ABSTRAK: |
- Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 60 Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah, perlu menetapkan
Peraturan Bupati tentang Penyelenggaraan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah Di Lingkungan Pemerintah
Daerah Kabupaten Luwu Timur ;
- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten
Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 27,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4301);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Nomor Republik Indonesia 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran
Negara Nomor Republik Indonesia 4355);
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor
Republik Indonesia 4400);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
2
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737) ;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4578) ;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737) ;
10.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011;
11.Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 5
Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan
Daerah Kabupaten Luwu Timur (Lembaran Daerah
Kabupaten Luwu Timur Tahun 2009 Nomor 5);
12.Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 13
Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Tahun 2011-2015 (Lembaran Daerah
Kabupaten Luwu Timur Tahun 2010 Nomor 13);
- MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PENYELENGGARAAN
SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI
LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR.
3
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Luwu Timur .
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati serta perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Luwu Timur.
4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten
Luwu Timur.
5. Instansi Pemerintah Daerah adalah unsur penyelenggara
pemerintahan Kabupaten Luwu Timur.
6. Sistem Pengendalian Intern, yang selanjutnya disingkat
SPI adalah proses integral pada tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan
dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan.
7. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya
disingkat SPIP adalah Sistem Pengendalian Intern yang
diselenggarakan secara menyeluruh terhadap proses
perancangan dan pelaksanaan kebijakan serta
perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran di
lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Timur.
8. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit,
reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan
lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi
dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai
bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok
ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk
kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata
kepemerintahan yang baik.
9. Inspektorat Kabupaten Luwu Timur adalah aparat
pengawasan intern Pemerintah Kabupaten Luwu Timur
yang bertanggung jawab langsung kepada Bupati.
10. Perangkat Daerah adalah perangkat pada Pemerintah
Kabupaten Luwu Timur sebagai unsur pembantu Bupati
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang terdiri
dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah,
lembaga teknis daerah (badan/kantor), kecamatan, dan
kelurahan.
4
11. Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan
evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif
dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi,
dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi
Instansi Pemerintah Daerah.
12. Reviu adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan
untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana,
atau norma yang telah ditetapkan.
13. Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan hasil
atau prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana,
atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan.
14. Pemantauan adalah proses penilaian kemajuan suatu
program atau kegiatan dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
15. Kegiatan pengawasan lainnya adalah kegiatan pengawasan
yang antara lain berupa sosialisasi mengenai pengawasan,
pendidikan dan pelatihan pengawasan, pembimbingan dan
konsultansi, pengelolaan hasil pengawasan, dan
pemaparan hasil pengawasan.
16. Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP adalah
Petunjuk Pelaksanaan atas Peraturan Bupati Luwu Timur
tentang penyelenggaraan SPIP, yang memuat kebijakan,
strategi, metodologi penerapan, dan pengintegrasian
seluruh aktivitas manajemen Pemerintahan Daerah, untuk
memastikan bahwa seluruh unsur SPIP telah terbangun
dalam program/kegiatan Pemerintahan daerah/perangkat
daerah dalam rangka menjamin pencapaian tujuan yang
ditetapkan.
Pasal 2
(1) Untuk mencapai pengelolaan keuangan daerah yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel, Bupati melakukan pengendalian atas
penyelenggaraan kegiatan Pemerintahan Kabupaten Luwu Timur.
(2) Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan Pemerintahan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan berpedoman
pada SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati ini.
(3) SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk memberikan
keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi
pencapaian tujuan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset daerah, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.
5
BAB II
UNSUR SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) SPIP terdiri atas unsur:
a. lingkungan pengendalian;
b. penilaian resiko;
c. kegiatan pengendalian;
d. informasi dan komunikasi; dan
e. pemantauan pengendalian intern.
(2) Penerapan unsur SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan
Instansi Pemerintah Daerah.
Bagian Kedua
Lingkungan Pengendalian
Pasal 4
Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib menciptakan dan memelihara
lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif
untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya,
melalui :
a. penegakan integritas dan nilai etika;
b. komitmen terhadap kompetensi;
c. kepemimpinan yang kondusif;
d. pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
e. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
f. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan
sumber daya manusia;
g. perwujudan peran aparat pengawasan intern Pemerintah Daerah yang
efektif;
Pasal 5
Penegakan integritas dan nilai etika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf a sekurang-kurangnya dilakukan dengan :
a. menyusun dan menerapkan aturan perilaku;
b. memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada setiap
tingkat pimpinan Instansi Pemerintah Daerah;
6
c. menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap
kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap aturan perilaku;
d. menjelaskan dan mempertanggungjawabkan adanya intervensi atau
pengabaian pengendalian intern; dan
e. menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku
tidak etis.
