan dan Perorangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan pengemudi angkutan umum
diatur dengan Peraturan Walikota.
Bagian Kelima
Sanksi Administratif
Pasal 114
(1) Setiap perusahaan Angkutan Umum yang melanggar Pasal 112 ayat (1) dikenai
sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan dan/ atau
c. pencabutan izin.
Pasal 115
(1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 114 ayat (2) huruf a dikenai sebanyak 3 (tiga) kali dengan
jangka waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari kalender
(2) Sanksi administratif berupa penghentian sementa.ra kegiata.nselama 30
(tuga puluh) hari dikenakan kepada perusahaan angkutan umum yang
tidak melaksanakan kewajiban setelah berakhirnya jangka waktu peringatan
tertulis ketiga.
(3) Dalam waktu 10 (sepuluh) hari kalender sejak tanggal pengenaan sanksi
administratif penghentian sementa.ra tetap tidak melaksanakan
kewajibannya, izin usaha angkutan umum dicabut.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota.
36
• ·' r
BABX
PENANGGULANGAN KECELAKAAN LALU LINTAS
Bagian Kesatu
Program dan/atau Rencana Kerja Pencegahan
Kecelakaan Lalu Lintas
Pasal 116
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan Lalu Lintas di Jalan, Pemerintah
Daerah menetapkan program dan/ atau rencana kerja pencegahan kecelakaan
Lalu Lintas.
Pasal 117
Program dan/atau rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116
dilaksanakan secara terkoordinasi meliputi:
a. pembinaan keselamatan Lalu Lintas bagi para pemakai Jalan;
b. identifikasi daerah rawan kecelakaan Lalu Lintas;
c. analisis terjadinya kecelakaan Lalu Lintas;
d. penyusunan data dan informasi serta pembuatan laporan kecelakaan Lalu
Lintas;
e. pembangunan dan pengadaan prasarana dan sarana pencegahan kecelakaan
Lalu Lintas;
f. audit keselamatan Jalan; dan
g. pembinaan etika berLalu Lintas bagi masyarakat umum.
Pasal 118
Dalam penyusunan program dan/ atau rencana kerja pencegahan kecelakaan
Lalu Lintas, Pemerintah Daerah melibatkan:
a. Satlantas Polres;
b. Organda;
c. Asuransi Jasa Raharja;
d. Rumah Sakit;
e. Palang Merah Indonesia;
f. Organisasi Non Pemerintah; dan
g. Badan atau perorangan.
Bagian Kedua
Pelayanan Pengaturan dan Pengendalian LLAJ
Pasal 119
Dinas melaksanakan kegiatan Pelayanan, Pengaturan dan Pengendalian Lalu
Lintas (P3L) dilaksanakan didaerah rawan kemacetan dan kecelakaan Lalu
Lintas.
Pasal 120
(1) P3L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 meliputi kegiatan:
a. audit;
b. inspeksi; dan
c. pengam.atan dan pemantauan.
37
. . (
(2) Audit bidang Keselamatan LLAJ sebagaimana climaksud pada ayat (1) huruf a
dapat dilaksanakan oleh Dinas dan/ atau auditor independen yang ditentukan
oleh Dinas.
(3) Inspeksi bidang Keselamatan LLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dilaksanakan secara periodik berdasarkan skala prioritas oleh Dinas.
(4) Pengamatan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
wajib dilaksanakan secara berkelanjutan oleh Dinas.
(5) Hasil pengawasan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti
dengan tindakan korektif dan/atau penegakkan hukum oleh PPNS bidang
LLAJ berkoordinasi dengan kepolisian.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan, pengaturan dan pengendalian
LLAJ diatur dengan Peraturan Walikota.
MANAJEMEN
BABXI
DAN REKAYASA LALU LINTAS
Bagian Kesatu
Penanggung jawab
Pasal 121
Penanggungjawab pelaksana kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
adalah Dinas.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 122
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan
penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas di Daerah dalam rangka
menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran LLAJ
Bagian Ketiga
Kegiatan
Pasal 123
Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
122 meliputi:
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. perekayasaan;
d. pemberdayaan; dan
e. pengawasan.
Bagian Keempat
Perencanaan
Pasal 124
(1) Kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123huruf a meliputi:
a. identifikasi masalah Lalu Lintas;
b. inventarisasi dan analisis situasi arus Lalu Lintas;
c. inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang dan barang;
d. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung Jalan;
38
. . .
e. inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan Kecelakaan Lalu Lintas;
f. inventarisasi dan Analisis Dampak Lalu Lintas;
g. penetapan tingkat pelayanan; dan
h. Penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan Jalan dan
gerak Lalu Lintas.
(2) Perencanaan dalam Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintasdilaksanakan oleh
Dinas setelah berkoordinasi dengan instansi terkait.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan perencanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Bagian Kelhna
Pengaturan
Pasal 125
Pengaturan LLAJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1) huruf b
dilakukan oleh Walikota melalui penetapan kebijakan penggunaan jaringan
Jalan dan gerakan Lalu Lintas pada jaringan Jalan tertentu.
Pasal 126
(1) Kebijakan pengaturan penggunaan jaringan dan gerak Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat ( 1) huruf h ditetapkan oleh
Walikota untuk Jalan kota.
(2) Kebijakan pengaturan penggunaan jaringan dan gerak Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan penetapan
kebijaksanan Lalu Lintas pada jaringan Jalan atau ruas Jalantertentu
yang meliputi:
a. pengaturan Lalu Lintas adalah kegiatan penetapan kebijaksanaan Lalu
Lintas pada jaringan Jalan atau ruas Jalantertentu yang meliputi:
1. penetapan rute atau Trayek angkutan penumpang umum;
2. penetapan jaringan lintas atau rute angkutan barang;
3. penetapan sirkulasi Lalu Lintas;
4. penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan lajur atau
jalur atau Jalan khusus
b. penetapan sirkulasi Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a angka 3 dilakukan melalui kegiatan:
1. penetapan Lalu Lintas satu arah dan/ atau dua arah;
2. penetapan pembatasan jenis Kendaraan pada suatu ruas Jalan atau
wilayah tertentu;
3. penetapan larangan berhenti dan/ atau parkir tempat-tempat tertentu;
4. penetapan kecepatan Lalu Lintas Kendaraan;
5. pembatasan muatan sumbu terberat bagi ruas-ruas Jalantertentu;
6. pengaturan Lalu Lintas pada persimpangan dan ruas Jalan
c. Penetapan kebijakan Lalu Lintas pada jaringan Jalan atau ruas Jalan
tertentu dan sirkulasi Lalu Lintas dinyatakan dalam rambu-rambu Lalu
Lintas, marka Jalan dan/ atau APILL serta diumumkan kepada
masyarakat.
39
Bagian Keenam
Perekayasaan
Pasal 127
(1) Kegiatan Perekayasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 huruf c
meliputi:
a. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/ atau persimpangan serta
perlengkapan Jalan yang tidak berkaitan langsung dengan pengguna
Jalan;
b. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan serta
perlengkapan Jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna Jalan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai macam kegiatan perbaikan geometrik ruas
Jalan dan/ atau persimpangan serta perlengkapan Jalan yang tidak
berkaitan langsung dengan pengguna Jalan diatur dengan Pertaturan
Walikota.
Pasal 128
(1) Pengadaan dan pemasangan perlengkapan Jalan yang berkaitan langsung
dengan pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1)
huruf b disusun oleh Dinas untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun
(2) Rencana kebutuhan perlengkapan Jalan dan fasilitas pendukung kegiatan
LLAJ yang berada di Jalan maupun diluar Badan Jalan dan/ atau fasilitas
pendukung penyelenggaraan LLAJ yang dilakukan oleh Badan atau perorangan
harus sesuai dengan persyaratan teknis, dan mendapat izin dari Dinas.
Pasal 129
(1) Badan, perorangan yang akan memasang fasilitas Lalu Lintas, perlengkapan
Jalan, fasilitas pendukung harus memenuhi persyaratan teknis dan
mendapat izin dari Dinas.
(2) Setiap Badan atau perorangan dilarang menempelkan, memasang sesuatu
yang menyerupai menambah atau mengurangi arti, merusak, memindahkan
rambu-rambu, marka Jalan dan pemberi isyarat.
(3) Badan atau perorangan dapat memasang reklame pada fasilitas,
perlengkapan Jalan dan fasilitas pendukung sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan teknis dan peraturan perundangundangan, serta
mendapat izin dari Dinas.
(4) Setiap Badan atau perorangan, dilarang menyimpan benda-benda dan/atau
alat-alat di Jalan yang dapat menimbulkan hambatan, gangguan dan
kecelakaan Lalu Lintas kecuali setelah mendapat izin dari Dinas dan/ atau
instansi yang berwenang.
Bagian Ketujuh
Pemberclayaan
Pasal 130
(1) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 huruf d meliputi
kegiatan:
a. arahan;
b. bimbingan;
c. penyuluhan;
d. pelatihan; dan
e. bantuan teknis.
(2) Kegiatan arahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
melalui penetapan pedoman dan tata cara penyelenggaraan Manajemen dan
Rekayasa Lalu Lintas.
40
(3) Kegiatan bimbingan sebagaimana dima.ksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan melalui pelaksanaan manajemen Lalu Lintas;
(4) Kegiatan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilakukan melalui penyuluhan budaya tertib berlalu lintas di Jalan, dan
hak-hak masyarakat.
