Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perubahan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 Tentang Hak Pengusahaan Hutan Dan Hak Pemungutan Hasil Hutan
ABSTRAK:
CATATAN:
Peraturan Pemerintah (PP) ini mulai berlaku pada tanggal 12 Mei 1975.
Peraturan Bupati (PERBUP) tentang Tata Cara Perizinan Usaha Perkebunan
ABSTRAK:
Usaha dibidang perkebunan telah memberikan manfaat bagi penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu didukung kebijakan dalam pengurusan perizinan dibidang usaha perkebunan. Untuk memberikan arah, landasan dan kepastian hukum kepada Pemerintah Daerah dan pelaku usaha dibidang perkebunan diperlukan pengaturan tentang tata cara perizinan usaha perkebunan.
Dasar Hukum Peraturan Bupati ini adalah : Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah beberapa kali dan yang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013.
Peraturan Bupati ini mengatur tentang Ketentuan Umum, Jenis dan Perizinan Usaha Perkebunan, Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Izin Usaha Perkebunan, Kemitraan, Perubahan Luas Lahan, Jenis Tanaman, dan/atau Perubahan Kapasitas Pengolahan, serta Diversifikasi Usaha, Kewajiban Perusahaan Perkebunan, Pembinaan dan Pengawasan, Sanksi Administrasi, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.
CATATAN:
Peraturan Bupati (PERBUP) ini mulai berlaku pada tanggal 09 Juni 2017.
21 Halaman; Lampiran : 31 Halaman
Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Kutai Kertanegara Nomor 18 Tahun 2015
Peraturan Bupati (PERBUP) tentang Uraian Tugas Pejabat Struktural pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Kutai Kartanegara
ABSTRAK:
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilaksanakan oleh Bagian Administrasi Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara dengan masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah perlu melakukan penyesuaian terhadap uraian tugas Pejabat Struktural pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai upaya dalam meningkatkan kapasitas organisasi dalam mencapai pelayanan yang maksimal.
Dasar Hukum: UUD 1945 Pasal 18 ayat (6); UU No.27 Tahun 1959; UU No.17 Tahun 2003; UU No.1 Tahun 2004; UU No.41 Tahun 2009; UU No.12 Tahun 2011; UU No.5 Tahun 2014; PP No.38 Tahun 2007; PP No.41 Tahun 2007; Permendagri No.57 Tahun 2007; Perda Kabupaten Kutai Kartanegara No.11 Tahun 2008; Perda Kabupaten Kutai Kartanegara No.9 Tahun 2011.
Dalam Peraturan Bupati (Perbup) ini membahas tentang Uraian Tugas Pejabat Struktural pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Kutai Kartanegara. Hal-hal yang dibahas dalam Perbup ini diantaranya yaitu Ketetuan Umum, Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi, Organisasi, Uraian Tugas, Kelompok Jabatan Fungsional, Ketentuan Peralihan, dan Ketentuan Penutup.
CATATAN:
Peraturan Bupati (PERBUP) ini mulai berlaku pada tanggal 16 Januari 2015.
Peraturan yang Diubah: Perbup Kabupaten Kutai Kartanegara No.47 Tahun 2012.
Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagai karunia dan amanat Tuhan YME yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan potensi yang sangat besar dalam pembangunan perekonomian nasional termasuk di dalamnya pembangunan perkebunan dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara berkeadilan, maka perkebunan perlu dijamin keberlanjutannya serta ditingkatkan fungsi dan peranannya. Perkebunan sebagai salah satu bentuk pengelolaan sumber daya alam perlu dilakukan secara terencana, terbuka, terpadu, profesional, dan bertanggung jawab.
Dasar hukum UU ini adalah Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam UU ini diatur mengenai Asas, Tujuan, dan Fungsi penyelenggaraan perkebunan. Pengaturan perkebunan meliputi perencanaan, penggunaan tanah, pemberdayaan dan pengelolaan usaha, pengolahan dan pemasaran hasil, penelitian dan pengembangan, pengembangan SDM, pembiayaan, serta pembinaan dan pengawasan. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perkebunan dilakukan oleh Pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 11 Agustus 2004.
Telah dilakukan uji materiil oleh MK dengan putusan nomor 55/PUU-VIII/2010.
Peraturan Gubernur (PERGUB) tentang Pedoman Tata Cara Kesepakatan Bersama Pelaksanaan Kolaborasi dalam Pengelolaan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa
ABSTRAK:
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 41 ayat (2)
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 6
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Taman Hutan Raya
Nipa-Nipa, maka perlu ditetapkan pedoman Tata Cara
Kescpakatan Bersama Pelaksanaan Kolaborasi Dalam
Pengelolaan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa;
b. bahwa sehubungan dengan maksud huruf a dan dengan
mengacu pada ketentuan Pasal 37 ayat (1) Undangundang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, telah diatur peran
serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya yang diarahkan dan digerakkan oleh
Pemerintah melalui kegiatan yang berdaya guna serta
berhasil guna;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud huruf a dan huruf b, maka perlu menetapkan
Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara tentang Pedoman
Tata Cara Kesepakatan Bersama Pelaksanaan Kolaborasi
Dalam Pengelolaan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa.
1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Daerah Tingkat I
Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-undang
Nomor 47 Prp Tahun 1960 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dan Daerah
Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan
Lembaran Negara Republic Indonesia Nomor 2687);
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
3. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 130);
5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana PengeJolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman
Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5116);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 56);
10. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.88/Menhut-II/2014 tentang Hutan
Kemasyarakatan;
11. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 6
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Taman Hutan Raya
Nipa-Nipa (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2014 Nomor 6).