Pasal 6
Komitmen terhadap kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf
b sekurang-kurangnya dilakukan dengan:
a. mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam
Instansi Pemerintah Daerah;
b. menyusun standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada
masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah Daerah;
c. menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan untuk membantu
pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi pekerjaannya;
dan
d. memilih pimpinan Instansi Pemerintah Daerah yang memiliki
kemampuan manajerial dan pengalaman teknis yang luas dalam
pengelolaan Instansi Pemerintah Daerah.
Pasal 7
Kepemimpinan yang kondusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c
sekurang-kurangnya ditunjukkan dengan :
a. mempertimbangkan resiko dalam pengambilan keputusan;
b. menerapkan manajemen berbasis kinerja;
c. mendukung fungsi tertentu dalam penerapan SPIP;
d. melindungi atas aset dan informasi dari akses dan penggunaan yang
tidak sah;
e. melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat pada tingkatan yang
lebih rendah; dan
f. merespon secara positif terhadap pelaporan yang berkaitan dengan
keuangan, penganggaran, program, dan kegiatan.
Pasal 8
(1) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d sekurang-kurangnya
dilakukan dengan :
7
a. menyesuaikan dengan ukuran dan sifat kegiatan Instansi
Pemerintah Daerah;
b. memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam
Instansi Pemerintah Daerah;
c. memberikan kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern
dalam Instansi Pemerintah Daerah;
d. melaksanakan evaluasi dan penyesuaian periodik terhadap struktur
organisasi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis; dan
e. menetapkan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi
pimpinan.
(2) Penyusunan struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf e sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. wewenang diberikan kepada pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat
tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan Instansi Pemerintah
Daerah;
b. pegawai yang diberi wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf a
memahami bahwa wewenang dan tanggung jawab yang diberikan terkait
dengan pihak lain dalam Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu
Timur; dan
c. pegawai yang diberi wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf b
memahami bahwa pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab terkait
dengan penerapan SPIP.
Pasal 10
(1) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan
sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f
dilaksanakan dengan memperhatikan sekurang- kurangnya hal-hal
sebagai berikut :
a. penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan
pemberhentian pegawai;
b. penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen;
dan
c. supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai.
(2) Penyusunan dan penerapan kebijakan pembinaan sumber daya
manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada
peraturan perundang- undangan.
8
Pasal 11
Perwujudan peran aparat pengawasan intern Pemerintah Daerah yang efektif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g sekurang-kurangnya harus :
a. memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan,
efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah Daerah;
b. memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen
resiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah
Daerah; dan
c. memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan
tugas dan fungsi Instansi Pemerintah Daerah.
Bagian Ketiga
Penilaian Resiko
Pasal 12
(1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib melakukan penilaian
resiko.
(2) Penilaian resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. identifikasi resiko; dan
b. analisis resiko.
(3) Dalam rangka penilaian resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pimpinan Instansi Pemerintah Daerah menetapkan:
a. tujuan Instansi Pemerintah Daerah; dan
b. tujuan pada tingkatan kegiatan, dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
Pasal 13
(1) Tujuan Instansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (3) huruf a memuat pernyataan dan arahan yang spesifik,
terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu.
(2) Tujuan Instansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai.
(3) Untuk mencapai tujuan Instansi Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah
menetapkan:
a. strategi operasional yang konsisten; dan
b. strategi manajemen terintegrasi dan rencana penilaian resiko.
9
Pasal 14
Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (3) huruf b sekurang- kurangnya dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
a. berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah
Daerah;
b. saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu
dengan lainnya;
c. relevan dengan seluruh kegiatan utama Instansi Pemerintah Daerah;
d. mengandung unsur kriteria pengukuran;
e. didukung sumber daya Instansi Pemerintah Daerah yang cukup; dan
f. melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya.
Pasal 15
Identifikasi resiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a
sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan:
a. menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah
Daerah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif;
b. menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali resiko dari
faktor eksternal dan faktor internal; dan
c. menilai faktor lain yang dapat meningkatkan resiko.
Pasal 16
(1) Analisis resiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b
dilaksanakan untuk menentukan dampak dari resiko yang telah
diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah Daerah.
(2) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah menerapkan prinsip kehatihatian dalam menentukan tingkat resiko yang dapat diterima.
Bagian Keempat
Kegiatan Pengendalian
Pasal 17
(1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan kegiatan
pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas
dan fungsi Instansi Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
(2) Penyelenggaraan kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sekurang-kurangnya memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi
Pemerintah Daerah;
b. kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian
resiko;
10
c. kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus
Instansi Pemerintah Daerah;
d. kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis;
e. prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang
ditetapkan secara tertulis; dan
f. kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan
bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang
diharapkan.