(5) Kegiatan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat {1) huruf ddilakukan
melalui pelatihan sumber daya manusia.
(6) Kegiatan bantuan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
(7) dilakukan melalui pengadaan, pemasangan, perbaikan dan/atau
pemeliharaan perlengkapan Jalan yang berkaitan langsung dengan
pengguna Jalan diruas Jalan dan/ atau dipersimpangan Jalan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 131
(1) Dinas wajib berkoordinasi dan membuat analisis, evaluasi, dan laporan
pelaksanaan berdasarkan data dan kinerja.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Dinas
kepada Forum LLAJ.
BABXII
ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS
Bagian Kesatu
Penyusunan Analisis Dampak Lalu Lintas
Pasal 132
(1) Setiap Badan Hukum, Badan dan perorangan yang akan membangun,
menyelenggarakan dan/ atau memperluas pusat kegiatan, permukiman dan
infrastruktur yang berpotensi menimbulkan gangguan keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran LLAJ, wajib menyusun Analisa
dampak lalu lintas atau kajian dampak Lalu Lintas.
(2) Analisa dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat {1) disusun
dalam bentuk dokumen analisis dampak Lalu Lintas yang
sekurangkurangnya memuat:
a. gambaran umum lokasi yang akan dibangun atau dikembangkan;
b. perencanaan dan metodologi Analisa dampak lalu lintas;
c. analisis bangkitan dan tarikan LLAJ;
d. analisis distribusi perjalanan, pemilihan moda dan pembebanan
perjalanan;
e. simulasi kinerja Lalu Lintas tanpa adanya pembangunan, pada saat
pembangunan, dengan adanya pembangunan dan masa yang akan datang
f. rekomendasi dan rencana implementasi penanganan dampak;
g. tanggungjawab Pemerintah Daerah dan pengembang atau pembangun
dalam penanganan dampak; dan
h. rencana pemantauan dan evaluasi berisi rencana dan program
implementasi penanganan dampak pada saat pra konstruksi, konstruksi
dan pasca konstruksi.
(3) Kajian dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang kurangnya memuat:
41
. . .
a. gambaran umum lokasi yang akan dibangun atau dikembangkan;
b. analisis bangkitan dan tarikan LLAJ;
c. analisis distribusi perialanan, pemilihan moda dan pembebanan
perjalanan;
d. simulasi kinerja Lalu Lintas tanpa adanya pembangunan, pada saat
pembangunan, dengan adanya pembangunan dan masa yang akan
datang;
e. rekomendasi dan rencana implementasi penanganan dampak:;
f. tanggungjawab Pemerintah Daerah dan pengembang atau pembangun
dalam penanganan dampak
(4) Analisa dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh
Lembaga konsultan yang berbadan Hukum dan memiliki tenaga ahli
bersertifikasi yang dikeluarkan oleh Menteri yang bertanggungjawab
dibidang sarana dan prasarana LLAJ dan ditunjuk oleh pengembang atau
pembangun
(5) Kajian dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibuat oleh perorangan.
(6) Dokumen hasil Andalalin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau kajian
dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
kepada Walikota
Bagian Kedua
Tim Evaluasi
Pasal 133
(1) Untuk menetapkan dapat atau tidaknya memberikan persetujuan atas
dokumen Analisa dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
132 ayat (4), Walikota membentuk Tim Evaluasi Dokumen Analisa dampak lalu
lintas.
(2) Tim Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur pembinaan
sarana dan prasarana LLAJ, Pembina Jalan dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia
Pasal 134
(1) Tugas Tim Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (1) adalah:
a. melakukan penilaian terhadap dokumen Andalalin atau kajian dampak
Lalu Lintas;
b. menilai kelayakan rekomendasi yang diusulkan dalam dokumen
Andalalin atau kajian dampak Lalu Lintas
(2) Hasil Penilaian Tim Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menentukan dapat atau tidaknya Walikota memberikan persetujuan atas
dokumen Andalalin atau kajian dampak Lalu Lintas.
Bagian Ketiga
Tinclak Lanjut Penilaian
Pasal 135
(1) Dalam hal basil penilaian Tim Evaluasi menyatakan dokumen Analisis
dampak lalu lintas atau kajian dampak Lalu Lintas belum memenuhi
persyaratan, Walikota mengembalikan dokumen Analisis dampak lalu lintas
atau kajian dampak Lalu Lintas kepada pengembang atau pembangun
untuk disempurnakan
42
' • "f .. "'
(2) Dalam hal basil penilaian tim evaluasi menyatakan dokumenAnalisis
dampak lalu lintas atau kajian dampak Lalu Lintas telah memenuhi
persyaratan, Walikota meminta kepada pengembang atau pembangun
untuk membuat dan menandatangani surat pernyataan kesanggupan
melaksanakan semua kewajiban yang tercantum dalam dokumen Analisis
dampak lalu lintas atau kajian dampak Lalu Lintas.
(3) Surat pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen Analisis dampak
lalu lintas atau kajian dampak Lalu Lintas.
(4) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terpenuhi sebelum
dan selama pusat kegiatan, pemukiman dan/ atauinfrastruktur
dioperasionalkan.
(5) Pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dipantau oleh
Tim Pemantau yang dibentuk oleh Walikota.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tim pemantau sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota
Bagian Keempat
Persetujuan
Pasal 136
(1) Dokumen Analisis dampak lalin atau kajian dampak Lalu Lintas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 132 ayat (2) wajib mendapat persetujuan Walikota bagi
Jalan kota.
(2) Persetujuan Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling
lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
diterimanya dokumen Analisis dampak lalu lintas atau kajian dampak Lalu
Lintas dinyatakan secara lengkap dan memenuhi persyaratan.
(3) Dokumen Analisis dampak lalu lintas atau kajian dampak Lalu Lintas
merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh izin mendirikan
bangunan (IMB)
Bagian Kellina
Sanksi Administratif
Pasal 137
(1) Setiap pengembang atau pembangun yang melanggar
kesanggupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat
sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara pelayanan umum;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. denda administratif
e. pembatalan izin; dan/atau
f. pencabutan izin
Pasal 138
pernyataan
(2) dikenai
(1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 137 ayat (2) huruf a dikenai sebanyak 3 (tiga) kali dengan jangka
waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari kalender
43
. �,
(2) Sanksi administratif berupa penghentian sementara pelayanan umum
dan/ atau penghentian sementara kegiatan selama 30 (tiga puluh) hari
dikenakan kepada pengembang atau pembangun yang tidak melaksanakan
kewajiban setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga.
(3) Sanksi adminstratif berupa denda sebesar 1 % (satu per seratus) dari nilai
kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135
ayat (4) dikenakan kepada pengembang atau pembangun yang tetap tidak
melaksanakan kewajiban setelah berakhimya jangka waktu penghentian
sementara pelayanan umum dan/atau penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam waktu 10 (sepuluh) hari kalender sejak tanggal pengenaan sanksi
denda administratif atau 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak
pembayaran denda administratif, pengembang atau pembangunan tidak
melaksanakan kewajibannya, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dibatalkan
atau dicabut.
(5) Ketentuan mengenai ta.ta cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 137 ayat (2} diatur dengan Peraturan Walikota.
BABXIII
ANGKUTAN
Bagian Kesatu
Angkutan Orang
Paragraf 1
Angkutan Orang Dengan Kenclaraan Bermotor
Pasal 139
(1) Untuk mewujudkan penyelenggaraan angkutan orang dengan Kendaraan
bermotor yang handal, efisien, dan efektif, Pemerintah Daerah menyusun
Sistem Pelayanan Angkutan Orang dengan Kendaraan bermotor secara
terpadu.
(2) Sistem Pelayanan Angkutan Orang dengan Kendaraan bermotorsebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diarahkan pada penggunaansarana angkutan massal.
Pasal 140
(1) Pelayanan angkutan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139ayat (2)
dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang yang
terdiri dari:
a. angkutan orang dengan Kendaraan angkutan umum dalam trayek; dan
b. angkutan orang dengan Kendaraan angkutan umum tidak dalam Trayek.
(2) Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan bermotor umum dalam Trayek
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
a. Trayek Antar Kota Antar Provinsi;
b. Trayek Antar Kota Dalam Provinsi;
c. Trayek Angkutan Kota yang sepenuhnya beroperasi di Wilayah Daerah;
d. Trayek Angkutan Kota dan perbatasan di wilayah Daerah yang
berbatasan dengan daerah Kabupaten/Kota lainnya.
e. Trayek angkutan khusus, terdiri dari:
1. angkutan karyawan;
2. angkutan permukiman;
3. angkutan pemadu moda; dan
4. angkutan antar jemput,
44
. .
(3) Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan bemotor umum tidak dalam
Trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. angkutan orang dengan menggunakan taksi;
b. angkutan orang dengan tujuan tertentu;
c. angkutan orang untuk kepentingan pariwisata; dan
d. angkutan orang di kawasan tertentu
Pasal 141
(1) Angkutan orang dengan menggunakan taksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 140 ayat (3) huruf a harus digunakan untuk pelayanan angkutan dari
pintu ke pintu dengan wilayah operasi dalam kawasan Daerah Kota Palopo.
(2) Wilayah operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jumlah
maksimal kebutuhan taksi ditetapkan oleh Walikota.