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB II
JENIS DAN PARA PIHAK KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN
TAHURA NIPA-NIPA
BAB III
PRINSIP, HAK DAN KEWAJIBAN KOLABORASI PENGELOLAAN TAMAN
HUTAN RAYA NIPA-NIPA
BAB IV
TATA CARA PENGAJUAN KERJASAMA UNTUK PELAKSANAAN
KOLABORASI
BAB V
PELAKSANAAN KOLABORASI
BAB VI
FASILITASI, PENGAWASAN, PEMBINAAN, EVALUASI DAN
PENGENDALIAN
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
BAB VIII
PENUTUP
CATATAN:
Peraturan Gubernur (PERGUB) ini mulai berlaku pada tanggal .
Undang-undang (UU) tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
ABSTRAK:
bahwa hutan, sebagai karunia dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diamanatkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara dan memberikan manfaat bagi umat manusia yang wajib disyukuri, dikelola, dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan harus dilaksanakan secara tepat dan berkelanjutan dengan mempertimbangkan fungsi ekologis, sosial, dan ekonomis serta untuk menjaga keberlanjutan bagi kehidupan sekarang dan kehidupan generasi yang akan datang;
bahwa telah terjadi perusakan hutan yang disebabkan oleh pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
bahwa perusakan hutan, terutama berupa pembalakan liar, penambangan tanpa izin, dan perkebunan tanpa izin telah menimbulkan kerugian negara, kerusakan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup, serta meningkatkan pemanasan global yang telah menjadi isu nasional, regional, dan internasional;
bahwa perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi, dan lintas negara yang dilakukan dengan modus operandi yang canggih, telah mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat sehingga dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat dan yang mampu menjamin efektivitas penegakan hukum;
bahwa peraturan perundang-undangan yang ada sampai saat ini tidak memadai dan belum mampu menangani pemberantasan secara efektif terhadap perusakan hutan yang terorganisasi
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412).
Ruang lingkup undang-undang ini meliputi (i) pencegahan perusakan hutan; (ii) pemberantasan perusakan hutan; (iii) kelembagaan; (iv) peran serta masyarakat; (v) kerja sama internasional; (vi) pelindungan saksi, pelapor, dan informan; (vii) pembiayaan; dan (viii) sanksi.
Cakupan perusakan hutan yang diatur dalam undang-undang ini meliputi proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah. Adapun pembalakan liar didefinisikan sebagai semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang terorganisasi, sedangkan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah meliputi kegiatan terorganisasi yang dilakukan di dalam kawasan hutan untuk perkebunan dan/atau pertambangan tanpa izin Menteri.
Undang-undang ini dititikberatkan pada pemberantasan perusakan hutan yang dilakukan secara terorganisasi, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur, terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih, dan yang bertindak secara bersama-sama pada suatu waktu tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan, tetapi tidak termasuk kelompok masyarakat yang melakukan perladangan tradisional. Pengecualian terhadap kegiatan perladangan tradisional diberikan kepada masyarakat yang telah hidup secara turun-temurun di dalam wilayah hutan tersebut dan telah melakukan kegiatan perladangan dengan mengikuti tradisi rotasi yang telah ditetapkan oleh kelompoknya.
Upaya pencegahan perusakan hutan dilakukan melalui pembuatan kebijakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah serta dengan peningkatan peran serta masyarakat. Dalam rangka pemberantasan perusakan hutan, Undang-Undang ini mengatur kategori dari perbuatan perusakan hutan terorganisasi, baik perbuatan langsung, tidak langsung, maupun perbuatan terkait lainnya. Guna meningkatkan efektivitas pemberantasan perusakan hutan, Undang-Undang ini dilengkapi dengan hukum acara yang meliputi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Undang-undang ini mengamanatkan pembentukan suatu lembaga yang melaksanakan pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan terorganisasi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yang terdiri atas unsur kehutanan, kepolisian, kejaksaan, dan unsur terkait lainnya, seperti unsur kementerian terkait, ahli/pakar, dan wakil masyarakat. Selain memiliki fungsi penegakan hukum, lembaga ini juga memiliki fungsi koordinasi dan supervisi.
Sejak terbentuknya lembaga pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, penanganan semua tindak pidana perusakan hutan yang terorganisasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini menjadi kewenangan lembaga pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.
CATATAN:
Undang-undang (UU) ini mulai berlaku pada tanggal 06 Agustus 2013.
a. ketentuan Pasal 50 ayat (1) dan ayat (3) huruf a, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, serta huruf k; dan
b. ketentuan Pasal 78 ayat (1) mengenai ketentuan pidana terhadap Pasal 50 ayat (1) serta ayat (2) mengenai ketentuan pidana terhadap Pasal 50 ayat (3) huruf a dan huruf b, ayat (6), ayat (7), ayat (9), dan ayat (10) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan sumber kayu alternatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai penebangan kayu di luar kawasan hutan konservasi dan hutan lindung untuk keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan komersial diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai mekanisme dan tata cara penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai tata cara penyimpanan barang bukti hasil perusakan hutan yang disita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dan tata cara peruntukan barang bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46 diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan organisasi, dan tata kerja lembaga diatur dalam Peraturan Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.
BUMNKehutanan dan PerkebunanPenanaman Modal dan Investasi
Status Peraturan
Dicabut dengan :
PP No. 72 Tahun 2014 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan Persero PT Perkebunan Nusantara III
Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara XIII
ABSTRAK:
CATATAN:
Peraturan Pemerintah (PP) ini mulai berlaku pada tanggal 14 Februari 1996.
TENTANG DATABASE PERATURAN
Database Peraturan BPK merupakan bagian dari pelaksanaan JDIH di lingkungan BPK untuk menyebarluaskan informasi peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum secara mudah, cepat, dan akurat kepada para pengguna baik kalangan internal BPK maupun masyarakat