(3) Kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. reviu atas kinerja Instansi Pemerintah Daerah yang bersangkutan;
b. pembinaan sumber daya manusia;
c. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
d. pengendalian fisik atas aset;
e. penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
f. pemisahan fungsi;
g. otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
h. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan
kejadian;
i. pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;
j. akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan
k. dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta
transaksi dan kejadian penting.
Pasal 18
Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (3) huruf a dilaksanakan dengan membandingkan
kinerja dengan tolok ukur kinerja yang ditetapkan.
Pasal 19
(1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib melakukan pembinaan
sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3)
huruf b.
(2) Dalam melakukan pembinaan sumber daya manusia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah harus
sekurang-kurangnya:
a. mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, nilai, dan strategi instansi
kepada pegawai;
b. membuat strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya
manusia yang mendukung pencapaian visi dan misi; dan
11
c. membuat uraian jabatan, prosedur rekrutmen, program pendidikan
dan pelatihan pegawai, sistem kompensasi, program kesejahteraan
dan fasilitas pegawai, ketentuan disiplin pegawai, sistem penilaian
kinerja, serta rencana pengembangan karir.
Pasal 20
(1) Kegiatan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf c dilakukan untuk memastikan
akurasi dan kelengkapan informasi.
(2) Kegiatan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengendalian umum; dan
b. pengendalian aplikasi.
Pasal 21
Pengendalian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a
terdiri atas:
a. pengamanan sistem informasi;
b. pengendalian atas akses;
c. pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak
aplikasi;
d. pengendalian atas perangkat lunak sistem;
e. pemisahan tugas; dan
f. kontinuitas pelayanan.
Pasal 22
Pengamanan sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf
a sekurang-kurangnya mencakup:
a. pelaksanaan penilaian resiko secara periodik yang komprehensif;
b. pengembangan rencana yang secara jelas menggambarkan program
pengamanan serta kebijakan dan prosedur yang mendukungnya;
c. penetapan organisasi untuk mengimplementasikan dan mengelola
program pengamanan;
d. penguraian tanggung jawab pengamanan secara jelas;
e. implementasi kebijakan yang efektif atas sumber daya manusia terkait
dengan program pengamanan; dan
f. pemantauan efektivitas program pengamanan dan melakukan perubahan
program pengamanan jika diperlukan.
12
Pasal 23
Pengendalian atas akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b
sekurang-kurangnya mencakup:
a. klasifikasi sumber daya sistem informasi berdasarkan kepentingan dan
sensitivitasnya;
b. identifikasi pengguna yang berhak dan otorisasi akses ke informasi
secara formal;
c. pengendalian fisik dan pengendalian logik untuk mencegah dan
mendeteksi akses yang tidak diotorisasi; dan
d. pemantauan atas akses ke sistem informasi, investigasi atas pelanggaran,
serta tindakan perbaikan dan penegakan disiplin.
Pasal 24
Pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c sekurang-kurangnya
mencakup :
a. otorisasi atas fitur pemrosesan sistem informasi dan modifikasi program;
b. pengujian dan persetujuan atas seluruh perangkat lunak yang baru dan
yang dimutakhirkan; dan
c. penetapan prosedur untuk memastikan terselenggaranya pengendalian
atas kepustakaan perangkat lunak.
Pasal 25
Pengendalian atas perangkat lunak sistem sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 huruf d sekurang-kurangnya mencakup :
a. pembatasan akses ke perangkat lunak sistem berdasarkan tanggung
jawab pekerjaan dan dokumentasi atas otorisasi akses;
b. pengendalian dan pemantauan atas akses dan penggunaan perangkat
lunak sistem; dan
c. pengendalian atas perubahan yang dilakukan terhadap perangkat lunak
sistem.
Pasal 26
Pemisahan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf e sekurangkurangnya mencakup:
a. identifikasi tugas yang tidak dapat digabungkan dan penetapan kebijakan
untuk memisahkan tugas tersebut;
b. penetapan pengendalian akses untuk pelaksanaan pemisahan tugas; dan
c. pengendalian atas kegiatan pegawai melalui penggunaan prosedur,
supervisi, dan reviu.
13
Pasal 27
Kontinuitas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf f
sekurang-kurangnya mencakup:
a. penilaian, pemberian prioritas, dan pengidentifikasian sumber daya
pendukung atas kegiatan komputerisasi yang kritis dan sensitif;
b. langkah-langkah pencegahan dan minimalisasi potensi kerusakan dan
terhentinya operasi komputer;
c. pengembangan dan pendokumentasian rencana komprehensif untuk
mengatasi kejadian tidak terduga; dan
d. pengujian secara berkala atas rencana untuk mengatasi kejadian tidak
terduga dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.