Pasal 142
(1) Angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 140 ayat (3) huruf b dilarang menaikkan dan/atau menurunkan
Penumpang di sepanjang perjalanan untuk keperluan lain di luar pelayanan
angkutan orang dalam Trayek.
(2) Angkutan orang dengan tujuan tertentu diselenggarakan dengan
menggunakan mobil penumpang umum atau mobil bus umum.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Angkutan orang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 143
(1) Angkutan orang untuk kepentingan pariwisata sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 140 ayat (3) huruf c harus digunakan untuk pelayanan
angkutan wisata.
(2) Penyelenggaraan angkutan orang untuk kepentingan pariwisata
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil
penumpang umum dan mobil bus umum dengan tanda khusus.
Paragraf2
Perencanaan Angkutan, Jarlngan Trayek dan Wllayah Operasi Takai
Pasal 144
Untuk menyelenggarakan pelayanan angkutan umum dalam Trayek dan
pengangkutan dengan menggunakan taksi, Pemerintah Daerah merencanakan
dan menetapkan kebutuhan pelayanan angkutan dalam jaringan Trayek dan
wilayah operasi Taksi.
Pasal 145
(1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 dilakukan
berdasarkan basil survey dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. analisis potensi faktor muatan;
b. asal dan tujuan perjalanan;
c. kondisi Jalan;
d. jenis pelayanan dan prototype Kendaraan untuk tiap-tiap jarak
dan waktu tempuh;
e. perhitungan tarif angkutan; dan
f. ketersediaan Terminal.
(2) Untuk kepentingan perencanaan, Pemerintah Daerah menyelenggarakan
evaluasi pelayanan angkutan secara berkala.
45
, • " t .. .,
Pasal 146
(1) Terhadap perencanaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
145 ayat (2), W alikota:
a. memberikan pertimbangan kepada Menteri Perhubungan untuk penetapan
jaringan Trayek Antar Kata Antar Provinsi untuk jaringan Trayek di
wilayah Daerah kota Palopo;
b. memberikan pertimbangan kepada Gubernur untuk penetapan jaringan
Trayek dan wilayah operasi Taksi Antar Kata Dalam Provinsi diwilayah
Daerah Kata Palopo;
c. menetapkan jaringan Trayek dan wilayah operasi Taksi yang
sepenuhnya beroperasi di wilayah Kota Palopo;
d. melakukan kerjasama transportasi antar daerah yang wilayahnya
berbatasan dengan Kata Palopo.
(2) Jaringan Trayek dan wilayah operasi taksi yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, diumumkan kepada
masyarakat.
(3) Kerjasama transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. perencanaan, penetapan jaringan Trayek dan wilayah operasi taksi di
daerah perbatasan dengan Daerah Kata Palopo:
b. penetapan pembagian alokasi, pengadaan dan angkutan untuk masingmasing Daerah;
c. perencanaan, penetapan Terminal perbatasan;
d. penetapan bagi hasil retribusi Terminal perbatasan; dan
e. pengawasan bersama di wilayah perbatasan.
Pasal 147
(1) Jaringan Trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat 2 memuat:
a. kode Trayek;
b. lintasan pelayanan atau rute yang harus dilayani;
c. jumlah armada yang dialokasikan tiap-tiap jaringan Trayek;
d. jenis pelayanan, prototype Kendaraan dan warna dasar Kendaraan;
e. Terminal asal dan tujuan.
(2) Wilayah operasi taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat 2 memuat:
a. ruang lingkup wilayah pelayanan; dan
b. jumlah armada dan warna dasar Kendaraan.
Pasal 148
(1) Pemerintah Daerah mempertimbangkan usulan masyarakat untuk
menetapkan jaringan Trayek baru.
(2) Untuk keperluan penetapan jaringan Trayek baru sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib dilakukan survey dengan memperhatikan jaringan
Trayek yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (1).
Pasal 149
Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan angkutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 144, jaringan Trayek dan wilayah operasi taksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (2) diatur dengan Peraturan
Walikata.
46
\ , Paragraf3
Pengadaan Kendaraan
Pasal 150
(1) Setiap jaringan Trayek dan wilayah operasi Taksi yang telah mendapat
penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) huruf c
dilaksanakan realisasi pengisian atau formasi pelayanan angkutan dengan
menggunakan Kendaraan yang sesuai dengan peruntukan untuk tiap-tiap
jaringan Trayek dan wilayah operasi taksi.
(2) Kendaraan yang sesuai dengan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah jumlah alokasi, jenis dan prototype wama dasar Kendaraan
sebagaimana yang ditetapkan untuk masingmasingjaringan Trayek.
(3) Setiap Badan dan/ atau Badan Hukum yang akan mengisi formasi
pelayanan angkutan dapat diberikan izin apabila Kendaraan yang
digunakan sesuai dengan peruntukannya.
Pasal 151
(1) Untuk pengadaan Kendaraan yang sesuai dengan peruntukannya,
pembuatan karoseri Kendaraan dilaksanakan oleh bengkel umum
konstruksi/bengkel karoseri yang telah mendapat rekomendasi dari Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat.
(2) Setiap dealer/ agen yang telah mendapat penunjukan pengadaan Kendaraan
dilarang membangun/membuat karoseri sendiri, kecuali apabila dealer yang
bersangkutan memiliki unit bengkel konstruksi yang telah mendapatkan izin
dari Pemerintah Daerah dan rekomendasi dari Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat.
(3) Ketentuan lebih lanjut pengadaan Kendaraan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota
Paragraf4
Perizinan
Pasal 152
Setiap Badan dan/atau Badan Hukum yang berusaha di bidang angkutan
umum untuk mengangkut orang, wajib melengkapi:
a. Izin Usaha Angkutan;
b. Izin Trayek; dan
c. Izin Operasi.
Pasal 153
( 1) Izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 huruf a adalah
izin untuk melakukan usaha di bidang angkutan baik yang dilaksanakan
dalam Trayek maupun tidak dalam Trayek, berlaku selama penyelenggara
masih melakukan usaha di bidang angkutan.
(2) Setiap pemegang izin usaha angkutan wajib:
a. merealisasikan kegiatan usaha dan/ atau pengadaan Kendaraanpaling
lambat 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya izin usaha;
b. melaporkan kegiatan usaha setiap tahun kepada Pemerintah Daerah.
47
t , 'It f • A
Pasal 154
(1) Izin Trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 huruf b diperuntukan
bagi angkutan dalam Trayek.
(2) Izin Trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama l(satu)
tahun dan do.pat diperpanjang untuk l (satu) tahun berikutnya. ??
(3) Penyelenggara usaha angkutan yang telah memperoleh izin Trayekharus
melaporkan operasional Kendaraannya yang tertuang dalam izin Trayek
setiap satu tahun sekali kepada Dinas.
(4) Sebagai tindak lanjut dari laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Dinas mengeluarkan Kartu Pengawasan.
(5) Kartu Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memuat data
Kendaraan dan rute lintasan tertunjuk untuk tiap-tiap Kendaraan yang
harus dibawa oleh pengemudi pada saat beroperasi dan diperlihatkan kepada
petugas pada waktu dilakukan pemeriksaan.
(6) Penerbitan dan perpanjangan izin Trayek dikenakan retribusi.
(7) Ketentuan tentang tarif retribusi izin Trayek diatur dalam Peraturan Daerah
tersendiri.
Pasal 155
Izin Trayek angkutan dalam Daerah kota Palopo diterbitkan oleh oleh Walikota.
Pasal 156
lzin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 huruf c meliputi izin
untuk:
a. angkutan orang dengan menggunakan taksi;
b. angkutan orang dengan tujuan tertentu;
c. angkutan orang untuk kepentingan pariwisata; dan
d. angkutan orang di kawasan tertentu.
Pasal 157
Izin untuk angkutan tidak dalam Trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal
153 ayat (1) dikeluarkan oleh walikota untuk taksi dan kawasan tertentu yang
wilayah operasionalnya dalam wilayah Daerah Kota Palopo.
Pasal 158
(1) Izin Insidentil merupakan izin yang dapat diberikan kepada perusahaan
angkutan yang telah memiliki izin Trayek untuk menggunakan Kendaraan
bermotor menyimpang dari izin Trayekyang dimiliki.
(2) Izin insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan
untuk kepentingan:
a. menambah kekurangan angkutan pada waktu keadaan tertentu;
b. keadaan darurat tertentu seperti bencana alam dan lain-lain.
(3) Izin insidentil hanya diberikan untuk satu kali perJalanan pergipulang dan
berlaku paling lama 14 (empat betas) hari serta tidak dapat diperpanjang.
(4) Izin insidentil untuk rute/Trayek Antar Kota Dalam Provinsi diterbitkan oleh
Kepala Dinas.
Pasal 159
Perizinan angkutan dinyatakan gugur dan tidak berlaku apabila:
a. kegiatan usaha tidak dilaksanakan;
b. masa berlaku izin sudah habis dan tidak diperpanjang;
c. dilakukan pencabutan atau pembekuan izin yang disebabkan operasi
Kendaraan melanggar ketentuan yang telah ditetapkan, setelah diberi
peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali;
d. dikembalikan oleh pemegang izin.
48
Pasal 160
Ketentuan lebih lanjut mengenai Izin Usaha Angkutan, Izin Trayek dan Izin
Operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 diatur dengan Peraturan
Walikota.
ParapafS
Peremajaan, Penggantian clan Penghapusan Kendaraan Bermotor Umum
Pasal 161
(1) Untuk kesinambungan dan peningkatan pelayanan, kelayakan usaha dan
menghindarkan kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kondisi
Kendaraan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik Jalan,
Pemerintah Daerah melaksanakan peremajaan Kendaraan bermotor umum.
(2) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan atas
permintaan pemilik Kendaraan dan berdasarkan penilaian teknis oleh
Dinas.
Pasal 162
(1) Peremajaan Kendaraan bermotor umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 161 ayat ( 1) dilakukan dengan memperhatikan jumlah armada
Kendaraan pengganti harus sama dengan jumlah Kendaraan yang
diremajakan.
(2) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada · ayat (1) clilaksanakan setelah:
a. dilakukan penghapusan/pemusnahan Kendaraan bermotor umum apabila
kondisinya sudah tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik Jalan; atau
b. perubahan bentuk dan status Kendaraan bermotor umum dari mobil bus
atau mobil penumpang menjadi mobil barang; dan
c. penghapusan dokumen atau surat-surat Kendaraan lama.
Pasal 163
( 1) Pemerintah Daerah memerintahkan kepada pemilik kendaraan melakukan
penggantian kendaraan umum".
(2) Penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila:
a. Kendaraan mengalami kecelakaan sehingga tidak memungkinkan lagi
dioperasikan dan/ atau karena Kendaraanhilang; atau
b. terjadi pengalihan Trayek.
Pasal 164
Sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan penyediaan prasarana LLAJ,
peremajaan dan penggantian Kendaraan diarahkan pada penggunaan sarana
angkutan massal secara bertahap.
Pasal 165
Pemerintah Daerah menetapkan penghapusan Kendaraan bermotor umum yang
sudah tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik Jalanatas pertimbangan
keselamatan.
Pasal 166
Ketentuan lebih lanjut mengenai peremajaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 162 ayat (1), penggantian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 ayat
(1) dan penghapusan Kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 diatur
dengan Peraturan Walikota.
49
'r
Paragraf6
Pool Kenclaraan Bermotor Umum
Pasal 167
(1) Pengusaha angkutan orang wajib mempunyai fasilitas penyimpanan/pool
Kendaraan bermotor umum sesuai dengan jumlah Kendaraan yang dimiliki.
(2) Pool sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berfungsi sebagai:
a. tempat istirahat Kendaraan; dan
b. tempat pemeliharaan dan perbaikan Kendaraan;
(3) Setiap pool harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki kapasitas parkir yang memadai; dan
b. tidak menimbulkan kemacetan Lalu Lintas disekitar lokasi pool.
(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dengan
cara menyediakan:
a. Jalan masuk-keluar (akses) pool, sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
meter dari Jalan;
b. Jalan masuk-keluar (akses) pool dengan lebar sekurangkurangnya 5
(lima) meter, sehingga manuver Kendaraan dapat dilakukan dengan
mudah;
c. fasilitas celukan masuk-keluar Kendaraan, sehingga Kendaraanyang akan
masuk-keluar pool mempunyai ruang dan waktu yang cukup untuk
melakukan perlambatan/ percepatan;
d. lampu kelap-kelip (flashing light) wama kuning pada lokasi sebelum
masuk dan setelah keluar pool, apabila volume Kendaraan masuk
keluar pool cukup padat.
Pasal 168
(1) Pool dapat digunakan sebagai tempat untuk menaikkan dan/atau
menurunkan penumpang setelah memenuhi persyaratan teknis yang
ditetapkan dan telah mendapatkan izin Walikota atau Pejabat yang
ditunjuk.
(2) Pool yang digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurangkurangnya harus dilengkapi fasilitas:
a. gedung/ruang kantor;
b. ruang tunggu penumpang dan/atau pengantar/penjemput;
c. tempat untuk ruang parkir Kendaraan penjemput/pengantar selama
menunggu keberangkatan/kedatangan;
d. tempat ibadah (mushola);
e. kamar kecil/ toilet.
(3) Dalam pengoperasian pool sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
memenuhi persyaratan:
a. pool harus terdaftar di instansi pemberi izin dan dilengkapi
rekomendasi dari Dinas
b. tidak melakukan pungutan atas penggunaan pool terhadap
pen um pang;
c. tidak mengganggu jadwal perjalanan bus dari Terminal.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan pool sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota
Pasal 169
Setiap mobil bus umum yang berangkat dari pool wajib masuk Terminal.
so
' • .. f Paragraf7
Agen Jasa Angkutan
Pasal 170
(1) Agen jasa angkutan terdiri dari agen penjualan karcis penumpang
Kendaraan bermotor umum dan agen jasa angkutan barang.
(2) Agen penjualan karcis penumpang Kendaraan bermotor umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa bagian dari perusahaan angkutan atau
pihak lain yang telah menjalin kerjasama dengan perusahaan angkutan.
(3) Agen jasa angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi
sebagai tempat penerimaan dan pengiriman barang serta agen ekspedisi
muatan angkutan barang.
Pasal 171
(1) Agen penjualan karcis penumpang Kendaraan bennotor umum hanya
berfungsi sebagai tempat penjualan karcis.
(2) Agen penjualan karcis penumpang Kendaraan bermotor umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang digunakan untuk
menaikkan dan menurunkan penumpang
Pasal 172
(1) Agen jasa angkutan barang, wajib menyediakan tempat penyimpanan dan
bongkar muat.
(2) Agen jasa angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat
(l)bertanggung jawab terhadap prosedur penanganan barang selama
barang tersebut belum dimuat ke dalam mobil barang.
Pasal 173
(1) Pendirian agen jasa angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170
ayat (1) wajib mendapat rekomendasi dari Dinas dalam penentuan lokasi,
dan mendapat izin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan, rekomendasi dan
perizinan pendirian agen jasa angkutan diatur denganPeraturan Walikota.
Bagian Kedua
Angkutan Barang
Paragraf 1
Umum
Pasal 174
(1) Angkutan barang dengan Kendaraan bennotor dilakukan dengan
menggunakan mobil barang, mobil penumpang, mobil bus.
(2) Angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
ketentuan jumlah barang yang diangkut tidak melebihi daya angkut tipe
Kendaraannya.
(3) Angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri:
a. angkutan barang umum;
b. angkutan bahan berbahaya;
c. angkutan barang khusus;
d. angkutan peti kemas; dan
e. angkutan alat berat.
51
• 'I ... , ii Paragraf2
Angkutan Barang Umum
Pasal 175
Pengangkutan barang umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (3)
huruf a harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. melalui kelas Jalan yang diperbolehkan;
b. menyediakan tempat memuat dan membongkar barang; dan
c. menggunakan mobil barang.
Tata Cara Pengangkutan Barang Umum
Pasal 176
Untuk memuat dan/ atau membongkar barang umum harus memenuhi
ketentuan:
a. dilakukan pada tempat-tempat yang tidak mengganggu keamanan,
kelancaran dan ketertiban Lalu Lintas;
b. pemuatan barang umum dalam ruangan Kendaraanpengangkutannya harus
ditutup dengan bahan tidak mudah rusak dan diikat dengan kuat;
c. barang umum yang diangkut dengan mobil barang tidak boleh lebih dari
2.000 (dua ribu) mm terhitung dari bagian belakang;
d. barang umum yang melampaui bagian belakang mobil barang lebih dari
1.000 (seribu) mm, harus diberi tanda lampu dan pemantul cahaya yang
ditempatkan pada ujung muatan.
Pasal 177
(1) Pemuatan barang umum dalam ruang mobil barang harus disusun dengan
baik sehingga beban terdistribusi secara proposional pada sumbu-sumbu
Kendaraan.
(2) Distribusi beban muatan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan muatan sumbu terberat untuk masing-masing
sumbu, daya dukung Jalan dan Jumlah Berat yang diperbolehkan (JBB). Paragraf4
Angkutan Bahan Berbahaya
Pasal 178
(1) Angkutan bahan berbahaya dilakukan dengan menggunakan Kendaraan
bermotor yang memenuhi persyaratan teknis dan laik Jalan serta sesuai
dengan peruntukannya.
(2) Bahan berbahaya sebagaimana dimak:sud dalam ayat (1) di klasifikasikan
se bagai berikut:
a. mudah meledak;
b. gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau pendinginan tertentu;
c. cairan mudah menyala;
d. padatan mudah menyala;
e. oksidator, peroksida organik;
f. racun dan bahan mudah menular;
g. barang yang bersifat radio aktif;
h. barang yang bersifat korosif; dan
i. barang berbahaya lainnya.
52
., . . '
Pasal 179
Pengangkutan bahan berbahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat
(1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. melalui Jalan yang ditetapkan oleh Dinas;
b. menyediakan tempat, fasilitas perlengkapan memuat dan membongkar;
c. dilayani dengan mobil barang angkutan bahan berbahaya sesuai
dengan peruntukannya;
d. mempunyai dokumen pengangkutan bahan berbahaya dari instansi
yang berwenang;
e. memiliki tanda-tanda khusus.