Pasal 28
Pengendalian aplikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf
b terdiri atas:
a. pengendalian otorisasi;
b. pengendalian kelengkapan;
c. pengendalian akurasi; dan
d. pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data.
Pasal 29
Pengendalian otorisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a
sekurang-kurangnya mencakup:
a. pengendalian terhadap dokumen sumber;
b. pengesahan atas dokumen sumber;
c. pembatasan akses ke terminal entri data; dan
d. penggunaan file induk dan laporan khusus untuk memastikan bahwa
seluruh data yang diproses telah diotorisasi.
Pasal 30
Pengendalian kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b
sekurang-kurangnya mencakup :
a. pengentrian dan pemrosesan seluruh transaksi yang telah diotorisasi ke
dalam komputer; dan
b. pelaksanaan rekonsiliasi data untuk memverifikasi kelengkapan data.
Pasal 31
Pengendalian akurasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c
sekurang-kurangnya mencakup :
14
a. penggunaan desain entri data untuk mendukung akurasi data;
b. pelaksanaan validasi data untuk mengidentifikasi data yang salah;
c. pencatatan, pelaporan, investigasi, dan perbaikan data yang salah
dengan segera; dan
d. reviu atas laporan keluaran untuk mempertahankan akurasi dan
validitas data.
Pasal 32
Pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 huruf d sekurang-kurangnya mencakup :
a. penggunaan prosedur yang memastikan bahwa hanya program dan file
data versi terkini digunakan selama pemrosesan;
b. penggunaan program yang memiliki prosedur untuk memverifikasi bahwa
versi file komputer yang sesuai digunakan selama pemrosesan;
c. penggunaan program yang memiliki prosedur untuk mengecek internal
file header labels sebelum pemrosesan; dan
d. penggunaan aplikasi yang mencegah perubahan file secara bersamaan.
Pasal 33
(1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib melaksanakan
pengendalian fisik atas aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (3) huruf d.
(2) Dalam melaksanakan pengendalian fisik atas aset sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib
menetapkan, mengimplementasikan, dan mengkomunikasikan kepada
seluruh pegawai :
a. rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur pengamanan fisik; dan
b. rencana pemulihan setelah bencana.
Pasal 34
(1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib menetapkan dan mereviu
indikator dan ukuran kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (3) huruf e.
(2) Dalam melaksanakan penetapan dan reviu indikator dan pengukuran
kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi
Pemerintah Daerah harus:
a. menetapkan ukuran dan indikator kinerja;
b. mereviu dan melakukan validasi secara periodik atas ketetapan dan
keandalan ukuran dan indikator kinerja;
15
c. mengevaluasi faktor penilaian pengukuran kinerja; dan
d. membandingkan secara terus-menerus data capaian kinerja dengan
sasaran yang ditetapkan dan selisihnya dianalisis lebih lanjut.
Pasal 35
(1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib melakukan pemisahan
fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf f.
(2) Dalam melaksanakan pemisahan fungsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah harus menjamin bahwa
seluruh aspek utama transaksi atau kejadian tidak dikendalikan oleh 1
(satu) orang.
Pasal 36
(1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib melakukan otorisasi atas
transaksi dan kejadian yang penting sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (3) huruf g.
(2) Dalam melakukan otorisasi atas transaksi dan kejadian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib
menetapkan dan mengkomunikasikan syarat dan ketentuan otorisasi
kepada seluruh pegawai.
Pasal 37
(1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib melakukan pencatatan
yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf h.
(2) Dalam melakukan pencatatan yang akurat dan tepat waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah
Daerah perlu mempertimbangkan:
a. transaksi dan kejadian diklasifikasikan dengan tepat dan dicatat
segera; dan
b. klasifikasi dan pencatatan yang tepat dilaksanakan dalam seluruh
siklus transaksi atau kejadian.
Pasal 38
(1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib membatasi akses atas
sumber daya dan pencatatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (3) huruf i dan menetapkan akuntabilitas terhadap sumber daya
dan pencatatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3)
huruf j.
16
(2) Dalam melaksanakan pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi
Pemerintah Daerah wajib memberikan akses hanya kepada pegawai
yang berwenang dan melakukan reviu atas pembatasan tersebut secara
berkala.
(3) Dalam menetapkan akuntabilitas terhadap sumber daya dan
pencatatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi
Pemerintah Daerah wajib menugaskan pegawai yang bertanggung jawab
terhadap penyimpanan sumber daya dan pencatatannya serta
melakukan reviu atas penugasan tersebut secara berkala.