Pasal 180
(1) Untuk keselamatan dan keamanan angkutan bahan berbahaya,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (1) termasuk yang tingkat
berbahayanya tinggi dalam jangkauan luas, penjalaran cepat serta
penanganan dan pengamanannya sulit, pengangkutan bahan berbahaya
wajib mendapat izin dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Pennohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya
memuat keterangan sebagai berikut:
a. nama, jenis dan jumlah bahan berbahaya yang akan diangkut serta
dilengkapi dengan dokumen pengangkutan bahan berbahaya dari instansi
yang berwenang;
b. tempat pemuatan, lintas yang akan dilalui, tempat pemberhentian, dan
tempat pembongkaran;
c. identitas dan tanda kualifikasi awak kendaraan;
d. waktu dan jadwal pengangkutan;
e. jumlah dan jenis kendaraan bermotor yang akan digunakan untuk
mengangkut.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 181
(1) Kendaraan bermotor angkutan bahan berbahaya harus memenuhi
persyaratan pokok:
a. tanda khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 huruf eharus
melekat pada sisi kiri, kanan, depan dan belakang Kendaraan bermotor.
b. Melekatkan nama perusahaan pada sisi kiri, kanan dan belakang
Badan Kendaraan;
c. Identitas pengemudi yang ditempatkan pada dashboard;
d. Kotak obat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (PPPK) lengkap
dengan isinya;
e. Alat pemadam kebakaran.
(2) Selain persyaratan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kendaraan
bermotor pengangkut bahan berbahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
181 ayat (1) harus memenuhi persyaratan tambahan:
a. radio komunikasi yang berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi
antara pengemudi dengan pusat pengendalian operasi dan / atau
sebaliknya;
b. sarung tangan, baju pengaman, kaca mata dan masker untuk awak
Kendaraan;
c. lampu tanda bahaya berwama kuning yang ditempatkan diatas atap
ruang pengemudi.
53
1 .. • t ..
ParapafS
Tata Cara Pengangkutan Bahan Berbahaya
Pasal 182
Untuk memuat dan/ atau membongkar bahan berbahaya ke dan dari
Kendaraan bermotor pengangkut, harus memenuhi ketentuan:
a. mempersiapkan dan memeriksa alat bongkar muat dan peralatan
sebelum pelaksanaan muat dan/ atau bongkar bahan berbahaya;
b. dilakukan pada tempat-tempat yang telah ditetapkan dan tidak
mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran, dan ketertiban Lalu
Lintas dan masyarakat di sekitarnya;
c. menghentikan pelaksanaan bongkar dan/ atau muat apabila diketahui ada
kemasan atau wadah yang rusak;
d. dilakukan pengawasan oleh petugas yang memiliki kualifikasi di bidang
bahan berbahaya
Pasal 183
Bahan berbahaya yang akan diangkut harus dikemas dalam kemasan atau
wadah, diikat dengan kuat dan disusun dengan baik serta beban terdistribusi
secara proporsional pada sumbu-sumbu Kendaraan sesuai peraturan
perundang-undangan. Paragraf6
Angkutan Barang Khusus
Pasal 184
(1) Pengangkutan barang khusus dilakukan dengan menggunakan Kendaraan
bermotor sesuai dengan peruntukannya.
(2) Barang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan atas:
a. barang curah;
b. barang cair;
c. barang yang memerlukan fasilitas pendinginan;
d. tumbuh-tumbuhan dan hewan hidup;
Pasal 185
Syarat pengangkutan barang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184
adalah:
a. melalui Jalan yang ditetapkan oleh Dinas;
b. menyediakan tempat, fasilitas perlengkapan memuat dan membongkar;
c. dilayani dengan mobil barang angkutan barang khusus sesuai dengan
peruntukannya;
d. mempunyai dokumen pengangkutan barang khusus yang sah dan rekomendasi
dari instansi yang berwenang;
Pasal 186
Mobil barang pengangkut barang khusus wajib memenuhi persyaratan :
a. melekatkan nama perusahaan pada sisi kiri, kanan dan belakang badan
Kendaraan;
b. identitas pengemudi yang ditempatkan pada dashboard.
54
. . ,,
Paragraf 7
Tata Cara Pengangkutan Barang Khusus
Pasal 187
Untuk memuat dan/ atau membongkar barang khusus ke dan dari Kendaraan
bermotor pengangk:ut, harus memenuhi ketentuan:
a. mempersiapkan dan memeriksa alat bongkar muat dan peralatan sebelum
pelaksanaan muat dan/ atau bongkar barang khusus;
b. dilakukan pada tempat-tempat yang telah ditetapkan dan tidak
mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran, dan ketertiban Lalu
Lintas dan masyarakat di sekitarnya;
c. pemuatan barang khusus dalam ruang muatan mobil barang harus cliikat
dengan k:uat dan disusun dengan baik sehingga beban terdistribusi secara
proporsional pada sumbu-sumbu Kendaraan;
d. apabila barang khusus yang diangkut melampaui bagian belakang terluar
mobil barang, harus diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya dan
terpasang pada ujung muatan.
Paragraf8
Angkutan Peti Kemas
Pasal 188
Pengangkutan peti kemas dilakukan dengan Kendaraan khusus pengangk:ut
Peti Kemas.
Pasal 189
Pengangkutan peti kemas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. melalui lintas angkutan peti kemas yang telah ditetapkanberdasarkan
Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan;
b. menyediakan tempat, fasilitas perlengkapan memuat dan membongkar;
c. dilayani oleh rangkaian Kendaraan yang terdiri dari satu
Kendaraanbermotor penarik (tractor head) dan satu kereta tempelan;
d. pelayanan lambat.
Pasal 190
Kendaraan khusus angkutan peti kemas wajib memenuhi persyaratan :
a. melekatkan nama perusahaan pada sisi luar kiri dan kanan ruang
pengemudi;
b. identitas pengemudi yang ditempatkan pada dashboard
Paragraf9
Tata Cara Pengangkutan Peti Kemas
Pasal 191
Untuk menaikan dan/ atau menurunkan peti kemas harus memenuhi
ketentuan:
a. menggunakan alat bongkar muat berupa forklif atau crane;
b. dilakukan pada tempat-tempat yang ditetapkan oleh dinas dan tidak
mengganggu keamanan, kelancaran, ketertiban dan lalu lintas.
55 ·
Pasal 192
Peti kemas yang diangkut dengan Kendaraan khusus pengangkut peti kemas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 harus diikat dengan menggunakan
kunci putar yang khusus diperuntukan untuk mengikat peti kemas pada
Kendaraan pengangkutnya.
ParagraflO
Angkutan Alat Berat
Pasal 193
Pengangkutan alat berat dilakukan dengan mobil barang sesuai dengan
peruntukannya.
Pasal 194
(1) Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran Lalu Lintas,
pengangkut alat berat yang muatan sum bu terberat dan/ atau ukurannya
melebihi ketentuan yang ditetapkan, pengangkut alat berat wajib
mengajukan permohonan izin kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Dalam permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
keterangan paling sedikit mengenai:
a. jenis alat berat yang diangkut;
b. tempat pemuatan, lintas yang akan dilalui, tempat pemberhentian, dan
tempat pembongkaran;
c. waktu dan jadwal pengangkutan;
d. jumlah dan jenis mobil barang yang digunakan untuk mengangkut.
Pasal 195
Pelayanan angkutan alat berat mempunyai ciri-ciri pelayanan sebagai berikut :
a. melalui Jalan yang ditetapkan oleh Dinas;
b. menyediakan tempat, fasilitas perlengkapan memuat dan membongkar;
c. dilayani oleh mobil barang pengangkut alat berat yang sesuai dengan
peruntukannya;
d. melalui lintas yang ditetapkan oleh Dinas; dan
e. pelayanan lambat.
Pasal 196
(1) Mobil barang pengangkut alat berat wajib memenuhi persyaratan:
a. melekatkan nama perusahaan pada sisi luar kiri dan kanan ruang
pengemudi
b. identitas pengemudi yang ditempatkan pada dashboard
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mobil barang
pengangkut alat berat harus pula memenuhi persyaratan tambahan berupa
lampu tanda bahaya berwama kuning yang ditempatkan diatas atap ruang
pengemudi;
Paragraf 11
Tata Cara Pengangkutan Alat berat
Pasal 197
Untuk menaikkan dan/ atau menurunkan alat berat harus memenuhi
ketentuan:
56
' ., • r �
a. mempersiapkan dan memeriksa alat bongkar muat dan peralatan sebelum
pelaksanaan muat dan/ atau bongkar alat berat;
b. dilakukan pada tempat-tempat yang ditetapkan dan tidak mengganggu
keamanan, keselamatan, kelancaran, dan ketertiban La.lu Lintas dan
masyarakat di sekitarnya;
c. pemuatan alat berat dalam ruang muatan mobil barang harus diikat dengan
kuat dan beban terdistribusi secara proporsional pada sumbu-sumbu
Kendaraan;
d. apabila alat berat yang diangkut melampaui bagian belakang terluar mobil
barang, harus diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya dan terpasang
pada ujung muatan.
Paragraf 12
Perizlnan
Pasal 198
(1) Angkutan barang dengan mobil terdiri dari:
a. angkutan barang umum; dan
b. angkutan barang khusus
(2) Perusahaan angkutan barang dengan mobil barang umum dan barang
khusus dapat diselenggarakan oleh:
a. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah;
b. Badan usaha swasta ;
c. Koperasi;
d. Perorangan warga negara Indonesia.
Pasal 199
(1) Untuk melakukan usaha angkutan barang umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 198 ayat (1) huruf a wajib memiliki izin penyelenggaraan
angkutan.
(2) Untuk memperoleh izin penyelenggaraan angkutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), wajib memenuhi persyaratan:
a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
b. memiliki akte pendirian perusahaan bagi pemohon yang berbentuk
Badan Hukum, identitas diri bagi pemohon perorangan;
c. memiliki surat keterangan domisili perusahaan;
d. persyaratan kesanggupan untuk memiliki dan/ atau mengelola 5 (lima)
Kendaraan bermotor;
e. pemyataan kesanggupan untuk menyediakan fasilitas penyimpanan
Kendaraan/pool.
(3) Izin penyelenggaraan angkutan barang umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a diterbitkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk dan
berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang.
(4) Izin penyelenggaraan angkutan barang umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) terpisah dari perizinan pokok perusahaan yang bersangkutan.
(5) Izin penyelenggaraan angkutan barang umum dilengkapi dengan kartu
pengawasan untuk masing-masing Kendaraan.
(6) Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus sebagaimana dimaksud ayat
(1) huruf b diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan setelah mendapat
rekomendasi dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
(7) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan persyaratan pemberian izin
dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Walikota
57
Pasal 200
Dalam melaksanakan kegiatan penyelenggaraan angkutan barang wajib
dilengkapi:
a. surat perjanjian pengangkutan;
b. surat muatan barang.
Bagian Ketiga
Bongkar muat
Pasal 201
(1) Dinas melaksanakan pengaturan, pengawasan dan pengendalian bongkar
muat barang.
(2) Pengaturan, pengawasan dan pengendalian kegiatan bongkar muat
angkutan barang, dapat dilakukan pada tempat-tempat yang ditetapkan
peruntukannya.
(3) Tempat-tempat yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
meliputi:
a. ruas-ruas Jalan yang ditetapkan sebagai lokasi bongkar muat barang;
b. Iokasi perdagangan dan industri serta pergudangan;
c. halaman atau fasilitas yang disediakan oleh pemilik barang secara
khusus;
d. lokasi proyek yang menggunakan Jalan di Daerah; dan
e. Terminal barang.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang pengaturan, pengawasan, dan pengendalian
bongkar muat barang sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur dengan
Peraturan Walikota.
Bagian Keempat
Kendaraan Tldak Bermotor
Pasal 202
(1) Pengangkutan orang dan barang di Jalan dapat diselenggarakan dengan
menggunakan Kendaraan tidak bermotor.
(2) Kendaraan tidak bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah
becak.
Pasal 203
(1) Setiap Kendaraan tidak bermotor yang dioperasikan di .Jalan, wajib
didaftarkan ke Dinas.
(2) Kendaraan yang telah didaftarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas
wajib menerbitkan Surat Tanda Nomor Kendaraan Tidak Bermotor dan
Nomor Kendaraan Tidak Bermotor tanpa dipungut biaya ?
Pasal204
Setiap pengemudi Kendaraan tidak bermotor wajib memiliki Kartu Tanda
Kecakapan Mengemudi Kendaraan Tidak Bermotor yang dikeluarkan oleh
Dinas.
58
<r ... .. ' ,.
Bagian Kelhna
Sauksi Administratif
Pasal 205
(1) Pengusaha angkutan orang yang melanggar Pasal 167 ayat (1) atau Pasal
168 ayat (3) huruf a dan Pasal 168 ayat (3) huruf b dikenai sanksi
administratif.
(2) Penyelenggara Agen Jasa angkutan yang menggunakan tempat keagenan
melanggar Pasal 170 ayat (2) atau Pasal 171 ayat (1) dikenai sanksi
administratif.
(3) Penyelenggara angkutan barang yang melanggar Pasal 177, Pasal 178,
Pasal 179 atau Pasal 181 atau ( 1) huruf a, 181 atau ( 1) huruf b, 181 atau ( 1)
huruf c, atau Pasal 181 ayat (2) huruf a, Pasal 181ayat (2) huruf b,
Pasal 181 ayat (2) huruf c, Pasal 183, Pasal 185, Pasal 186, Pasal 188
huruf a, Pasal 188 huruf b, Pasal 189, Pasal 191, Pasal 192, Pasal 199
atau Pasal 202 dikenai sanksi administratif.
(4) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3)
dan ayat (4) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan; dan/ atau
d. pencabutan izin.
Pasal 206
(1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 205 ayat (4) huruf a dikenai sebanyak 3 (tiga) kali dengan jangka
waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari kalender
(2) Sanksi administratif berupa denda administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 205 ayat (4) huruf b dikenakan paling sedikitRp.1.000.000,00
(satu juta rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
setelah tenggang waktu peringatan tertulis berakhir
(3) Sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan selama 30 (tiga
puluh) hari dikenakan kepada pengusaha angkutan orang, Penyelenggara
Agen jasa angkutan atau Penyelenggara Angkutan Barang yang tidak
melaksanakan kewajiban setelah berakhirnya jangka waktu peringatan
tertulis ketiga.
(4) Dalam waktu 10 (sepuluh) hari kalender sejak tanggal pengenaan sanksi
administratif penghentian sementara, tetap tidak melaksanakan
kewajibannya, Izin usaha angkutan umum dicabut.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 205 ayat (4) diatur dengan Peraturan Walikota.
(6) Penetapan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Walikota
59
.,_ .. '
BABXIV
PERPARKIRAN
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Tempat Parkir
Pasal 207
(1) Tempat parkir dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan/atau
Badan, perorangan
(2) Tempat parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. tempat parkir tepi Jalan umum
b. tempat khusus parkir
(3) Tempat parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
(4) Tempat parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan/ atau Badan, perorangan
Bagian Kedua
Penetapan Lokasi dan Pembangunan Fasilitas Parkir
Pasal 208
Penetapan lokasi dan pembangunan fasilitas Parkir untuk umum dilakukan
oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan:
a. rencana tata ruang wilayah;
b. analisis dampak Lalu Lintas; dan
c. kemudahan bagi Pengguna Jasa.
Bagian. Ketiga
Parldr Di Tepi Jalan Umum
Pasal 209
(1) Fasilitas Parkir di Tepi Jalan Umum dapat diselenggarakan di tempat
tertentu atau Jalan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/ atau
Marka Jalan.
(2) Fasilitas parkir di Tepi Jalan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
di bagi menjadi zona-zona parkir yang ditetapkan berdasarkan kepadatan
(3) Lalu Lintas dan permintaan akan kebutuhan parkir setempat.
(4) Zona Parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikategorikan menjadi:
a. ZonaA;
b. Zona B;
c. Zona C;
d. Zona D; dan
e. Zona E.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai zona parkir sebagaimana dimaksud pada
ayat 3 diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 210
(1) Parkir Kendaraan bermotor di tepi Jalan umum diatur secara sejajar atau
membentuk sudut menurut arah Lalu Lintas.
(2) Pada ruas Jalan tertentu parkir Kendaraan bermotor ditepi Jalanumum
hanya dapat dilakukan pada 1 (satu) sisi.
(3) Penetapan sudut parkir Kendaraan dan ruas Jalan tertentu
dilaksanakansesuai basil manajemen dan rekayasa Lalu Lintas.
60
Pasal 211
(1) Untuk mewujudkan ketertiban dan kelancaran Lalu Lintasditetapkan jenis
Kendaraan dengan Jumlah Berat yang Diperbolehkan (JBB) yang dilarang
parkir di tepi Jalan umum
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan Jumlah Berat yang
Diperbolehkan (JBB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Walikota.
Bagian Keempat
Parldr Di Tempat Khusus Parldr
Pasal 212
( 1) Tempat khusus parkir dapat berupa:
a. Pelataran parkir;
b. Taman parkir; dan
c. Gedung parkir;
(2) Tempat khusus parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sirkulasi
dan posisi parkir Kendaraan yang dinyatakan dengan rambu Lalu Lintas
atau marka Jalan, dan diberi tanda berupa huruf atau angka yang
memberikan kemudahan bagi pengguna jasa untuk menemukan
Kendaraannya.
(3) Pelataran parkir dan taman parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf b harus memiliki batas-batas tertentu
(4) Gedung parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus memenuhi
persyaratan konstruksi sesuai peraturan perundangundangan
Bagian Kelima
Pengelolaan Parldr
Pasal 213
(1) Pengelolaan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Tempat Khusus Parkir milik
Pemerintah Daerah dikelola oleh Pemerintah Daerah dan dapat dikerjasamakan
dengan pihak ketiga melalui pelelangan danatau penunjukan.
(2) Pengelolaan Parkir yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan denganketentuan sebagai berikut:
a. lingkup pekerjaan adalah penataan, penertiban, pembantu keamanan
dan penarikan retribusi;
b. menyerahkan uang jaminan minimal 40% (empat puluh per seratus)
dari nilai harga lelang yang dimenangkan sebelum Surat Perintah
Mulai Kerja (SPMK) diberikan;
c. menyerahkan uang jaminan penunjukan sebesar 2 (dua) bulan dibayar
dimuka sebelum izin diterbitkan;
d. pelelangan/penunjukan pihak lain dilakukan oleh Walikota atau
pejabat yang ditunjuk;
e. pekerjaan dimulai setiap 1 Januari sampai dengan 31 Desembertahun
berjalan, kecuali dalam keadaan tertentu.