Pasal 39
(1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan
dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi
dan kejadian penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3)
huruf k.
(2) Dalam menyelenggarakan dokumentasi yang baik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib
memiliki, mengelola, memelihara, dan secara berkala memutakhirkan
dokumentasi yang mencakup seluruh Sistem Pengendalian Intern serta
transaksi dan kejadian penting.
Bagian Kelima
Informasi dan Komunikasi
Pasal 40
Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan
mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat.
Pasal 41
(1) Komunikasi atas informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
wajib diselenggarakan secara efektif.
(2) Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah Daerah harus
sekurang-kurangnya :
a. menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana
komunikasi; dan
b. mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi
secara terus menerus.
17
Bagian Keenam
Pemantauan
Pasal 42
(1) Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah wajib melakukan pemantauan
Sistem Pengendalian Intern.
(2) Pemantauan Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi
terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.
Pasal 43
Pemantauan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)
diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi,
pembandingan,
rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas.
Pasal 44
(1) Evaluasi terpisah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)
diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian
efektivitas Sistem Pengendalian Intern.
(2) Evaluasi terpisah dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern
Pemerintah Daerah atau pihak eksternal Pemerintah Daerah.
(3) Evaluasi terpisah dapat dilakukan dengan menggunakan daftar uji
pengendalian intern sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.
Pasal 45
Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) harus segera diselesaikan dan
dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil
audit dan reviu lainnya yang ditetapkan.
BAB III
PENGUATAN EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN SPIP
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 46
(1) Bupati bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan Sistem
Pengendalian Intern di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu
Timur.
(2) Penyelenggaraan SPIP di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten
Luwu Timur dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Luwu
Timur.
(3) Penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP yang disusun
sesuai dengan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP yang ditetapkan
oleh Kepala BPKP sebagai pembina penyelenggaraan SPIP.
18
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Petunjuk Pelaksanaan
Penyelenggaraan SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
(5) Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas Sistem Pengendalian
Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan
intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah
Daerah termasuk akuntabilitas keuangan daerah.
(6) Dalam proses pembangunan dan pengembangan SPIP dibentuk Satuan
Tugas SPIP Pemerintah Kabupaten Luwu Timur.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan dan tugas Satuan Tugas
SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
Bagian Kedua
Pengawasan Intern atas Penyelenggaraan Tugas dan
Fungsi Instansi Pemerintah Daerah
Pasal 47
(1) Pengawasan intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (5)
dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Luwu Timur.
(2) Inspektorat Kabupaten Luwu Timur sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melakukan pengawasan intern melalui :
a. audit;
b. reviu;
c. evaluasi;
d. pemantauan; dan
e. kegiatan pengawasan lainnya.
Pasal 48
Inspektorat Kabupaten Luwu Timur melakukan pengawasan terhadap
seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan
kerja perangkat daerah yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah kabupaten.
Pasal 49
(1) Audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) terdiri atas:
a. audit kinerja; dan
b. audit dengan tujuan tertentu.
(2) Audit kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
audit atas pengelolaan keuangan daerah dan pelaksanaan tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah Daerah yang terdiri atas aspek kehematan,
efisiensi, dan efektivitas.
(3) Audit dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b mencakup audit yang tidak termasuk dalam audit kinerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
19
Pasal 50
(1) Pelaksanaan audit intern di lingkungan Instansi Pemerintah Daerah
dilakukan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan
pengawasan dan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian
sebagai auditor.
(2) Syarat kompetensi keahlian sebagai auditor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipenuhi melalui keikutsertaan dan kelulusan program
sertifikasi.
(3) Kebijakan yang berkaitan dengan program sertifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh instansi pembina jabatan
fungsional sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 51
Pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pengawasan wajib
menaati kode etik aparat pengawas Intern Pemerintah.
Pasal 52
Untuk menjaga mutu hasil audit, aparat pengawasan intern Pemerintah
Daerah, wajib berpedoman pada standar audit pemerintah.
Pasal 53
Setelah melaksanakan tugas pengawasan, aparat pengawasan intern
Pemerintah Daerah wajib membuat laporan hasil pengawasan dan
menyampaikannya kepada pimpinan Instansi Pemerintah Daerah yang
diawasi.
Pasal 54
Aparat pengawasan intern Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
tugasnya harus independen dan obyektif.
Pasal 55
Inspektorat Kabupaten melakukan reviu atas laporan keuangan Pemerintah
Daerah sebelum disampaikan bupati kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
20
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 56
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu
Timur.
|