Pasal 214
(1) Dalam pengelolaan parkir, pihak ketiga mempekerjakan petugas parkir
setelah mendapatkan kartu tanda anggota.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai ta.ta cara kerjasama dengan pihak ketiga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 ayat (1) dan penerbitan kartu
tanda anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Walikota
61
1 .. ....
Pasal 215
.
Potensi pendapatan parkir didasarkan pada basil survey yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah, dan atau pengelola parkir.
Paaal 216
Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 ayat (1) setelah
memenuhi persyaratan kerjasama diberi izin dan hak sebagai pengelola parkir.
Pasal 217
(1) Pengelolaan Parkir di tempat khusus parkir milik swasta dapat
dilaksanakan setelah mendapat izin Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterbitkan setelah
memenuhi syarat administrasi dan teknis.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perizman, syarat-syarat
administrasi dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta
penyelenggaraan dan pengelolaan parkir diatur dengan Peraturan Walikota.
Bagian Keenam
Bak Dan KewaJiban Pengelola Parkir, Petugas Parkir Dan
Pengguna Jasa Parldr di Tepi Jalan Umum dan Tempat Khusus Parkir
Paragraf 1
Bak Pengelola, Petugas Parldr dan Pengguna Jasa Parldr
Paaal 218
Pengelola parkir mempunyai hak sebagai berikut:
a. mengelola tempat lahan parkir yang ditetapkan;
b. memperoleh basil pungutan retribusi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan;
c. mendapat perlindungan keamanan dari Pemerintah Daerah dari kegiatan
parkir ilegal/ tidak resmi; dan
d. mendapat jaminan kepastian dalam mengelola lahan parkir
Pasal 219
Petugas Parkir mempunyai hak:
a. memperoleh penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
b. memungut Retribusi Parkir sesuai ketentuan Peraturan Daerah tentang
Retribusi Daerah; dan
c. mendapatjaminan sosial dan hak-hak lainnya dari pengelola parkir.
Pasal 220
Pengguna Jasa Parkir mempunyai hak:
a. memperoleh bukti pembayaran retribusi parkir;
b. mendapat pelayanan yang baik dari petugas parkir;
c. mendapat jaminan keamanan.
62
Paragraf2
Kewajiban Pengelola, Petugas Parkir dan Pengguna Jasa Parkir
Pasa1221
Dalam melakukan usahanya Pengelola Parkir mempunyai kewajiban:
a. menjaga keamanan, ketertiban, keindahan dan kelancaran Lalu Lintas di
kawasan lokasi parkir yang dikelola;
b. menyerahkan basil pungutan retribusi kepada Walikota melalui Dinas sesuai
kontrak/ ketetapan retribusi;
c. memungut tarif retribusi sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Retribusi
Daerah;
d. membina dan mempekerjakan petugas parkir yang cakap, jujur dan terampil;
e. mematuhi dan melaksanakan hubungan Perburuhan/Ketenagakerjaan sesuai
dengan Peraturan Perundangan-undangan di bidang ketenagakerjaan;
f. memberikan jaminan sosial dan hak-hak lainnya, kepada Petugas Parkir;
dan
Pasa1222
(1) Petugas Parkir mempunyai kewajiban:
a. melaksanakan tugas yang ditetapkan pengelola yang telah disahkan oleh
Dinas;
b. menyerahkan bukti retribusi parkir kepada pengguna jasa parkir;
c. menyerahkan basil pemungutan retribusi parkir kepada pengelola;
d. kartu
memakai seragam parkir, beserta kelengkapan yang telah ditetapkan, dan
tanda anggota;
e. memberikan pelayanan kepada Pengguna Jasa Parkir dengan baik;
f. menata dengan tertib Kendaraan yang diparkir sesuai dengan pola parkir
yang ditetapkan;
g. memberikan jaminan keamanan;
h. memberikan ganti rugi atas kehilangan Kendaraan termasuk
kelengkapannya dan/ atau kerusakan yang dialami karena kesengajaan
atau kealpaan;
i. mematuhi ketentuan tarif retribusi parkir yang berlaku; dan
j. menjaga kebersihan, keindahan dan kenyamanan lingkungan parkir.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai seragam parkir beserta kelengkapannya
dan kartu tanda anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
diatur dengan Peraturan Walikota
Pasal 223
Pengguna Jasa Parkir mempunyai kewajiban:
a. menempatkan Kendaraan di tempat yang sesuai dengan peruntukannya;
b. mematuhi semua tanda-tanda parkir dan/ atau petunjuk yang ada;
c. meminta karcis parkir pada saat parkir; dan
d. menunjukkan dan membayar retribusi parkir kepada petugas parkir pada
saat akan meninggalkan tempat parkir.
Pasal 224
Selain pengelola parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 216 dan/atau
petugas parkir yang dipekerjakan oleh pengelola parkir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 214 ayat (1), dilarang melakukan kegiatan di bidang parkir.
63
• I t
Bagian Ketujuh
Sanksi Administratif
Pasal 225
(1) Pengelola parkir yang melanggar Pasal 221 huruf d, Pasal 221 huruf f atau
petugas parkir yang melanggar Pasal 222 huruf d, Pasal 222huruf e
dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (l} berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Pencabutan Kartu Tanda Anggota; dan/ atau
c. Pencabutan izin
Pasal 226
(1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 225 ayat (2) huruf a dikenai sebanyak 3 (tiga) kali dengan selang
waktu 10 (sepuluh) hari kalender terhadap pelanggaran Pasal 221 huruf
d, Pasal 221 huruf f, Pasal 222 huruf d, Pasal 222 huruf f.
(2) Sanksi administratif berupa pencabutan Kartu Tanda Anggota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat (2) huruf b dikenakan kepada
Petugas Parkir yang tetap tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
diatur dalam Pasal 222 huruf d, Pasal 222 huruf fsetelah berakhirnya
jangka waktu peringatan tertulis ketiga.
(3) Sanksi administratif berupa pencabutan izin pengelolaan parkir dikenakan
kepada pengelola parkir yang tetap tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana diatur dalam Pasal 221 setelah berakhirnya jangka waktu
peringatan tertulis ketiga.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat (2) diatur dengan Peraturan
Walikota.
BAB XV
PEMINDAHAN KENDARAAN
Pasal 227
(1) Untuk melakukan penertiban dan memberikan kenyamanan bagi
pengguna Jalan, Dinas dapat melakukan pemindahan Kendaraan bermotor.
(2) Pemindahan Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan:
a. atas permintaan pemilik dan/ atau pengguna Kendaraan; atau
b. atas pelanggaran parkir yang dilakukan oleh pemilik dan/atau pengguna
Kendaraan.
Pasal 228
(1) Pemindahan Kendaraan bermotor atas permintaan pemilik dan/atau
pengguna Kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 227 ayat (1)
dilakukan dalam hal Kendaraan yang rusak dan/ atau mogok.
(2) Pemindahan Kendaraan bermotor atas pelanggaran oleh pemilik dan/ atau
pengguna Kendaraan dilakukan dalam hal sebagai berikut:
64
.. ":" .
a. kendaraan yang parkir pada tempat yang dilarang, yang dinyatakan
dengan rambu-rambu Lalu Lintas;
b. kendaraan yang ditempatkan di Jalan sehingga mengganggu fungsi dan
manfaat Jalan;
c. kendaraan yang ditinggalkan oleh pemilik dan/ atau
penggunakendaraan di Jalan selama 2 x 24 jam (dua kali dua puluh
empatjam); atau
d. menggunakan ruang milik Jalan lebih dari 2 {dua) jam tanpa alasan
yang dapat dipertanggung jawabkan
(3) Pemindahan terhadap Kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan oleh Dinas
Pasal 229
(1) Pemindahan Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228
ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. penggembokan pada roda Kendaraan;
b. diderek dengan mobil derek sesuai dengan peruntukannya;
c. disimpan di areal penyimpanan Kendaraan bermotor;
(2) Kendaraan bermotor yang dipindahkan berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228 ayat (1) dijamin keamanannya,
dan diadministrasi dengan tertib
(3) Pengambilan Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan menunjukan bukti-bukti kepemilikan Kendaraan
bermotor, dan membayar penggantian biaya pemindahan kendaraan;
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penderekan, penyimpanan, dan
penentuan biaya pemindahan Kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dan penjaminan keamanan dan pengadministrasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) serta pengambilan Kendaraan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XVI
PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAlf DAN PENINDAKAN
PELANGGARAN LLAJ
Pasal 230
( 1) Pemeriksaan dan Penindakan terhadap pelanggaran penyelenggaraan LLAJ
dilakukan untuk mewujudkan:
a. keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran dalam
penyelenggaraan LLAJ;
b. kepatuhan dan budaya keamanan serta keselamatan dalam berlalu
lintas.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. kelengkapan dokumen perizinan dan kelengkapan Kendaraan bermotor
angkutan umum;
b. persyaratan teknis dan laik Jalan Kendaraan bermotor angkutan umum;
dan
c. ketertiban parkir dan ketertiban Terminal.
(3) Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilalrukan terhadap:
a. pelanggaran terhadap persyaratan teknis dan laik Jalan;
b. pelanggaran terhadap ambang batas emisi gas buang Kendaraanbermotor;
c. pelanggaran terhadap ketentuan perizinan di bidang LLAJ;
d. pelanggaran terhadap kelebihan muatan; dan
e. pelanggaran terhadap operasional LLAJ lainnya
65
. ,
Pasal 231
(1) Pemeriksaan dan penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 230 ayat
(2) dan ayat (3) dilakukan di ruas-ruas Jalan, Terminaldan/ atau tempattempat lain yang ditetapkan oleh Dinas.
(2) Pemeriksaan dan penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh petugas pemeriksa, PPNSD berkoordinasi dengan Petugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pemeriksaan dan
penindakan penyelenggaraan LLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Walikota
BABXVII
SUMBER DAYA MANUSIA DI BIDANG PERHUBUNGAN
Bagian Kesatu
Sumberclaya Manusia
Pasal232
(1) Sumber daya manusia di bidang perhubungan, meliputi:
a. sumber daya manusia di bidang LLAJ;
b. sumber daya manusia di bidang multimoda transportasi.
(2) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
sumber daya manusia yang menjalankan fungsi sebagai regulator,
penyedia jasa transportasi, dan tenaga kerja di bidang transportasi.
Pasal 233
(1) Sumber daya manusia di bidang lalu lintas dan angkutan Jalansebagaimana
dimaksud dalam Pasal 232 ayat (1) huruf a, meliputi sumber daya
manusia yang mempunyai keahlian di bidang:
a. Lalu Lintas Jalan;
b. angkutan umum;
c. Kendaraan;
d. prasarana Lalu Lintas Jalan; dan
e. keselamatan La.lu Lintas Jalan.
(2) Sumber daya manusia di bidang multimoda transportasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 232 ayat (1) huruf c, meliputi sumber daya manusia
yang mempunyai keahlian di bidang LLAJ.
Bagian Kedua
Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan
Pasal 234
(1) Perencanaan sumber daya manusia di bidang perhubungan ditetapkan
oleh W alikota.
(2) Penelitian dan pengembangan sumber daya manusia di bidang
perhubungan dilakukan Walikota sesuai dengan kewenangannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan, penelitian dan
pengembangandi bidang perhubungan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dan
ayat {2} diatur dengan Peraturan Walikota.
66
- .. � ·,. ,' t
BABXVID
KERJASAMA
Pasal 235
(1) Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerjasama dengan pihak ketiga
dalam penyelenggaraan perhubungan di Daerah Kota Palopo.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai kerjasama.
BABXIX
PERAR SERTA MASYARAKAT
Pasal 236
(1) Masyarakat berhak berperan serta dalam penyelenggaraan perhubungan di
Daerah.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. pemantauan dan penjagaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan
kelancaran LLAJ;
b. masukan kepada instansi pembina dan penyelenggara LLAJ dalam
penyempumaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang LLAJ;
c. pendapat dan pertimbangan kepada instansi pembina dan penyelenggara
LLAJ terhadap kegiatan penyelenggaraan LLAJyang menimbulkan dampak
lingkungan; dan/ atau
d. dukungan terhadap penyelenggaraan LLAJ.
(3) Pemerintah Daerah mempertimbangkan dan dapat menindaklanjuti
masukan, pendapat, dan/ atau dukungan yang disampaikan oleh
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 237
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 236 dapat
dilakukan secara perseorangan, kelompok, organisasi profesi, Badan usaha,
atau organisasi kemasyarakatan lain sesuai dengan prinsip keterbukaan dan
kemitraan.
Pasal 238
Masyarakat wajib berperan serta dalam pemeliharaan sarana dan prasarana
Jalan, pengembangan disiplin dan etika berlalu lintas, dan berpartisipasi
dalam pemeliharaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran LLAJ.
BAB XX
PENYELENGGARAAR SISTEM INFORMASI DAN KOMUNIKASI
Pasal 239
(1) Untuk mendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran
LLAJ diselenggarakan Sistem Informasi dan Komunikasi Terpadu.
(2) Sistem Informasi dan Komunikasi Terpadu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digunakan untuk kegiatan perencanaan, pengaturan, pengendalian,
dan pengawasan serta operasional LLAJ yang meliputi:
a. bidang Terminal;
b. bidang perparkiran;
c. bidang pengujian Kendaraan Bermotor;
d. bidang sarana dan prasarana LLAJ; dan
e. bidang operasional manajemen dan rekayasa Lalu Lintas, serta
pendidikan berlalu lintas.
67
(3) Sistem Informasi dan Komunikasi Terpadu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan dilaksanakan oleh
Dinas.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Sistem Informasi dan
Komunikasi Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Walikota.
Pasal 240
(1) Sistem Informasi dan Komunikasi Terpadu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 239 ayat (3) merupakan subsistem dalam Sistem Informasi dan
Komunikasi LLAJ Nasional.
(2) Sistem Informasi dan Komunikasi Terpadu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikendalikan oleh pusat kendali Dinas yang mengintegrasikan
data, informasi, dan komunikasi dari setiap bidang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 239 ayat (2)
(3) Data, inform.asi, dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus dapat diakses oleh masyarakat.
BABXXI
FORUMLLAJ
Pasal 241
(1) Forum LLAJ berfungsi sebagai wahana untuk mensinergikan tugas pokok
dan fungsi setiap penyelenggara LLAJ dalam penyelenggaraanLLAJ.
(2) Forum LLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diselenggarakan dalam
rangka koordinasi antar instansi penyelenggara LLAJ
Pasal 242
(1) Keanggotaan Forum LLAJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241ayat (1)
terdiri atas Walikota, Kapolres, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau
Badan Usaha Milik Daerah {BUMD) yang bergerak. di bidang LLAJ.
(2) Dalam pelaksanaan pembahasan Forum LLAJ, Walikota mengikutsertakan
SKPD terkait
(3) Dalam pelaksanaan pembahasan Forum LLAJ sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), pemrakarsa pelaksana pembahasan dapat menunjuk
asosiasi perusahaan angkutan, perwakilan perguruan tinggi, tenaga ahli di
bidang LLAJ, lembaga swadaya masyarakat yang aktifitasnya di bidang
Lalu Lintas, pemerhati Lalu Lintassebagai anggota tambahan berdasarkan
permasalahan yang dibahas
Pasal 243
(1) Pelaksanaan forum LLAJ memperoleh dukungan administrasi dari
Sekretaris Daerah
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemrakarsa pelaksana pembahasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 ayat (3) dan dukungan
administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Walikota
68
. ' I ( I � ...
BABXXII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 244
(1) Untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan perhubungan di Daerah,
serta untuk mendukung kelancaran dan ketertiban operasional
transportasi, Dinas melakukan pengawasan dan pengendalian.
(2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pemantauan, pemberian arahan, penjagaan dan pengaturan arus LLAJ, sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Walikota.
BAB XXIII
PENYIDIKAN
Pasal 245
(1) PPNS/ASN di bidang perhubungan berwenang melakukan penyidikan
terhadap tindak pidana di bidang perhubungan.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik
Jalan Kendaraan Bermotor yang pembuktiannya memerlukan keahlian
dan peralatan khusus;
b. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran perizinan angkutan orang
dan/ atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum;
c. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran muatan dan/ atau dimensi
Kendaraan Bermotor di tempat penimbangan yang dipasang secara
tetap;
d. melarang atau menunda pengoperasian Kendaraan Bermotor yang tidak
memenuhi persyaratan teknis dan laik Jalan;
e. meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor,
atau Perusahaan Angkutan Umum atas pelanggaran persyaratan teknis
dan laik Jalan, pengujian Kendaraan Bermotor, dan perizinan; dan/atau
f. melakukan penyitaan surat tanda lulus uji dan/ atau surat izin
penyelenggaraan angkutan umum atas pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c dengan membuat dan
menandatangani berita acara pemeriksaan.
(3) Pelaksanaan penyidikan oleh PPNS/ASN dilakukan di Terminal dan/atau
tempat yang ditentukan sesuai dengan perundang-undangan.
(4) Dalam hal tindak pidana pelanggaran di bidang perhubungan terjadi di Jalan,
PPNS/ ASN wajib berkoordinasi dengan dan harus didampingi oleh petugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BABXXIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 246
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 17,
Pasal 20 ayat (1), Pasal 2 1, Pasal 48 ayat (1), Pasal 96 huruf b, Pasal 96
huruf c, Pasal 111 ayat ( 1), Pasal 182, 184 ayat (1), Pasal
186,187,189190, Pasal 204, Pasal 224 dipidana dengan pidana kurungan.
69
' . "' . �
(2) Setiap orang yang melanggar Pasal 13 ayat (2), Pasal 91 ayat (1), Pasal
97 huruf b, Pasal 97 huruf c, Pasal 97 huruf d, Pasal 97 huruf e, Pasal 97
huruf f, Pasal 100, Pasal 129 ayat (2), Pasal 129 ayat (4), Pasal 132 ayat (1),
Pasal 152, dipidana dengan pidana kurungan.
(3) Pidana kurungan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling
lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
(4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) adalah
pelanggaran.
BABXXV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 247
(1) Peraturan Walikota yang mengatur sebelumnya tentang Pengelolaan dan atau
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kata Palopo tetap
dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah
ini;
BABXXVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 248
Peraturan Walikota sebagai pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus
ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak PeraturanDaerah ini
diundangkan.
Pasal 249
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kata Palopo.
|